Selamatkan Burung Kakaktua Sebelum Tinggal Lagunya

Burung kakaktua, hinggap di jendela. Nenek sudah tua giginya tinggal dua.
Tekdung, Tekdung, tekdung, tekdung tralala… Tekdung, tekdung tralala… Tekdung, tekdung, tekdung tralala… Burung kakaktua

Lama menjadi keseharian anak-anak lewat lagu “Burung Kakaktua”, golongan burung kakaktua kini terancam dan bukan tak mungkin akan punah di masa depan karena perburuan dan perdagangan liar yang terus berlangsung.

Senin (4/5/2015), polisi menyita 24 burung kakaktua jambul kuning (Cacatua sulphurea) yang dibawa oleh salah satu penumpang kapal KM Tidar jalur pelayaran Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta yang turun di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Mirisnya, kakaktua jambul kuning itu dibawa dengan dimasukkan botol air mineral setelah sebelumnya dibius. Mengarungi perjalanan selama lima hari di atas kapal dan di dalam botol, sebagian kakaktua jambul kuning itu mati.

Kasus penyelundupan kakaktua jambul kuning di Tanjung Perak itu hanya salah satu dari lima penyelundupan yang terungkap dalam lima bulan terakhir. Kakaktua jambul kuning pun cuma salah satu jenis kakaktua yang diburu dan diperdagangkan.

Hanom Bashari, Spesialis Konservasi Biodiversitas dari Burung Indonesia, mengatakan bahwa golongan kakaktua yang kini paling banyak diperdagangkan adalah spesies kakaktua putih (Cacatua alba).

“Selama satu tahun, kurang lebih ada 1.200 ekor yang diperdagangkan,” ungkap Hanom saat ditemui dalam konferensi pers tentang kasus penyelundupan kakaktua jambul kuning di Yayasan KEHATI pada Senin (11/5/2015).

Angka perburuan melebihi kapasitas reproduksi kakaktua putih itu sendiri. “Setiap tahun, satu kakaktua putih hanya menghasilkan dua telur. Dari dua telur itu, tidak semua akan bisa menetas.”

Perburuan secara terus-menerus dalam jumlah besar membuat spesies yang sudah masuk kategori “Terancam Punah” menurut Perhimpunan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) itu semakin tertekan.

Apabila tidak ada langkah penyelamatan, maka spesies itu pasti punah dalam waktu dekat. “Apalagi kakaktua putih ini endemik Halmahera, hanya terdapat di sana. Kalau sampai punah, ya sudah benar-benar hilang,” ungkap Hanom.

Perdagangan kakaktua jambul kuning sendiri, kata Hanom, sebenarnya relatif menurun. Namun, jenis itu sudah kadung masuk kategori “Sangat Terancam Punah” menurut Daftar Merah IUCN setelah puluhan tahun diperdagangkan.

IUCN menyebutkan bahwa 25 tahun terakhir pada abad 20, spesies endemik Indonesia dan Timor Leste itu berkurang drastis. Di Sumba yang diduga habitat terbaik, populasi burung itu tinggal 3.200 pada tahun 1992.

Populasinya terus menurun. Tahun 2012, jumlah kakaktua jambul kuning di Sumba diperkirakan hanya tinggal 563. Sementara di Sulawesi dan Buton, jumlahnya tinggal sekitar 500. Dengan populasi yang tersisa, maka 24 ekor yang baru saja diselundupkan tak bisa dibilang kecil.

Sofi Mardiah, Manager Program Kebijakan dan Pengawasan Perdagangan Satwa Liar dari Wildlife Conservation Society (WCS), menilai bahwa kasus perdagangan kakaktua dan satwa liar lainnya marak karena lemahnya penegakan hukum.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perburuan dan perdagangan satwa liar terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Namun demikian, selama ini tak banyak tindakan perdagangan yang mendapatkan hukuman sesuai UU tersebut. Sofi mencatat, “Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir setidaknya ada 30 kasus perdagangan kakaktua yang rata-rata hukumannya kurang dari satu tahun.”

Berkomentar tentang penyelundupan kakaktua jambul kuning, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pelaku penyelundupan patut dihukum. Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyerukan penyelamatan kakaktua jambul kuning.

Namun, ungkapan itu saja tak cukup. Sofi mengatakan perlunya revisi UU No 5 Tahun 1990 sehingga hukuman yang dikenakan terhadap pelaku penyelundupan satwa liar bisa diperberat dan memiliki efek jera.

“Perdagangan satwa liar itu nilainya miliaran, triliunan. Kalau hukumannya kurang dari satu tahun dan dendanya hanya 100 juta, setelah keluar pelaku akan kembali memperdagangakan,” kata Sofi.

Selain hukuman penjara yang lebih berat, pelaku perdagangan satwa liar semestinya bisa dimiskinkan seperti pelaku korupsi. Dengan demikian, setiap orang bisa berpikir berulang kali untuk melakukannya.

Revisi juga diperlukan untuk menjawab kebutuhan perlindungan spesies. Selama ini, spesies hanya dibagi menjadi dilindungi dan tidak dilindungi. Tidak ada aturan tentang pemanfaatan spesies tertentu.

Sofi mengungkapkan, ketidakjelasan itu berisiko. Spesies yang tidak dilindungi bisa berkurang drastis bila tak diatur penangkapannya. Ia mengatakan perlunya kategorisasi yang lebih detail serta aturan penangkapan suatu spesies.

Hanom mengatakan, penegakan hukum penting untuk memutus permintaan terhadap jenis-jenis kakaktua. Ia mengatakan, diperlukan pula pengawasan lebih ketat dengan melibatkan kepolisian dan tentara untuk membantu mengungkap kasus-kasus perburuan dan perdagangan satwa liar.

Petisi penyelamatan kakaktua jambul kuning kini terdapat di situs web Change.org. Hingga saat berita ini diturunkan, sudah ada 18.443 orang yang ikut mendukung petisi yang dibuat oleh Pokja Kebijakan Konservasi itu. Butuh 6.557 orang lagi untuk mencapai 25.000.

Siapa pun bisa membantu menyuarakan perlindungan kakaktua jambul kuning dan lainnya dengan mendukung petisi itu. Lebih penting untuk tidak ikut memelihara jenis itu dan melaporkan tindakan perdagangannya bila mengetahui. Keikutsertaan warga membantu agar kakaktua tak cuma tinggal lagu.

Sumber : klik disini

Share Button

Kakatua Jambul Kuning dalam Botol, Ini Kata Menteri Siti

Modus penyelundupan satwa liar makin brutal. Mereka berupaya berbagai cara melancarkan aksi tanpa memperhatikan keselamatan satwa. Salah stau kejadian menyedihkan ini terungkap di Surabaya pada Senin (4/5/15). Polres Pelabuhan Tanjungperak, Surabaya, berhasil menyita sebanyak 24 kakatua jambul kuning. Gilanya, satwa-satwa dilindungi ini diselundupkan di dalam botol plastik minuman mineral!  Mereka antara hidup dan mati terjejal di dalam botol-botol kecil itu.

Kasus terungkap, kala, Mul, baru turun dari Kapal KM Tidar jurusan Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta. Gerak gerik mencurigakan. Dia seakan menghindari petugas. Kala diperiksa, dia membawa dua burung, kakatua jambul kuning dan bayan hijau yang dimasukkan dalam jerigan dan dibungkus karung plastik. Kapalpun diperiksa. Benar saja, terdapat 21 kakatua jambul kuning dalam botol mineral bertutupkan dua karung plastik.

Diduga karena penyimpanan dalam botol, menyebabkan 11 dari 24 kakatua tewas. Kini, yang hidup dititipkan ke lembaga konservasi Maharani di Lamongan, sebelum siap dilepasliarkan kembali.

Apa kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menanggapi kasus ini?  “Saya minta ke SPORC untuk bekerja sama dengan Polda agar mengejar sampai ke Jakarta di mana jaringannya. Karena perdagangan satwa ilegal ini luar biasa,” kata Siti Nurbaya di Jakarta, Jumat (8/5/15).

Pada Jumat itu, Siti meminta kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC ) dan unit-unit konservasi (BKSDA)  untuk ‘menyisir’ warga yang memiliki satwa langka dilindungi seperti kakak tua jambul kuning ini. “Tetapi harus hati-hati sekali, harus persuasif mengajak kesadaran masyarakat untuk mengumpulkan kakatua agar dikembalikan ke alam liar. Jadi pelan-pelan,” ujar dia.

Dia melihat dukungan masyarakat terhadap perlindungan satwa ini cukup besar. Terbukti, dari kasus kakatua kuning ini, lalu ada gerakan Save Jambul Kuning. “Saya denger itu dari masyarakat, saya sangat berterima kasih.”

Dia menilai, secara keseluruhan penanganan menyangkut tanaman dan satwa dilindungi (TSL) harus ada langkah-langkah pembenahan. Satwa seperti jambul kuning ini, kata Siti,  dilindungi karena mereka penting dalam menopang sistem kehidupan.

Buka posko 

Guna menyelamatkan kakatua jambul kuning yang ada di masyarakat, KLHK membuka tiga posko. “Sekarang ada tiga posko kami bentuk. Ada di Kantor BKSDA DKI, Manggala Wanabakti dan Kantor Rehabilitasi Tegal alur,” katanya di Jakarta, Sabtu (9/5/15).

Dia mengatakan, tim ini sudah mulai bekerja efektif. Laporan warga dan menyerahkan burung dilindungi itu pun terus datang.

“Sejak tadi malam sudah ada tim, sekarang sudah mulai piket. Saya baru mendapat laporan beberapa warga ada yang sms akan menyerahkan jambul kuning. Dengan respon masyarakat seperti itu, saya kira memang pemerintah harus merespon baik niat itu. Maka kita aktifkan tiga posko itu untuk menerima kakatua jambul kuning.”

Nanti, katanya, kakak tua yang diserahkan warga akan direhabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat asal. Tak hanya itu, dokter hewan juga akan memeriksa dan perawatan intens pada satwa-satwa ini. “Nanti masuk pusat rehabilitasi Tegal alur. Nanti akan dikembalikan ke habitat asal, kebanyakan di Maluku,” ucap Siti.

Sanksi ringan

Siti mengatakan, penegakan hukum TSL seakan tak memberikan efek jera bagi pelaku. Dia menyadari, UU Nomor 5  Tahun 1990 sanski masih sangat ringan. “Dalam 10 tahun,  kita sudah menangani 39 kasus burung, lima vonis, satu sedang sidang. Rata-rata putusan hakim tidak lebih dari delapan bulan. Sangat ringan.” Untuk itu, KLHK sedang mengkaji kemungkinan merevisi UU ini.

Sumber : klik disini

Share Button

Sengketa Informasi Atas KLHK, FWI: Sepatutnya Keterbukaan Informasi Ditegakkan

Komisi Informasi Pusat (KIP) mengabulkan seluruh gugatan permohonan informasi yang disengketakan Forest Watch Indonesia (FWI) terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Keputusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Komisioner KIP, Yhanu Setiawan, di ruang sidang KIP Jakarta, Jumat (8/5/2015), ini mewajibkan KLHK segera memberikan informasi yang dipinta FWI paling lambat 14 hari setelah putusan dikeluarkan. Jika menolak, KLHK bisa menempuh langkah keberatan.

“Memutuskan untuk membatalkan penetapan data dan informasi yang dikecualikan dalam hasil uji konsekuensi oleh kepala pusat hubungan masyarakat selaku Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ucap Yhanu.

Majelis Komisioner KIP memutuskan bahwa dokumen RKUPHHK dan RKTUPHHK bersifat terbuka. Kecuali, bagian yang memuat informasi sistem silvikultur berupa penggunaan dan penjualan serta analisis finansial. Begitu juga dokumen rencana kerja tahunan pada hutan tanaman seluruh Indonesia tahun 2014, sifatnya terbuka.

Yanu menuturkan dokumen lengkap Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) diatas 6 ribu meter kubik di seluruh Indonesia yang masih berlaku hingga tahun 2014 bersifat terbuka. Dokumen izin pemanfaatan kayu di seluruh Indonesia tahun 2012, 2013, dan 2014 juga terbuka. “Saya ingin mengingatkan bahwa keputusan yang diambil oleh majelis ini merupakan bahan yang cukup baik bagi PPID KLHK dalam menyusun dan memperbaiki daftar informasi yang dikecualikan.”

Bintoro, staf pusat humas KLHK, seusai persidangan mengatakan pihaknya akan mengkaji hasil putusan majelis komisioner KIP. “Kami pikir-pikir dulu. Nanti, dibahas dengan pimpinan dan pimpinan yang putuskan,” ujarnya.

Keterbukaan informasi

Linda Rosalina, Pengkampanye FWI, menuturkan langkah yang diambil oleh Majelis Komisioner ini menandakan bahwa KIP serius dalam menjalankan amanah UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Meskipun masih ada hal yang harus diperbaiki di internal KIP, namun keputusan ini tergolong cermat karena mampu membedakan informasi yang sifatnya terbuka dan yang dikecualikan. “Ini keberhasilan yang menggembirakan. Tak masalah bagian silvikultur dan analisis keuangan ditutup. Karena kita memang tidak membutuhkannya. Itu domain perusahaan,” ujarnya.

Informasi yang dimohonkan FWI adalah mengenai dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK), Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK), Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) diatas 6.000 meter kubik, serta Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). “Informasi yang dimohonkan FWI kepada KLHK ini merupakan informasi dasar agar masyarakat dapat membedakan antara kegiatan legal dan illegal dalam pemantauan pemanfaatan hutan.”

Linda menjelaskan, proses yang ditempuh FWI bersama Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) untuk memperoleh akses informasi ini hampir setahun lamanya. Padahal, informasi yang dimintakan itu adalah dokumen publik yang bisa dibuka tanpa harus melalui sengketa informasi. “Ini menunjukkan, di lingkungan KLHK belum benar-benar sepenuhnya terbuka memberikan akses informasi. Artinya, tata kelola kehutanan memang belum transparan.”

Menurut Linda, sikap KLHK yang menutupi data dan informasi yang diminta tersebut, jelas bertolak belakang dengan pernyataannya yang menyatakan bahwa masyarakat merupakan unsur penting guna menyampaikan informasi berbagai pelanggaran yang terjadi di lingkup lingkungan hidup dan kehutanan. Semua itu tidak berguna bila informasi dasar mengenai sistem dan mekanisme pelayanan pengaduannya tidak dibuka. “Karena yang kita minta data dari seluruh Indonesia maka kita harus memaksa KLHK untuk menaati hasil putusan ini. Yang terpenting adalah data tersebut harus dieksekusi,” ujarnya.

Apa yang menyebabkan KLHK enggan memberikan informasi yang dimohonkan FWI? Pada Berita Acara Uji Konsekuensi Informasi Kementerian Kehutanan yang ditandatangani 2 Juli 2014, disebutkan ada pengecualian 14 jenis informasi publik yang dianggap rahasia. Pada beberapa sidang sengketa informasi, argumen inilah yang digunakan KLHK, sebagai badan publik yang menguasai informasi kehutanan, bahwa pengecualian tersebut dilakukan untuk melindungi perusahaan kehutanan dari persaingan usaha yang tidak sehat.

Padahal, menurut Dessy Eko Prayitno, peneliti dari Indonesian Center of Environment Law (ICEL), substansi Berita Acara Uji Konsekuensi Informasi itu justru bertentangan dengan berbagai regulasi yang diterbitkan untuk mengatur sektor kehutanan. “Selain bertabrakan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik, berita acara tersebut mengabaikan putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 030/I/KIP-PS-A-M-A/2014 yang menyatakan bahwa Rencana Kerja Tahunan merupakan informasi yang terbuka. “UU Kehutanan secara gamblang menyatakan hak seluruh masyarakat untuk berperan serta dalam pengawasan pembangunan kehutanan dan untuk memperoleh informasi menyangkut perencanaan kehutanan,” papar Eko.

Zainuri Hasyim, Dinamisator JPIK, menuturkan bahwa bagi pemantau hutan independen, data dasar mengenai RKUPHHK, RKTUPHHK, RPPBI, dan IPK memang sangat dibutuhkan dalam monitoring Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Yaitu, persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak kehutanan.

Pemantau independen yang bertugas menjaga kredibilitas SVLK tentunya tidak akan bekerja maksimal tanpa adanya data pendukung atas temuan pelanggaran yang terjadi di lapangan. Pantauan dan kontrol ketat masyarakat mustahil dilakukan jika masyarakat tidak memiliki informasi yang kuat sebagai dalilnya. “Putusan sidang hari ini sudah tepat, karena itu KLHK harus menyerahkan data yang dimohonkan,” papar Zainuri.

Sebelumnya, KLHK juga telah disengketakan di Komisi Informasi Pusat oleh Citra Hartati dari ICEL. Citra menyengketakan KLHK mengenai peta tutupan hutan dalam bentuk shapefile yaitu format data digital yang mudah untuk dipergunakan dan diedit menggunakan piranti lunak sistem informasi geografis (SIG). Saat ini, kasusnya masih menunggu proses persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta.

Sumber : klik disini

Share Button

Greenpeace Sebut Kebun Sawit Andil Besar Deforestasi, Apa Langkah Perbaikan?

Greenpeace menyatakan, setidaknya ratusan perusahaan perkebunan sawit memberikan andil deforestasi cukup tinggi. Penelitian Greenpeace memperlihatkan keadaan ini. Untuk itu, ini perlu langkah langkah penanganan serius hingga Indonesia mampu menerapkan nol deforestasi.

“Beberapa tahun terakhir, Greenpeace kampanye khusus menekan dan mendesak perusahaan sawit menjalankan komitmen menekan deforestasi akibat pembukaan lahan besar-besaran,” kata Grant Rosoman, Global Forest Solutions Project Coordinator, Greenpeace Forest Network, usai The Forests Dialogue, di Pekanbaru, Riau.

Kampanye zero deforestasi ini, katanya, terus disuarakan karena perusahaan-perusahaan masih eksploitasi bahkan di hutan lindung/konservasi, sampai hutan adat. Mereka juga mendorong perusahaan komitmen nol deforestasi. “Kami memantau agar ada fokus hak-hak masyarakat, dan upaya-upaya konservasi nyata.”

Dia berharap, perusahaan  baik sawit, HTI, HPH, tambang dan perusaahan lain memberikan apresiasi kepada masyarakat adat/lokal yang tinggal di kawasan hutan. “Bisa saling menjaga kawasan agar tidak rusak.”

Menurut dia, peran pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam menghentikan deforestasi di Indonesia. “Bagaimana mereka mengintegrasikan perencanaan konsep high carbon stock dan high conservation value. Perlu juga memperluas moratorium  untuk menyelesaikan masalah hutan di Indonesia.”

Greenpeace, mendesak, pemerintah membuat dasar hukum kuat dan penegakan hukum dalam menekan kerusakan hutan dan menjalin kerjasama dengan masyarakat adat.  “Agar hutan hancur tidak terus meningkat karena perubahan kawasan menjadi perkebunan sawit,” katanya.

Dia mengatakan, penting, melibatkan masyarakat adat dalam menjaga hutan karena mereka memahami betul tempat hidupnya, menghargai, meski memanfaatkan alam. “Tidak seperti perusahaan, masuk dan menghancurkan tanpa mampu mengembalikan seperti semula, karena itu mustahil dilakukan.”

Dia mencontohkan, masyarakat adat mampu mempertahankan hutan, di Desa Dosan, Riau. Disana,  ada masyarakat menanam sawit dan konservasi serta menjaga hutan. Mereka memiliki konsep memanfaatkan lahan tanpa merusak hutan.

“Contoh masyarakat Desa Dosan, membuktikan bagaimana mereka mampu menjaga kawasan, dan mampu menekan deforestasi. Kisah itu juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, sebelum akhirnya pemerintah memberikan izin kepada ratusan perusahaan masuk ke dalam kawasan dan menghancurkan hutan yang selama berabad-abad dijaga masyarakat adat.”

Data Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  memperlihatkan, hasil citra satelit 2000,  berdasarkan data 1985-1997, terjadi pengurangan luas hutan 22,46 juta hektar  atau 1,87 juta hektar pertahun. Angka ini makin meningkat tajam 1997-2000 sebesar 2,84 juta hektar pertahun. Sedangkan data citra SPOT Vegetation, pengurangan tutupan berhutan 1,08 juta hektar pertahun, pada 2000-2005.  Data penghitungan deforestasi Indonesia periode 2006-2009 menghasilkan angka 0,83 juta hektar pertahun.

Luas deforestasi daratan Indonesia selama 2009-2011, adalah 0,90 juta hektar, angka rerata tahunan 0,45 juta hektar, meliputi kawasan hutan 0,33 juta hektar (73,3%), dan 0,12 juta hektar (26,7%) di luar kawasan (areal penggunaan lain).

Deforestasi dalam kawasan hutan pertahun, terdiri dari hutan primer 3,1% atau 14.000 hektar, hutan sekunder 58,7 %, atau 264.400 hektar, hutan tanaman 11,5 % atau 51.8.000 hektar. Pada APL, deforestasi pertahun, pada hutan primer 3.200 hektar (0,7%), hutan sekunder 111.900 hektar (24,8%), dan hutan tanaman 5.300 hektar (1,2%).

Berdasarkan laporan November 2014 oleh Ruandha Agung Sugardiman, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan, KLHK beberapa kegiatan ditengarai sebagai penyebab pengurangan luas hutan. Antara lain, konversi hutan untuk pembangunan sektor lain misal perkebunan dan transmigrasi, pembalakan tidak lestari, pencurian kayu atau penebangan liar, pertambangan, perambahan dan okupasi lahan, serta kebakaran hutan.

Satu sisi, katanya, penghijauan dan reboisasi belum optimal, hingga lahan kritis makin luas. Kerusakan lingkungan pun meningkat seiring peningkatan deforestasi.

Sumber : klik disini

Share Button

Selamatkan Air, Kemendagri Gandeng 7 Kementerian

Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) gagal dilaksanakan di daerah. Ini diakui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Muhammad Marwan.

“Program ini sebelumnya di pusat sudah jalan, tetapi di daerah mengalami hambatan. Diamanatkan oleh pemerintah pusat, sebagai pembina umumnya Kemendagri, tetapi teknisnya oleh masing-masing menteri,” ujar Marwan di Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis 7 Mei 2015.

Untuk mengoptimalkan program yang diluncurkan tahun ini, Kementerian Dalam Negeri lantas menggandeng tujuh kementerian lain. Tujuh kementerian itu antara lain; Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (BPN), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian BUMN, serta Kementerian Pertanian.

Rencananya gerakan tersebut akan dirilis Sabtu 9 Mei 2015 di Waduk Pluit, Jakarta Utara. Pelibatan tujuh kementerian itu diharapkan bisa mengoptimalkan program revitalisasi yang bertujuan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya penyelamatan air di Indonesia.

Sasaran revitalisasi GN-KPA meliputi 108 DAS prioritas, 15 danau prioritas, 29 bendungan prioritas dan 17 Provinsi sentra padi. Fokus program kegiatan antara lain; penataan ruang, penataan pembangunan fisik, penatagunaan tanah dan penataan kependudukan; konservasi tanah dan air, serta konservasi sumber daya air; pengendalian daya rusak air; pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Efisiensi dalam pengelolaan pemanfaatan air dan terakhir, pendayagunaan sumber daya air.

Program yang sebelumnya digagas oleh tiga kementerian (Kementerian PU, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian) itu sesuai Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menitikberatkan pada pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

“Gerakan ini mendorong bagaimana penataan ruang di daerah, yang nantinya berkaitan dengan keseimbangan pasokan dan pemanfaatan air,” ujar Marwan.

Revitalisasi GN-KPA bertujuan mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) guna menghasilkan sumber air yang baik.

Senada dengan Dirjen Bina Pangda, Kasubdit Prasarana Konservasi dan Sedimen pada Direktorat Sungai dan Pantai, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Muhammad Rizal, mengatakan kementeriannya telah menjalankan program GN-KPA yang sebelumnya dengan berfokus pada konservasi tanah dan air, serta konservasi sumber daya air. (asp)

Sumber : klik disini

Share Button

“Pendidikan Pelestarian Lingkungan untuk Pelajar” Kerjasama PT Sharp dan Balitek KSDA

BPTKSDA (Samboja, 2/5/2015). Dalam rangka menanamkan cinta lingkungan dan hutan kepada pelajar, PT Sharp Electronics Indonesia (PT SEID) bekerjasama dengan Balitek KSDA mengadakan kegiatan Pendidikan Pelestarian Lingkungan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian Samboja. Kegiatan yang diikuti oleh pelajar SMAN 2 Samboja dan SMK Kehutanan Negeri Samarinda ini berlangsung ceria dan penuh semangat. Fasilitator dalam kegiatan ini adalah Dr. Hendra Gunawan (Peneliti Utama dan Koordinator Riset Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Melani Kurnia Riswati, S.Si (Pranata Humas Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI) dan Tri Atmoko, S.Hut, M.Si (Peneliti Madya Balitek KSDA).

IMG_3606“Balitek KSDA sangat bangga bisa ikut dilibatkan dalam salah satu agenda dari PT SEID dengan judul “SHARP Kualitas Takumi Roadshow” di Pulau Kalimantan,” ungkap Drinus Arruan, S.Hut (Kepala Seksi Program, Evaluasi dan Kerjasama Balitek KSDA) dalam sambutannya. Menurut Drinus, pendidikan mengenai pelestarian lingkungan dan kehutanan harus ditanamkan sejak dini dan pelajar didorong untuk melakukan aksi nyata terkait pelestarian lingkungan tersebut.

Pandu Setio selaku PR, CSR dan Promotion Manager PT SEID mengajak pelajar untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman siswa mengenai pentingnya menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup. Kegiatan ini diawali dengan sesi presentasi mengenai ekosistem lingkungan hidup dan Teknik kultur jaringan tanaman anggrek, kemudian dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke KHDTK Samboja untuk mengenal ekosistem Hutan Dipterocarpa dan penanaman jenis pohon hutan asli Kalimantan.

Hendra Gunawan pada sesi pengenalan ekosistem lingkungan hidup memaparkan tentang proses regenerasi dan rantai ekosistem dalam hutan. Terungkap bahwa dalam rantai makanan di hutan, ada yang disebut predator puncak yang nantinya juga akan mati dan terurai ditanah. “Ini yang disebut dengan rantai makanan, sebagai indikator keseimbangan lingkungan hutan,” jelas Hendra. Di akhir pemaparannya, Hendra mengajak seluruh pelajar untuk melestarikan hutan untuk masa depan penuh harapan.

IMG_3547Pada sesi kedua, para pelajar belajar mengenai kultur jaringan tanaman anggrek sebagai salah satu upaya pembudidayaan dan pelestarian anggrek alam Kalimantan yang disampaikan oleh Melani Kurnia Riswati. Pada sesi ini, pelajar secara berkelompok ditugaskan untuk membuat kultur jaringan dari anggrek yang telah disediakan oleh panitia pelaksana. Hasil karya mereka tersebut kemudian dijadikan souvenir untuk dipelihara di sekolah sebagai contoh kegiatan pelestarian tumbuhan.

Usai sesi presentasi, panitia dan peserta mengunjungi KHDTK Samboja, tepatnya di Rintis Baru Km 4. Setiba di lokasi, peserta  menanam Damar Borneo (Agathis borneensis), Kapur/kamfer (Dryobalanops lanceolata), Gaharu (Aquilaria microcarpa), Damar Gunung (Shorea leprosula) dan Meranti Merah (Shorea balangeran) di lokasi yang telah disediakan panitia. Terlihat beberapa pelajar ada yang terpeleset saat berjalan di hutan namun mereka tetap menikmati dan merasakan kebanggaan tersendiri telah melakukan hal kecil yang kelak akan memberikan manfaat besar bagi lingkungan dan hutan.

Setelah menanam, para peserta diajak belajar mengenal hutan Dipterocarpa dengan dipandu oleh Tri Atmoko. Terlihat beberapa pelajar mulai aktif bertanya mengenai biji-biji Dipterocarpa yang mereka temukan di sekitar mereka. “Fungsi sayap pada biji yang kalian pegang tersebut adalah membantu proses pemencaran biji agar tidak terlalu dekat dengan pohon induknya,” jelas Tri Atmoko. Keingintahuan yang besar dari para pelajar mengenai apa saja yang ada di hutan, merupakan tanda awal kepedulian mereka terhadap hutan itu sendiri. Harapan besar terhadap pelestarian lingkungan dan hutan tentu saja tersemat di pundak mereka sebagai generasi penerus bangsa. *ADS*

IMG_3568

IMG_3734

Share Button