KPH Siap Beroperasi Tahun 2015

Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono membuka Lokakarya dan Peluncuran Buku “Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia”, Rabu (8/7) di Ruang Rimbawan I Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Jakarta. Pada kesempatan tersebut Bambang Hendroyono yang mewakili Menteri LHK mengatakan bahwa pembangunan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) menjadi salah satu prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Untuk mengkondisikan pembangunan KPH maka telah dibentuk lembaga adhoc Sekretariat Nasional Pembangunan KPH melalui Surat Keputusan Menteri LHK No.13/MenLHK-II/2015. Lembaga ini terdiri dari Komisi Pengarah diketuai Sekjen kementerian LHK dengan anggota seluruh Pejabat eselon I. Komisi Pelaksana diketuai Direktur Teknis Penanggung Jawab Pembentukan KPH Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan beranggotakan pejabat teknis di Kementerian LHK, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Dekan beberapa Fakultas Kehutanan, serta Sekretaris Eksekutif Pelaksana Harian yang dibantu oleh beberapa tenaga ahli bidang tertentu beserta staf administarsi dan keuangan. Percepatan operasionalisasi KPH juga merupakan tuntutan dari pelaksanaan UU no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kementerian LHK dalam RPJMN 2010-2014 telah menetapkan 530 unit KPH Lindung dan KPH Produksi dan 70 unit KPH Konservasi. Sampai saat ini telah ditetapkan 120 unit KPHL/KPHP model dari 600 unit. Untuk mempercepat beroperasinya KPH telah dilakukan fasilitasi penyiapan kelembagaan, sosialisasi, tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang, penyiapan SDM, pelatihan serta sarana dan prasaran fisik dasar KPH.

Pada kesempatan itu juga diresmikan pemakaian logo KPH yang merupakan pemenang pertama pada lomba yang diselenggarakan pada bulan April 2015 lalu atas nama Vincent Caesar Jansius Luhur.

Sumber : ppid.dephut.go.id

Share Button

Asap Makin Menyebar Hujan Buatan Tak Efektif, Bom Air Perlu Digencarkan

Asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan di Jambi kian menyebar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jambi memperkirakan, hal itu akan berdampak ke negara-negara tetangga seiring dengan pergerakan angin yang cenderung ke utara.

“Arah angin umumnya bergerak dari tenggara dan selatan. Asap dari Sumatera bisa menuju ke negara tetangga,” kata Koordinator Bidang Pengkajian dan Informasi BMKG Jambi Kurnianingsih.

Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli, Minggu (5/7), di Jambi, menilai, upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Jambi cenderung dilimpahkan kepada negara. Sementara tanggung jawab para pemegang konsesi dalam mengantisipasi kebakaran lahan dalam wilayahnya minim dengan dalih keterbatasan alat, tenaga, dan faktor keamanan.

“Padahal, pengamanan hutan dan lahan dari kebakaran merupakan tanggung jawab yang melekat sejak perusahaan mendapat izin konsesinya,” ujarnya.

Untuk itu, para pemegang konsesi didorong agar sigap mengantisipasi kebakaran lahan di wilayahnya. Kelalaian pemegang konsesi dalam mengatasi masalah tersebut menimbulkan bencana asap yang merugikan masyarakat luas. “Masyarakat tak mau jadi korban akibat perusahaan tidak bertanggung jawab menjaga lahannya,” katanya.

Berdasarkan citra Satelit NOAA yang diolah Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, dari 35 titik panas di Jambi, 17 di antaranya berada di areal konsesi tanaman industri dan perkebunan sawit. Sebaran titik panas terbanyak di konsesi tanaman karet sejumlah perusahaan, termasuk PT Lestari Asri Jaya 5 titik.

Dalam pengendalian kebakaran lahan di konsesinya, Manajer Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Lingkungan PT Lestari Asri Jaya Brian Bermana mengaku meminta bantuan tim manggala agni. Pelibatan pasukan pemadam Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi itu karena faktor keamanan.

“Bukan karena peralatan kami tak memadai, tetapi lokasi yang terbakar adalah wilayah perambahan rawan konflik,” ujarnya. Perusahaannya punya empat mesin pompa dan sekitar 150 petugas pemadam.

Hujan buatan

Kebakaran lahan di Riau sulit teratasi dengan hujan buatan. Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Heru Widodo, kemarin, di Jakarta, musim kemarau yang menuju puncak kekeringan di Riau membuat operasi teknologi modifikasi cuaca sulit memicu hujan akibat awan tak memadai.

Oleh karena itu, kegiatan bom air dinilai lebih mampu membantu untuk mencegah serta mengatasi kebakaran hutan dan lahan. “Secara historis, Riau sedang kemarau. Di sisi lain, tahun ini terjadi El Nino sehingga kekeringan meningkat dan awan bagus sulit didapat,” ucapnya.

El Nino adalah fenomena peningkatan suhu muka laut di Samudra Pasifik sekitar ekuator, yakni bagian timur dan tengah, sebagai hasil interaksi laut dan atmosfer. Itu meningkatkan kekeringan di Indonesia jika bersamaan dengan kemarau.

Apalagi tiga pusat tekanan rendah di area Samudra Pasifik menyedot banyak massa uap air, termasuk yang berpotensi jadi awan di Riau. Itu membuat tim operasi TMC tak setiap hari mendapat awan bagus selama dua pekan kegiatan itu berjalan.

Sejak dimulai Senin (22/6), penaburan garam (NaCl) di udara demi mempercepat proses awan jadi hujan dilakukan 11 kali penerbangan. Garam yang ditaburkan 23,28 ton.

Sumber : klik di sini

Share Button

12,7 Juta Hektar Hutan Akan Dikelola Masyarakat

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan memberikan izin 12,7 juta hektar lahan perhutanan sosial untuk dikelola masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Hal itu disampaikan Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Rosa Vivien Ratnawati, Senin (6/7), di Jakarta.

Vivien mengatakan, program tersebut bertujuan agar hutan bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat di sekitar hutan. “Program ini juga untuk mengurangi konflik lahan yang terjadi di sekitar hutan,” katanya.

Ia menekankan, sasaran program itu adalah 32 juta rakyat Indonesia yang hidup di sekitar hutan. Masyarakat itu tinggal di 33.000 desa.

Program tersebut, lanjutnya, akan diatur melalui instruksi presiden yang menetapkan peta indikatif arahan perhutanan sosial.

Izin perhutanan sosial tersebut akan dibagi menjadi pengelolaan hutan desa, izin hutan kemasyarakatan, izin hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.

Dalam mengurus izin perhutanan sosial, Kementerian LHK akan membuat regulasi agar akses masyarakat, kelompok masyarakat, ataupun koperasi terhadap perhutanan sosial tersebut semakin mudah.

Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono menyatakan, dari target perhutanan sosial seluas 12,7 hektar tersebut, 5,5 juta hektar akan diambil dari izin konsesi yang diberikan kepada perusahaan. Sebanyak 20 persen lahan konsesi yang diberikan kepada perusahaan wajib dimanfaatkan melalui kemitraan dengan masyarakat.

Penegakan hukum atas kasus lingkungan hidup dan kehutanan sulit dilaksanakan karena melibatkan banyak lembaga peradilan, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Kementerian LHK menyiasati sulitnya penegakan hukum dengan memberi sanksi administrasi berupa pencabutan izin yang bisa diberikan langsung tanpa lembaga peradilan.

“Akan tetapi, pemberian sanksi administrasi tidak berarti menghentikan proses pidana,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani.

Pada 2015, Kementerian LHK telah menindak 10 perusahaan dengan pencabutan izin. Kementerian LHK menargetkan 20 persen kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan berkurang setiap tahun.

Sumber : klik di sini

Share Button

Instrumen di Daerah Mulai Dirombak

Penggabungan dua kementerian menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membawa konsekuensi perombakan struktur dan instrumen penegakan hukum di daerah. Perombakan untuk memaksimalkan sumber daya manusia dan keberadaan unit pelaksana teknis di daerah dalam fungsi pengamanan dan penegakan hukum.

“Perombakan akan memengaruhi cara kerja di daerah. Tahun ini selesai,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK, Kamis (2/7), di Jakarta. Ia didampingi direktur dan tujuh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BSKDA) dan Taman Nasional memaparkan tantangan penegakan hukum lingkungan dan kehutanan.

Saat ini, KLHK menangani 169 kasus lingkungan dan kehutanan: 134 proses hukum pidana, 25 proses sengketa/perdata, dan 10 proses administrasi.

Rasio mengatakan, pihaknya punya beberapa pandangan dan opsi menyesuaikan cara kerja UPT dengan semangat penegakan hukum tegas. Opsi itu antara lain membangun UPT yang koordinatif di daerah.

Di daerah, KLHK punya Pusat Pengelolaan Ekoregion dari Kementerian Lingkungan Hidup dan BKSDA/Balai Taman Nasional maupun Brigade Polisi Reaksi Cepat (SPORC) di beberapa daerah. “Kami sedang mempelajari apakah SPORC dan unit kerja akan diformulasikan bersama PPE atau BKSDA dengan fungsi penegakan hukum melekat,” katanya.

Selain itu, keberadaan 416 penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) lingkungan dan 1.043 PPNS Kehutanan yang sama-sama menjalankan amanat UU No 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 41/1999 tentang Kehutanan diupayakan dilebur. Artinya, PPNSLH bisa menyidik kasus kehutanan dan sebaliknya.

Secara terpisah, pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor Basuki Wasis optimistis peleburan penegak hukum lingkungan dan kehutanan akan membawa kemajuan penanganan isu-isu kejahatan sumber daya alam. “Semua masalah izin hingga dokumen lingkungan sekarang dipegang KLHK. KLHK juga punya perundangan kuat dan instrumen hukum lengkap,” katanya.

Namun, ia mengingatkan agar KLHK peka membaca posisi pelaku korporasi. “Dari pengalaman, untuk kasus korporasi nasional sulit mengandalkan penegak hukum di daerah. Lebih baik langsung dipegang Jakarta,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Sebanyak 2000 Kampung Iklim Ditargetkan Berfungsi di 2019

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan sekitar 2.000 lokasi yang tersebar di Indonesia akan dijadikan sebagai Kampung Iklim pada tahun 2019.

“Pada tahun 2019 mendatang target kami ada sekitar 2.000 kampung iklim yang menyebar di seluruh Indonesia,” kata Dirjen Pengendalian Iklim Nur Masripatin di Jakarta, Senin.

Kampung iklim tersebut, merupakan target yang ingin dicapai Kementerian LHK dalam Program Kampung Iklim (Proklim) sejak peluncurannya pada Oktober 2011 lalu.

Proklim tersebut adalah langkah dalam memperkuat aksi nyata di tingkat lokal yang dapat berkontribusi terhadap upaya mitigasi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca. Ini juga sebagai upaya adaptasi untuk meningkatkan kapasitas seluruh pihak dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

“Aksi nyata adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan strategi pembangunan rendah karbon dan tahan perubahan iklim, yang perlu terus dikembangkan dan diperkuat pelaksanaannya,” ujar Masripatin.

Dengan adanya Proklim ini yang menggandeng berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesai sebagai mitra strategis dalam melakukan riset, Masripatin mengharapkan dapat menjadi contoh pihak lainnya untuk ikut serta dalam aksi nyata mengurangi gas emisi rumah kaca.

“Lokasi Proklim ini merupakan pembelajaran bagi daerah lain, swasta, instansi pemerintah dan perorangan agar bisa juga berperan serta dalam aksi nyata dalam pengurangan emisi gas dan mitigasi perubahan iklim,” ucapnya.

Dari data yang dimilikinya, Masripatin mengatakan sepanjang tahun 2012 sampai 2014, telah diterima sebanyak 412 pengusulan lokasi Proklim yang tersebar di 23 provinsi di Indonesia.

“Verifikasi lapangan telah dilaksanakan di 322 lokasi untuk melihat keberadaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bekerjasama dengan pemerintah daerah,” ujarnya.

Sedangkan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat dikembangkan dan dilaksanakan di tingkat lokal mencakup hal dalam pengendalian bencana alam (banjir, longsor atau kekeringan), peningkatan ketahanan pangan, penanganan kenaikan muka air laut, pengendalian penyakit terkait iklim serta pengelolaan dan pemanfaatan limbah.

“Lalu penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi; Budidaya pertanian rendah emisi gas rumah kaca; Peningkatan tutupan vegetasi serta pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,” jelasnya.

Dari keterangannya, para penerima penghargaan Proklim, juga akan menjadi nara sumber untuk kegiatan CSR industri, memperoleh penghargaan dari institusi lain dan mendapatkan bimbingan teknis mengenai akses pendanaan untuk program yang mereka kerjakan.

Sementara itu, keberadaan kelompok masyarakat dan tokoh lokal yang mampu berperan sebagai penggerak pelaksanaan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta ketersediaan instrumen pendukung lainnya merupakan faktor penting yang dievaluasi dalam proses penilaian usulan Proklim.

Pengusulan lokasi Proklim kepada KLH dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik secara individu maupun kelompok yang mempunyai informasi bahwa masyarakat di lokasi tertentu telah melakukan aksi lokal yang dapat mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Sumber : klik di sini

Share Button

Kebakaran Lahan Tak Kunjung Reda, Kapolda Kalbar Keluarkan Maklumat

Sudah sepekan Kota Pontianak diselimuti kabut asap. Bahkan partikel abu tipis beterbangan ke arah kota, hingga masuk ke rumah penduduk. Kondisi ini tentu saja sangat membahayakan kesehatan masyarakat.

Kebakaran hutan dan lahan jadi pemicunya, yang terjadi sejak Kamis (2/7/2015) pekan lalu di wilayah Kabupaten Kubu Raya dan pinggiran Kota Pontianak, hingga hari ini. Cuaca panas disertai udara pengap pun dirasakan masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya.

Kapolda Kalimantan Barat, Brigjen Pol Arief Sulistyanto kemudian mengeluarkan maklumat kepolisian menyikapi terjadinya kebakaran hutan dan lahan tersebut. Maklumat kepolisian dengan Nomor: Mak/01/VII/2015/Polda Kalbar memuat tentang larangan pembakaran hutan dan kebun.

Maklumat tersebut merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan rasa aman dan kenyamanan masyarakat di wilayah Kalimantan Barat. Maklumat yang berisi imbauan dan larangan tersebut mencakup tiga poin, yaitu:

1. Bahwa saat ini di wilayah Kalimantan Barat telah memasuki musim kemarau dengan suhu yang cukup tinggi sehingga menimbulkan kekeringan pada lahan yang rawan terjadinya kebakaran.

2. Kepada seluruh warga masyarakat atau pihak manapun di Kalimantan Barat agar tidak melakukan pembakaran lahan, hutan, dan kebun ataupun tindakan lain dengan tujuan apapun, baik sengaja maupun tidak sengaja yang dapat menimbulkan terjadinya bahaya asap dan rusaknya lingkungan hidup serta gangguan kesehatan dan kegiatan masyarakat lainnya.

3. Bilamana ada pihak-pihak yang melakukan pembakaran hutan, lahan, dan kebun akan diberikan tindakan hukum yang tegas dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun penjara serta denda 15 miliar rupiah sebagimana ketentuan Pasal 108 Jo Pasal 69 huruf H Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan atau Pasal 48 UU nomor 18 Tahun 2004 dengan ancaman penjara 10 tahun dan denda 10 Miliar.

Maklumat yang ditandatangani pada tanggal 7 Juli 2015 oleh jendral bintang satu ini dikeluarkan setelah dirinya beberapa kali terjun langsung ke lapangan. Lebih jauh Arief juga mengimbau agar masyarakat di Kalimantan Barat tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.

“Masyarakat diimbau untuk tidak lagi membuka lahan dengan cara dibakar. Banyak dampak dan kerugian yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan. Mulai dari gangguan kesehatan hingga kenyamanan dan kemananan masyarakat bisa terkena dampaknya,” kata Arief.

Sumber : klik di sini

Share Button