Kemenhut Kantongi Nama Perusahaan Pembakar Hutan

Kementerian Kehutanan telah mengantongi nama perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. “Datanya sudah ada, sekarang masih dalam proses konfirmasi supaya hasil yang keluar nanti jelas, tidak simpang siur,” kata juru bicara Kementerian Kehutanan, Eka Widodo Sugiri, Minggu, 6 September 2015.

Eka menolak untuk menyebut berapa jumlah dan nama-nama perusahaan yang diduga sebagai pembakar hutan. Namun yang jelas, kata dia, pihaknya akan memberikan sanksi tegas pada perusahaan pelaku pembakaran, termasuk pencabutan izin pengelolaan hutan.

Menurut Eka, kebakaran lahan yang menimbulkan asap 99 persen disebabkan perilaku manusia. Sisanya 1 persen disebabkan cuaca yang ekstrem serta kondisi lahan yang mudah terbakar. Karena itu Kementerian Kehutanan yakin kebakaran lahan memang disengaja. “Kebakaran ada, pasti ada pelakunya,” kata Eka.

Selain mencari pelaku pembakaran, Kementerian Kehutanan juga tengah bekerja untuk menangani kabut asap sebagai dampak pembakaran hutan. Presiden Jokowi, kata Eka, telah memerintahkan tiga hal, yakni padamkan, cegah, dan menyiapkan formula supaya kasus serupa tidak terulang lagi. “Prinsipnya, kami melaksanakan perintah presiden,” kata Eka.

Presiden Joko Widodo meminta Kapolri untuk menindak tegas pelaku pembakar hutan dan lahan. “Kapolri diminta untuk menindak tegas-setegasnya dan sekeras-kerasnya kepada pihak yang tidak patuh,” kata Jokowi. Seharusnya, kata Jokowi, seluruh pemangku kepentingan dapat melakukan pencegahan dini. Tujuannya untuk menekan kerusakan hutan dan lahan serta menekan kabut asap. Caranya dengan menggerakan orang untuk mengontrol setiap potensi kebakaran. “Karena sebetulnya mereka (pelaku) tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Macan Tutul yang Kawin Tertangkap Kamera di Gunung Malabar

Sebanyak tujuh ekor macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) tertangkap kamera yang dipasang di Gunung Malabar, Kabupaten Bandung.

Video rekaman dan gambar foto macan tutul tersebut baru-baru ini dipublikasikan Conservation International di Internet. Istimewanya, kamera berhasil merekam sepasang macan tutul yang sedang kawin.

Manajer program Conservation International Anton Ario mengatakan rekaman gambar macan tutul sedang kawin di alam liar itu merupakan rekaman langka. Sepasang macan tersebut terekam kamera pada musim kawin, tepatnya 20 November 2014. “Pasang kameranya sejak akhir 2013, baru dapat gambarnya 2014,” kata Anton saat dihubungi Tempo, Selasa, 8 September 2015.

Publikasi ketujuh macan tutul itu dilakukan setelah lembaga tersebut menyelesaikan laporan hasil pemantauan 2014 lewat 12 pasang kamera video dan foto inframerah.

Sepanjang tahun itu, kata Anton, di kawasan hutan lindung gunung di selatan Bandung setinggi 2.343 meter dari permukaan laut tersebut teridentifikasi tiga ekor jantan dan empat ekor betina. “Semuanya terlihat sehat, badannya berisi, usia umumnya lebih dari 10 tahun,” ujarnya.

Identifikasi per individu macan tersebut dilihat dari corak tutulnya. Perbedaan tutul itu, kata Anton, seperti sidik jari pada manusia. Keberadaan mereka pada ketinggian sekitar 1.000-2.000 meter dari permukaan laut di lereng gunung tersebut. “Daya jelajahnya per ekor sekitar 8 kilometer persegi,” ujarnya.

Selain macan tutul, kamera juga mendapatkan gambar satwa-satwa mangsanya, seperti kijang, celeng atau babi hutan, dan kancil. “Mangsa utamanya ketiga jenis itu, masih banyak di Malabar,” ujarnya. Mangsa lainnya seperti musang dan mamalia kecil lainnya.

Program pemantauan macan tutul di Gunung Malabar itu merupakan kerja sama Conservation International dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perhutani, Yayasan Owa Jawa.

Kini pemantauan macan tutul di Gunung Malabar, seperti yang dilakukan di Gunung Gede dan Halimun-Salak, masih berlangsung. “Targetnya mendapat gambar anakan macan tutul. Selama ini belum pernah terlihat,” ujarnya.

Dari hasil temuan itu, lembaga konservasi tersebut berharap Perhutani sebagai pengelola kawasan meningkatkan konservasi hutan dan habitatnya.

Misalnya, kata Anton, dengan mempertahankan utuh hutan lindung dan tidak mengurangi habitat dengan pembukaan lahan. “Kalau Malabar hutannya rusak, jangan aneh terjadi konflik macan dengan manusia,” ujarnya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Pelantikan Pejabat Eselon IV Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Daftar Pelantikan Pejabat Eselon IV Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut :

Es_4.pdf

Share Button

BLI Menjadi Baseline Semua Kebijakan

“Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi KLHK diharapkan menjadi baseline semua kebijakan,”ujar Dr. Henry Bastaman, Kepala Badaan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi (BLI), dalam pembinaan pegawai Balitek KSDA pada Kamis, 3 September 2015.

Pernyataan ini merupakan sebuah harapan besar untuk dapat mendukung kebijakan KLHK menjadi lebih baik. Kegiatan pembinaan yang dilakukan di Aula Balitek KSDA Samboja, dihadiri oleh pejabat struktural, fungsional umum, peneliti, teknisi litkayasa serta seluruh pegawai di lingkup Balitek KSDA. Pada kesempatan ini Kabadan didampingi oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Ir. Djohan Utama Perbatasari, M.M., Ir. Agus Tampubolon, M.Sc. dan staf.

“Perubahan Iklim masih menjadi isu yang harus diselesaikan oleh Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi dalam waktu dekat. Tidak hanya kegiatan penelitian dan pengembangan, inovasi harus benar-benar dibuktikan peneliti-peneliti BLI untuk menjawab persoalan-persolan tersebut,” ungkap Henry.

Menurut Henry, peningkatan kapasitas BLI diharapkan dapat memunculkan sektor-sektor unggulan dalam inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan.

Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, M.Si., dalam pengantarnya menyatakan bahwa pengembangan SDM Balitek KSDA akan terus dilakukan. “Peneliti diharapkan dapat melanjutkan studi setinggi-tingginya agar keilmuannya dapat lebih mendukung visi dan misi BLI kedepannya,” ujar Gadang.

Selain itu, Kabalai juga menegaskan pentingnya integritas. “Kita sebagai unsur penting dalam sebuah institusi hendaknya menjadi bagian dari penyelesaian masalah-masalah institusi,” tandasnya.

Dalam sesi diskusi, terungkap bahwa penelitian, pengembangan dan inovasi merupakan satu kesatuan (built in). Ketiga unsur tersebut saling terikat dan tidak boleh terkotak-kotak. Penguatan UPT daerah dalam konteks “kesempatan”, baik bagi peneliti maupun teknisi, mendapatkan peluang kerjasama untuk membangun sebuah sistem yang saling mensuport antara pusat dan daerah perlu ditingkatkan. Selain itu, diperlukan pengelolaan jaringan informasi dan komunikasi UPT yang terkoneksi ke pusat untuk memudahkan dalam pengelolaannya.

Usai pembinaan di Aula Balitek KSDA, kegiatan dilanjutkan dengan menanam Shorea Leprosula, Alstonia iwahigensis, Shorea Balangeran,Drobalanops lanceolata dan Shorea Macrophylla di depan Plot Ulin Kade Sidiyasa dan dilanjutkan dengan kunjungan ke Rintis Wartono Kadri. Kabadan Henry Bastaman mengabadikan hutan, pohon Bangkirai dan tajuk pohon lewat lensanya sebagai kenang-kenangan di Balitek KSDA Samboja.

Usai berkegiatan di lapangan, Kabadan juga berkesempatan melihat koleksi spesimen herbarium di Herbarium Wanariset Samboja sekaligus mengakhiri kunjungannya dan melanjutkan perjalanan ke Samarinda.***ADS

Share Button

Intended Nationally Determined Contribution (INDC) INDONESIA

Seperti diberitakan dalam media, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) didampingi oleh Utusan Khusus Presiden dan Ketua Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan lklim telah menyerahkan draft final Intended Nationally Determined Contribution (INDC) Indonesia ke Presiden Joko Widodo pada tanggal 31 Agustus 2015
Selengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini :
 Sumber : dephut.go.id
Share Button

Dialog Perubahan Iklim Terkait Dokumen INDC Indonesia Jelang COP 21

Dialog Perubahan Iklim tentang penjelasan mengenai Dokumen INDC Indonesia digelar, Rabu (2/9) di Taman Hutan Gedung Manggala Wanabakti Kementerian LHK. Hadir sebagai pembicara Menteri LHK Siti Nurbaya, Utusan Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, Ketua Dewan Pengarah Penanganan Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja. Sedangkan Pendiri Yayasan Perspektif Baru (YPB) Wimar Witoelar sebagai fasilitator.

Dalam diskusi tersebut dijelaskan mengenai dokumen Intended Nationally Determined Contribution (INDC) Indonesia yang merupakan kontribusi yang diniatkan dan ditetapkan Indonesia dalam menargetkan pembangunan masa depan rendah karbon dengan fokus pada sektor pangan, energi, dan sumber daya air, serta memperhatikan karakter Indonesia sebagai negara kepulauan. INDC Indonesia memiliki kekhasan dengan menjadikan masyarakat adat sebagai faktor penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Dokumen INDC tersebut disusun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bersama Dewan Pengarah Penanganan Perubahan Iklim dengan melibatkan seluruh kementerian yang terkait dan para stakeholders.

Dokumen INDC telah diterima oleh Presiden Jokowi pada Senin 31 Agustus 2015,saat menerima Menteri LHK Siti Nurbaya, Utusan Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, dan Ketua Dewan Pengarah Penanganan Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja.
Presiden menginginkan Indonesia sebagai negara kepulauan itu memiliki karakter, kekhasan. Karena itu, message apa yang akan disampaikan di dalam forum itu supaya kita tidak hanya sekedar mengikuti apa yang menjadi kemauan dunia”.

Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam penanganan isu perubahan iklim global karena posisi geografis dan hamparan hutan tropis. “Indonesia memandang upaya-upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim berbasis lahan dan berbasis lautan sebagai satu strategi terpadu menuju ketahanan nasional di bidang pangan, energi, dan sumber daya air sesuai prinsip Wawasan Nusantara,” kata Siti Nurbaya.

Sarwono Kusumaatmadja mengatakan “INDC Indonesia telah diterima dan didukung sepenuhnya oleh presiden Joko Widodo. Hal yang ditonjolkan adalah Indonesia menjadikan adaptasi perubahan iklim sebagai isu kunci yang mendesak untuk ditangani. “Sasaran adaptasi Indonesia adalah memelihara ekonomi nasional yang kuat, menjamin ketahanan pangan, melindungi kesejahteraan rakyat, dan sektor yang terpapar dampak perubahan iklim,” kata Sarwono.

Menurut Rachmat Witoelar, pengajuan INDC oleh masing-masing negara sangat penting dalam konferensi perubahan iklim atau COP 21 Paris. Berdasarkan INDC tersebut akan diambil suatu kesepakatan global yang harus dilaksanakan secara konsekuen oleh masing-masing negara. “Ini untuk menjawab tantangan agar suhu dunia tidak meningkat melebihi dua derajat,” kata Rachmat.

Wimar Witoelar mengatakan perubahan iklim tidak bisa dihindari pasti akan terjadi, setiap negara harus mempersiapkan langkah, memperkecil dampaknya, bahkan mencuri langkahnya untuk meningkatkan kehidupan. Untuk ini Dewan Pengarah Penanganan Perubahan Iklim yang dipimpun Sarwono Kusumaatmadja melakukan dialog intensif selama beberapa minggu yang kemudian telah diserahkan kepada Presiden Jokowi. INDC ini akan menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yg memiliki kekhasan sendiri sebagai negara kepulauan, multi ragam budaya dengan tulang punggung masyarakat adat yg kuat semua ini membangun resiliance iklim terutama dalam bidang pangan, air, energi. Diharapkan pada COP21 di paris, Indonesia akan tampil berkarakter dan menyumbangkan gagasan khusus untuk membangun penyelamatan bumi dari becana perubahan iklim
Konferensi internasional mengenai perubahan iklim di bawah naungan PBB atau The Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dikenal dengan sebutan COP akan digelar di Paris, Perancis pada 30 November – 11 Desember 2015.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan “Indonesia akan menyerahkan INDC ke Sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada pekan kedua September 2015. Penyerahan INDC tersebut sebagai langkah Indonesia ikut serta dalam upaya global mengatasi perubahan iklim dalam pertemuan COP 21 di Paris”, kata Siti.

COP tersebut akan diikuti 195 negara anggota dan dipandang sebagai salah satu peluang terakhir dari kesepakatan global untuk memerangi perubahan iklim dengan mengarah pada kesepakatan universal dan mengikat untuk menjaga pemanasan global tidak melebih 2 °C.

sumber : forda-mof.org

Share Button