Manfaat Nyata dari Go Green

Beberapa orang melakukan go green dan dinilai sebagai orang yang pintar. Lalu apa go green itu dan apa manfaat nyata dari go green? Go green merupakan segala sesuatu yang kita lalukan untuk hidup berkelanjutan.

Hidup berkelanjutan yang dimaksud adalah melakukan hal sekecil apa pun di dalam kehidupan sehari-hari yang membuat dampak pribadi pada alam dan sekitar kita. Misalnya melakukan pengomposan sampah dapur organik sebagi pupuk, menggunakan mobil listrik atau sepeda, dan menggunakan kantong dari kain bukan plastik.

Manfaat dari “go green” yang kita lakukan memang tidak secara langsung dapat dilihat. Contohnya ketika kita menggunakan produk-produk alami, mungkin tidak tampak pengaruhnya. Namun, manfaat nyata dan positif dari “go green” benar-benar ada, yaitu:

Kesehatan kita

Ketika kita menjalankan hidup berkelanjutan, maka kita telah mengambil langkah positif untuk kesehatan. Misalnya, kita akan makan makanan alami sehingga kita tidak mengonsumsi makanan olahan. Untuk membersihkan makanan, kita dapat menggunakan bahan alami seperti cuka yang tidak akan menyebabkan munculnya residu kimia.

Kantong/Dompet kita

“Go green” dapat menghemat uang di kantong. Makanan alami lebih murah daripada makanan olahan di toko-toko. Kita juga dapat membersihkan makanan alami dengan pembersih yang alami pula dengan harga yang juga murah.

Kemudian, olahan sampah dapur organik yang dijadikan pupuk juga dapat kita gunakan untuk tanaman daripada membeli pupuk kimia. Hal lainnya adalah dengan mengonsumsi makanan alami dan sehat, kita akan jarang berurusan dengan dokter sehingga tidak mengeluarkan uang untuk biaya dokter.

Emosi kita

Dengan hidup berkelanjutan, kita melakukan hal-hal kecil yang dapat membuat kita lebih baik mengetahui tentang bumi dan bagaimana kita mempengaruhi orang-orang di sekitar. Dengan tidak menciptakan sampah dan tidak menambah polusi udara dengan mengendarai kendaraan bermotor, kita telah membuat diri merasa bahagia dan mengundang senyum untuk banyak orang lain.

Dunia kita

Melakukan “go green” berarti kita ikut menyelamatkan dunia dan membantu generasi mendatang. Sekecil apapun tindakan “go green” yang dilakukan, tentunya akan berpengaruh. Bayangkan jika ratusan hingga miliaran orang melakukannya, maka dunia akan lebih lestari dan membangun masa depan yang baik.

Sebagai Contoh

Manfaat nyata dari “go green” lainnya yaitu, kita telah memberikan contoh kepada orang-orang terdekat kita. Orang-orang di sekitar kita akan melihat kepedulian kita dan tentunya akan ikut bergabung dengan tindakan kita untuk menciptakan kehidupan masa depan yang lebih baik.

Sumber : klik di sini

Share Button

Memanen Hujan untuk Air Bersih

Berada di kawasan tropis dengan curah hujan tinggi, di kelilingi pegunungan yang jadi tangkapan air alami, dan sungai-sungai membelah pulau-pulaunya, Indonesia tak seharusnya dibayangi krisis air bersih. Nyatanya separuh penduduk Indonesia belum terlayani air bersih dan jumlah warga yang tergantung air minum dalam kemasan meningkat.

Privatisasi air yang dikuatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air kian meminggirkan peran negara dalam menyediakan air bersih. Konflik perebutan sumber daya air pun merebak di beberapa daerah. Dampak lain adalah penumpulan kemandirian warga dalam menyediakan air bersih. Saat UU itu dibatalkan Mahkamah Konstitusi, pemerintah menyatakan tak siap menyediakan air bersih.

”Padahal, alam menyediakan air minum berkualitas baik secara gratis, yakni air hujan,” kata Romo Kirjito, yang sejak dua tahun terakhir melakukan riset dan percobaan pengolahan air hujan sebagai air minum.

Secara tradisional, sebagian masyarakat Indonesia telah memakai hujan sebagai sumber air bersih utama, seperti masyarakat di Kalimantan, Flores, dan Papua. ”Namun, ada asumsi air hujan dianggap tak baik bagi kesehatan. Padahal, air hujan paling rendah kadar logam beratnya,” ujarnya.

Penelitian Kirjito, air hujan di Indonesia kandungan mineral terlarutnya (TDS/total dissolved solid) di bawah 20 miligram per liter (mg/l). Padahal, TDS air kemasan banyak yang di atas 100 TDS. Versi Standar Nasional Indonesia (SNI) 2006, TDS maksimum 500 mg/l.

I Gede Wenten, ahli membran dan kimia air dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, air hujan relatif belum tercemar, tapi butuh pengolahan hingga siap konsumsi. Dia optimistis kita bisa mandiri menyediakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Wenten merupakan ahli yang meraih 15 hak paten. Salah satu temuannya adalah penyaring berpori atau membran skala nano yang bisa menyaring semua materi pencemar dalam air, termasuk bakteri. Sistem membran memiliki nanofiltrasi yang ukuran porinya lebih kecil dari ukuran bakteri 0,5–5 mikron atau 0,001 mm. Dengan sistem membran itu, air kotor bisa disaring jadi air bersih.

Potensi air hujan

Terkait air hujan, menurut Wenten, yang kerap jadi soal adalah proses penampungannya. ”Air hujan yang lewat genting rumah kemungkinan tercemar kotoran,” ucapnya.

Namun, menurut Kirjito, dibandingkan air di dalam tanah, potensi tercemarnya air hujan yang ditampung lebih kecil. ”Material pencemar di dalam tanah lebih banyak,” katanya.

Di daerah industri yang mutu udaranya buruk, kemungkinan terjadi hujan asam atau tercemarnya air hujan oleh oksida sulfur dan oksida nitrogen yang bersifat toksik, cukup tinggi. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berdasarkan pantauan di 48 stasiun pada Desember 2014 menunjukkan, tingkat keasaman air hujan di beberapa kota di Indonesia di atas batas PH air hujan normal, sebesar 5,6. Namun, ada sejumlah kota yang ada di bawah ambang batas itu, di antaranya Jayapura, Lampung, Kediri, Mataram, Padang, dan Serang.

”Kondisi hujan asam ini bisa disiasati dengan tak memakai air hujan yang baru turun, namun menunggu beberapa saat baru ditampung,” kata Wenten.

Persoalan lain, air hujan miskin unsur-unsur mineral yang dibutuhkan tubuh seperti fosfor dan kalsium yang terlarut dalam tanah. ”Air hujan yang meresap dalam tanah lebih kaya mineral. Namun, jika berlebih bisa berbahaya,” kata Wenten.

Menurut Kirjito, masalah keasaman PH air hujan bisa diatasi dengan alat sederhana yang dibuat sendiri oleh warga. Ditemui di tempat tinggalnya di Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (28/2), Kirjito dikelilingi bejana, botol, dan gelas-gelas berisi air.

Dia lalu memperagakan teknik sederhana menjadikan air hujan yang cenderung asam jadi air basa atau alkali. Caranya, memisahkan air asam dan basa dengan arus listrik DC agar terjadi ionisasi. Arus listrik dialirkan ke konduktor stainless foodgrade pada dua bejana berhubungan berisi air hujan atau bisa dicampur air tanah selama empat jam atau lebih, tergantung kadar PH yang diinginkan.

”Jika hanya air hujan, karena mineral terlarutnya rendah, butuh waktu ionisasi lebih lama. Kita harus ukur kadar TDS-nya. Biasanya air yang kita sarankan di bawah 50 TDS,” kata Kirjito.

Makin lama proses terionisasinya, perbedaan PH antara dua bejana itu makin tinggi, satu bejana kian basa dan satunya makin asam. Air basanya bisa langsung dikonsumsi, dan yang asam untuk pupuk tanaman.

”Dari pengukuran ORP (oxidation reduction potential), air hujan yang kami proses ini sifat antioksidannya tinggi. Dua tahun ini saya mengonsumsinya, saya merasa jauh lebih sehat dan jarang sakit lagi,” kata Kirjito. Beberapa orang yang menerapkan metode pengolahan air minum itu yang bertamu ke laboratorium Kirjito siang itu mengungkapkan hal sama.

”Kami tak jualan alat, bahkan budaya instan itu yang ingin kami tolak. Hal terpenting adalah mendorong warga punya budaya meneliti dan menyediakan air bersih secara mandiri,” ujarnya.

Meneliti air

Menurut Kirjito, yang dibutuhkan warga untuk meneliti air minum adalah alat pengukur PH dan TDS, yang bisa dibeli di banyak toko kimia ataupun toko daring (online) dengan harga terjangkau. Adapun bejana dan adaptor untuk mengolah airnya bisa dibuat sendiri. Total biaya tak sampai Rp 1 juta untuk membuat instalasi pengolahan air dan membeli alat ukur.

Mintje Maukar, spesialis water treatment yang belasan tahun bekerja di perusahaan asing mengatakan, dua bulan terakhir memakai air hujan yang diionisasi. Menurut dia, tubuh bersifat asam dan butuh asupan bersifat basa. Air berfungsi membawa nutrisi dan oksigen bagi tubuh, melarutkan dan mengeluarkan sampah atau racun.

”Air bersifat basa bisa berperan lebih baik, termasuk membantu memelihara dan mengganti sel-sel tubuh rusak,” katanya. Air hujan termasuk terbaik karena paling murni. Jika dijadikan alkali, air hujan itu amat baik bagi tubuh.

Kebutuhan asupan mineral, yang minim diperoleh dari air hujan, tak perlu dikhawatirkan, karena banyak diperoleh dari makanan. ”Bahkan, pola makan masyarakat cenderung kelebihan mineral. Yang dibutuhkan justru air untuk melarutkan kelebihan asam dan racun yang terakumulasi dalam tubuh,” kata Minjte, yang berlatar belakang pendidikan kedokteran itu.

Di alam, air alkali siap minum ada pada air kelapa. Air jeruk nipis, meski terasa asam, juga bersifat basa saat dalam tubuh. Upaya menjadikan air agar ber-PH basa dengan alat, populer di Indonesia. Sejumlah alatnya yang diimpor dijual mahal. ”Padahal kami bisa membuatnya sendiri,” kata Kirjito.

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam publikasinya pada 2003, mengingatkan, air dengan PH ekstrem, terlalu basa ataupun asam, tak baik bagi tubuh. Air dengan PH lebih dari 11 menyebabkan iritasi mata dan kulit, serta pembengkakan sel rambut. Air dengan PH di bawah 4 menimbulkan hal sama. Jika PH air lebih rendah dari 2,5, berdampak serius pada organ dalam.

Kirjito menyarankan, saatnya masyarakat mandiri memperhatikan kebutuhan tubuhnya, termasuk dalam menyediakan air layak minum. Itu bisa jadi gerakan perlawanan terhadap gurita komodifikasi air. Karena air adalah hak tiap manusia….

Sumber : klik di sini

Share Button

Pengelolaan Hutan Desa Perlu Perhatikan Soal Lingkungan

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mengharapkan pengelolaan hutan desa bukan semata-mata berorientasi ekonomi tetapi juga memperhatikan unsur lingkungan.

“Agar tidak terjadi kerusakan hutan yang membawa akibat buruk pada seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungannya,” ujar Marwan dalam pertemuan di Jakarta pada Rabu (4/3/2015).

Menurut Marwan, hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh masyarakat dalam organisasi administratif pedesaan yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.

Dengan pengertian itu, hutan desa bermaksud memberikan akses kepada masyarakat lewat lembaga desa untuk mengelolanya. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

“Karena itu pelaku utama hutan desa adalah Lembaga Desa yang dalam hal ini lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes) secara fungsional berada dalam organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa dan diarahkan menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),” tandasnya.

Dengan adanya pengelolaan hutan desa secara profesional oleh masyarakat setempat, Marwan yakin kawasan hutan akan bisa memberi banyak manfaat dari sisi ekonomi dan mengurangi praktek ilegal logging.

Dalam pelaksanaannya, imbuh Marwan, program hutan desa bisa diarahkan sesuai prinsip-prinsipnya dengan tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.

“Ada keterkaitan masyarakat terhadap sumber daya hutan. Karena hutan mempunyai fungsi sosial, ekonomi, budaya dan ekologis,” tandasnya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Sebelum Melindungi Terumbu Karang, Lindungi Dulu Pohon Bakau

Mengingat drastisnya kerusakan terumbu karang dunia dan adanya misi dari NOAA (The National Oceanic and Atmospheric Administration) untuk memperluas area lindung terumbu karang di Teluk Meksiko, Badan Survei Geologi AS memberikan strategi baru yang menarik: lindungi hutan bakau terlebih dulu.

Akar tunjang dari pohon bakau yang besar dan kokoh membantu pencegahan erosi di pesisir pantai dan meminimalisir dampak kerusakan apabila terjadi tsunami ataupun topan.

Sebagai tumbuhan yang hidup di persimpangan antara darat dan laut, tumbuhan amfibi ini dapat menyokong banyak kehidupan sekaligus dan memberi kegunaan penting bagi makhluk hidup lainnya, mulai dari bintang laut hingga manusia. Pohon bakau juga merupakan tempat berlindung bagi terumbu karang, merujuk pada sebuah laporan yang diterbitkan Biogeosciences.

Terumbu karang sangat sensitif terhadap perairan yang panas. Panas menyebabkan terumbu karang melepas alga atau ganggang yang sedang berfotosintesis—suatu fenomena yang disebut sebagai bleaching atau pemutihan, yang sangat fatal.

Sejak tahun 1970, sebanyak 50% dari luas area terumbu karang di perairan Karibia kini telah hilang diakibatkan terjadinya bleaching tersebut.

Caroline Rogers, seorang peneliti dari Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), menemukan sebuah penemuan mengejutkan di daerah hutan bakau Hurricane Hole di Kepulauan Virginia.

Lebih dari 30 spesies terumbu karang, termasuk diantaranya tujuh spesies terumbu karang yang terancam punah, ditemukan tumbuh dengan subur di bawah akar-akar tunjang pohon bakau.

Merujuk pada fakta bahwa terumbu karang yang ditemukan di Hurricane Hole tersebut tumbuh sangat subur dan indah, Rogers menyarankan agar pembudidayaan hutan pohon bakau menjadi salah satu strategi utama untuk melindungi terumbu karang dari efek perubahan iklim yang kian mengganas.

Sumber : Klik di sini

Share Button

Bayi Badak Langka Lahir di Taman Safari Indonesia

Bayi badak putih (Ceratotherium simum) lahir di Taman Safari Indonesia (TSI) pada 10 Februari 2015 pukul 17.30 WIB lalu. Lahir dengan berat 75 kilogram, mamalia terbesar kedua setelah gajah itu menjadi badak putih kedua yang lahir di TSI sejak 2003 lalu.

Bayi badak itu merupakan buah cinta dari Rimba dan Merdeka, badak putih pertama yang lahir di TSI pada 15 Agustus 2003 silam. Pada 14 September 2013, Rimba dan Merdeka tepergok sedang bercinta.

Saat masa birahi yang berlangsung selama seminggu, Rimba yang merupakan badak putih betina berusia 13 tahun dan Merdeka yang jantan bercinta sehari penuh, memakan waktu rata-rata 30 menit tiap sesinya.

Dua bulan setelah perkawinan, pemeriksaan dilakukan dengan bantuan  ultrasonografi. Terlibat dalam pemeriksaan adalah staf riset, dokter hewan dari TSI, serta drh Agil dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Setelah menunggu setahun lebih, bayi badak putih buah cinta Rimba dan Merdeka pun lahir. Saat ini, CCTV masih dipasang untuk memantau kondisi sang bayi badak. Setiap 30 menit sekali, bayi yang berjenis kelamin jantan masih menyusu pada induknya.

Direktur TSI Jansen Manangsang mengungkapkan dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (3/3/2015), kelahiran bayi badak langka ini diharapkan menjadi kebanggaan Indonesia dan dunia. Spesies itu kini kian terancam oleh perburuan.

Kelahiran bayi badak itu juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi Poniran, penjaga badak putih di TSI. Hingga kini, ia masih tekun memberi makan bayi badak dengan pisang, wortel, kacang-kacangan, dan rumput gajah sebanyak 100 kilogram per harinya.

Sumber : Klik di sini

Share Button

Karbon Terkurangi Dari Strategi Pembangunan Berkelanjutan Di 8 Kabupaten. Dimana Sajakah?

Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dan 41 persen bila mendapat bantuan dari luar negeri. Sebagai salah satu sektor pengemisi utama, pemerintah berusaha menurunkan emisi dari sektor kehutanan, dengan melakukan tata kelola dan konservasi hutan dan lahan gambut yang mempunyai bernilai tinggi.

Komitmen penurunan emisi tersebut, tidak akan berhasil bila pemerintah daerah tidak ikut berperan aktif dalam pengelolaan wilayah dan hutan mereka.  Untuk itu, delapan wilayah kabupaten di Indonesia dengan dibantu pemerintah Amerika Serikat melalui proyek USAID Indonesia Forestry and Climate Support (IFACS) melakukan review tata ruang wilayah yang lebih baik dengan mengintegrasikan konservasi hutan dan lahan gambut yang mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan agar tercipta strategi pembangunan yang rendah emisi (low emission development strategies / LEDS).

“IFACS membuat program yang ambisius di daerah kawasan stok karbon dan hutan agar tetap terjaga di Indonesia. Dan kita mulai di pusatnya, yaitu di KLHK. Tentu saja kita berhubungan dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, dan berhubungan dengan beberapa propinsi,” kata John Hansen, Direktur Kantor Lingkungan Hidup USAID Indonesia, disela-sela acara Lokakarya KLHS-SPRE dan Penyiapan Proyek Karbon Bersama Masyarakat, di Gedung Manggala Wanabakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, pada minggu kemarin.

Delapan kawasan strategis itu berada di tiga pulau besar di Indonesia, dimana masih terdapat hutan primer dan stok karbon yang besar, yaitu di Sumatera, Kalimantan dan Papua.  Di Sumatera dilakukan di Aceh Selatan, Aceh Tenggara. Sedangkan di Kalimantan Barat yaitu di Ketapang, Kayong Utara dan Malawi, serta di Kalimantan Tengah yaitu di Katingan. Sedangkan di Papua yaitu di Sarmi, Mamberamo, Mimika dan Asmat.

Proyek IFACS di 8 daerah tersebut diharapkan dapat menyimpan 6 juta ton ekuivalen karbon melalui perbaikan tata kelola sumber daya alam dan pengelolaan hutan yang berdampak pada pengurangan tingkat deforestasi dan degradasi lingkungan pada kawasan luas sekitar 11 juta hektar.

Dengan sinergi pemerintah daerah, masyarakat lokal dengan proyek IFACS, diharapkan dapat dikelola  dengan baik sekitar 3 juta hektar hutan tropis dan lahan gambut alami, dengan  1,7 juta hektar merupakan habitat utama orangutan.

Selain itu, 12 daerah yang telah memiliki skema rencana tata ruang diharapkan dapat melaksanakan rekomendasi dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) . Dan 12.000 pihak penerima manfaat hutan memperoleh keuntungan ekonomi dari kegiatan-kegiatan rendah emisi yang diselenggarakan di dalam wilayah program IFACS.

“Program lima tahun dari IFACS telah memperoleh hasil dan perkembangan yang baik, dan perkembangan yang bisa dilihat adalah sekitar 2000 hektar pada hutan bernilai konservasi tinggi yang sekarang dilindungi dan itu melalui proses perencanaan tata ruang. IFACS membantu dalam proses tersebut, dengan kriteria pembangunan rendah emisi yang diinginkan oleh pemerintah daerah seperti RAN GRK dan RAD GRK, anggaran pembangunan dan proses strategis dengan kerjasama dengan bupati dan masyarakat di daerah itu dengan memperhatikan keuntungan dari konservasi  yang diselaraskan dengan pertumbuhan ekonomi meski dengan melindungi lingkungan,” kata Hansen.

Penurunan emisi tersebut diperoleh dari delapan proyek karbon dengan skema pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services / PES) seperti skema REDD+, skema mekanisme pembangunan bersih, atau skema perdagangan karbon lainnya.

Proyek karbon tersebut antara lain penguatan konservasi hutan desa di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, dengan pengendalian kebakaran dan produksi karet di wilayah sekitar 17.432 hektar.  Potensi reduksi gas rumah kaca sebesar 13.303 ton setara karbon selama dua tahun pertama.

Proyek pengelolaan kawasan ekosistem bakau seluas 345.713 hektar sebagai kawasan penangkapan dan penyimpanan karbon di Mimika, Papua dengan potensi reduksi emisi sebesar 227.245 ton setara karbon selama dua tahun pertama.

Ada juga proyek skema ekoturisme dan patroli bersama warga di Karidor Rimba Trumon seluas 2.700 hektar untuk mengurangi deforestasi di Aceh Selatan, dengan potensi reduksi emisi sekitar 5.345 ton setara karbon selama dua tahun pertama.

Juga proyek pengelolaan daerah penyangga Taman Nasional Gunung Palung di Kayong Utara, Kalimantan Barat seluas 12.000 hektar, dengan potensi pengurangan emisi sebesar 25.761 ton setara karbon selama dua tahun pertama.

Meski demikian, ada beberapa hambatan, antara lain kurangnya pemahaman dan keahlian yang diperlukan untuk pengembangan proyek karbon, kurangnya kemauan politik untuk mengembangkan mekanisme yang berkelanjutan, dan kegiatan yang terlalu fokus pada proyek karbon berbasis pasar daripada skema penanggulanan emisi berskala wilayah.

Untuk itu, USAID IFACS dengan mitra lokal melakukan program bantuan teknis untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan bagi pemangku kepentingan setempat untuk mengembangkan proyek karbon di wilayah kerja IFACS. Selain itu didorong pengembangan invoasi proyek karbon pragmatis dan didorong kepemilikan program pengembangan karbon di wilayah setempat.

Menggandeng Perusahaan Swasta

Hambatan lain dari proyek ini adalah nilai tukar karbon dalam pasar karbon sukarela masih dalam posisi nol USD atau nol rupiah. Oleh karena itu, USAID IFACS menggandeng berbagai perusahaan swasta untuk ikut berperan dan berinvestasi dalam proyek karbon.

“Ada momentum global dengan tumbuhnya perdagangan karbon.  Dan mengenai harga karbon nol dolar dalam pasar karbon sukarela, itu benar. Pendapat pribadi saya, ada kekecewaan besar ketika nilai tukar karbon di pasar karbon tidak tumbuh untuk menghasilkan pendanaan bagi program konservasi.  Banyak pegiat konservasi yang kecewa terhadap ini,” kata Hansen. “Banyak perusahaan yang berinvestasi kepada beberapa program yang mempunyai nilai karbon tinggi pada skema pasar karbon sukarela,” lanjutnya.

Dia menjelaskan sudah ada 13 perusahaan swasta, sebagian besar perusahaan konsesi HPH, yang berkomitmen untuk membantu dalam investasi dan pembelian kredit karbon dari proyek tersebut. Meski, perusahaan tersebut belum menyatakan nominal pendanaan dalam perdagangan karbon di proyek tersebut.

Sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyambut baik proyek dari USAID IFACS tersebut.  “Bentuk-bentuk inisiatif yang konstruktif akan menjadi penguatan apabila dihubungkan dengan apa yang harus kita lakukan. Kalau kita kembalikan kepada undang-undangn No.32/2009 yang sebetulnya amanahnya juga untuk mengatasi perubahan iklim, didalamnya ada ketentuan mengenai KLHS. Dan KLHS tidak berdiri sendiri, tentu bicara tentang RPPLH, Amdal, izin lingkungan, tata ruang, dan . macam-macam,” kata Arief Yuwono,  Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim KLHK.

Dia mengatakan penguatan dan pengayaan sektor kehutanan tersebut akan berpengaruh dan berdampak pada kebijakan dan implementasi di lapangan.

Sumber : klik di sini

Share Button