Peneliti: “ManiakKerja”

BPT KSDA (Samboja, 4/08/2015) Dalam kunjungan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Ir. Djohan Utama Perbatasari, M.M. ke Kalimantan Timur untuk membuka kegiatan Pelatihan Budidaya Lebah Madu Trigona, beliau berkesempatan melakukan pembinaan pegawai Balitek KSDA pada Selasa, 4 Agustus 2015. Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Balitek KSDA ini dihadiri oleh pejabat struktural, fungsional umum,  peneliti, teknisi litkayasa serta seluruh pegawai di lingkup Balitek KSDA.

Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, M.Si., dalam pengantarnya menyatakan bahwa pembinaan pegawai ditujukan agar kinerja pegawai lingkup Balitek KSDA menjadi lebih baik.  Pembinaan yang dilaksanakan di aula Balitek KSDA berjalan santai dan penuh suasana kekeluargaan. Pembinaan diawali dengan penyampaian materi pembinaan oleh Kapuslitbang Hutan dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan pegawai.

3 djohan“Peneliti harus memiliki jiwa Baca, Bicara dan Menulis”, kata Djohan menyampaikan pesan pertama dalam pembinaanya. Seorang peneliti harus memiliki hobi membaca untuk meningkatkan referensi dalam ilmu pengetahuannya, pandai berbicara agar bisa menyampaikan ilmu yang ditekuninya, dan harus rajin menulis baik majalah, jurnal dalam maupun di luar negeri untuk menyampaikan hasil dari penelitiannya.

“Maju atau tidaknya peneliti tergantung diri sendiri, karna jika tidak bisa mengikuti “arus”, maka akan tergilas oleh masa,” ujar Djohan, sebagai pesan kedua. Sehingga melanjutkan studi dan berbagai research school juga akan menjadi prioritas bagi peneliti kedepannya.

Selain menjadi peneliti yang pekerja keras, Djohan juga menegaskan bahwa peneliti juga harus menjadi seorang yang “Maniak Kerja”. Bekerja “lebih” dari sekarang merupakan niat yang harus direalisasikan untuk meningkatkan kapasitas peneliti baik di tingkat nasional maupun internasional. “Skill tidak bisa diraih begitu saja namun merupakan hasil dari usaha dan kerja keras”, tandasnya.

Sebagai penutup dalam pembinaan ini, Kapuslitbang Hutan mendorong seluruh pegawai Balitek KSDA untuk meingkatkan semangat bekarja. “Mari kita tingkatkan “semangat, motivasi dan inovasi”, pesan Djohan. Secara khusus, Djohan juga mendorong Balitek KSDA untuk melakukan terobosan-terobosan yang segera “diangkat” terutama teknologi di bidang konservasi.***ADS2 djohan

 

Share Button

Kabadan Mengajak Seluruh Negara ASEAN untuk Saling Berkolaborasi dan Bekerjasama

Dr. Henry Bastaman, M.ES, Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak kepada seluruh negara ASEAN agar bisa saling berkolaborasi dan bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini diungkapkan Kabadan saat memberikan sambutan pembukaan pada acara The 18th Meeting of the ASEAN Experts Group on Herbal and Medicinal Plants /AEG HMP (Pertemuan kelompok pakar/ahli ASEAN di bidang tanaman herbal dan obat-obatan ke-18) dan the 7th Meeting of the ASEAN Experts Group on Forest Products Development/AEG FP (Pertemuan kelompok pakar/ahli ASEAN di bidang pengembangan hasil hutan) di Nakula-Sadewa Ballroom, Hotel Inna Garuda, Yogyakarta, Indonesia (Senin, 03/08).

“Sebagai produsen utama dari kayu dan produk kayu, negara-negara anggota ASEAN harus bisa saling berkolaborasi dan bergandengan tangan, “kata Kabadan.

Kabadan menyadari bahwa masalah pengembangan produk kehutanan terutama produk kayu merupakan isu penting dalam sektor kehutanan. Hal ini dikarenakan adanya pasar tunggal dan basis produksi bagi produk kehutanan serta tingginya persaingan ekonomi.

Oleh karena itu, Kabadan berharap bahwa dalam pertemuan ke-7 AEG FPD bisa menyelesaikan agenda-agenda yang menjadi target utamanya seperti fasilitasi perdagangan, regulasi teknik dalam perdagangan, standar untuk mengatasi hambatan dalam perdagangan, monitoring, promosi perdagangan kayu legal sehingga hasil hutan ASEAN lebih kompetitif, dan mempertahankan SFM.

“Saya menghargai bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh AEG ini yang telah berhasil telah berhasil menyusun informasi mengenai hambatan-hambatan utama dalam perdagangan terutama dalam prinsip legalitas kayu”, kata Kabadan.

Selain itu, masalah tanaman herbal dan obat-obatan (Herbal and Medicinal Plants/HMP) juga menjadi isu penting dalam sektor kehutanan dimana: a). Sekitar 80% populasi di beberapa Negara ASEAN sangat tergantung pada HMP; b) Berdasarkan  sudut pandang ekonomi, HMP menjadi sumber pendapatan utama bagi warga dengan menanam HMP dipekarangan mereka untuk menyediakan bahan baku industri farmasi; c). Masalah HKI pada HMP;

Dan beberapa kemajuan yang telah dicapai dalam AEG HMP sebelumnya adalah terbitnya buku volume kedua ASEAN HMP serta informasi kegiatan penelitian dan pengembangan HMP.

Oleh karena itu, Kabadan berharap bahwa dalam kedua pertemuan atau forum AEG yang dilaksanakan di Yogyakarta selama dua hari atau tanggal 3-4 Agustus 2015 ini bisa memperbaharui kegiatan dan kemajuan dari pertemuan AEG sebelumnya telah dilaksanakan di Kamboja, pada Bulan Juli 2014. Selain itu, diharapkan dalam pertemuan ini juga bisa saling berbagi data dan informasi, penelitian dan pengembangan, produksi dan perdagangan, kolaborasi, kerjasama dan networking serta pengembangan rencana aksi strategi tahun 2011-2015 dalam HMP dan FPD.

“Saya berharap bahwa seluruh program dan agenda dalam AEG tahun ini tetap pada jalurnya sehingga bisa mencapai target-target yang diinginkan,”kata Kabadan.

Disadari bahwa kedua AEG ini merupakan anak cabang the ASEAN Senior Officials on Forestry (ASOF). Kedua pertemuan ini biasanya dilaksanakan beriringan dengan pertemuan ASOF. Begitu juga pada tahun ini. Dimana the 18th meeting of ASEAN Senior Officials on Forestry/ASO akan dilaksanakan pada 3 hari ke depan, yaitu tanggal 6-8 Agustus 2015, di Yogyakarta.

“Ini merupakan kehormatan besar bagi Bangsa Indonesia bahwa pertemuan ini dilaksanakan di Yogyakarta,” kata Kabadan.

Pertemuan ini dihadiri oleh beberapa delegasi negara ASEAN antara lain Indonesia, Malaysia, Laos, Myanmar, Kamboja, Thailand, Filipina, dan Brunai.

Sumber : klik di sini

Share Button

Buat Pertanian Pengungsi Sinabung, KLHK Izinkan Pemanfaatan 416 Hektar Hutan Siosar

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan izin pemanfaatan hutan Siosar seluas 416 hektar untuk areal pertanian warga korban erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo.  Tahap awal, pembersihan 180 hektar buat lahan tani 370 keluarga.

Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sumatera Utara, ketika diwawancarai Mongabay, Jumat (31/7/15), mengatakan, dari 416 hektar,  ditargetkan 180 hektar segera ditebang untuk lahan pertanian 370 keluarga korban Sinabung,  yang menempati perumahan relokasi di Siosar.

“Saya sudah minta Dinas Kehutanan Sumut memantau, diharapkan secepatnya bisa digunakan pengungsi memperbaiki pertanian mereka,” katanya, yang kini resmi menjadi tersangka KPK, dalam kasus dugaan penyuapan hakim PTUN Medan bersama pengacara OC Kaligis.

Menurut dia, bersama tim penanggulangan bencana Sinabung, sudah menghitung pembagian lahan untuk pertanian ini. Masing-masing keluarga, katanya, akan mendapatkan 0,5 hektar lahan bercocok tanam. Lokasi perladangan, terletak tak jauh dari kompleks perumahan kini proses pengerjaan.

“Lahan bercocok tanam, dekat perumahan yang baru dibangun. Sampai kini, selesai dan diresmikan 112 rumah, sisanya proses penyelesaian, target 370 unit tuntas Agustus ini.”

Dia mengatakan, setelah pembersihan lahan, areal ini belum bisa langsung ditanami. Ia harus melalui pengolahan lahan terlebih dahulu, yang diperkirakan sekitar satu tahun. Jadi, menunggu lahan siap, kata Gatot, pemerintah akan menyewakan lahan pertanian di sekitar hutan Siosar, agar tidak jauh dari pemukiman warga.

Pada Selasa (5/5/15), Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, datang ke Karo dan  menyerahkan simbolis 103 rumah bagi pengungsi erupsi Sinabung, di perumahan Desa Siosar, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.

Sebanyak 103 rumah ini dibangun tim gabungan TNI AD, masyarakat di hutan produksi Kecamatan Merek. Pembangunan rumah bagi warga Desa Bekerah dan tahap awal pembangunan site plan relokasi sebanyak 267 rumah.

Kala itu, Siti mengatakan, masih perlu penyediaan prasarana dan fasilitas umum di rumah baru seperti jalan lingkungan, fasilitas kesehatan, pendidikan, lahan pertanian, dan usaha peternakan.

Namun, dia menegaskan, pemberian izin hutan ini, tidak boleh disalahgunakan karena akan berhadapan dengan hukum.

“Setelah menempati rumah baru, tolong sama-sama dijaga agar hutan tidak rusak. Harus dijaga baik. Ini kita beri izin pemakaian karena mempertimbangkan kemanusiaan.”

Kompleks Siosar, sebagai relokasi pemukiman dan perladangan 2.035 keluarga pengungsi Sinabung. Vulkanologi dan BNBP menganggap, pengungsi tidak bisa kembali ke lokasi di bawah radius lima kilometer.

Erupsi Sinabung berlanjut

Gunung Sinabung, terus memuntahkan lahar dan belum menunjukkan penurunan aktivitas. Pemerintah provinsi dan Kabupaten Karo, sudah mengusulkan agar menjadi bencana nasional. Meskipun begitu, katanya, terpenting Pusat memberikan perhatian. “Salah satu KLHK yang memberikan izin penggunaan hutan menjadi lahan pertanian, dan penyedian hunian tetap sementara di dekat radius tujuh Km. Jika situasi aman, warga  bisa kembali ke ladang maupun rumah,” kata Gatot.

Syamsul Maarif, Kepala BNPB mengatakan, erupsi Sinabung terus terjadi menyebabkan penambahan pengungsi mencapai 10.000-11.000 jiwa. Arah erupsi, katanya, sudah mencapai arah Selatan, Tenggara dan Timur, hingga sebagian warga harus diungsikan. Namun pengungsian jauh dari tempat bercocok tanam.

“Misal, di Desa Kutagugung jarak terlalu jauh dari pegungsian ke ladang. Kita tengah memikirkan kemungkinan ada hunian sementara, kita upayakan lokasi tidak jauh dari tempat bercocok tanam. Sebagian ladang masyarakat masih bisa dimanfaatkan.”

Erupsi Sinabung, berlangsung lebih kurang lima tahun. Sejak erupsi pertama 2010, tiga tahun jeda, pada September 2013 kembali bergolak dan memaksa masyarakat ngungsi 1,8 tahun. Pengungsi dinyatakan berakhir 18 Maret 2015, dan dua desa terakhir dipulangkan adalah Desa Sukanalu dan Sigarang-Garang.

Namun awal Juni 2015, Sinabung kembali ‘aktif’ dari kegempaan guguran lava, abu vulkanik dan luncuran awan panas. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengeluarkan peningkatan status Sinabung dari siaga III menjadi awas IV dan zona merah bertambah dari radius lima km menjadi radius tujuh km sektoral.

Bupati Karo mengubah status penanganan bencana dari transisi darurat menuju pemulihan kembali, menjadi tanggap darurat 2 Juni 2015.

Adapun titik pengungsian korban erupsi di sejumlah tempat, yaitu Posko Penampungan Paroki, GBKP, KNPI, GPDI, Gudang Jeruk, Batu Karang, Jambur Tanjung Mbelang, dan Jambur Korpri, Jambur Simpang Jaya dan BPPT Jambur Tongkoh. Total pengungsi 9.526 jiwa.

Sumber : klik di sini

Share Button

Ketika Para Guru Sekolah Di Sulawesi Utara Belajar Konservasi

Ada pemandangan yang berbeda di aula Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST), Minahasa Utara, Sulawesi Utara, pada Rabu (29/07/2015).  Biasanya terlihat siswa SD, SMP atau SMA yang datang belajar tentang konervasi.  Namun kali ini, puluhan guru dari dari 18 sekolah di kota Bitung, 3 sekolah di kecamatan Airmadi di kabupaten Minahasa Utara, dan 1 sekolah dari kota Manado  menjadi peserta pelatihan konservasi yang diselenggarakan Pendidikan Konservasi Tangkoko (PKT).

Sejak pagi hingga sore, mereka duduk tenang mendengarkan materi dari orang-orang yang usianya separuh lebih muda dari sebagian besar mereka. Seperti tim PKT, tim Macaca Nigra Project (MNP), Selamatkan Yaki dan PPST. Sesekali, anggota Kaum Muda Pecinta Alam (KMPA) Tunas Hijau Airmadidi menghibur dengan lagu bertema lingkungan, sehingga suasana lebih rileks.

Berbagai materi disampaikan, seperti pengetahuan dasar lingkungan hidup, ekosistem dan keanekaragaman hutan hujan tropis, flora dan fauna, flora dan fauna di Indonesia dan Sulawesi.

Interaksi pun terjadi, seperti pertanyaan mengenai penurunan yaki (Macaca Nigra), teknis pembagian jadwal di sekolah hingga masalah perburuan, pemeliharaan dan perdagangan satwa dilindungi. Dengan sabar, para pemateri menjawab pertanyaan itu.

Setelah makan siang, peserta diajak menyaksikan langsung sejumlah satwa sitaan irehabilitasi di PPST.  “Baiknya dibagi 3 kelompok. Sehingga, tiap kelompok tidak melebihi 10 orang. Sebab, di lokasi rehabilitasi, bapak-ibu diharap bisa menjaga ketenangan. Tidak terlalu ribut,” kata Billy Gustafianto, Staff Information and Education PPST.

Peserta menurut. Mereka kemudian beranjak ke tempat perawatan orang utan, beruang madu hingga burung. Sebagian besar nampak heran. Mereka mulai mengetahui bahwa satwa-satwa yang disaksikan merupakan sitaan. Selain itu, mereka mengetahui bahwa perdagangan satwa dilindungi merupakan tindak melanggar hukum.

“Sebagai guru, pelajaran yang kami dapat hari ini, akan kami sampaikan ke siswa-siswi. Karena, pendidikan lingkungan hidup hari ini lebih spesifik daripada di sekolah, yang terlalu umum,” ujar Stevi guru dari SD GMIM 9 Pinangunian Bitung.

Sedangkan Desma, pengajar dari SMP 7 Bitung menjadi tahu kekayaan sumber daya alam serta masalah perdagangan dan perburuan satwa di Indonesia.

“Pelatihan guru ini sangat bagus, karena memperkenalkan hewan yang sebagian besar hampir punah. Ini juga memperkenalkan alam Indonesia yang memiliki aneka ragam hewan. Ada beberapa hewan yang tidak pernah dilihat di Sulawesi Utara, kita bisa lihat di tempat ini.”

Menurutnya, pendidikan lingkungan sudah harus menjadi prioritas, karena lembaga pendidikan berperan penting menyampaikan pada masyarakat mengenai persoalan lingkungan, termasuk pelestarian alam.

“Pihak sekolah juga sedang berusaha mempersiapkan diri menjadi sekolah berwawasan lingkungan. Karena, yang paling penting pemahaman dari sekolah bisa disebarkan ke masyarakat. Karena, orang tua dulu, kan, tidak begitu memahami keterancaman satwa, misalnya,” tambah Desmon.

Emanuel, rekan Desmon dari SMP 7, mendukung pendapat sebelumnya. Pelatihan ini tentang penyelamatan satwa liar, khususnya di Sulawesi Utara.

Nanti kami akan menyampaikan dalam proses pembelajaran. Meski belum dipatenkan dalam muatan lokal, tapi saya sebagai guru mata pelajaran IPA, akan mengaitkannya dengan penyelamatan satwa liar. Karena di biologi juga ada materi tentang konservasi,” katanya.

Pelatihan ini memberikan gambaran yang relevan yang bakal ia ajarkan di sekolah. Apalagi, dalam kurikulum 2013 ditekankan pelajaran yang bersifat kontekstual.

“Siswa bisa diajak melihat langsung, memikirkan dan memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat. Misalnya, memberi usulan dan solusi penyelamatan yaki. Mereka akan punya peran kedepannya,” yakinnya.

 

Nona Diko, koordinator lokal PKT, menjelaskan, pelatihan ini bertujuan melibatkan dan memberi penguatan pada guru mengenai isu-isu konservasi, khususnya materi pelajaran yang akan disampaikan PKT ke sekolah-sekolah. Diharap, setelah mengikuti pelatihan, guru bisa menjawab pertanyaan siswa di kelas.

“Lewat pelatihan ini, diharapkan pula timbul ide dan informasi baru dari para guru untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar, khususnya yang berhubungan dengan lingkungan,” tambah Nona.

PKT adalah program pendidikan dari Macaca Nigra Project (MNP) yang telah dimulai sejak 2011. Di tahun awal kegiatan, pendidikan hanya menjangkau sekolah di sekitar Cagar Alam Tangkoko. Tahun 2014, mereka mulai mengajar 13 sekolah. Di 2015 ini, 18 sekolah menjadi sasaran pendidikan konservasi.

Tahun lalu, siswa-siswi mendapat pelajaran semisal, pengenalan dasar lingkungan hidup, keragaman hayati, keragaman hutan hujan tropis dan pengenalan flora-fauna di Indonesia, Sulawesi Utara dan Cagar Alam Tangkoko. Kini, ada 2 mata pelajaran tambahan, yaitu pelajaran mengenai pesisir serta Bahasa Inggris.

“Kami merasa senang telah berkolaborasi dengan sekolah-sekolah dan bersama-sama dengan mereka. Kita semua bisa membentuk generasi baru untuk menyelamatkan hutan dan satwa liar,”  tegas Nona.

MoU Pendidikan Konservasi

3 Juli 2015, Pendidikan Konservasi Tangkoko menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Dinas Pendidikan Kota Bitung untuk mendukung kegiatan pendidikan konservasi. Dikatakan Stephan Miloyski Lentey, Field Station Manager MNP, lewat MoU ini, nantinya pendidikan konservasi akan diarahkan menjadi materi  pelajaran dalam muatan lokal (mulok) atau masuk pelajaran kategori B yang menyesuaikan dengan daerah.

Ia menilai, kesepakatan tersebut adalah suatu kemajuan besar yang dicapai oleh PKT. Stephan mengapresiasi ide dari dinas pendidikan kota Bitung. Sebab, setelah sekian lama bergelut dalam pendidikan konservasi, baru kali ini pemda melihat pendidikan lingkungan secara serius.

“Walau sejak awalnya sudah mendapat rekomendasi dari dinas pendidikan, tapi baru tahun ini ada MoU untuk mata pelajaran konservasi,” ujarnya.

Saat ini, tim PKT harus menyelesaikan administrasi untuk memenuhi persyaratan. Sesuai arahan dari instansi terkait, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi agar pendidikan konservasi masuk dalam mulok. Misalnya, mempunyai kompetensi dasar, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan memiliki silabus.

Persyaratan itu dinilai menjadi patokan agar mata pelajaran dapat terukur dan bisa dievaluasi. Stephan memperkirakan, ketika pendidikan konservasi sudah masuk dalam mulok, kerja tim PKT dan pegiat lingkungan di Sulawesi Utara, khususnya Bitung, akan semakin terbantu. Namun, pihaknya berharap, kegiatan saling mendukung antara sekolah dengan pegiat konservasi akan terus terjalin.

Dalam pelatihan guru kali ini, tim PKT menegaskan akan tetap menjadi pengajar di sekolah untuk mata pelajaran konservasi. MoU tadi menjadi pengingat bahwa guru-guru juga harus memahami isu-isu konservasi.

“Karena, tidak bisa dipungkiri, tahun-tahun sebelumnya banyak murid bertanya pada guru namun banyak guru yang tidak tahu apa yang kami ajarkan. Sehingga, lewat kegiatan ini, murid tahu, guru juga tahu tentang pelajaran konservasi,” pungkas Stephan.

Sumber : klik di sini

Share Button

Pemerintah Siapkan 3 Metode untuk Atasi Kebakaran Hutan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) akan menjajal metode baru memadamkan kebakaran hutan. Tiga metode itu akan diuji coba untuk mengantisipasi musim kering panjang akibat badai El Nino yang diperkirakan mencapai puncaknya pada Oktober– November 2015.

Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, metode baru itu adalah menjatuhkan bahan kimia retardant. Teknologi untuk metode baru itu tengah disiapkan PT. Pindad. Sedangkan metode lainnya adalah menggunakan air tractor.

“Kalau makin panas, makin banyak (hotspot, red) maka nggak bisa lagi pakai helikopter. Harus pakai air tractor. Air tractor itu pesawat biasa, tapi bisa bawa tiga ribu liter untuk padamkan kebakaran,” kata Siti saat jumpa pers di kantor kepresidenan, Jakarta, Jumat (31/7).

Siti menambahkan, metode lain yang digunakan adalah dengan jelly. Cara ini sebelumnya akan diuji di Taman Nasional Bromo, Jawa Timur. Jelly ini dibeli Indonesia dari Jepang.

Siti menambahkan, tiga metode itu adalah pengganti metode bom air (water bombing) yang selama ini dilakukan pemerintah untuk memadamkan api.  “Ada beberapa daerah yang kurang air sehingga kami substitusi airnya. Dengan kimia. Tapi ini tidak akan sampai mengganggu lingkungan sekitar,” imbuh Siti.

Namun, Siti menegaskan bahwa metode-metode itu baru bisa dilakukan jika pemerintah daerah membutuhkannya dan sudah tidak sanggup memadamkan api lagi.  Selama ini pemda di beberapa daerah masih memakai cara water bombing dan modifikasi cuaca untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan.

Sumber : klik di sini

Share Button

Kabut Asap Terjang Mancanegara, Indonesia Bisa Kena Denda

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron mengingatkan pemerintah agar mengantisipasi mulai munculnya titik api akibat kebakaran hutan dan lahan di berbagai daerah. Menurutnya,  saat ini ratusan titik api sudah muncul di Jambi, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan sebagian Kalimantan.

Herman mengatakan, kondisi iitu perlu diwaspadai. “Saya mengingatkan kesiapan masyarakat, perusahaan, pemerintah daerah dan Kementerian Lingkunagn Hidup dan Kehutanan akan datangnya potensi bencana kebakaran hutan dan lahan karena saat ini telah memasuki musim kemarau,” kata Herman melalui siaran persnya, Jumat (31/7).

Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan, Indonesia telah menyerahkan dokumen ratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Kesepakatan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) ke Sekretariat ASEAN di Jakarta pada 20 Januari 2015 lalu. Dengan demikian ada konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah.

“Artinya jika kabut asap terjadi lagi ke negara tetangga maka kita bisa kena denda. Kekhawatiran terjadi kembali bencana kebakaran hutan dan lahan yang sudah seperti ritual tahunan ini tentunya perlu disikapi serius terutama oleh pemerintah,” tegasnya.

Herman menambahkan, bila terjadi bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan, maka hal itu tidak hanya merugikan negara lain juga mengganggu kesehatan masyarakat dan menimbulkan kerusakan lingkungan yang luar biasa. Karenanya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai leading sector yang menangani hal itu harus bertindak cepat dan antisipatif.

“Kami di komisi IV mendukung, baik melalui support anggaran APBN maupun perundang-undangan terkait kebakaran hutan dan lahan,” pungkasnya.

Sumber : klik di sini

Share Button