“Lampu Kuning untuk Si Kuning?” tema utama Majalah Swara Samboja

Salam Konservasi,

“Lampu Kuning untuk Si Kuning?” menjadi tema utama Majalah Swara Samboja Vol VI/No. 2/Th 2017. Noorcahyati salah satu peneliti yang berkecimpung dalam penelitian tumbuhan berkhasiat obat mengajak kita mengenal akar kuning, mendalami potensi dan juga menelusuri keberadaannya di alam. Ketiga jenis akar kuning yang dibahas yakni Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr., Fibraurea tinctoria Lour., dan Arcangelisia flava (L.) Merr.

Selanjutnya Noorcahyati masih mengupas tentang morfologi dan habitat akar kuning dalam tulisan berjudul  “Menanti Upaya Konservasi Anggur Kuning” untuk melengkapi tema kita kali ini.

Pada rubrik artikel, tim peneliti Balitek KSDA telah melakukan pendokumentasian pengetahuan tumbuhan obat pada masyarakat Dayaq Benuaq, Dayak Meratus bahwa kotep memiliki khasiat obat. Khasiat apa saja yang dapat disembuhkan dengan kotep? Anda dapat membaca secara lengkap dalam tulisan Septina Asih Widuri yang membahas “Kotep (Melicope glabra): Etnofarmaka Kaliamantan yang Belum Termanfaatkan”.

Ardiyanto W. Nugroho selanjutnya akan membahas apa itu biochar dan potensi biochar. Naskah selengkapnya dapat anda baca pada tulisannya yang berjudul  “Mengenal Biochar dan Potensinya untuk Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Batubara”.

Menutup  artikel edisi ini Adi Susilo peneliti dari Puslit Hutan akan menceriterakan “Rimbo Larangan Nagari Paru: Potret Perjuangan Masyarakat Sijunjung, Sumatera Barat dalam Melestarikan Hutan”.

Pada rubrik klik dapat kita simak buah akar kuning yang didokumentasikan di depan Trek Wartono Kadri.

Pada kesempatan ini Swara Samboja mengetengahkan profil ahli Herpetofauna di Indonesia, Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi, yang akan berbagi pengalaman selama menekuni penelitian di bidang herpetofauna dan akan mengajak kita menelusuri tantangan dalam dunia herpetology Indonesia.

Rubrik Lintas peristiwa kali ini menyajikan kegiatan Balitek KSDA antara lain “Presstour BLI di Pusat Penelitian Orangutan Samboja”, Launching buku “Generic Names of Plant Species Stored at Herbarium Wanariset” dan “Kunjungan Charlie D. Heatubun (Ahli Palem Indonesia) di Herbarium Wanariset”. Selamat membaca!

Download majalah di sini

Share Button

Mencegah Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar Buaya Muara

Balitek KSDA (Kenangan, 4/1/2018)_Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) bekerjasama dengan PT ITCI Kartika Utama, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur dan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) melakukan sosialisasi penanganan konflik antara manusia dan satwa liar buaya di Kenangan PT ITCI Kartika Utama (PT ITCI KU) (18/12/2017).

Pada Oktober 2017, terdapat laporan kejadian manusia dimakan Buaya Muara di kawasan Teluk Balikpapan. Tepatnya di antara desa Pantai Lango dengan desa Mentawir. Hal inilah yang mendorong diadakannya kegiatan sosialisasi tersebut.

Selain dihadiri staf BKSDA KALTIM dan BP2TKSDA, kegiatan sosialisasi ini dihadiri oleh perwakilan desa di sekitar PT ITCI KU yaitu desa Telemow, Kelurahan Pemaluan, Kelurahan Maridan, dan Desa Binuang.

Sosialisasi ini dilakukan karena adanya fakta bahwa akhir-akhir ini di wilayah sekitar Teluk Balikpapan telah terjadi konflik antara  manusia dan satwa liar buaya muara. Hal tersebut disebabkan oleh  persaingan atau perebutan ruang antara buaya dan manusia, perebutan pakan, dan pertumbuhan populasi manusia yang cepat, kata Dr Ishak Yassir. Hal ini dibenarkan oleh Leo Husker, seorang pemerhati satwa liar asal Belanda yang juga berkesempatan hadir dalam acara tersebut.

Kawasan Teluk Balikpapan, merupakan suatu kawasan yang berada di Kota Balikpapan dan Kab. Penajam Paser Utara. Di kawasan Teluk Balikpapan memiliki keanekaragaman yang unik, terutama faunanya, bukan hanya sebagai habitat Bekantan karena didominasi vegetasi Mangrove, tapi juga terdapat Buaya Muara.

Bapak Dadang Suryana dari Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur yang hadir sebagai narasumber utama menjelaskan konflik buaya dan manusia di Indonesia bisa dikatakan cukup parah dan telah menimbulkan banyak korban. Beliau berbagi pengalamannya bersama pihak BKSDA NTT dalam penanganan satwa liar khususnya buaya.

Menurut beliau, BKSDA NTT telah memiliki data base terkait konflik buaya dan manusia seperti nama korban, tanggal kejadian, lokasi. Data tentang aktivitas manusia ketika diserang buaya juga dicatat sehingga dapat disusun upaya pencegahan dengan tepat.

Hal tersebut juga perlu dilakukan tim BKSDA Kaltim dengan dibantu masyarakat setempat. Selain itu, Pak Dadang juga menjelaskan upaya-upaya yang dapat dilakukan agar konflik antara manusia dengan buaya dapat diminimalisir dan manusia dapat hidup harmonis bersama buaya.

Pengalaman-pengalaman yang diberikan Bapak Dadang Suryana tersebut, setidaknya dapat memberikan informasi tambahan bukan hanya ke tim BKSDA Kaltim dan Balitek KSDA Samboja saja, tetapi juga memberikan pengetahuan ke masyarakat setempat bagaimana hidup aman dengan buaya***IKE&ULFAH

Share Button

426 Burung Hasil Selundupan Dilepasliarkan di KHDTK Hutan Penelitian Samboja

Sejumlah 426 burung Beo, Jalak, Cendet dan Kacer menjadi penghuni baru Sekolah Hutan KHDTK Samboja. Burung tersebut dilepasliarkan di dua lokasi yaitu Km 6 dan Km 7 Sekolah Hutan KHDTK Hutan Penelitian Samboja (Jumat, 17/11/2017).

Burung yang diamankan tersebut berjumlah 426 terdiri dari 112 ekor burung tiong mas (Gracula religiosa), 240 ekor burung jalak (Acridotheres javanicus), 60 ekor burung cendet (Lanius schach) dan 14 ekor burung kacer (Copsychus saularis).

Pelepasliaran burung ini dilakukan oleh Tim BKSDA Kalimantan Timur yaitu Dr. Suryadi, SH., M.Si., Surya Darmawan, A.Md., Yoyo Sugiyanto, S.Hut dan Khairul. Sedangkan Tim dari Balitek KSDA adalah Nanang Riana, S.Hut dan Idrus, S.Hut sebagai saksi serta didampingi tim dari Yayasan Jejak Pulang Hery Estaman, S.S. dan Amran, S.S. serta enam orang Forest Ranger Sekolah Hutan Samboja.

Burung tersebut merupakan sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur bekerja sama dengan Balai Karantina Pertanian Kelas I Samarinda di Pelabuhan Samarinda. Pada saat penangkapan, burung telah berada dalam 34 kotak di atas Kapal KM Queen Soya yang akan berlayar ke Sulawesi pada Rabu 15/11/2017.

Pelaku penjualan satwa yang berinisial ZM bisa dijerat dengan pasal 50 ayat 3 huruf m dan jo pasal  78 ayat 12 UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan dengan ancaman hukuman penjara paling lama satu tahun dan denda Rp. 50 juta***ADS.

Share Button

“Forest Ranger” Pasukan Pengamanan Sekolah Hutan Samboja

Pasukan Pengamanan berjumlah 23 orang yang dinamai “Forest Ranger” telah dikukuhkan di Sekolah Hutan Km 6 KHDTK Hutan Penelitian Samboja (4/11/2017). Prosesi pengukuhan pengamanan “Forest Ranger” ini dilakukan oleh Ahmad Junaidi, S.Pd, Camat Samboja, Menarudin perwakilan Danramil 0906-06 Samboja dan Hilman perwakilan Danyonkav 13 Satya Lembuswana.

Forest Ranger ini dibentuk oleh Yayasan Jejak Pulang, rekan kerjasama Balitek KSDA untuk pendukung Orangutan Research Center (ORC). Tugas utamanya adalah membantu menjaga keamanan di kandang karantina maupun di Sekolah Hutan Samboja dan mendukung seluruh aktivitas di Pusat Penelitian Orangutan. Di samping tugas utamanya itu, Forest Ranger juga akan dilibatkan untuk membantu kegiatan pengamanan kawasan KHDTK Samboja.

Forest Ranger ini akan dibagi tugas di empat pos di Sekolah Hutan, dua pos di kantor dan dekat kandang karantina. Empat pos di Sekolah hutan tersebar di pos Km 7, pos Km 6, pos Puncak Beruang Madu dan pos Sumber Air Panas.

Pengukuhan Forest Ranger ini merupakan rangkaian acara dari kegiatan “Silaturahmi dan Pengenalan Program Konservasi Orangutan” yang diadakan oleh Balitek KSDA dan Yayasan Jejak Pulang dan didukung oleh BKSDA Kalimantan Timur.

“Acara ini bertujuan untuk ajang silaturahmi antara Balitek KSDA, Yayasan Jejak Pulang dengan pemerintah lokal, Muspika, Kelurahan Sei Merdeka serta RT yang ada di sekitar lokasi kegiatan konservasi orangutan di KHDTK Hutan Penelitian Samboja”, sambut dr Ishak Yassir salah satu peneliti Balitek KSDA selaku tim pendamping Yayasan Jejak Pulang. Ishak juga memohon dukungan dari para pihak terutama di Samboja untuk membantu kelancaran program sekolah hutan ini.

Ahmad Junaidi, S.Pd, Camat Samboja sangat mendukung kegiatan yang akan dilakukan di Pusat Penelitian Orangutan. “Saya sangat berharap Pusat Penelitian Orangutan ini akan memberikan kontribusi bagi konservasi orangutan di tengah ancaman keberadaan orangutan di hutan Kaliamantan khususnya”, kata Junaidi. Selain itu Junaidi berharap kesuksesan kegiatan konservasi orangutan ini perlu bahu membahu di semua elemen baik pemerintah maupun masyarakat.

Dr. Signe Preuschoft pembina dari Yayasan Jejak Pulang juga menyampaikan pentingnya rehabilitasi dan reintroduksi orangutan. Signe berharap dengan memberikan pemahaman yang benar kepada para pihak, upaya konservasi orangutan akan menjadi lebih mudah karena didukung oleh semua pihak.

Junaidi Ketua RT 09 berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan pengelolaan potensi lainnya di KHDTK Samboja bisa lebih meningkat. Selain itu Nur Syam Ketua RT 11 juga memberikan apresiasi atas pelibatan masyarakat sekitar untuk mendukung program ini.

Pusat Penelitian Orangutan merupakan pusat rehabilitasi dan reintroduksi yang diinisiasi oleh pemerintah cq. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA), Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (BKSDA Kaltim) dan Yayasan Jejak Pulang. Saat ini di Pusat Penelitian Orangutan terdapat 6 individu yang dinamakan Robin, Amalia, Eska, Tegar, Cantik, dan Gonda***ADS.

Share Button

Kunjungan Charlie D. Heatubun (Ahli Palem Indonesia) di Herbarium Wanariset Samboja

Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, profesor muda dari Papua, ahli taksonomi tumbuhan palem-paleman (Arecaceae) dan salah satu profil inspiratif Majalah Swara Samboja melakukan kunjungan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) pada Jumat (29/9/2017). Kunjungan yang sangat dinantikan oleh keluarga besar Balitek KSDA ini disambut hangat oleh kepala balai Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si, peneliti dan staf Herbarium Wanariset.

“Kami sangat menantikan kunjungan dan sharing dari Pak Charlie. Sebelumnya kami hanya dapat mengenal Bapak saat menjadi profil inspiratif di Majalah Swara Samboja edisi khusus Herbarium Wanariset. Besar harapan kami suatu saat dapat membawa Pak Charlie untuk mengunjungi dan berdiskusi dengan teman-teman Balitek KSDA. Dan hari ini menjadi hari kebahagiaan kami pak Charlie dapat sharing dengan kami khususnya mengenai keanekaragaman hayati di Papua”, sambut hangat Gadang.

Selanjutnya kepala Balitek KSDA memperkenalkan tim peneliti dan staf Herbarium Wanariset dilanjutkan dengan paparan sekilas profil Balitek KSDA.

Review bertemakan Keanekaragaman Hayati di Tanah Papua menjadi materi sharing dari Prof. Charlie. “14 ekosistem utama dan lebih dari 350 komunitas tumbuhan dapat diklasifikasikan,” kata Charlie. Keanekaragaman hayati dan endemisme di Tanah Papua begitu tinggi. “Laju spesiasi begitu tinggi di Papua. Hal ini disebabkan oleh mekanisme isolasi dan adaptasi,” imbuhnya.

Di lain sisi berbagai permasalahan keanekaragaman hayati di Tanah Papua masih perlu diselesaikan. “Pengetahuan tentang keanekaragaman hayati Papua masih parsial dan belum lengkap karena masih banyak daerah yang keanekaragaman hayatinya belum diketahui”, kata Charlie. Kekurangan Sumber Daya Manusia dan kegiatan penelitian juga menjadi masalah tersendiri.

Selanjutnya Charlie melihat berbagai koleksi palem-paleman yang tersimpan di Herbarium Wanariset ditemani tim Herbarium Wanariset Mira Kumala Ningsih, Dwi Wahyu Mentari, dan Nanda Farha Zakia. Pada kesempatan ini Charlie juga memberikan arahan mengenai penanganan spesimen khususnya palem-paleman dan membantu untuk mengkoreksi nama-nama jenisnya.

Selain itu Charlie juga akan mendelegasikan salah satu mahasiswanya beberapa bulan kedepan untuk membantu mengkoreksi nama-nama jenis khususnya tumbuhan palem-paleman di Herbarium Wanariset.

Kedepannya Charlie juga sangat mendorong kerjasama yang mungkin dilakukan dengan Balitek KSDA khususnya mengenai berbagai penelitian keanekaragaman hayati di Tanah Papua maupun eksplorasi tumbuhan untuk koleksi di Herbarium Wanariset.***ADS

Share Button

“Perlukah Membangun Koridor Orangutan?”

“Perlukah Membangun Koridor Orangutan?” menjadi tema utama Majalah Swara Samboja Vol VI/No. 1/Th 2017. Mengatasi permasalahan fragmentasi hutan, koridor yang merupakan salah satu bentuk konektivitas antar habitat telah banyak digagas dan diimplementasikan di berbagai negara. Namun segolongan pihak masih memperdebatkan perlu tidaknya dibangun koridor. Tri Sayektiningsih, S.Hut, M.Sc akan membahas secara lengkap pro dan kontra pembangunan koridor orangutan dalam tajuk utama kali ini.

Dalam rubrik artikel, Mira Kumala Ningsih dan Dwi Wahyu Mentari, teknisi litkayasa Balitek KSDA membahas “Proses Perkecambahan Benih Dahu (Dracontomelon dao)”. Dalam proses perkecambahan dahu didapati hal yang menarik yaitu satu butir benih dahu dapat menghasilkan beberapa kecambah (individu) tergantung dari perkembangan embrio yang berada dalam benih tersebut. Pembaca juga dapat menikmati sajian foto artistik dari proses perkecambahan ini di rubrik klik.

Berbagai cara dan dukungan dana yang tidak sedikit telah dilakukan untuk mendukung konservasi badak sumatera di Indonesia. Perlindungan terhadap badak sumatera tidak dapat hanya dilakukan pada aspek habitat dan individunya saja, namun membutuhkan strategi baru yang lebih fokus dan tepat sasaran untuk mengembangkan kemampuan berbiak. Tulisan Mukhlisi, S.Si, M.Sc. ini dapat disimak dalam naskah “Konservasi Badak Sumatera di Indonesia”.

Septina Asih Widuri, S.Si selanjutkan akan mengisahkan kearifan leluhur Suku Dayak Kodatn yang diwariskan turun-temurun ternyata tidak hanya dalam hal menjaga hutan yang sudah ada namun juga dalam hal inisiatif membuat kawasan hutan baru yang disebut pembuatan tembawang. Pembaca dapat mengikuti kisah selanjutnya dalam tulisan “Dayak Kodatn, Menjaga Hutan Adat Tomawakng Ompu dan Kekayaan Intelektual Obat Tradisional” .

Selanjutnya Chandra Boer dan Alber L. Manurung akan membahas tulisan berjudul “How to conserve one of big mammals in the tropical rain forest of Kalimantan?” (Salt-licking and camera trapping will help the estimation of rhino’s population”.

Pada kesempatan ini Swara Samboja mengetengahkan profil ahli Macan Tutul Jawa dan salah satu editor majalah Swara Samboja, Dr. Hendra Gunawan, yang akan berbagi informasi terkait konservasi satwa liar dan menginspirasi para peneliti maupun para pejuang konservasi satwa liar.

Rubrik Lintas peristiwa menyajikan kegiatan Balitek KSDA antara lain “Karnaval HUT RI 2017 – Relax Tubing in KHDTK Samboja”, “Kunjungan Pendidikan SDN 017” dan “Praktikum Lapangan Mahasiswa Farmasi Universitas Mulawarman”. Selamat Membaca! ***ADS

Download majalah di sini

Share Button