Program Kerjasama Balitek KSDA dan Kebun Raya Balikpapan: Identifikasi jenis tanaman koleksi di Kebun Raya Balikpapan

Balitek KSDA (Balikpapan, 22/04/2019)_Dalam rangka aplikasi dan alih teknologi kepada UPTD Pengelolaan Kebun Raya Balikpapan, Tim Herbarium Wanariset Balitek KSDA melakukan kegiatan identifikasi tanaman koleksi sebanyak 223 jenis yang belum dapat terdeterminasi dengan tepat. Kegiatan ini telah dilaksanakan pada 8-12 April 2019 di Kebun Raya Balikpapan.

Tim Herbarium Wanariset yaitu Priyono, Zainal Arifin, Bina Swasta Sitepu, Iman Suharja dan Mira Kumala Ningsih serta teknisi Kebun Raya Balikpapan bersama-sama melakukan identifikasi jenis pada pohon tanaman dan melakukan pelabelan sesuai hasil identifikasi. Dalam proses identifikasi tersebut, tim Herbarium Wanariset berbagi informasi teknik identifikasi dan pengenalan ciri-ciri khusus setiap tanaman yang diidentifikasi kepada teknisi Kebun Raya Balikpapan.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari hasil rapat sebelumnya yang telah diadakan di Balitek KSDA (21/03/2019). Pada kesempatan tersebut, Kepala UPTD Pengelolaan Kebun Raya Balikpapan Arrizal Rahman selain bersilaturahim juga menyampaikan permohonan kepada tim Herbarium Wanariset untuk membantu mengidentifikasi semua jenis tanaman koleksi Kebun Raya Balikpapan yang belum memiliki nama jenis.

Kepala Balitek KSDA, Dr. Ishak Yassir menyambut baik kegiatan alih teknologi ini dan menyatakan bahwa “Sudah menjadi tugas kami sebagai lembaga penelitian dan pengembangan yang terdekat dengan Kebun Raya Balikpapan, untuk saling bersinergi dalam mendukung pengembangan Kebun Raya Balikpapan ke depannya.”

Sebagai informasi Kebun Raya Balikpapan merupakan tempat konservasi tumbuhan tropis Kalimantan, dimana pengkayaan jenis tanaman koleksi menjadi tujuan utama untuk keberlanjutan pengembangannya. Saat ini, koleksi spesimen yang telah ditanam di Kebun Raya Balikpapan berjumlah 2.849 spesimen dari berbagai lokasi di Kalimantan.

Selain identifikasi jenis, dilakukan juga pengambilan sampel spesimen herbarium dari individu tumbuhan yang memiliki organ bunga dan buah untuk menambah koleksi di Herbarium Wanariset.

Share Button

Buku Flora Di Habitat Bekantan Lahan Basah Suwi Kalimantan Timur

Balitek KSDA (12/03/2019)_ Buku Flora di Habitat Bekantan Lahan Basah Suwi ini merupakan panduan praktis dalam kegiatan penelitian. Buku ini ditulis oleh Mukhlisi, Tri Atmoko dan Priyono dengan editor Adi Susilo, Sofian Iskandar dan diterbitkan oleh Forda Press tahun 2018.

Lahan Basah Suwi secara ekologis memiliki peranan yang sangat penting, baik dilihat dari nilai ekologi maupun ekonomi. Lokasi tersebut merupakan salah satu habitat satwa yang terancam punah, buaya siam (Crocodylus siamensis) dan habitat satwa endemik kalimantan, bekantan (Nasalis larvatus). Sebaran habitat bekantan di Lahan Basah Suwi menjadi menarik, sebab mencirikan tipe perwakilan habitat bekantan pada ekosistem pasang surut rawa air tawar dan sungai yang jauh di pedalaman.

Ditinjau secara bentang alam, Lahan Basah Suwi adalah kesatuan ekosistem yang mempunyai ciri khas bermiripan dengan Danau Mesangat. Dengan mempertimbangkan pentingkan keberadaan bentang alam tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur bersama Yayasan Konservasi Khatulistiwa Indonesia (Yasiwa) dan berbagai stakeholder terkait telah menginisiasi pembentukan
Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Danau Mesangat dan Kenohan Suwi.

Ide penyusunan buku “Flora di Habitat Bekantan Lahan Basah Suwi” ini berawal dari kegiatan survei bekantan yang dilakukan oleh tim peneliti satwa liar dari Balitek KSDA bekerjasama dengan Yasiwa. Awalnya kegiatan hanya difokuskan pada kondisi habitat dan sebaran bekantan di Lahan Basah Suwi. Namun, saat dilakukan identifikasi jenis-jenis tumbuhan khas di rawa air tawar dan riparian, tim peneliti juga menjumpai hampir semua jenis tumbuhan tersebut sedang berbuah dan berbunga. Sehingga, data dan hasil dokumentasi yang diambil sangat representatif untuk dikompilasi menjadi sebuah buku agar lebih bermanfaat.

Buku ini berisi Bab I Pendahuluan; Bab II Kondisi Umum (Lahan Basah Suwi, Masyarakat, Komunitas Flora, Habitat Bekantan dan Satwa Liar Lainnya); Bab III Identifikasi Flora (Teknik Inventarisasi, Pengenalan Jenis, Jenis Tumbuhan Pakan Bekantan); Bab IV Deskripsi Jenis Flora, Bab V Nilai Penting Flora Lahan Basah Suwi (Kondisi Bekantan, dan Masyarakat Lokal); dan Bab VI Penutup.      

Penulis menyusun buku ini dalam bahasa yang pupuler, sehingga mudah di pahami oleh semua kalangan. Dengan demikian, harapannya buku ini dapat digunakan oleh para mahasiswa, peneliti, dan praktisi di lapangan. Selain itu juga dapat melengkapi dan memperkaya informasi untuk mendorong pengelolaan KEE Danau Mesangat dan Kenohan Suwi secara lebih baik. Selamat membaca!

Silahkan download di sini

Share Button

Sambangi Pekalongan, Peneliti Balitek KSDA Belajar Teknik Survey Owa

Balitek KSDA, Feb, 21_Selama ini dalam benak peneliti yang lama tinggal di Kalimantan akan menduga bahwa hutan di Jawa sudah tidak selebat di Kalimantan. Ternyata bayangan itu seketika pupus ketika mengunjungi Hutan Lindung Petungkriyono di Pekalongan yang masih asri.  Di sana ada komunitas pelestari Owa Jawa yang bernama “Swara Owa” dan sangat berpengalaman menggunakan metode survey Owa.

Adalah dua peneliti Balitek KSDA, Tri Atmoko, S.Hut, M.Si dan Mukhlisi, S.Si., M.Si  bersama dengan 1 orang manager kemitraan dan 4 orang peneliti TNC Terrestrial Program berkunjung untuk belajar teknik survey owa bersama pimpinan komunitas “Swara Owa”, Arif Setiawan, S.Hut pada tanggal 14 sd 16 Januari 2019. Kegiatan pelatihan dilakukan langsung di habitat Owa Jawa yang berada di Desa Sokokembang, Kecamatan Petungkriyono.

Materi yang disampaikan pada pelatihan ini pada dasarnya terbagi menjadi dua. Hari pertama diisi dengan teori dan hari kedua praktek  lapangan. Pelatihan berlangsung secara santai dan diselingi dengan kegiatan diskusi.

Survey owa punya tantangan tersendiri karena prilaku owa sangat pemalu dan sulit untuk melakukan perjumpaan secara langsung, ujar Arif Setiawan. Uniknya, primata ini mempunyai rutinitas harian berupa aktivitas “great call” di pagi hari. Atas dasar aspek vokalisasi tersebut, kemudian deteksi owa disebut metode vocal count-triangulation, imbuh Arif Setiawan.

Meskipun klasik, namun metode triangulasi masih sangat handal untuk digunakan dalam survey owa.  Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan cara menempatkan minimal tiga titik pengamatan (Listening Post/LPS). Di setiap LPS masing-masing pengamat harus mencatat jumlah kelompok owa, arah suara great call, dan estimasi jarak dengan sumber suara.  Kegiatan pengamatan tersebut minimal harus dilakukan selama 4 hari, ungkap Arif Setiawan.

Dalam analisis data, untuk mengetahui jumlah kelompok owa maka hasil pengamatan berupa arah beserta jarak dari sumber suara kelompok owa tiap LPS harus disatukan dalam sebuah gambar. Perpotongan garis triangulasi inilah yang kemudian dapat disimpulkan sebagai jumlah kelompok owa yang terdeteksi.

Faktor pengalaman dan jam terbang sangat mempengaruhi kepekaan pengamat. Selain itu, kondisi topografi dan kebisingan suara sekitar juga berpengaruh terhadap suara owa yang terdengar. Namun demikian, Arif Setiawan memastikan jika estimasi metode ini memiliki konstanta/faktor koreksi untuk mengeliminir kelemahannya. 

Pengalaman dan ilmu baru yang diperoleh diharapkan dapat diaplikasikan untuk survey owa di Kalimantan Timur. Lebih lanjut, Manager Kemitraan TNC Kalimantan, Edy Sudiono memaparkan jika Balitek KSDA dan TNC Terrestrial Program telah lama berkolaborasi dan dapat mengembangkan metode ini untuk studi bersama. Kegiatan pelatihan di Petungkriyono ini juga diisi dengan sharing pengalaman kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Balitek KSDA dan TNC Terrestrial Program kepada 30 orang anggota komunitas pecinta lingkungan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tri Atmoko, S.Hut., M.Si memaparkan pengalamannya tentang Bekantan (Nasalis larvatus), sedangkan Mohammad Arief Rifqi dari TNC memaparkan tentang Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio).

Share Button

Dalami Metode Bioakustik, Peneliti University of Wisconsin Madison Berikan Pelatihan Analisis Data di Balitek KSDA

Balitek KSDA, (Feb 07 2019)

Suara organisme adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah ekosistem. Oleh sebab itu, kini mempelajari suara menjadi penting untuk mencari simpul dalam pengelolaan suatu jenis satwa maupun ekosistem secara utuh. Dengan kemajuan teknologi saat ini, vokalisasi satwa dapat direkam dan dikonversi ke dalam bentuk digital.  

Sebagai upaya mengadaptasi metode ini, sebanyak 10 peneliti Balitek KSDA dan 1 peneliti The Nature Conservancy (TNC) Samarinda mempelajari pengenalan frekuensi dan analisis dasar data suara pada hari Jumat, 25 Januari 2019 di ruang rapat Balitek KSDA. Hadir dalam acara tersebut Dr. Zuzana Burivalova, PhD dari University of Wisconsin Madison yang membagikan pengalaman dan ilmunya terkait penggunaan metode bioakustik.

Data rekaman pada dasarnya dapat diubah dari bentuk kualitatif (suara) menjadi kuantitatif (data frekuensi). Sayangnya, analisis tersebut belum bisa di lakukan di Indonesia karena membutuhkan program khusus dan perangkat komputer dengan spesifikasi tinggi. “Rekaman suara untuk satu bulan saja bisa bisa mencapai ratusan gigabite,  jika diproses menggunakan komputer akan sangat lambat” ujar Zuzana.

Pengolahan data yang disampaikan dalam kegiatan ini baru meliputi sebaran frekuensi data, pengenalan suara berdasarkan tipe vokal dan tinggi frekuensi, serta interpretasi frekuensi untuk melihat kualitas data.

Output data frekuensi selanjutnya dapat diolah secara statistik sesuai tujuan penelitian. “Tujuan mempengaruhi pilihan analisis statistik dan juga peletakan alat bioakustik di lapangan” ungkap Zuzana lebih lanjut. Terkait peletakan alat, dapat dilakukan secara acak maupun berdasarkan kriteria yang kita tentukan. “Bisa mengikuti ketinggian tempat, tipe habitat, maupun kelerengan, sehingga tujuan penelitian kita bisa terpenuhi” papar Zuzana. Dalam diskusi ini juga dilontarkan usulan untuk melakukan kegiatan kerjasama penelitian berbasiskan Bioakustik. Untuk itu, Balitek KSDA bersama University of Wisconsin Madison dengan didukung The Nature Conservancy menjajaki peluang kerjasama untuk pengembangan metode ini. Harapannya, “Balitek KSDA bisa menjadi bagian dari pusat data digital untuk studi bioakustik khususnya wilayah Kalimantan” ungkap Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut., M.Si.  Secara khusus, kepala balai menggaris bawahi bahwa harus ada transfer teknologi di mana pengolahan/analisis data rekaman bisa dilakukan di Balitek KSDA.

Share Button

Ujicoba Metode Baru, Balitek KSDA Pasang Alat Bioakustik Di Khdtk Samboja

Balitek KSDA_140119. Berbagai metode survei monitoring biodiversitas saat ini terus berkembang dengan pesat, salah satunya adalah bioakustik. Oleh sebab itu, sebagai salah satu upaya untuk mengikuti perkembangan teknologi bidang konservasi, tim peneliti Balitek KSDA Samboja melakukan uji coba pemasangan 8 buah alat bioakustik di areal Rintis Wartono Kadri KHDTK Samboja pada senin 14 Januari 2019.

Alat bioakustik yang digunakan adalah hasil pengembangan dari Cornell University Lab dan digunakan sebagai bagian program kemitraan antara The Nature Conservancy (TNC) dan Balitek KSDA. Rencananya alat bioakustik tersebut akan dipasang di lapangan selama 7 hari.

Alat bioakustik sendiri merupakan salah satu tools yang digunakan untuk mempelajari soundscape ecology, sebuah cabang ilmu ekologi yang mempelajari interaksi antara suara dengan lingkungan sekitarnya termasuk di dalamnya satwa baik di perairan maupun darat. Penggunaan alat ini sudah cukup maju untuk studi satwa mamalia laut seperti lumba-lumba dan paus, namun masih minim untuk satwa di darat.

Selain digunakan alat bantu identifikasi keberadaan satwa liar, output metode bioakustik juga dapat digunakan untuk menghitung berbagai indeks biodiversitas, seperti Acoustic Diversity Index (ADI), ujar Mukhlisi, S.Si., M.Si peneliti Kelti Konservasi Kehati. Lebih lanjut diterangkannya jika tutupan hutan yang lebat terkadang kurang berarti jika tidak diimbangi dengan nyanyian satwa  di dalamnya. Beberapa studi kini berkembang untuk menggunakan metode bioakustik sebagai alat monitoring kesehatan hutan.

Aplikasi metode bioakustik di hutan tropis Indonesia sangat potensial untuk melengkapi metode yang telah ada. Metode ini sangat mudah diaplikasikan dan bersifat non invasive sehingga prilaku alami satwa tidak terganggu selama proses perekaman. Sayangnya, aplikasi metode ini membutuhkan perangkat bersifat “super computer” untuk mengakomodir  rekaman data suara yang sangat besar. Minggu depan, tim peneliti dari Balitek KSDA akan mengambil alat perekam di lapangan, dan kemudian melakukan analisis data suara yang diperoleh bersama-sama dengan tim dari TNC Kalimantan. Sebagai tim supervisi, kegiatan analisis data akan didampingi langsung oleh peneliti biokustik dari Cornell University, Zuzana Burilova, PhD.

Share Button

Rekomendasi Balitek KSDA tentang Kebijakan Rayon Wisata Alam disambut baik Direktorat PJLHK

Balitek KSDA (Samboja, 11/1)_ Evaluasi untuk penetapan baru Rayon baik di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam maupun Taman Buru Bidang Pariwisata Alam perlu segera dilakukan. Demikian ditegaskan oleh Suryanto, S.Hut., M.Si, peneliti dan analis kebijakan Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja dalam diskusi Pembahasan Tarif, Tata cara penetapan Rayon dan Penetapan Rayon Wisata Alam di ruang rapat Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Rabu (9/1).  Acara diskusi yang diiniasikan oleh Balitek KSDA Samboja mendapatkan apresiasi positif Direktorat PJLHK.  “Selama ini Direktorat PJLHK belum banyak melibatkan secara nyata pihak Litbang dalam penentuan dan perumusan kebijakan terkait Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam (PJLWA)” kata Widada, Plh Dit. PJLHK dalam salah satu sambutannya.  Ahmad Gadang Pamungkas selaku Kepala Balitek KSDA Samboja meresponnya dengan menyarankan agar Direktorat PJLHK dapat bersurat ke BLI (Balitek KSDA) terkait kebutuhan penelitian PJLHK.  “Dengan demikian, Badan Litbang dan Inovasi lebih dapat mengetahui apa yang menjadi kebutuhan eselon I lainnnya di lingkup KLHK.  Namun sebaliknya, BLI juga harus lebih peka tentang kebutuhan-kebutuhan tersebut.  Apa yang akan disampaikan oleh peneliti kami ini adalah satu bentuk kepekaan Litbang dalam meng-identifikasi masalah dan merekomendasi beberapa alternatif untuk kita diskusikan” kata Gadang.

Balitek memaparkan bahwa berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 113 Tahun 2014 tentang penetapan Rayon,  tidak ada satu pun dari total 293 Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) di TN, Tahura, TWA dan Taman Buru yang masuk dalam Rayon I, sementara hanya 19 ODTWA dalam Rayon II dan sisanya dalam Rayon III.   Khususnya Taman Nasional (TN), hanya 2 Taman Nasional dalam Rayon II, yaitu TN Bromo Tengger Semeru dan TN Bali Barat. Selain keduanya dikatagorikan ke dalam Rayon III.  “Intensi awal kami adalah adanya kontradiksi, dimana Pemerintah telah menetapkan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), 4 di antaranya KSPN Labuan Bajo yang merupakan bagian dari TN Komodo, KSPN/TN Bromo Tengger Semeru, KSPN/TN Wakatobi dan KSPN/TN Kepulauan Seribu. Sangat janggal bila TN Komodo, yang juga diakui sebagai salah satu dari 7 Keajaiban Dunia  dan 10 Warisan Alam Dunia ternyata masuk dalam Rayon terendah” jelas Suryanto.  Lebih lanjut, Suryanto menjelaskan pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12/2014, terdapat kecenderungan untuk mengarahkan semua Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) ke dalam kategori Rayon III.  Hal ini dicirikan dengan penetapan kriteria, indikator, metode pembobotan dan penilaian yang sulit dipenuhi dan mekanisme dan tata waktu penilaian dari tingkat tapak hingga penetapan Rayon yang singkat.  “Dua hal tersebut mengarahkan dugaan bahwa ada kebijaksanaan tertentu untuk memasukkan sebanyak-banyaknya ODTWA ke terendah, yaitu Rayon III” pungkas Suryanto.   “Perdebatan dan kekuatiran adanya effect shocking karena penetapan tarif yang terlanjur tinggi dalam PP 36/2014 serta differensiasi Willingness To Pay (WTP) yang sangat beragam antar ODTWA, secara psikologis mempengaruhi lahirnya kebijaksanaan untuk mengarahkan semua ODTWA ke Rayon III” penjelasan Asep Sugiharta, yang pada waktu itu ikut dalam proses perumusan Permen 36/2014 dan SK Dirjen PHKA No. 113/2014.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Balitek KSDA Samboja mengajukan rekomendasi utama untuk melakukan evaluasi Rayon yang sesuai dengan tata cara dan tata waktu evaluasi (Pasal 12 dan 16 Permen No. 36/2014).  “Berdasarkan hasil kajian, kami mencoba memberikan rekomendasi agar PJLHK melakukan penilaian dan penetapan Rayon per ODTWA sehingga membuka peluang beberapa ODTWA untuk naik kelas, yang otomatis meningkatkan PNBP. Sebagai contoh TN Bantimurung-Bulusarauang (Babul), dari 5 ODTWA atau pintu masuk yang ada, berdasarkan simulasi kami, 1 diantaranya, yaitu ODTWA Air Terjun Bantimurung adalah masuk dalam Rayon II.  Simulasi lanjutan yang kami lakukan menggunakan data kunjungan tahun 2017, peningkatan Rayon pada salah satu ODTWA-nya menghasilkan proyeksi peningkatkan jumlah PNBP penjualan tiket  TN Babul dari Rp. 2,34 milyar menjadi Rp. 4,39 milyar” jelas Suryanto.

Evaluasi dapat dilakukan dengan tiga alternatif, yaitu 1). Menggunakan mekanisme, kriteria dan indikator yang sama seperti yang ditetapkan berdasarkan Permen No. 36/2014.  Saran teknis untuk alternatif ini adalah perlunya penguatan kompetensi dan sertifikasi tim penilai UPT dan Pusat, 2). Melakukan evaluasi terhadap besaran tarif PJLWA yang di tetapkan dalam PP 12/2014.  Differensiasi daya tarik dan WTP yang sangat beragam membuka opsi Rayon dibagi dalam rentang yang lebih lebar (5, 6 atau 7 Rayon). Alternatif ini secara otomatis memiliki konsekuensi perubahan Permen No. 36/2014 dan SK Dirjen PHKA No. 113/2014, dan c) Evaluasi terhadap Permen No. 36/2014 dengan sasaran perubahan isi dan lampiran Permen No. 36/2014.  Saran teknis untuk alternatif ini adalah perlu dilakukannya proses pembahasan ulang terhadap pasal-pasal tentang kriteria penilaian dan tata cara penetapan Rayon. 

Mengapresiasi paparan hasil litbang Balitek KSDA, melalui Plh. Direktorat PJLHK, Ir. Widada akan mengagendakan beberapa langkah tindak lanjut.  “Saya sangat mengapresiasi paparan dari Balitek KSDA Samboja, segera kami akan agendakan beberapa hal antara lain menyusunan resume dari hasil pertemuan ini untuk disampaikan ke Direktur PJLHK dan Dirjen KSDAE, kemudian mengkoordinasikan rencana tindak lanjut pertemuan, terutama fasilitasi untuk FGD dalam rapat pertemuan internal Direktorat Jenderal PJLHK, mengkoordinasi hasil penelitian dengan kegiatan revisi Rayonisasi yang dilakukan oleh Direktorat jenderal PJLHK dan menjalin komunikasi yang lebih intens dengan Badan Litbang dan Inovasi, terutama Balitek KSDA Samboja terkait penelitian ekowisatanya” pungkas Widada.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Kepala Balitek KSDA, Ir. Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si., Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balitek KSDA, Tresina, S.Hut. MP., Kepala Seksi Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Kawasan Pelestarian Alam, Chandra Putra dan beberapa staf dari PJLHK.

Share Button