Kementerian LHK Dukung Percepatan Pembangunan Infrastruktur Energi di Kalimantan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya hadir dalam rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) , Selasa (11/08) di Hotel Gran Senyiur Balikpapan. Rapat koordinasi ini diselenggarakan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Acara yang dipimpin oleh Gubernur BI Agus Martowardojo tersebut turut dihadiri oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Dirut PLN Sofyan Basir, Ketua UPK Kementerian ESDM, Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas serta Gubernur maupun Bupati/Walikota sekalimantan.
Indonesia perlu memperkuat industrialisasi untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam menghadapi dampak perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi tidak lagi dapat mengandalkan ekspor komoditas primer, seiring dengan permintaan dunia yang terus menurun dan disertai dengan harga komoditas yang cenderung melemah. Hal ini tercermin pada pertumbuhan ekonomi di beberapa daerah yang mengandalkan komoditas sumberdaya alam mengalami pertumbuhan negatif dalam beberapa periode terakhir. Untuk itu strategi industrialisasi dilakukan dengan berbasis pada sumberdaya alam yang tersedia di masing-masing daerah dengan cara hilirisasi dan pengembangan kedaulatan energi.
Di bidang tata ruang serta penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan, Kementerian LHK memberikan prioritas kepada proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Beberapa capaian adalah telah selesainya perubahan kawasan hutan dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) di Kalimantan. Selain itu, untuk mendukung percepatan pembangunan listrik 35.000 MW, Kementerian LHK telah memproses berbagai perizinan yang menjadi kewenangannya, termasuk berbagai persetujuan prinsip kepada PT. PLN.
Terkait kawasan hutan, berdasarkan arahan Presiden RI, pada seluruh fungsi hutan (mulai dari cagar alam, hutan lindung hingga hutan produksi) dapat dimanfaatkan untuk infrastruktur energi. Namun demikian, hal ini tetap membutuhkan dukungan pemerintah daerah untuk mempercepat proses penetapan peraturan daerah tentang RTRW.
Pertemuan koordinasi di Balikpapan ini merupakan momentum yang penting bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memperkuat koordinasi agar proses industrialisasi dalam rangka transformasi perekonomian dapat berlangsung lebih cepat dan efektif.
Sumber : klik di sini
Share Button

Kebakaran, Hutan Konservasi Anggrek Terancam Tinggal Kenangan

Hutan rawa Pematang Damar, yang sedang proses penetapan sebagai kawasan konservasi anggrek alam ini terancam tinggal kenangan. Pasalnya, ekosistem anggrek alam di Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi, ini hangus terbakar hingga 75%. Areal terbakar mencapai 200 hektar dari 240 hektar yang melingkupi empat desa, yakni, Jambi Tulo, Mudung Darat, Jambi Kecil dan Bakung. Api juga melalap persawahan tua yang mengelilingi hutan. Tanpa tindakan pemadaman memadai, seluruh kawasan itu terancam habis.

“Kami meminta aparat hukum mengusut pelaku pembakaran hutan ini,” kata Adi Ismanto, Ketua Gerakan Muarojambi Bersakat (GMB).

Hutan Pematang Damar, satu-satunya “kerajaan” bagi anggrek alam. Ratusan jenis anggrek tumbuh subur menempel di batang-batang pohon. Bahkan satu pohon bisa hidup beberapa rumpun anggrek dari bermacam-macam spesies. Salah satu anggrek sangat istimewa di Muaro Jambi yakni anggrek macan (Grammatophylum specosum). Anggrek ini jenis langka dan dilindungi.

Hutan Pematang Damar mulai terbakar sejak Juli, dan terjadi dua kali. Praktik pembakaran diduga kuat karena pembukaan areal oleh perkebunan swasta. Api terlihat pada sejumlah titik, diduga sengaja dibakar, ditandai pohon-pohon sengaja ditumbangkan sebelum kebakaran. Ditambah banyak batang kayu mengering hingga api cepat meluas.

Di lokasi, masyarakat mendapat alat berat perusahaan membuka kanal di sekitar dan dalam hutan. Hasil citra satelit menunjukkan, kanal dan akses jalan sepanjang tiga kilometer membelah kawasan itu. Lebar jalan hingga delapan meter.

GMB, kelompok pelestari Hutan Pematang Damar ini, mengatakan, walaupun hutan Pematang Damar dialokasikan Pemerintah Muaro Jambi menjadi hutan konservasi anggrek alam, namun ancaman alih fungsi masih tinggi. Sebab, lahan 240 hektar berpotensi tinggi jual beli lahan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan. Tapal batas keempat desa masih tumpang tindih

“Bila hutan Pematang Damar habis terbakar, potensi nilai-nilai konservasi ikut hilang. Ini akan lebih mudah dialihfungsikan dan diperjualbelikan.”

Senjaga dibakar?

Setelah hampir sebulan ini, belum ada pemadaman dari pemerintah. “Kami hanya dibantu anggota TNI Resimen Garuda Putih 042 padamkan manual dengan ember dan air di gambut.”

 

Adi menyebutkan, dugaan kesengajaan dibakar menguat, dan berharap polisi bisa mengusut kasus ini. “Yang paling diuntungkan kebakaran ini tentu oknum penjual lahan dan perusahaan. Kapolda Jambi Brigjen Lufti beberapa waktu lalu sudah mengatakan ada unsur kesengajaan dalam kebakaran di Hutan Pematang Damar. Sekarang tinggal komitmen menyelidiki.”

Tanpa langkah pengamanan seperti patroli di daerah rawan kebakaran, hutan rawa ini bakal hancur. GMB juga mendesak, Tim Terpadu Pemkab Muaro Jambi segera mengajukan surat izin kepada pemerintah pusat soal penetapan hutan Pematang Damar sebagai hutan sosial berbasis masyarakat.

Pembentukan lembaga pengelola bisa mulai dibentuk agar pengamanan berjalan. Hutan ini, katanya, layak dipertahankan,  bukan hanya habitat anggrek alam dan  keragaman hayati juga menjaga ketersediaan air bagi desa-desa penyangga.

Dia mengatakan, fungsi hutan sebagai daerah resapan air terancam hilang seiring pembuatan kanal oleh sejumlah perusahaan.“Pemkab Muaro Jambi harus ketat mengeluarkan izin. Untuk sawit, karet atau palawija, itu jelas tidak sesuai karena memerlukan tanah kering. Lebih cocok jika untuk persawahan atau kebun tanaman pohon kayu keras khas rawa karena sesuai ekosistem hutan.”

KLHK Segel

Kemarin, tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bersama tim penegak hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel hutan Pematang Damar .KLHK, polisi dan TNI melakukan penyelidikan indikasi kawasan sengaja dibakar. Selain Pematang Damar, penyegelan juga dilakukan di Desa Gambut Jaya, Muaro Jambi.

Sumber :klik di sini

Share Button

Mencari Jejak Kehadiran Bekantan Di Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat

Tanjung Isuy, 12 Agustus 2015. Bekantan (Nasalis larvatus) adalah  jenis primata yang tergolong langka. Bekantan merupakan salah satu species dalam family cercopithecidae, sub family Colobinae. Bekantan merupakan salah satu satwa endemik borneo yang dilindungi. Penyebaran bekantan secara alami hanya terbatas di pulau Borneo dan pulau kecil di sekitarnya. Secara Nasional bekantan dilindungi berdasarkan peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1999 selain itu bekantan juga termasuk dalam Apendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dan sejak tahun 2000 masuk dalam kategori endangered species berdasarkan Red Book IUCN (Internasional Union for Conservationof Natureand Natural Resources). Bekantan adalah jenis satwa unik yang termasuk dalam sexually dimorphic yaitu memiliki perbedaan yang jelas antara jantan dan betina, perbedaan tersebut meliputi segi ukuran maupun morfologinya.

Dalam rangka menghimpun data keberadaan populasi bekantan yang ada di Kalimantan, telah mendorong Tim Penelitian dari Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja untuk melakukan survey di Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Survey ini bertujuan untuk memastikan kondisi terkini keberadaan bekantan.  Keberadaan bekantan ini pernah dilaporkan oleh Erik Meijaard dan Vincent Nijman melalui makalahnya pada Jurnal Biological Conservation yang terbit tahun 2000.

Berdasarkan pustaka lokasi populasi bekantan di Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat berada di sekitar Danau Jempang dan beberapa sungai disekitarnya seperti sungai kedang pahu dan sungai ohong.

“Laporan dan informasi terkait keberadaan bekantan di Kabupaten Kutai Barat masih sangat terbatas, sehingga pada survey ini akan lebih difokuskan pada penyebaran populasi, kondisi habitatnya, dan juga akan dikoleksi materi DNA yang ada pada kotoran bekantan” ungkap Tri Atmoko, ketua tim peneliti bekantan Balitek KSDA.

IMG_3637Survey pendahuluan ini dilakukan oleh 1 tim selama 8 hari, terhitung dari tanggal 10 – 17 Agustus 2015. Tim melakukan observasi langsung pada lokasi-lokasi yang didapat dari literatur dan juga informasi masyarakat sekitar yang pernah melihat keberaadan bekantan dan menjadi habitat utamanya.

Gurdi, salah seorang warga suku Dayak benuaq yang tinggal di Desa Perigiq, Kecamatan Jempang, mengungkapkan saat dia menangkap ikan di daerah aliran sungai Ohong biasanya dia menjumpai sekitar 10 kelompok bekantan yang setiap kelompoknya berjumlah 30-50 ekor.

Dari hasil survey sementara hari pertama, Tim peneliti menemukan 4 titik perjumpaan langsung dengan kelompok bekantan dengan jumlah berkisar antara 10-25 ekor pada setiap kelompoknya.  Selain itu dijumpai 2 titik yang ditemukan feses (kotoran) bekantan di bawah pohon tidurnya. Pada umumnya bekantan di DAS Ohong menggunakan pohon dari jenis Rengas (Gluta rengas) sebagai pohon tidurnya. Pada hari berikutnya akan dilakukan penelusuran di daerah hilir Sungai Ohong dan pengambilan data terkait kondis habitat.

Kedepannya, kegiatan ini diharapkan menjadi titik tolak pelestarian bekantan di Kabupaten Kutai Barat dan Kalimantan pada umumnya, demi keberlangsungan populasi bekantan. (DAP)

Share Button

Konservasi Alam Itu Bukan “Membuang” Masyarakat, tetapi Libatkan Mereka

Ratusan rimbawan di seluruh Indonesia sejak Jumat (7/8/15) hingga Senin (10/8/15), berkumpul di wilayah paling barat Pulau Jawa, yakni di Taman Nasional Ujung Kulon. Mereka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional.

Kegiatan dihadiri Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ini membahas berbagai hal, mulai soal kebakaran hutan hingga perburuan satwa dan pencemaran lingkungan akibat limbah plastik. Tak ketinggalan diskusi soal konservasi.

Siti Nurbaya mengatakan, kondisi hutan di Indonesia memprihatinkan akibat alih fungsi, penebangan sampai kebakaran. Padahal, katanya, Indonesia, memiliki keragaman hayati kaya, 17% flora fauna dunia ada di sini.  Untuk itu, konservasi memegang peranan penting dalam menjaga keragaman hayati ini. “Mengelola hutan harus bijaksana.” Kerusakan hutan lindung, mangrove, perlu menjadi perhatian.

Dalam menjalankan konservasi, katanya,  harus memperhatikan kesejahteraan dan keadilan. “Harus ada introspeksi kita semua, bagaimana melaksanakan dan menjalankan konservasi yang sebenarnya,” katanya. Siti merujuk banyak terjadi di Indonesia, kala wilayah konservasi atau kawasan hutan,  masyarakat kesulitan mendapatkan akses. “Ini harus dilakukan dengan baik.”

Konservasi, sebenarnya tak hanya tanggung jawab KLHK, tetapi kementerian lain terkait termasuk masyarakat.

“Menjaga kekayaan dan sumberdaya alam genetik, sekaligus menjaga komitmen internasional yang didorong IUCN, sangat penting. Diharapkan dukungan semua pihak melalui kampanye. Kekayaan dan milik bersama untuk keseimbangan dan kemajuan bersama.”

Dia juga membahas bagaimana meningkatkan populasi satwa langka dan terancam di sejumlah kawasan taman nasional dan hutan lindung. Dia menargetkan, dalam lima tahun, diharapkan bisa menjaga karagaman hayati, dan mengembalikan populasi (peningkatan 10% ) 25 spesies terancam, seperti badak, gajah, orangutan, harimau dan lain-lain. Caranya, kata Siti, dengan memperbanyak kelompok penangkar yang konsen dan fokus pengembangbiakan.

 

“Harus ada peningkatan populasi oleh penangkar untuk mencapai target ini. Semua pihak mulai pengusaha hingga pendamping komunitas peningkatan konservasi harus mendukung ini.”

Taman nasional bermanfaat bagi warga  

Dia juga menyinggung keterlibatan pemerintah daerah, yang mempersiapkan taman nasional agar bermanfaat ekonomi bagi rakyat, salah satu melalui konsep ekowisata yang tidak merusak hutan. Untuk mendukung itu, jajaran KLHK harus reorientasi perencanaan. Konsepnya, membangun Indonesia dari wilayah pinggiran untuk mencapai kesejehteraan bangsa.

“Jaga ekosistem, jaga sumberdaya genetik agar tidak hilang. Taman nasional harus memberikan nilai ekonomi bagi warga. Itu pesan Presiden,” katanya.

Soal peningkatan ekonomi lingkungan, katanya, jika 1980-1990,  masih bersandar pada kayu, sekarang sudah tidak bisa lagi. Taman Nasional Ujung Kulon, TN Gunung Leuser, dan sejumlah taman nasional lain di Indonesia yang memiliki keindahan luar biasa, harus dimanfaatkan dan bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat sekitar. Hal ini, katanya, sudah dilakukan di Tangkahan, Langkat. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), menggunakan konsep peningkatan ekonomi masyarakat melalui ekowisata. Peluang ini,  harus terus dikembangkan karena sukses di sejumlah taman nasional.

Siti juga mengingatkan soal limbah plastik termasuk yang dibuang di taman nasional dan hutan lindung. Dia sudah meminta kepada pemerintah daerah mulai bupati hingga gubernur agar memberikan peringatan kepada supermarket dan hotel  mengurangi steoroform dan plastik. “Ini agar menekan limbah, termasuk  di kawasan hutan yang dibawa pengunjung.”

Kebakaran hutan

Dia juga menyinggung kebakaran hutan di sejumlah daerah. Pada Sabtu (8/8/15), ada tiga pesawat water bombing di Riau, dan Sumatera Selatan. Masing-masing satu pesawat modifikasi cuaca juga disiagakan. Khusus Riau, sudah hujan, karena ditabur 80 ton garam menggunakan pesawat.

Di Jambi, ditabur 30 ton garam, Kalimantan Barat akan dimulai pesawat modifikasi cuaca pada Selasa (11/8/15),. Kalimantan Tengah pekan kemarin darurat.

Jadi, katanya, daerah-daerah rawan seperti Riau, Sumsel, Jambi, Kalteng, Kalbar, terus dikontrol KLHK. “Setiap hari selalu ada laporan lalu diambil langkah-langkah penanggulangan.”

Menurut dia, September 2015, Lampung, Jawa, NTB, NTT dan Sulsel harus waspada dan menjadi fokus perhatian soal kebakaran hutan.

“Saya sudah dapatkan menu baru menggunakan bahan kimia Polly Sacarida, yang akan digunakan mematikan api sebagai alternatif jika air tidak ada sama sekali.”

Perkuat perangkat dan penegakan hukum

Sementara itu, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) meminta, pemerintah memperkuat perangkat dan penegakan hukum terkait konservasi sumner daya alam.

Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif ICEL mengatakan, saat ini keragaman hayati Indonesia kritis hingga mempengaruhi kehidupan ekosistem. Setidaknya, ada dua faktor utama penyebab kehancuran keragaman hayati Indonesia. Pertama, tekanan habitat melalui izin massif terkait lahan dan hutan. Kedua, kejahatan tanaman dan satwa liar tinggi melalui perdagangan dan perburuan ilegal.

Henri mengingatkan bahwa, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah preventif maupun kuratif mengatasi ini. Berbagai ketentuan mengenai izin usaha terkait lahan dan hutan, katanya,  harus diperkuat. “Khusus aspek perlindungan keragaman hayati dan lingkungan hidup,” katanya dalam rilis kepada media.

Menurut dia, paradigma perlindungan keragaman hayati yang lebih menekankan tanggungjawab negara harus digeser, terutama,  kepada pelaku usaha. “Pelaku usahalah yang banyak menguasai lahan dan hutan melalui berbagai izin yang diberikan pemerintah.”

Dia juga meminta, tim evaluasi perizinan besutan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menerjemahkan kondisi ini sekaligus me-review izin-izin yang masih berlaku untuk dikaji terhadap kewajiban perlindungan keragaman hayati.

Tim evaluasi, kata Henri,  harus mampu melihat akar persoalan lebih dalam, bukan hanya tuntutan pelaku usaha untuk mempermudah perizinan. “Hakekatnya izin untuk mempermudah pengawasan dan pedoman para pelaku usaha menjalankan kewajiban hukum melindungi lingkungan hidup dan keragaman hayati.”

Selain soal peraturan, katanya, penegakan hukum terhadap kejahatan tanaman dan satwa liar harus diperkuat karena selama ini belum memberikan efek jera. “Lemahnya penegakan hukum diindikasikan lemahnya pengungkapan kasus-kasus kejahatan yang belum menyentuh pelaku utama kejahatan. Tuntutan dan vonis juga minim bagi pelaku.”

Data ICEL sejak 2011, memperlihatkan, rata-rata penegak hukum hanya menuntut dan memvonis pelaku kejahatan di bawah satu tahun. “Ini sangat timpang sekali dibandingkan keuntungan sindikat yang menduduki peringkat kedua setelah kejahatan narkoba.”  Itupun, katanya, belum dihitung kerugian negara atas keragaman hayati hilang yang.

Untuk itu, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan perlu mendapatkan penyadaran tentang ini. Padahal, katanya, PBB telah menyetarakan kejahatan tanaman dan satwa liar dengan kejahatan narkoba dan perdagangan manusia.

Raynaldo G. Sembiring, peneliti ICEL mengatakan, pembaruan hukum terkait perlindungan keragaman hayati di Indonesia, lambat. Pemerintah dan DPR, katanya,  perlu segera mengagendakan pembahasan revisi UU 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. UU ini, dianggap usang justru luput dari pencermatan program legislasi nasional.

Sumber : klik di sini

Share Button

Tur Pesiar PELNI ke 7 Destinasi Eksotis

PT Pelni (Persero) menyuguhkan tur pesiar ke berbagai kepulauan eksotis di Nusantara. Dari Karimunjawa sampai Banda Neira, Anda bisa mengikuti tur di ‘hotel terapung’ ini dengan mendaftar dari sekarang.

PT Pelni (Persero) kembali menyelenggarakan tur pesiar ke sejumlah objek wisata bahari di Indonesia. Ada 7 destinasi yang akan disambangi ‘hotel terapung’ ini, dengan jadwal keberangkatan yang beragam sepanjang 2015.

Jadwal tur terdekat adalah Let’s Go Karimunjawa yang akan digelar 18-20 Juli 2015. Tur akan menggunakan KM Binaiya. Destinasi kedua adalah Kepulauan Anambas, yang akan digelar pada 19-23 Agustus 2015 menggunakan KM Bukit Raya. Dalam tur Anambas, traveler akan diajak menikmati Pulau Padang, Pulau Penjalin, Tarempa dan Tanjungpinang.

Destinasi berikutnya adalah Bunaken, Morotai, Wayag dan Misool di Kabupaten Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Di kawasan Bunaken traveler akan mengunjungi taman laut, Air Terjun Wayabula, Pulau Dodola, dan wisata sejarah Perang Dunia II sebelum lanjut ke Kepulauan Wayag dan Misool di Raja Ampat.

Tur tersebut akan digelar pada 29 Agustus-4 September 2015 menggunakan KM Tatamailau. Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara dan berakhir di Pelabuhan Sorong, Papua Barat.

Destinasi tur keempat adalah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Berangkat dari Balikpapan, traveler akan diajak mengunjungi banyak spot wisata antara lain Pulau Derawan, Pulau Kakaban, Pulau Sangalaki, dan Pulau Maratua. Traveler bisa ikut snorkeling, diving, bersepeda, fotografi, juga city tour. Tur menggunakan KM Binaiya ini akan digelar pada 6-10 September 2015.

Destinasi tur kelima adalah Takabonerate-Wakatobi. Traveler akan diajak berkeliling Pulau Latondu, Pulau Tarupa Kecil, Pulau Tinabo, Pulau Pasatallu, Pulau Jinato dan Pulau Rajuni. Menggunakan KM Tilongkabila, traveler akan berangkat dari Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar) dan berakhir di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tur ini akan digelar pada 12-20 September 2015.

Destinasi selanjutnya yang tak kalah menarik adalah Bunaken-Togean-Tomino dengan spot wisata Taman Laut Bunaken, Pulau Kadidiri, Pulau Malenge, Pulau Una-una dan Kabalutan. Traveler bisa snorkeling, diving, bersepeda dan fotografi serta city tour. Wisata dengan KM Sangiang ini akan diselenggarakan tanggal 20-23 September 2015, dengan titik start dari Pelabuhan Gorontalo.

Terakhir adalah Banda Naira dengan spot wisata Pulau Ai, Pulau Gunung Api, Pulau Sjahrir, Pulau Hatta, Pulau Keraka, Pulau Lontar dan Sonegat. Rute perjalanannya adalah dari Pelabuhan Ambon-Banda-Ambon. Traveler bisa melakukan berbagai aktivitas seperti snorkeling, diving, memancing, fotografi dan city tour. Wisata dengan KM Tatamailau ini akan digelar tanggal 10-13 November 2015.

Untuk informasi, reservasi dan lainnya bisa menghubungi 162 (nomor PELNI). Anda juga bisa email ke divisi.pemasaran@pelni162 atau infopelni162@pelni.co.id.

Sumber : klik di sini

Share Button

Kerusakan Hutan, Pangkal Semua Bencana di Indonesia

Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Mayarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mencatat bencana hidrometeorologis atau bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim merupakan hal yang paling sering terjadi di Indonesia.

Berdasarkan data LPPM sejak 1815 – 2014, hidrometeorologis mendominasi bencana di Indonesia hingga 90 persen. Baik jumlah kejadian maupun jumlah korban seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan, gelombang pasang, dan abrasi. Selebihnya, seperti gempa, tsunami, gunung meletus, serangan hama, hingga kecelakaan transportasi.

Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim, ITS Surabaya, Amien Widodo mengatakan, persiapan serta antisipasi bencana hidrometeorologi harus dilakukan sebelum bencana datang. Sehingga, dapat memperkecil jumlah korban maupun kerugian.

Amien mengatakan bencana hidrometeorologis disebabkan karena rusaknya hutan dan lingkungan, sehingga tidak ada cara lain mengatasinya selain memperbaiki hutan yang rusak. “Penyebabnya jelas, hutan digunduli. Padahal adanya hutan, air hujan yang turun dapat diserap dan masuk ke tanah. Perlahan, akan menjadi mata air,” ungkapnya, Kamis (6/8/15).

Menurut Amien, selama ini belum ada penyikapan serius dari pemerintah terkait bencana ini. Penanganannya responsif, saat peristiwa terjadi. Bahkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana cenderung kurang peduli.

Untuk itu, pemerintah perlu membuat kebijakan penyelamatan hutan dan lingkungan, guna mencegah terjadinya bencana di masa mendatang. “Keberadaan Undang-Undang Lingkungan Hidup belum mampu melindungi hutan dan lingkungan Indonesia dari perambahan liar. Karena, para penguasa dan pengambil kebijakan masih memiliki kepentingan pribadi.”

Rendahnya kesadaran masyarakat dan generasi muda akan lingkungan yang lestari dan terjaga juga menjadi sorotan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof. Joni Hermana. Menurutnya, edukasi mengenai bencana harus dilakukan agar generasi penerus bangsa menyadari pentingnya hutan dan menjaga lingkungan. “Perlu proses pendidikan agar masyarakat paham bahwa bukan bencananya yang berbahaya, tetapi perilaku kita yang mengundang bencana penyebabnya,” ujar Joni.

Potensi bencana

Direktur Pengurangan Resiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan, menyatakan upaya mengurangi resiko bencana telah disusun pemerintah melalui RPJMN 2015-2019. “Pelaksananya tidak hanya BNPB, tetapi semua kementerian dan lembaga terkait,” katanya.

Menurut Lilik, Indonesia termasuk negara dengan tingkat kebencanaan paling rawan di dunia. Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi 11.274 bencana di Indonesia. Dari bencana itu 193.240 orang meninggal dunia dengan kerugian negara mencapai Rp162,8 triliun.

BNPB juga mencatat lebih dari 205 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan bencana. Bahkan, untuk gempa bumi, 80 persen wilayah Indonesia merupakan kawasan rawan gempa. “Masyarakat harus beradaptasi. Pemerintah melalui BNPB sudah melakukan upaya penanggulangan bencana baik sebelum, saat terjadi, dan setelah kejadian,” imbuhnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, upaya menghindarkan penduduk dari daerah rawan bencana merupakan salah satu cara efektif yang bisa dilakukan. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang merata di luar Jawa akan sangat membantu menghambat terpusatnya penduduk di Pulau Jawa.

Bukan hanya itu, pemerataan infrastruktur juga penting untuk mengatasi masalah kekeringan. “Indonesia mempunyai potensi air di peringkat lima besar dunia. Tapi, mengapa kekurangan? Ini karena ketahanan air kita rendah dan hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.”

Saat ini, jumlah air di Pulau Jawa baru 1.200 meter kubik yang idealnya 1.600 meter kubik per tahun. “Thailand justru lebih baik, mereka sudah mencapai 1.600 meter kubik per tahun,” ujar Arie.

Sumber : klik di sini

Share Button