Indonesia Masuk Kelompok 5 Negara Penggundul Hutan Terbesar

Indonesia berada di peringkat kelima sebagai negara yang paling banyak kehilangan tutupan pohon pada periode tahun 2011-2013. Selama kurun waktu itu, angka rata-rata kehilangan Indonesia adalah 1,6 juta hektar per tahun.
Berada di urutan pertama adalah Rusia (4,3 juta ha), diikuti Kanada (2,4 juta ha), Brasil (2,1 juta ha) dan Amerika Serikat dengan 1,7 juta ha tutupan hutan yang hilang tiap tahunnya. Lalu Kongo (608 ribu ha), Cina (523 ribu ha), Malaysia (465 ribu ha), Argentina (439 ribu ha) dan Paraguay (421 ribu ha).
Data-data tersebut berasal dari hasil pengolahan citra satelit resolusi tinggi oleh World Resources Institute (WRI). Organisasi riset internasional yang bermarkas di Amerika Serikat ini mengkoordinir proyek Global Forest Watch.
Proyek yang melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset dan swadaya masyarakat berbagai negara ini telah dimulai sejak tahun 2001. Untuk Indonesia, tahun 2013 merupakan angka kehilangan tutupan pohon tahunan yang terendah dalam satu dasawarsa terakhir.
“Data terbaru ini harus dapat mendorong momentum memperbaiki sistem pengawasan dan pengelolaan hutan di Indonesia,” kata Nirarta Samadhi, Direktur WRI Indonesia, dalam rilisnya, Kamis, 2 April 2015.
Dia mengusulkan sejumlah perbaikan, yaitu penegakan hukum dan transparansi data, kerja sama antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk mempromosikan pengembangan komoditas yang berkelanjutan, memperkuat moratorium kehutanan, dan meningkatkan kerja sama dalam pemetaan hutan.
Data terbaru ini diperoleh dari University of Maryland dan Google sehingga Global Forest Watch dapat menampilkan data kehilangan tutupan pohon dari tahun 2000–2013 dengan resolusi 30 meter.
Definisi kehilangan tutupan pohon adalah ukuran dari total kehilangan pohon pada area tertentu yang tidak tergantung pada penyebab kehilangan tutupan pohon tersebut.
Hal ini mencakup deforestasi akibat ulah manusia, kebakaran hutan yang terjadi secara alamiah maupun disengaja, pembukaan lahan untuk pengembangan pertanian, pembalakan, perkebunan, serta kematian pohon yang disebabkan oleh penyakit dan penyebab alamiah lainnya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah menerima kajian WRI terbaru. “Informasi terbaru ini menuturkan cerita positif mengenai hutan di Indonesia,” ujarnya. Dia mengakui terlalu dini untuk mengatakan bahwa ini adalah tren yang pasti. Yang jelas pihaknya sedang meneliti dan membandingkan angka yang dimiliki Kementerian dengan temuan WRI ini.
Apabila benar, ujar Menteri Nurbaya, ini dapat menjadi indikator kuat bahwa investasi signifikan yang dilakukan Indonesia untuk melindungi telah hutan terbayarkan. “Kami akan mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan tren positif ini tetap berlanjut,” ia berjanji.
Kajian ini menghitung angka kehilangan tutupan hutan primer, yakni hutan dewasa yang alami dan tidak pernah dibuka selama 30 tahun terakhir. Di sini juga terjadi pelambatan menjadi rata-rata kurang dari setengah juta hektar per tahun pada periode 2011–2013, ini angka terendah dalam 10 tahun terakhir.
Penurunan angka kehilangan tutupan hutan primer di Indonesia pada 2013 menunjukkan adanya pergeseran arah karena riset sebelumnya yang dipublikasikan University of Maryland dan WRI menunjukkan peningkatan pada angka kehilangan tutupan hutan primer pada 2001-2012.
Ada beberapa kemungkinan penyebab turunnya angka kehilangan tutupan hutan primer dan tutupan pohon. Antara lain kebijakan moratorium atas izin konversi hutan, penurunan drastis pada harga-harga komoditas (khususnya kelapa sawit), komitmen perusahaan untuk menerapkan kebijakan nol-deforestasi (zero-deforestation), dan fakta bahwa hutan yang mudah untuk diakses sudah dibuka.
Memang riset yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk mengetahui pendorong utama perubahan pergeseran tren ini. Belinda Margono, peneliti di University of Maryland dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjelaskan kita melihat betapa cepatnya Indonesia kehilangan tutupan hutan primernya selama 12 tahun terakhir. “Jadi melambatnya angka kehilangan tutupan hutan primer menjadi kurang dari setengah juta hektar pada 2013 adalah berita baik,” ujarnya seperti termuat dalam rilis WRI.
Menurut dia, pembukaan hutan terdegradasi tetap merupakan masalah serius di mana 98% dari angka kehilangan tutupan pohon terjadi di area yang sudah dibalak atau terdegradasi dengan berbagai cara. Hutan-hutan ini masih sangat penting karena menyimpan stok karbon yang signifikan, ujar Belinda, dan harus direstorasi serta dilestarikan untuk generasi yang akan datang.

Sumber : klik disini

Share Button

Belajar Mencintai Bumi dengan Cara Sederhana

Miliaran orang berpijak di Bumi. Sebanyak itu pula yang harusnya merawat juga mencintai Bumi. Kini Bumi sudah tak muda, beragam masalah terus dihadapinya dan satu yang paling serius, ialah perubahan iklim. Perkembangan zaman memaksa Bumi harus menerima segala perubahan yang akhirnya berdampak tidak baik.

Melalui Hari Bumi, warga dunia diajak berkomitmen untuk berubah dengan cara mencintai dan merawatnya agar Bumi tetap lestari.

Pada 2015 ini, Hari Bumi Sedunia mengambil tema “It’s Our Turn to Lead” dengan tujuan menumbuhkan kesadaran tentang lingkungan, dan mengembangkan inisiatif hidup berkelanjutan.

Bagaimana cara mudah mencintai dan merawat Bumi? Tidak sulit! Berikut beberapa cara sederhana nan jitu untuk menyelamatkan Bumi seperti dikutip dari Huffington Post.

Mengurangi penggunaan energi. Setengah dari emisi gas rumah kaca di Amerika berasal dari penggunaan mobil. Jika Anda ingin mengurangi emisi gas rumah kaca, caranya sederhana. Coba gunakan transportasi ramah lingkungan seperti sepeda, atau berjalan kaki.

Kurangi makan daging. Industri daging telah menghasilkan seperlima emisi gas rumah kaca di seluruh dunia.

Kembangkan pupuk kompos. Lebih dari satu miliar pon makanan dibuang tiap tahun. Untuk mengurangi limbah makanan sisa, mengapa tidak mulai membuat pupuk kompos?

Sesuaikan suhu air. Anda pengguna pemanas air untuk mandi? Jika ya, bijaklah menggunakannya. Karena limbah pemanas air ternyata juga memberi dampak buruk bagi Bumi.

Berhenti gunakan kantong plastik. Cintai Bumi dengan kurangi penggunaan plastik. Bahan satu ini sangat sulit dan membutuhkan waktu lama agar dapat hancur.

Belilah produk lokal. Apa hubungan produk lokal dengan mencintai Bumi? Ternyata ada hubungan antara produk lokal dengan Bumi. Ketika Anda menggunakan produk lokal, maka jarak antar pun ikut berkurang. Dengan demikian, Anda telah mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari kendaraan pengantar.

Kurangi ‘jejak’ Anda. Apa maksudnya? Kurangi jejak ekologis Anda dengan mengurangi penggunaan kendaraan. Gunakan transportasi ramah lingkungan atau berjalan kaki. Selain sehat, cara ini Anda juga menyehatkan Bumi.

Jangan lupa matikan listrik. Anda pasti sering sekali lupa mencabut peralatan listrik dari sumber listrik. Mulai sekarang sebelum pergi, tak ada salahnya untuk mengecek setiap sudut rumah agar tidak ada peralatan listrik yang tertancap pada sumber listrik.

Mendaur ulang barang elektronik. Setiap tahun, ribuan ton perangkat elektronikdibuang ke tempat pembuangan. Akhirnya limbah elektronik ini mencemari lingkungan dan berdampak buruk bagi Bumi.

Itulah beberapa cara sederhana untuk selalu mencintai Bumi. Kalau tidak sekarang memulainya, kapan lagi? Dan jika bukan kita, siapa lagi yang memulai aksi mencintai Bumi?

Sumber : klik disini

Share Button

Jaringan Perdagangan Trenggiling Terbongkar

Mabes Polri bersama Wildlife Conservation Society (WCS), berhasil membongkar perdagangan trenggiling Kamis (23/4/15) di sebuah gudang Kawasan Industri, Kompleks Niaga Malindo, Medan, Sumatera Utara. Seorang pria menjadi tersangka  dan barang bukti sitaan, yaitu 3.400 kg atau tiga ton lebih daging trenggiling sudah dikuliti. Juga 96 trenggiling hidup. Mereka ditemukan di kandang plastik ukuran 1×80 meter. Juga ditemukan sisik trenggiling 70 kg.

Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit (WCS), kepada MongabayIndonesia (24/4/15), mengatakan, mereka mendapatkan informasi dari masyarakat tentang gudang penampungan trenggiling ini. Informsi didalami dan ternyata benar.

Setelah itu, WCS menyampaikan ke kepolisian, dan pendalaman selama empat hari. Baru Kamis berhasil membongkar jaringan ini beserta barang bukti yang rencana dijual ke Malaysia dan Tiongkok.

“Penggerebekan dipimpin Lucky Arliansyah, Kasubdit I Tipiter Mabes Polri. Kondisi trenggiling sangat mengerikan. Yang masih hidup dalam kandang kecil dan sempit. Ada yang sudah mati, dikuliti. Sadis.”

Dari luar, tak disangka gudang itu menjadi penampungan trenggiling skala besar, karena seperti rumah toko (ruko) biasa. Kondisi trenggiling hidup, ada di keranjang isi tiga sampai empat ekor. Yang dikuliti, di freezer dan kulkas. Sedangkan sisik trenggiling di karung.

Sebenarnya, katanya,  di Medan sekitar, sering terungkap penangkapan trenggiling. Namun proses hukum atau penyidikan, rata-rata tidak sampai pada pelaku, hanya barang bukti disita, baik hidup maupun mati. “Ini disayangkan sekali, dengan kasus ini dan berhasil menangkap pelaku, diharapkan kepolisian mampu mengungkap jaringan lain yang belum tertangkap.”

Ada diduga, mereka merupakan jaringan internasional. Penyidik kepolisian diharapkan bisa melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk menelusuri transaksi perbankan dari pelaku yang terungkap.

Sementara itu, Kombes Pol Lucky Arliansyah, Kasubdit I Tipiter Mabes Polri, mengatakan, setelah pengusutan dan pendalaman, terbongkarlah kasus ini dan mengamankan tersangka bernama Soemiarto alias Abeng, penanggungjawab. “Barang bukti sudah dipacking, sepertinya tinggal kirim.”

Saat penggerebekan diamankan empat karyawan, dan satu penangungjawab. Yang jadi tersangka bary Abeng, empat lain sebatas saksi.

Arliansyah mengatakan, ini diduga jaringan perdagangan satwa internasional, karena ada pelaku lain F, yang menempatkan Abeng sebagai penanggungjawab melalui orang lain dibawah koordinasi F. Ini diduga untuk memutus benang merah ke pelaku lain.

Dari penyidikan trenggiling didapat dari berbagai lokasi Sumut dan Aceh. Cara kerja mereka, pelaku dengan empat karyawan akan menjemput jika ada telephone dari kelompok lain untuk mengambil barang bukti di suatu lokasi.

Ada dugaan jaringan ini menjalankan bisnis lebih dari satu tahun. Jika dilihat lokasi dan tempat penyimpanan, sudah ada kotoran mengering. Meskipun, pekerja menyatakan, baru selama enam bulan terakhir.

“Modelnya, jaringan atas tidak pernah merekrut orang lebih enam bulan. Sekali menjemput bisa membawa barang bukti lebih 10 kg. Jaringan ini menjalankan bisnis sangat rapi. Ada yang mencari barang, ada menjemput, yang mengkoordinir. “Sudah diatur rapi dan clear, supaya tidak terbongkar.”

Dari penyidikan juga terungkap, trenggiling dikirim melalui jalur laut dan muara sungai, dan menggunakan kapal-kapal kecil. Di tengah laut, sudah menunggu kapal lain yang mengambil barang bukti. Lalu dibawa ke negara tujuan.

Sumber : klik disini

Share Button

Hari Bumi dan Fakta-fakta Menyedihkan tentang Alam Indonesia

Tanggal 22 April diperingati sebagai Hari Bumi. Bagi Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, seharusnya hari ini diperingati dengan sukacita. Namun, dengan kerusakan alam yang terjadi, Indonesia justru harus menangis.
Ambil contoh pada apa yang terjadi dengan hutan. Indonesia semula merupakan negara yang memiliki hutan hujan tropis terluas di dunia. Kini, luasan hutan terus menyusut akibat deforestasi.
Data Global Forest watch dan Forest Watch Indonesia mengungkap bahwa sepanjang tahun 2009 hingga 2013 saja, Indonesia kehilangan hutan seluas 4,6 juta hektar. Itu berarti, setiap menit, Indonesia kehilangan hutan seluas tiga kali lapangan sepak bola.
Data Forest Watch Indonesia mengungkapkan, luas wilayah hutan Indonesia pada tahun 1950 diperkirakan 193 juta hektar. Tahun 2009, luas hutan Indonesia berkurang lebih dari setengahnya, menjadi cuma sekitar 88 juta hektar. Lalu, tahun 2013, jumlahnya tinggal sekitar 82 juta hektar.
Deforestasi berakibat buruk. Kebakaran hutan di Riau pada tahun 2013 yang dipicu oleh ekspansi kelapa sawit mengakibatkan kerugian 1,7 triliun dollar AS. Deforestasi membuat Orang Rimba mengalami krisis, 14 orang meninggal dalam tiga bulan terakhir.
Indonesia memulai moratorium hutan untuk menghentikan sementara penerbitan izin kehutanan pada tahun 2011. Namun,studi yang diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciencesmenyatakan, moratorium tak efektif. Jutaan hektar hutan rusak selama moratorium.
Kondisi menyedihkan juga bisa dilihat di lahan gambut, salah satu wilayah yang menyimpan banyak stok karbon. Banyak lahan gambut kini rusak. Kubah gambut rusak karena dipakai untuk area perkebunan.
Penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR)mengungkap fakta menyedihkan. Akumulasi karbon di wilayah gambut Indonesia membutuhkan waktu hingga 11.000 tahun, sementara pelepasan karbonnya berlangsung sangat cepat.
Dari 3.300 ton karbon yang tersimpan di lahan gambut, setengahnya akan hilang dalam 100 tahun terakhir akibat konversi gambut menjadi lahan kelapa sawit. Jumlah karbon yang hilang setara dengan jumlah karbon yang terakumulasi selama 2.800 tahun.
Bila pelepasan karbon di lahan gambut terus terjadi, emisi karbon Indonesia akan tinggi. Indonesia akan gagal memenuhi target penurunan emisi karbon 26 persen pada tahun 2020 seperti dijanjikan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Masalah lingkungan hidup, selain hutan, antara lain pencemaran logam berat merkuri. Penambangan emas secara liar, tambang batubara, serta sektor minyak dan gas mengakibatkan merkuri yang berbahaya terlepas ke lingkungan.
Studi Bali Fokus di wilayah Cisitu menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri di udara tinggi, mencapai 50.549,91 nanogram per meter kubik (ng/m3) di kolam ikan. Konsentrasi merkuri di udara yang tinggi juga ditemukan di Bombana, Sulawesi Tenggara, dan Sekotong, NTB.
Dampaknya, di Cisitu, ada seorang anak yang memiliki kepala abnormal, menderita kejang sejak berusia 2 tahun, dan mengalami hipersalivasi (liur berlebih). Gejala itu sangat berkaitan dengan keracunan merkuri. Ada banyak kasus lagi di Bombana dan Sekotong.
Selain limbah merkuri, sampah perkotaan dan limbah plastik juga menjadi masalah. Sampah plastik di Indonesia begitu banyak. Kini, Indonesia tercatat sebagai negara penyetor sampah plastik ke lautan kedua terbesar di dunia.
Di perkotaan, beragam sampah termasuk plastik terakumulasi di sungai. Studi peneliti dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Muhari, menunjukkan bahwa banjir Jakarta tahun 2013 terjadi karena sampah.
Masih banyak fakta menyedihkan tentang alam Indonesia yang bisa diuraikan, mulai dari laut Nusantara yang mengalamioverfishing hingga terancam punahnya gajah sumatera, harimau sumatera, orangutan, dan beragam fauna lainnya.
Hari ini ini menjadi momentum untuk berubah, jika ingin alam Indonesia tetap mampu mendukung keberlangsungan hidup. Perhatian pada kebijakan lingkungan hidup perlu, demikian juga perubahan-perubahan kecil, seperti tidak membuang air berlebihan dan mengurangi penggunaan plastik.

Sumber : klik disini

Share Button

Ilmuwan Desak Negara PBB Tandatangani Kesepakatan Terkait Pemanasan Global

Sejumlah ilmuwan menyerukan para pemimpin dunia untuk menandatangani delapan butir kesepakatan dalam pembicaraan di Paris nanti.

Kunci kesepakatan ini adalah tujuan untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius dengan mengarah ke emisi karbon nol pada tahun 2050 mendatang.

Pertemuan PBB pada bulan Desember mendatang adalah “kesempatan terakhir” untuk mencegah perubahan iklim yang berbahaya, sebut Liga Bumi.

Bukti ilmiah menunjukkan hal ini bisa dicapai, tapi jika dilakukan tindakan nyata sekarang, kata gabungan peneliti iklim dari 17 lembaga.

Pernyataan berisi delapan butir seruan untuk:

  • Membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius
  • Menjaga emisi CO2 di bawah 1.000 gigaton (miliar ton) di masa yang akan datang
  • Menciptakan masyarakat nol-karbon pada tahun 2050
  • Pendekatan yang adil – negara-negara kaya membantu yang miskin
  • Penelitian teknologi dan inovasi
  • Strategi global untuk mengatasi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim
  • Menjaga ekosistem seperti hutan dan lautan yang menyerap CO2
  • Menyediakan pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang.

“Enam tahun setelah kegagalan di Kopenhagen, dunia kini mendapatkan kesempatan kedua untuk menyepakati jalur aman menuju masa depan yang tidak merusak keselamatan manusia di dunia.”

Dia mengatakan pernyataan itu merangkum apa yang kelompok ilmuwan yakini harus dibahas dalam pembicaraan di Paris untuk menghindari risiko perubahan iklim yang parah terkait dengan kenaikan permukaan laut, gelombang panas, kekeringan dan banjir.

“Masih ada kesempatan untuk beralih menuju masa depan iklim yang aman dan cukup stabil,” katanya

Dia menambahkan: “Pernyataan itu menyebutkan dengan sangat jelas bahwa 2 derajat Celcius adalah batas atas yang harus menjadi tujuan dunia”.

Organisasi Liga Bumi terdiri dari 17 lembaga penelitian ilmiah dari seluruh dunia, dua diantaranya dari Inggris.

Profesor Sir Brian Hoskins dari Institut Grantham untuk Perubahan Iklim dan Lingkungan, Imperial College, London, mengatakan negara-negara kaya harus memimpin dalam topik ini dan membantu sejumlah negara miskin.

“Kita semua bersama-sama – dalam satu planet, atmosfer, dan sistem iklim.”

Pernyataan ini diluncurkan bertepatan dengan Hari Bumi, sebuah acara tahunan untuk menegaskan dukungan bagi perlindungan lingkungan.

Sumber : klik disini

Share Button

Berkah Awig-awig di Nusa Lembongan

Kelestarian hutan mangrove seluas 230 hektar di Pulau Nusa Lembongan, membawa berkah bagi warga Nusa Lembongan, Kabupaten Klungkung-Bali. Warga Nusa Lembongan kini tidak hanya menggantungkan kehidupanya dari budidaya rumput laut, tetapi juga dari mengantar wisatawan berkeliling hutan mangrove. Hutan mangrove yang alami dan lestari menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung. Mangrove tour saat ini menjadi salah satu paket wisata andalan yang ditawarkan di Nusa Lembongan.
Anggota nelayan mangrove tour, Gede Adnyana ketika ditemui belum lama ini menuturkan awalnya tidak menyangka jika hutan mangrove di Nusa Lembongan akan menjadi obyek wisata yang menarik dan memberi manfaat secara ekonomi. Apalagi selama ini tidak ada promosi khusus baik dari masyarakat Nusa lembongan ataupun pemerintah terkait obyek wisata mangrove. Wisatawan yang pernah berkunjung yang secara tidak langsung melakukan promosi. Promosi yang dilakukan juga sebatas dari mulut ke mulut yang menceritakan kelestarian mangrove Nusa Lembongan. Kecanggihan teknologi melalui media sosial juga sangat membantu promosi paket wisata mangrove Nusa Lembongan.
“Itu yang menyebabkan wisatawan semakin hari semakin ramai,  kita terbantu dari segi promosi walaupun tidak dipromosikan.  Kalau dulu paling kita cuma bisa tawarkan wisata lautnya , tetapi sekarang ada tambahan wisata mangrove,” ujar Gede Adnyana yang kini juga berprofesi sebagai guide tour. Adnyana menjelaskan terjaganya kelestarian mangrove pada sisi lain juga memberi keuntungan dari segi penanggulangan abrasi. Jika dulu pada bulan Desember kenaikan air laut dapat mencapai wilayah perkebunan, namun seiring dengan semakin lestarinya mangrove kenaikan air lait tidak lagi mencapai wilayah perkebunan. Masyarakat juga tidak lagi mengalami kendala dalam bercocok tanam, karena kenaikan air laut tidak merendam tanaman perkebunan. “Hutan mangrove ini terjaga dengan baik kemudian tumbuh pesat, kemudian air tidak sampai ke daratan,” kata Adnyana.
Adnyana menyampaikan perlu waktu panjang untuk menjaga kelestarian mangrove di Nusa Lembongan. Buktinya upaya untuk menjaga kelestarian mangrove telah dilakukan warga Nusa Lembongan sejak tahun 1980an. Dimana warga Nusa Lembongan telah menerapkan aturan tidak tertulis yang memuat larangan untuk memotong pohon mangrove, apalagi merusak hutan mangrove.
Walaupun berupa aturan tidak tertulis nyatanya tidak ada warga yang berani melakukan perusakan mangrove atau mencari kayu di hutan mangrove. Sejak tahun 2000, aturan larangan mencari kayu atau merusak hutan mangrove kemudian di buat kedalam aturan tertulis desa yang disebut sebagai awig-awig desa. “Sosialisasinya memang daru dulu disampaikan secara lisan melalui paruman atau pertemuan banjar,” jelas Adnyana seperti dikutip Beritabali.com (Sindikasi situs Beritalingkungan.com).
Dengan adanya awig-awig (hukum adat) maka seluruh warga Nusa Lembongan memiliki kewajiban untuk menjaga hutan mangrove dari upaya perusakan. Penerapan awig-awig mangrove tidak sebatas menjadi kewenangan aparat desa ataupun pecalang segara (petugas pengamanan adat wilayah laut). Warga Nusa Lembongan terutama yang berprofesi sebagai nelayan memiliki kewajiban untuk melakukan pencegahan. Jika upaya pencegahan gagal dilakukan maka, nelayan dapat melaporkan upaya perusakan mangrove ke Polisi segara, Bendesa Adat ataupun ke Polisi Air. “Misalnya saya di daerah sini melihat ada teman atau orang lain yang merusak lingkungan kami disini otomatis kami langsung mencegah langsung karena sudah ada awig-awig, kemudian kalau tidak bisa dicegah langsung melapor ke desa,” ucap Adnyana. Menurut Adnyana, kelestarian hutan mangrove saat ini seakan menjadi kebutuhan bagi warga Nusa Lembongan. Mengingat terdapat 34 nelayan yang kini menggantungkan hidupnya dari kegiatan mangrove tour yang tergabung dalam kelompok mangrove tour. Nelayan-nelayan tersebut akan bergantian mengantar para wisatawan keliling hutan mangrove dengan menggunakan perahu kecil tanpa mesin (sampan) selama hampir 30 menit. Penggunaan sampan juga merupakan bentuk upaya mengembangkan wisata berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dimana setiap sampan maksimal mampu mengangkut 4 orang dengan biaya sekali keliling mencapai Rp. 300.000. Adnyana menambahkan pembentukan kelompok mangrove tour pada dasarnya berawal dari keinginan beberapa wisatawan untuk melakukan eksplorasi mangrove di Nusa Lembongan pada tahun 2000. Seiring dengan perjalanan waktu jumlah wisatawan yang berkunjung terus meningkat. Hingga pernah pada suatu hari jumlah wisatawan yang datang mencapai 150 orang.
Wayan Suarbawa yang merupakan Sabha Desa (Dewan Pengawas Desa), Desa Adat Nusa Lembongan mengakui awig-awig mangrove selama ini cukup efektif dalam upaya menjaga kelestarian hutan mangrove di Nusa Lembongan. Dengan adanya awig-awig mangrove maka bukan hanya warga Nusa Lembongan saja yang harus melestarikan mangrove tetapi juga orang yang datang dan ingin berinvestasi di Nusa Lembongan. “Jika korporasi akan melakukan sesuatu pasti mereka akan memotong mangrove. Jika mereka memotong mangrove maka akan mendapat sanksi dari desa,” kata Wayan Suarbawa. Suarbawa menyebutkan dalam awig-awig mangrove tentunya juga terdapat sanksi bagi pihak yang melanggar. Sanksi yang diberikan sifatnya tidak hanya membuat efek jera, tetapi juga menimbulkan rasa malu. Dimana bagi warga yang melanggar akan dirampas kayunya dan dikenakan saksi berupa diumumkan dalam pertemuan banjar dan desa. Jika kembali melakukan pelanggaran maka selain diumumkan dalam pertemuan juga dikenakan denda beras 3 kilogram. “Sebenarnya bukan nilai besar atau kecilnya tapi ada moral di sana” ujar Suarbawa.
Salah seorang Pecalang Segara, Nanek Widana menegaskan penegakan awig-awig mangrove pada dasarnya bukan hanya tugas pecalang segara. Masyarakat justru yang dituntut lebih berperan menjaga hutannya. Pecalang segara sangat berharap masyarakat aktif memberikan laporan jika ditemukan terjadi pelanggaran. Apalagi selama ini pecalang segara bertugas dengan konsep ngayah (sukarela) dan tidak memiliki biaya operasional. “Laporan masyarakat sangat diharapkan, karena mereka yang sering di lapangan, terutama nelayan” ucap Nanek Widana. Nanek Widana mengakui selama bertugas sebagai pecalang segara belum pernah menemukan ataupun menerima laporan terkait pelanggaran awig-awig mangrove. Hal ini terjadi karena warga cenderung malu ketika diumumkan dalam pertemuan banjar dan desa. “Sanksi juga berlaku bagi warga luar Nusa Lembongan, sanksinya dapat berupa kerja sosial, seperti membersihkan tempat umum atau membersihkan pura,” kata Nanek Widana.
Sementara Project Leader Coral Triangle Center (CTC) Nusa Penida Dewa Kadek Wira Sanjaya menyampaikan CTC berupaya membantu warga Nusa Lembongan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove. Salah satu langkah yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi secara berkala, sehingga masyarakat paham pentingnya menjaga kelestarian mangrove. Langkah lainnya berupa pembuatan poster informasi, pendidikan lingkungan dan upaya rehabilitasi mangrove. Wira Sanjaya menegaskan tantangan terbesar yang harus segera diselesaikan saat ini adalah mensinergikan pengelolaan ruang laut dengan tata ruang laut. Hal ini menjadi penting karena pada dasarnya ruang laut berkaitan erat dengan darat. Sehingga kedepan perlu koordinasi lintas sektoral dan koordinasi yang berkesinambungan agar upaya yang dilakukan masyarakat sejalan dengan program pemerintah, baik pemerintah kabupaten Klungkung dan pemerintah provinsi Bali. “Koordinasi ini menjadi penting untuk mensinergikan semua kegiatan yang ada,” tegas Dewa Kadek Wira Sanjaya.
Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Penida dan Nusa Ceningan merupakan bagian dari kawasan Nusa Penida atau yang lebih dikenal dengan sebutan three sisters island. Ketiga pulau tersebut juga bagian dari kawasan segitiga karang dunia yang paling mudah diakses karena letaknya berada di Bali. Berdasarkan kajian cepat kelautan (Marine Rapid Ecological Assessment/REA) 2008 menunjukkan kawasan Nusa Penida memiliki 296 spesies karang keras dan 576 spesies ikan karang termasuk 5 jenis baru. Kawasan ini juga memiliki biota unik, seperti ikan mola-mola, pari manta, penyu, ikan napoleon, lumba-lumba, paus, hiu paus hingga dugong.
Kawasan Pulau Nusa Penida memiliki tebing-tebing karst yang eksotik dan pantai-pantai pasir putih yang elok. Mempunyai luas kawasan terumbu karang 1.419 hektar dan padang lamun seluas 108 hektar. Kawasan Nusa penida menjadi salah satu destinasi utama wisatawan local dan mancanegara, dengan kunjungan rata-rata mencapai 200.000 wisatawan pertahun. Pada 9 Juni 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan meresmikan Nusa penida sebagai kawasan konservasi perairan (KKP). Dengan peresmian tersebut diharapkan kawasan Nusa Penida dapat dikelola dengan efektif dan memberikan manfaat social-ekonomi bagi masyarakat.
Sumber : Klik disini
Share Button