Kementerian LHK percepat penetrasi SVLK untuk IKM

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mendorong percepatan pelaksanaan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bagi industri di Indonesia. Percepatan SVLK ini bagi industri dalam negeri diharapkan  dapat menjadi langkah strategis merealisasikan target ekspor non migas sebesar 300%  dalam lima tahun mendatang.

Staf ahli Menteri LHK bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional Putera Parthama mengatakan dengan dikantonginya SVLK, maka sejumlah industri kayu asal Indonesia bisa meningkatkan ekspornya ke luar negeri. Dengan begitu, jumlah dan nilai ekspor produk Indonesia otomatis ikut terdongkrat. Itulah sebabnya, pemeirntah mempercepat sertifikasi SVLK bagi kalangan industri kayu.

Salah satu langkah yang ditempuh untuk mempercepat kalangan dunia industri mendapatkan sertifikat SVLK adalah dengan menyerdehanakan proses sertifikasi. Caranya dengan melakukan sertifikasi secara berkelompok bagi industri berkapasitas sampai 6.000 meter kubik per tahun, tempat penampungan kayu, hutan hak, dan industri kecil menengah mebel.

Putera mengakui pemberlakuan SVLK bisa meningkatkan biaya bagi pelaku usaha. Karena itu, selain penyederhanaan proses sertifikasi, pemerintah sudah mengalokasikan dana yang berasal dari APBN dan lembaga donor Multistakeholder Forestry Program (MFP) 3 untuk mendanai sertifikasi SVLK bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM). “Dana yang dianggarkan untuk mempercepat sertifikasi SVLK ini sebesar Rp 33 miliar,” ujar Putera, akhir pekan lalu.

Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementerian  Kementerian LHK Bambang Hendroyono menambahkan  percepatan sertifikasi SVLK bagi IKM harus dituntaskan agar ekspor tidak terhambat. Untuk itu, perlu ada kerjasama antara daerah dan pusat untuk  memudahkan pengurusan izin. Ia mengungkapkan, saat ini masih ada kemudahan bagi IKM untuk melakukan ekspor. “IKM furnitur  masih bisa menggunakan dokumen deklarasi ekspor (DE) hingga per 1 Januari 2016,” imbuhnya.

Saat ini terdapat 1.500 eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK) untuk furnitur yang teregistrasi di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sebanyak 750 unit di antaranya terdaftar di Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) Kementerian LHK, 375 unit telah memiliki hak akses menggunakan dokumen DE dan aktif melakukan ekspor. Sementara itu, hingga 27 Februari 2015 terdapat 2.668  DE yang digunakan untuk ekspor.

Senior Advisor MFP 3 Jansen Tengketasik mengatakan dukungan sertifikasi yang dilakukan bukan sekadar pembiayaan tapi juga pendampingan. Pihaknya menargetkan sebelum semester I tahun 2015 target itu sudah tercapai. “Karena itu kami akan terus melakukan pendampingan bagi industri,” terang Jansen.

Sumber : klik disini

Share Button

AMKRI: Di hilir tidak perlu ada SVLK

Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) keberatan dengan pemberlakuan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). SVLK dianggap tidak cocok bagi industri hilir seperti industri mebel.

Abdul Sobur, Sekretaris Jenderal AMKRI pada hari ini (4/3) mengatakan, proses verifikasi SVLK tidak tepat diberlakukan untuk industri mebel. SVLK lebih cocok diperuntukkan bagi perusahaan sektor hulu yakni industri pengolahan kayu dan industri yang menggunakan kayu dalam skala besar. Yakni, perusahaan pulp dan paper.

“Kalau industri mebel dan kerajinan yang berbasis kayu adalah industri hilir sebagai pengguna dari bahan baku kayu yang disiapkan oleh industri hulu. Artinya, kayu sudah dianggap legal di wilayah hulu. Maka di hilir sebenarnya tidak memerlukan adanya SVLK,” kata Abdul, Rabu (4/3).

Pemberlakuan SVLK bagi pelaku industri mebel dan kerajinan di Indonesia untuk tujuan peningkatan ekspor dinilai tidak relevan. Sebagai perbandingan dengan Vietnam dam Malaysia yang merajai produk mebel di dunia. Nilai ekspornya tumbuh jauh di atas Indonesia padahal kedua negara tidak memberlakukan SVLK.

Sumber : klik disini

Share Button

Enam provinsi dukung percepatan penerapan SVLK

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) optimis sampai akhir tahun seluruh usaha kehutanan skala rakyat telah tersertifikasi sistem verifikasi legalitas kayu atau SVLK. Saat ini sudah enam provinsi di Indonesia yang secara tegas mendukung deklarasi percepatan SVLK.

Bambang Hendroyono, Dirjen Bina Usaha KLKH mengatakan, Pemerintah Daerah (Pemda) berperan aktif dalam memacu pelaku usaha kehutanan untuk mengikuti sertifikasi SVLK. Sebab, dijamin prosedurnya tidak sulit.

Adapun enam daerah yang telah menandatangani deklarasi percepatan SVLK adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, Banten dan Bali.

Dukungan Pemda ini secara otomatis melunturkan kesulitan yang dihadapi pelaku dalam mendapat legalitas seperti: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Industri (TDI) atau izin gangguan (HO) yang menjadi kewenangan Pemda.

Di Yogyakarta misalnya, saat ini ada empat unit dari 31 unit Izin Usaha Industri Primer Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dengan kapasitas 6.000 m3 per tahun yang telah memiliki SVLK. Sementara dari 56 industri kecil furnitur yang telah terdaftar sebagai Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) sudah ada 28 unit yang memiliki SVLK.

KLHK membidik sertifikasi SVLK hingga 3.566 unit IUIPHHK dan 743 Industri Kecil Menengah (IKM) Mebel.

Demi mempercepat SVLK, KLHK melakukan pendampingan dan pendanaan untuk biaya sertifikasi dan penilikan. Total anggaran yang disediakan mencapai Rp 33,2 miliar yang berasal dari APBN dan dukungan Multistakeholder Foresty Programme (MPF) yakni kerjasama antara Indonesia dengan Inggris.

Sumber : klik disini

Share Button

Lahan eks tambang akan dijadikan pembiakan sapi

Kementerian Pertanian (Kemtan) terus mendorong peningkatan populasi sapi. Salah satunya dengan pengembang sapi di lahan eks tambang. Dua daerah menjadi percontohan untuk dijadikan tempat pengembangbiakan ternak sapi.

Syukur Iwantoro, Direktorat Jendral (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan menjelaskan, tiga cara yang akan dilakukan Kemtan untuk peningkatan populasi lewat sapi indukan. Pertama, pengembang biakan di kawasan padat penduduk dengan pola pemeliharaan intensif mengedepankan animal walfare.

Kedua, kawasan integrasi kelapa sawit dengan sapi. Ketiga, pengembangbiakan sapi di kawasan eks tambang di Kutai Timur, Kalimantan Timur dan Belitung. Kedua daerah yang telah ditutup setelah penambangan. Kini akan dibuka kembali untuk dijadikan kawasan peternakan sapi.

“Kami kerjasama dengan IPB untuk memulai penanaman rumput. Tahun ini akan dimulai,” tandas Syukur. Namun untuk mendatangkan sapinya, Syukur mengatakan prioritas Kemtan tahun ini adalah pengadaan sapi indukan di kawasan kelapa sawit.

Kementan akan mengimpor sapi indukan sebanyak 30.000 ekor sepanjang tahun 2015. Demi mendukung integrasi sapi sawit. Sasarannya nanti adalah petani plasma yang memiliki kebun sawit. Juni mendatang impor sapi indukan asal Australia mulai masuk ke Indonesia.

Tiga daerah yang akan mendapatkan bantuan sapi indukan adalah peternak rakyat sapi di Sumatera Selatan, Riau dan Sumatra Utara.

Sumber : klik disini

Share Button

Hutan Sumsel Diakui Dunia Sebagai Pionir Turunkan Emisi Karbon

Provinsi Sumatera Selatan berhasil dalam upayanya menurunkan emisi karbon. Bahkan, keberhasilan provinsi ini diakui dunia internasional melalui Forum High Level Round Table Bonn Challenge Implementing Restoration Partnerships, di Hotel La Roudate, Bonn Jerman, 20-21 Maret 2015.

Sumsel memiliki memiliki potensi yang sangat besar sehingga patut untuk dapat dipromosikan kepada dunia internasional.

Gubernur Sumsel, Alex Noerdin, mengatakan, ada beberapa titik kehutahan di Sumsel yang mempunyai lokasi yang sangat strategis dan telah dapat pengakuan dari UNESCO.

“Di Indonesia, Provinsi Sumatera Selatan menjadi salah satu yang termaju dan paling konsisten dalam upaya menurunkan emisi karbon,” kata Alex dalam keterangan resminya, Senin (23/3).

Alex juga berbicara di hadapan 30 Menteri Lingkungan Hidup dari beberapa negara di dunia yang berhasil menurunkan emisi karbon.

Menurut Alex, Sumsel diundang secara langsung untuk mengikuti forum agar dapat berbagi pengalaman Indonesia khususnya Sumsel dalam upaya pelestarian lingkungan.

Permasalahan yang dihadapi yang mengakibatkan deforestasi, degradasi hutan dan lahan di antaranya adalah keselarasan kebijakan antar sektor serta pusat dan daerah, penegakkan hukum, kemiskinan dan kemitraan antara stakeholder. “Hal ini yang menjadi perhatian khusus Pemprov Sumsel,” ucapnya.

Sebelum pemaparan dalam Forum High Level Round Table Bonn Challenge Implementing Restoration Partnerships Bonn, Model Ekoregion Sumsel telah dipaparkan dalam berbagai event termasuk berbagai badan inetrnasional seperti GIZ, UKCCU, UNDP, The Asia Foundation.

Kemitraan dalam implementasi Model Region tidak hanya melibatkan pemerintah, perusahaan swasta, LSM dan masyarakat sekitar hutan tetapi juga melibatkan Perguruan Tinggi, Komunitas Seniman, Komunitas Sekolah, dan rencananya untuk bermitra dengan TNI.

“Ini akan jadi sebuah moment untuk mendapat dukungan internasional dalam kegiatan restorasi dan konservasi hutan di Sumatera Selatan,” ucapnya.

Selain tujuan tersebut, berpartisipasinya Pemprov Sumsel pada Forum High Level Round Tabel Implementasi Restorasi Landskap The Bonn Chalangge 2.0 adalah untuk mengekspos dan mengakseskan Model Ekoregion Sumatera Selatan pada jaringan internasional dalam kegiatan restorasi landskap sebagai implementasi dari Deklarasi New York pada KTT Iklim 2014.

“Kita akan terus upayakan mencari peluang dukungan kemitraan global dari berbagai pihak dalam kegiatan penurunan emisi nasional terkait kegiatan REDD+ dan restorasi landskap berkelanjutan. Kita akan merestorasi 800 ribu hektare di tujuh lokasi di Sumsel,” kata Alex.

Sumber : klik di sini

Share Button

Tandatangani Deklarasi Penyelamatan SDA di Depan Presiden

Pemerintah mewujudkan rencana penyelamatan sumber daya alam (SDA) dengan menandatangani Deklarasi Penyelamatan SDA Indonesia. Penandatanganan ini dilaksanakan oleh Pelaksana Tugas (Plt) KPK Taufiequrrahman Ruki, Jaksa Agung HM Prasetyo, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Plt Kapolri Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti, serta 20 menteri dan 9 (sembilan) pimpinan lembaga.

Penandatanganan disaksikan oleh  Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Negara, Kamis (19/3).

Dalam sambutannya di penandatanganan itu, Presiden Jokowi mengajak para pejabat negara untuk menindaklanjuti kegiatan penyelamatan SDA Indonesia, tidak hanya sebatas upacara seremonial dan tandatangan belaka.

“Di sini semua sudah pernah menandatangani Pakta Integritas, tapi indeks prestasi korupsi kita masih jauh ketinggalan di urutan 107 dengan IPK 34.  Jadi yang penting adalah tindak lanjut dari pertemuan ini,” kata presiden.

Presiden juga menguraikan sejumlah kegagalan besar pemerintah Indonesia dalam mengelola SDA. Di antaranya pada tahun 1970-an pemerintah gagal mengelola sumber daya energi, khususnya minyak dan gas, pada saat dunia tengah booming.

Selanjutnya,  kata dia, di tahun 1980-an pemerintah gagal mengelola sumber daya alam, khususnya hasil hutan, pada saat pasar dunia  membutuhkan kayu. Dan di tahun 1990-2000an, tegasnya, pemerintah gagal mengelola sektor tambang.

“Itulah kesalahan besar jangan sampai kita ulang. Tidak ada yang bisa kita nikmati, berapa miliar itu. Kita ekspor batu bara besar-besaran, kita malah mendukung industrialisasi negara lain. Mereka kemudian memproduksi barang, yang kita beli dengan senang hati,” ungkap presiden.

Penandatanganan Deklarasi Penyelamatan SDA Indonesia itu, pinta presiden, hendaknya jadi mementum untuk mengingatkan kegagalan tersebut sebelum terlambat.

“Saya tadi dibisiki Menteri Kelautan, katanya ‘Pak belum terlambat’. Saya senang mendengar itu. Artinya  belum terlambat mengelola sumber daya alam laut kita,” kata presiden.

Sumber : klik di sini

Share Button