Pelaksanaan Penilaian SLHD Kabupaten/Kota Tahun 2015 Di Tingkat Provinsi dan Pembentukan Tim Penilai

Dalam rangka  meningkatkan ketersediaan, validitas data dan ketajaman analisis, serta mendukung koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka dilakukan pelaksanaan penilaian Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Tahun 2015. Dalam pelaksanaannya, penilaian SLHD masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu adanya perbedaan mekanisme penilaian antara penilaian SLHD Provinsi dan SLHD Kabupaten/Kota. Penilaian SLHD Provinsi dilaksanakan 1 (satu) tahap di tingkat nasional, sedangkan Penilaian SLHD Kabupaten /Kota dilaksanakan 2 (dua) tahap yaitu di tingkat provinsi dan nasional.

Proses penilaian   SLHD Kabupaten/Kota Tahun 2015 di tingkat provinsi dilaksanakan dengan menggunakan Pedoman Penilaian SLHD Tahun 2013 (terlampir). Aplikasi Penilaian SLHD Kabupaten/Kota  Tahun 2015 masih menggunakan file excel yang merupakan pengembangan dari Aplikasi Penilaian SLHD Tahun 2103 dengan beberapa penyesuaian untuk mengakomodir Pedoman Penyusunan SLHD Tahun 2014.

Untuk dapat melaksanakan penilaian, silahkan unduh  Pedoman Penilaian dan Aplikasi Penilaian SLHD berikut ini.

1. Pedoman Penilaian SLHD

2. Aplikasi Penilaian SLHD

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No : SK.237/Menlhk/Setjen/OTL.0/3/2016 tentang Pembentukan Tim Penilai Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD)

Selengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini :

SK_TIM_SLHD_2016

Sumber : Menlhk.go.id

Share Button

Najag, Badak Sumatera yang Ditemukan di Kutai Barat Mati

Najag, badak Sumatera yang ditemukan di Kutai Barat, Kalimantan Timur tidak bisa diselamatkan. Badak itu mati setelah mengalami luka karena terjerat tali. Tim dokter sudah mencoba mengobati Najag.

Dalam siaran pers yang Kementerian LHK, Selasa (5/4/2016) tim dokter hewan (drh.) gabungan dari Kementerian LHK, TSI, YABI, IPB dan WWF menduga kematian Najag akibat infeksi berat disebabkan luka parah pada kaki kirinya akibat jerat tali.

Badak yang diperkirakan berumur 10 tahun itu diperkirakan terjerat sejak September 2015, dan ketika berhasil ditangkap tali jerat sudah putus namun tali yang tersisa sudah masuk sangat dalam ke dalam kulit badak. Kepastian penyebab kematian Najaq akan diketahui setelah pemeriksaan post mortem (autopsi).

Najaq pernah tertangkap kamera jebak pada akhir Oktober 2015 dengan jerat tali pada kaki kiri belakangnya. Sejak saat itu, Najaq diusahakan untuk ditangkap agar dapat dilepaskan jerat talinya dan diberi pengobatan.

Baru pada 12 Maret 2016, Najaq berhasil ditangkap dan langsung diberikan pengobatan untuk lukanya dengan antibiotik dan anti bengkak serta vitamin oleh tim dokter hewan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Taman Safari Indonesia (TSI), Yayasan Badak Indonesia (YABI), IPB dan WWF.

Upaya pengobatan di atas juga didukung dan dikonsultasikan dengan para ahli Badak internasional (Australia Zoo, Tarongga Zoo-Australia, Cornell University-USA). Kondisi badak dilaporkan mulai membaik yang diindikasikan dengan makan cukup banyak, namun diprediksi masih ada infeksi di kaki nya (luka dalam).

Beberapa hari terakhir, kondisi kesehatan Najaq diketahui menurun dan akhirnya mati. Kematian ini diduga karena adanya infeksi berat yang bersumber dari luka jerat di kaki kiri. Setelah pemeriksaan post mortem, Badak yang mati akan diawetkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

“Pengobatan yang diberikan oleh Tim dokter hewan sempat direspons positif. Namun demikian, memang luka yang dialami pada kaki kirinya parah dan menyebabkan infeksi,” ujar drh. Muhammad Agil, salah satu personil Tim gabungan Penyelamatan Badak Sumatera di Kab. Kutai Barat.

Sementara menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Tachrir Fathoni, kematian badak Sumatera Najag sesungguhnya menunjukkan bahwa populasi badak sumatera di Kalimantan ada, yang selama ini keberadaannya dianggap tidak ada.

“Untuk itu, KLHK akan terus melanjutkan upaya perlindungan badak sumatera yang ada di Kutai Barat Kalimantan Timur,” tegas Tachrir.

Sementara menurut CEO WWF Indonesia Efransjah, kemarian Najag merupakan pelajaran berharga bahwa menyelamatkan satu badak saja sangat sulit, dan perlu dukungan ahli dan sumber daya yang intensif.

Sumber berita

Share Button

Kumpulan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015

Terlampir Kumpulan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015

Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut :

1. P.1/Menhut-II/2015

7. P.7/Menlhk-II/2015

8. P.8/Menlhk-II/2015

9. P.9/Menlhk-II/2015

12. P.12/Menlhk-II/2015

13. P.13/Menlhk-II/2015

14. P.14/Menlhk-II/2015

15. P.15/Menlhk-II/2015

16. P.16/Menlhk-II/2015

17. P.17/Menlhk-II/2015

18. P.18/Menlhk-II/2015

19. P.19/Menlhk-II/2015

20. P.20/Menlhk-II/2015

21. P.21/Menlhk-II/2015

22. P.22/Menlhk-II/2015

23. P.23/Menlhk-II/2015

24. P.24/Menlhk-II/2015

25. P.25/Menlhk-Setjen/2015

26. P.26/Menlhk-II/2015

27. P.27/Menlhk-Setjen/2015

28. P.28/Menlhk-Setjen/2015

29. P.29/Menlhk-Setjen/2015

30. P.30/Menlhk-Setjen/2015

31. P.31/Menlhk-II/2015

32. P.32/Menlhk-Setjen/2015

33. P.33/Menlhk-Setjen/2015

35. P.35/Menlhk-Setjen/2015

36. P.36/Menlhk-Setjen/2015

37. P.37/Menlhk-Setjen/2015

38. P.38/Menlhk-Setjen/2015

39. P.39/Menlhk-Setjen/2015

40. P.40/Menlhk-II/2015

47. P.47/Menlhk-Setjen/2015

58. P.58/Menlhk-Setjen/2015

59. P.59/Menlhk-Setjen/2015

62. P.62/Menlhk-Setjen/2015

65. P.65/Menlhk-Setjen/2015

66. P.66/Menlhk-Setjen/2015

67. P.67/Menlhk-Setjen/2015

68. P.68/Menlhk-Setjen/2015

69. P.69/Menlhk-Setjen/2015

73. P.73/Menlhk-Setjen/2015

74. P.74/Menlhk-Setjen/2015

76. P.76/Menlhk-Setjen/2015

77. P.77/Menlhk-Setjen/2015

83. P.83/Menlhk-Setjen/2015

Sumber : menlhk.go.id

Share Button

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016

Kumpulan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016

Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut :

  1. P.1/Menlhk/Setjen/PHPL.1/1/2016
  2. SE.2/Menlhk/Setjen/Kum.4/2/2016
  3. P.3/Menlhk/PSKL/Set-1/1/2016
  4. P.5/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  5. P.6/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  6. P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  7. P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  8. P.10/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  9. P.11/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  10. P.12/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  11. P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  12. P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  13. P.15/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  14. P.16/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  15. P.17/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  16. P.18/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  17. P.19/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  18. P.20/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  19. P.21/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  20. P.22/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  21. P.23/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  22. P.24/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  23. P.25/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016
  24. P.26/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016

Sumber : menlhk.go.id

Share Button

Mulai 1 April, Pegusulan Akreditasi Jurnal Ilmiah harus Berbasis Elektronik

Mulai 1 April, proses pengajuan akreditasi jurnal (terbitan berkala) ilmiah di Indonesia harus dilakukan secara elektronik. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Lukman, ST., M.Hum.,  Sekretaris Tim Perumus Akreditasi Jurnal Dikti dan LIPI, saat menjadi narasumber pada acara pembahasan Publikasi Badan Litbang dan Inovasi di Hotel Sahira-Bogor, Kamis (31/03).

“Mulai tanggal 01 April 2016, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Direktorat Pengelolaan Kekayaan Intelektual hanya menerima dan memproses usulan akreditasi jurnal (terbitan berkala) ilmiah nasional yang telah dikelola secara elektronik, sehingga proses penilaian akan lebih cepat, akurat dan transparan,” kata Lukman.

Lukman menyatakan bahwa perubahan proses pengajuan akreditasi ini akan mempercepat proses pelaksanaan akreditasi sekaligus memperbaiki mutu proses akreditasi. Selain itu, diharapkan akan muncul lebih banyak terbitan berkala nasional dengan kualitas baik dan dapat didorong untuk menjadi terbitan berkala internasional.

“Dengan sistem elektronik tersebut proses pengindeksan dan dampak ilmiah atau sitasi suatu tulisan akan diketahui dengan cepat, sehingga manfaat dari suatu Karya Tulis Ilmiah (KTI) dapat diketahui segera,” ungkap Lukman.

Lukman menyatakan bahwa perkembangan jurnal ilmiah di Indonesia yang terindeks di Directory of Open Access Journal (DOAJ) meningkat. Pada Tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat 14 dan Tahun 2016 (sampai dengan Maret) telah menduduki peringkat 12.

“Harapannya, dua tahun ke depan kita dibawah Spain atau peringkat kelima. Step pertama semua jurnal terindeks di DOAJ,” kata Lukman.

“Di lingkup BLI sendiri sudah ada jurnal yang terindeks di DOAJ, yaitu Jurnal Wallacea. Sedangkan Indonesian Jurnal of Forestry Research (IJFR) sedang menuju kesana. Step by step proses tersebut sebaiknya dishare ke yang lain sehingga bisa mengikuti,” tambahnya.

Menurut Lukman trend jurnal ilmiah elektronik (electronic Journal/e-journal) di Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada Tanggal 15 Nopember 2015 berjumlah 9.840 buah dan pada Tanggal 15 Januari 2016 menjadi 11.480 buah atau meningkat 1.2% (1.640 buah).

“Saya harapkan setelah Bapak Ibu tahu jalannya maka akan mengurus akreditasi jurnal. Pengelolaan e-journal mudah tetapi jangan salah dalam pengelolaan. Perlu komitmen untuk mengelola ini,” tegas Lukman.

Untuk simulasi dalam pengajuan akreditasi jurnal secara elektronik, peserta dianjurkan untuk melakukan simulasi pada aplikasi Akreditasi Jurnal Nasional (Arjuna) yaitu sistem akreditasi berbasis elektronik yang dapat diakses di http://arjuna.dikti.go.id

“Silahkan menggunakan simulasi tersebut. Apabila diulang-ulang dan nilai selalu diatas 70, nekat silahkan untuk diajukan. Memberi nilai kita harus PD (Percaya Diri). Lebih baik ke atas untuk diajukan. Jangan sampai low profil karena nilai evaluasi tidak akan diatur lagi,”kata Lukman.

Selain itu, Lukman juga memberikan beberapa tips untuk proses pengajuan akreditasi jurnal elektronik, antara lain: 1). Pemberian nama jurnal harus diperhatikan, sebaiknya spesifik pada bidang atau topiknya serta hindari nama yang berbau instansi; 2). Ketersedian naskah merupakan faktor penting dalam akreditasi jurnal. Untuk jurnal yang belum terakreditasi dapat dilakukan dengan kolaborasi beberapa UPT atau meminta professor peneliti untuk menyumbang naskah. Sedangkan jurnal yang sudah terakreditasi atau tahap renewer (pembaharuan) dapat dilakukan dengan konferensi dan memilih naskah yang baik untuk dimuat dalam jurnal tersebut.

Setuju dengan hal tersebut, Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc, Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan (EDP) menyatakan cadangan naskah sangat penting untuk keberlanjutan jurnal. Siasatnya bisa melakukan konferensi seperti yang dilakukan dalam pengelolaan IJFR dengan kegiatan International Conference of Indonesia Forestry Researches (INAFOR) ataupun kolaborasi beberapa balai dalam pengelolaan Jurnal Wallacea.

“Hari ini hari terakhir pengajuan akreditasi jurnal ilmiah secara offline. Besok sudah harus mulai menggunakan sistem akreditasi secara online atau Arjuna. Teknologi itu suatu keniscayaan,” kata Nugroho.

Menurut Nugroho adanya kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar terhadap sistem pengelolaan terbitan berkala sampai penentuan indeks sitasi dan pengukuran dampak ilmiah suatu artikel. Oleh karena itu, diharapkan renewer atau perubahan tersebut terus diikuti dan tidak dihindari.

“Arjuna lebih menguasai dalam pengelolaan jurnal. Dewan redaksi jadi paham bahwa penilaiannya sangat mempengaruhi akreditasi jurnal, karena kualitas tulisan yang bagus akan berpengaruh pada penilaian, sehingga dewan redaksi tidak terlalu persuasif atau longgar,” ungkap Nugroho.

Nugroho berharap bahwa kegiatan pembahasan ini merupakan modal awal dalam pengelolaan e-journal di BLI. Peserta diharapkan saling berbagi ilmu dan membantu menuju pengelolaan jurnal ilmiah yang terakreditasi dan bereputasi.

Learning by doing. Kita harus confident karena banyak temen yang akan membantu. Learning by doing,”tegas Nugroho saat menutup acara. ***THS

 

 

Share Button

Tingkatkan Skill Pengelolaan Jurnal Ilmiah, BLI Adakan Workshop E-Journal

”Dalam menghadapi era baru, kita harus merubah mindset serta harus meningkatkan pemahaman serta skill kita,”kata Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc selaku wakil Sekretaris Badan Litbang dan Inovasi (Sekbadan) saat memberikan sambutan pada acara workshop e-journal di Ruang Rapat Sudiarto, Kampus BLI, Gunung Batu-Bogor, 29-30 Maret 2016.

“Kami harap kita siap, 1 April kita sudah masuk e-journal. Suka atau tidak suka kita sudah mengalami revolusi dan jangan dibandingkan dengan yang dulu, karena sudah berubah. Sudah comfortable  dengan DIKTI sehingga dosen bisa kirim Karya Tulis Ilmiah (KTI) ke kita atau sebaliknya,”kata Nugroho.

Disadari bahwa adanya Peraturan Kepala LIPI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Akreditasi Jurnal Ilmiah, yang menyatakan bahwa salah satu unsur penilaian akreditasi adalah pengelolaan jurnal ilmiah harus dilakukan secara online atau elektronik. Peraturan tersebut akan mulai diberlakukan secara nasional per 1 April 2016.

Adanya peraturan tersebut, secara tidak langsung telah memaksa pengelolaan jurnal, yang semula dilakukan secara manual berubah menjadi elektronik, dimana seluruh proses pengelolaan jurnal dilaksanakan online mulai dari proses penerimaan, review, editing, sampai ke penerbitan naskah final.

“Kita tidak akan menerima KTI dalam bentuk hardcopy. Kita sudah buat edaran ke peneliti. Tidak ada alasan lagi peneliti tidak bisa internet. Sangat fundamental untuk mempublikasikan karyanya menggunakan tools. Itu sederhana tapi mendasar,”tegas Nugroho.

Nugroho menyatakan bahwa sebetulnya proses sosialisasi dan ujicoba implementasi e-journal kepada para pihak terkait yang terlibat dalam proses penerbitan jurnal terutama kepada dewan redaksi, mitra bestari dan sekretariat redaksi pengelola jurnal, telah dilaksanakan sejak 2014 yaitu pada Oktober 2014 dan September 2015. Beberapa Satker juga telah melakukan sosialisasi internal beberapa kali.

Selain itu, pada Tahun 2014, BLI juga telah mengembangkan Portal Publikasi Badan Litbang Portal Publikasi Badan Litbang dan Inovasi dengan alamat: www.ejournal.forda-mof.org. Sampai dengan Tahun 2016, dalam portal tersebut ditampilkan 15 link terbitan berkala ilmiah/jurnal yang ada di BLI. Sedangkan satu jurnal BLI mempunyai website sendiri dan tidak tergabung dalam Portal Publikasi (Jurnal Wallacea).

“Kita canangkan maksud pertemuan ini, mempersiapkan pengelola jurnal dalam era e-journal,” tegasnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam workshop tersebut menghadirkan narasumber sekaligus pemandu dari LIPI, Deden Sumirat, M.Kom., Pengembang dan Pengelola e-journal LIPI yang akan memberikan materi implementasi e-journal dan praktek Open Journal System (OJS)

“Ojeg saja sudah online masak kita belum online. Mari bersama-sama kita lakukan dan implementasikan teknologi ini untuk perkembangan. Teknologi harus mengerti kita,”kata Deden Sumirat, M. Kom.

Deden mengingatkan bahwa jurnal online berbeda dengan e-journal. Jurnal online belum tentu e-journal tetapi kalau e-journal pasti jurnal online. Dalam e-journal semua tahap-tahan dalam prosesnya dilakukan secara online, baik call for paper, editorial maupun submission. Sedangkan jurnalonline hanya dipublish online dan bisa didownload.

“Adanya e-journal bertujuan untuk mendapatkan sintasi yang banyak, baik nasional maupun dunia. Selain itu dapat indeks internasional. Dengan e-journal, akses meningkat, kualitas terangkat dan lebih ekonomis dalam hal pencetakan,”kata Deden.

Workshop selama dua hari ini lebih banyak dilakukan secara praktek dan dimulai dari hal-hal yang praktis. Dengan harapan agar diketahui kesulitan atau permasalahan yang ada. Selain itu, workshop ini tidak hanya mengundang UPT yang sudah mempunyai jurnal, tetapi juga UPT yang belum punya atau baru proses pengajuan jurnal, untuk bisa melayani atau fasilitator peneliti  menyampaikan KTI pada jurnal BLI.

Pada akhir sambutan, Nugroho membacakan beberapa harapan dari Sekbadan sebagai tindak lanjut acara ini, antara lain: 1). Peserta dapat mempergunakan pemahaman dan sklill yang diterima untuk memenuhi persyaratan akreditasi; 2). Semua pihak baik dewan redaksi, mitra bestari, sekretariat dan penulis dapat mengimplementasikan portal e-journal publikasi Badan Litbang dan Inovasi yang telah dibangun. 3). Pengelola dapat meningkatkan indeksasi publikasi lingkup BLI oleh lembaga pengindek di tingkat nasional maupun internasional. ***THS

Share Button