Balitek KSDA Bersama Mitra Gelar Pelatihan Minyak Atsiri

Balitek KSDA, ELTI dan PHM menggelar Pelatihan Pengembangan Produk Minyak Atsiri Melaleuca cajuputi selama tiga hari pada tanggal 17 – 19 Juni 2020.

Balitek KSDA bersama Environmental Leadership Training Indonesia (ELTI) dan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) menggelar Pelatihan Pengembangan Produk Minyak Atsiri Melaleuca cajuputi selama tiga hari pada tanggal 17 – 19 Juni 2020. Pelatihan ini diikuti sebanyak 38 peserta baik dari kalangan masyarakat, praktisi atsiri, mahasiswa hingga akademisi. Pembukaan pelatihan dihadiri oleh Kepala Balitek KSDA, Camat Samboja, dan Lurah Kampung Lama.

Pelatihan daring ini menghadirkan dua orang pemateri yakni Noorcahyati, S.Hut., MP, peneliti dari Balitek KSDA dan Farida Aryani, S.Hut., MP, akademisi dari Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Samarinda. Keduanya mendampingi peserta belajar penyulingan minyak atsiri selama tiga hari berturut-turut. Para peserta mendapatkan materi mengenai pengenalan minyak atsiri secara umum, penyulingan minyak atsiri, pengenalan tumbuhan dan budidaya kayuputih (Melaleuca cajuputi)hingga produk turunan atsiri.

Noorcahyati menjelaskan bahwa pelatihan ini memiliki misi khusus penguatan kapasitas masyarakat terutama pengelola ekowisata Bekantan Sungai Hitam di tengah pandemi COVID-19. “Kami melihat bahwa di daerah Sungai Hitam terdapat tumbuhan kayuputih yang tumbuh dengan baik, namun belum termanfaatkan dengan optimal. Tumbuhan tersebut mampu menghasilkan atsiri dengan rendemen yang cukup tinggi, sehingga ke depan diharapkan dapat menjadi altenarif tambahan pendapatan bagi masyarakat sekitar. Melalui pelatihan ini, diharapkan ada penguatan kapasitas masyarakat pengelola ekowisata bekantan yang ada di Sungai Hitam Samboja”. terang Noorcahyati. Ia berharap masyarakat dapat termotivasi membangun usaha pengolahan atsiri.

Pelatihan ini juga sebagai sarana untuk menebarkan kemanfaatan hasil penelitian bagi masyarakat luas. “Kami berharap dari kegiatan pelatihan ini mampu menjembatani munculnya usaha produktif masyarakat yang dikembangkan berdasarkan hasil riset, minimal dalam skala rumah tangga,” tutur Noorcahyati yang berharap masyarakat dapat termotivasi membangun usaha pengolahan atsiri .

Pada akhir kegiatan pelatihan, Pertamina Hulu Mahakam menyerahkan bantuan alat penyulingan (destilator) kepada Pokdarwis Sungai Hitam. “Harapan kami, kegiatan seperti ini dapat menambah wawasan masyarakat dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.  Teruslah semangat untuk melakukan upaya konservasi bekantan dengan ekowisata. Kami juga berharap dukungan dan kerjasama dari semua pihak untuk kemajuan masyarakat,” ujar Ranu Wijaya, Kepala Service Human Development & Infrastructure PHM.

Senada dengan yang disampaikan PHM, Dr. Ishak Yassir Kepala Balitek KSDA menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak. “Samboja memiliki potensi luar biasa bukan hanya kehati, namun juga potensi wisatanya. Belajar dari proses pembentukan kelompok sadar wisata Sungai Hitam selama ini, membangun dan mengembangkan itu tidak mudah. Sangat dibutuhkan kolaborasi semua pihak agar tujuan tercapai.” ucap Ishak Yassir. Sebagai informasi, pelatihan ini merupakan seri pelatihan keempat yang telah digelar oleh Balitek KSDA, ELTI dan Pertamina Hulu Mahakam dalam rangka mengembangkan kapasitas SDM masyarakat khususnya pengelola ekowisata Bekantan Sungai Hitam Samboja. Tujuannya masyarakat dapat berdaya memanfaatkan peluang-peluang usaha yang ada tanpa mengganggu habitat alami bekantan, sehingga bekantan Sungai Hitam tetap lestari.

Share Button

Menyintas Jenis Terancam Punah, Balitek KSDA dan Pertamina Hulu Mahakam Menyelenggarakan Webinar Budidaya Sonneratia ovata

Balitek KSDA bersama dengan mitra kerja sama PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) kembali menyelenggarakan kegiatan webinar setelah sebelumnya melaksanakan Webinar Program Pelestarian Kawi/Kahoi (Shorea balangeran). Mengangkat tajuk “Program Budidaya Sonneratia ovata di Lapangan SPU”, webinar kedua ini dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Juni 2020 dan dibuka langsung oleh Hosna Wiranto Nasution, Site Manager South Peciko Unit dan Roy Witarsa, Head of HSE Division PHM.

Webinar ini bertujuan untuk berbagi informasi kepada PHM terkait ekosistem mangrove, pembuatan herbarium dan teknik budidaya jenis S. ovata. Materi tersebut disampaikan oleh dua orang peneliti dan satu orang teknisi litkayasa Balitek KSDA.

S.ovata dipilih sebagai jenis yang akan dibudidayakan karena statusnya termasuk Near Threatened dalam Redlist CITES. Kecenderungan populasi jenis ini di seluruh dunia mengalami penurunan secara drastis.

“Secara fisik, S. ovata mirip dengan kerabatnya yaitu Sonneratia alba dan Sonneratia caseolaris. S. ovata dapat dikenali dari posisi kelopak buahnya yang memeluk buah, berbeda dengan jenis Sonneratia lain yang memiliki kelopak buah terbuka.” kata Mukhlisi, S.Si, M.Si menjelaskan deskripsi S. ovata sebagai materi pembuka.

Mukhlisi menjelaskan beberapa nilai penting kedabu bagi konservasi, di antaranya mampu mencegah abrasi dan erosi. Buah dan daun mudanya menjadi pakan utama bagi bekantan. Pohon ini sering menjadi tempat berkembang biak bagi burung elang ataupun burung air lainnya, serta berguna sebagai tempat hinggap burung-burung migran.

“Selain itu, buah S. ovata ternyata juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Rasa buahnya yang sepet dan segar cocok diolah menjadi rujak, seperti dilakukan oleh masyarakat di Berau, Kaltim.” lanjut Mukhlisi.

Terkait koleksi Herbarium Wanariset, Mira Kumala Ningsih, S.Hut. menyampaikan bahwa tidak banyak koleksi specimen herbarium dari jenis kedabu. “Di Herbarium Wanariset tidak terdapat koleksi herbarium untuk jenis ini, karena jarang sekali dijumpai di lapangan. Sehingga eksplorasi koleksi spesimen herbarium pohon jenis ini sangat perlu dilakukan.” ujar Mira.

“Budidaya jenis ini juga perlu segera dilakukan untuk memperkaya jumlah individu jenis ini di areal Kehati PHM. Budidaya S. ovata dapat dilakukan dengan memanfaatkan areal Kehati PHM sebagai sumber benih dan lokasi persemaian.” kata Burhanuddin Adman, S.Hut., M.Si. yang menyampaikan materi terakhir tentang Budidaya S. ovata.

Mengakhiri presentasi dan diskusi webinar, Kepala Balitek KSDA, Dr. Ishak Yassir berpesan,“PHM sangat beruntung, karena di dalam kawasan kehati yang dikelola ditemukan jenis S. ovata, di mana umumnya hanya ditemukan 2 jenis Sonneratia, yaitu S. alba dan S. caseolaris. Mengingat jumlah pohonnya tidak banyak, jenis ini perlu segera dibudidayakan dengan memanfaatkan pohon yang sudah berbuah.”

Erwin Santosa selaku Head of Environment Department PHM berharap kegiatan budidaya S. ovata ini tidak hanya untuk kepentingan pelestarian jenisnya, tetapi nantinya juga bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Balitek KSDA akan mendukung kegiatan pelestarian S. ovata ini melalui pengumpulan materi tumbuhan untuk koleksi herbarium maupun pengumpulan buah untuk kepentingan budidaya.

Share Button

Eksplorasi Pohon Induk Baccaurea spp. di KHDTK Samboja

Balitek KSDA (Samboja, 18 Juni 2020)_Baccaurea spp. merupakan marga dari suku Phyllantaceae yang dikenal sebagai salah satu penghasil buah-buahan sumber pangan seperti Rambai (B. motleyana), kapul (B. macrocarpa), dan Limpasu (B.  lanceolata). Setidaknya terdapat 25 jenis dari Baccaurea dapat ditemukan di Pulau Kalimantan, dan masyarakat lokal sangat menghargai kelompok tumbuhan ini sebagai sumber pangan dan obat-obatan.

“Sebagai upaya mendukung pemanfaatan dan pelestarian Baccaurea spp., Balitek KSDA melaksanakan kegiatan penelitian terkait ekologi, keragaman dan persebaran suku ini di KHDTK Samboja. Sesuai dengan pustaka yang ada, jenis-jenis dari Baccaurea dapat ditemukan pada berbagai tipe hutan lahan kering hingga hutan rawa yang terdapat di Kawasan Hutan KHDTK Samboja”, kata Kepala Balitek KSDA Ishak Yassir.

Bina Swasta Sitepu, salah satu tim peneliti botani dalam kegiatan ini mengatakan bahwa penelitian ini telah dimulai pada 10 Juni 2020 dengan pengumpulan data menggunakan metode jelajah. Setiap tegakan Baccaurea spp. yang ditemuai dicatat posisi geografis menggunakan GPS, kondisi fisik tegakan (diameter dan tinggi), serta kondisi habitat.

“Hingga saat ini telah ditemukan sembilan jenis Baccaurea, dengan 3 jenis mencapai tingkat pohon atau pohon kecil, dan 6 jenis hanya mencapai  tingkatan semak. Satu jenis, Limpasu (B. lanceifolia), ditemukan dalam kondisi berbunga dan berbuah, dan  diperkirakan memiliki sifat berbuah sepanjang tahun. Informasi ini penting dalam pemanfaatan buah Limpasu, karena dapat menjamin ketersediaan bahan baku. Sebagian besar  tegakan mendiami habitat lereng bukit yang dekat dengan alur atau badan air, rawa, dan hanya beberapa tegakan yang ditemukan pada punggung bukit atau  di rawa tergenang”, imbuh Bina.

Menurut Noorcahyati, ketua tim penelitian Balitek KSDA ini menjelaskan bahwa informasi ini juga akan digunakan untuk pengamatan lebih lanjut terkait populasi dan potensi ketersediaan sumber benih Baccaurea spp. yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut terkait budidaya, pemanfaatan, serta pelestarian jenis-jenis Baccaurea spp. pada areal hutan atau di areal pemukiman masyarakat.

Tim yang melakukan kegiatan penelitian ini adalah Noorcahyati, Bina Swasta Sitepu, Yusub Wibisono, Mardi Tofani Rengku, Teguh, Ermansyah dan Mujianto Achmid.

Share Button

Peneliti Balitek KSDA Gagas Revisi Penilaian Rayon Wisata Alam

“Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 293 ODTWA yang ada di kawasan konservasi di seluruh Indonesia, tidak ada satu pun yang masuk Rayon I, hanya 18 objek saja yang masuk Rayon II, dan selebihnya masuk Rayon III.” Demikian disampaikan Suryanto, S.Hut., M.Si, Peneliti Kebijakan Balitek KSDA di hadapan Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hidup Dirjen KSDAE dan para Kepala Balai Besar/Balai KSDA/Taman Nasional pada 13 Mei 2020 lalu.

Suryanto menyampaikan presentasi hasil kajian “Usulan Revisi Permenhut P.36/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Penetapan Rayon di Taman Nasional, Tahura, Taman Wisata Alam dan Taman Buru”. Kajian merupakan hasil kerja tim yang terdiri dari perwakilan Balitek KSDA, Puslitsosek, Subdit PLHK, dan assesor wisata nasional.

Kajian ini dilatarbelakangi oleh masih banyaknya ketidaksesuaian kelas rayon suatu wisata alam yang ada di lingkup KLHK dengan kondisi senyatanya di lapangan. Menurut Suryanto dan tim, penentuan kelas rayon yang kurang tepat mengakibatkan potensi penerimaan negara dari tarif wisata alam tidak optimal.

“Sebagai contoh, salah satu spot wisata alam di Taman Nasional yang sudah dikenal mendunia berada pada kelas Rayon III. Hal ini tentunya suatu kerugian bagi kita.” ujar Suryanto.

Berangkat dari hal tersebut, muncul gagasan untuk melakukan perbaikan kriteria indikator penetapan rayon sehingga dapat menilai suatu lokasi wisata alam secara objektif. Dari hasil kajian Permenhut P.36/2014, tim mengusulkan penyederhanaan kriteria dari 7 kriteria menjadi 4 kriteria saja. Tim juga menyatakan bahwa penilaian rayon yang diusulkan ini lebih humanis karena mengambil perspektif konsumen/pengunjung. Pendekatan kriteria yang diusulkan tersebut ialah 3A+, yaitu aksesibilitas (Accessibility), daya tarik (Attraction), kenyamanan (Amenity), dan info tambahan (Ancilary/Profile).

Setiap kriteria di atas dibagi menjadi beberapa indikator penilaian yang menggabungkan penilaian kuantitatif dan kualitatif sehingga mempermudah pengelola untuk melakukan self assessment terhadap wisata alam yang dikelolanya. Sebagai contoh, kriteria aksesibilitas menggunakan indikator jarak dipadukan dengan kondisi jalan. Contoh lainnya, kriteria kenyamanan (amenity) menggunakan indikator ketersediaan tempat menginap dipadukan dengan tarif inap.

“Output dari penilaian itu nantinya berupa angka yang akan menentukan kelas rayon suatu ODTWA (Objek Daya Tarik Wisata Alam),” kata Suryanto.

Dr. Nandang Prihadi, M.Sc, selaku Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengapresiasi positif hasil kajian tersebut. “Kita akan buat surat kepada seluruh balai agar setiap satker melakukan ujicoba penilaian objek wisata masing-masing. Masing-masing menugaskan dua orang staf yang paham tentang lokasinya sehingga diharapkan diperoleh nilai (kelas rayon-red) yang sesuai.” tegas Nandang yang disambut baik oleh para peserta.

Kepala Balitek KSDA, Dr. Ishak Yassir pada kesempatan tersebut juga menyampaikan apresiasi sekaligus ucapan terima kasih kepada pihak Direktorat PJLHK yang telah memfasilitasi acara ini. “Saya mewakili manajemen Balitek KSDA menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada peneliti kami dan tim untuk memaparkan kajiannya kepada bapak ibu di lingkup Ditjen KSDAE. Harapan kami, apa yang telah kami lakukan tersebut dapat berkontribusi positif terhadap pengelolaan wisata alam lingkup KLHK,” kata Ishak.

Dari hasil ujicoba penilaian yang dilakukan oleh para pengelola, ke depan akan ditindaklanjuti oleh tim kajian guna penyempurnaan dan penajaman kriteria dan indikator penetapan rayon hingga menjadi draft usulan revisi Permenhut P.36/Menhut-II/2014.

Share Button

“DAMAI”, ANAK ORANG UTAN BARU DI ORANGUTAN RESEARCH CENTER (ORC)

Orangutan Research Center (ORC) mendapat anggota baru dengan hadirnya orang utan bernama “Damai”. Damai merupakan orang utan yang diselamatkan oleh Tim Yayasan Jejak Pulang (YJP) dan Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dari Polsek Bengalon, Kutai Timur pada tanggal 8 Mei 2020.

“Damai berkelamin jantan, umur sekitar 1,5 tahun, berat badan 5 kg, tinggi badan 70 cm, rambut tebal mengkilat, gigi putih dan bersih, pernafasan normal, dan tidak ditemukan adanya luka/jamur/ekstoparasit dengan suhu tubuh 37oC, namun ditemukan larva Strongyloides sp.”, kata drh. Rizki Widiyanti, dokter hewan YJP yang turut melakukan rescue. Saat ditemukan Damai berada di dalam lorong sel tahanan dengan kondisi tenang, tidak stress, namun bertindak agresif ingin menggigit ketika akan dipegang.

Dalam keterangannya, Ketua YJP Hery Estaman menerangkan bahwa Damai diserahkan oleh Aris Eko Bastiono, salah satu warga Desa Sepaso Sebongkok Ujung, kec. Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur, ke Polsek Bengalon. Aris yang berprofesi sebagai penjual bensin menemukan anak orang utan tersebut dibawa dalam karung oleh seorang pembeli bensin. Saat Aris menanyakan apa isi karung yang dibawa, pembeli bensin mengatakan bahwa isi karung tersebut adalah anak orang utan yang akan dilepaskan kembali. Karena kasihan orangutan masih bayi, Aris kemudian meminta anak orang utan tersebut dan kemudian diserahkan ke Polsek Bengalon.

Tim yang melakukan penyelamatan Damai adalah Hery Estaman, drh. Rizki Widiyanti, drh. Duwi Fatmawati, Alfred (YJP) dan Puji, Alex (BKSDA Kaltim).

“Damai saat ini berada di Camp Karantina orang utan untuk dilakukan observasi serta penanganan medis. Medical Check Up (MCU) juga akan dilakukan secepatnya untuk mengetahui lebih detail kondisi Damai. Jika Damai telah dinyatakan sehat, selanjutnya Damai akan diajarkan mengenali pakan di hutan, memanjat pohon oleh pengasuh seperti orang utan lainnya”, kata Kepala Balitek KSDA Ishak Yassir.

Untuk diketahui Orangutan Research Center (ORC) merupakan pusat rehabilitasi dan reintroduksi yang diinisiasi oleh pemerintah cq. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Balitek KSDA serta didukung sepenuhnya oleh Yayasan Jejak Pulang. Jumlah total orang utan yang ada di ORC saat ini adalah 9 individu, yaitu: Gonda, Tegar, Cantik, Eska, Amalia, Robin, Kartini, Gerhana dan Damai.

Share Button

Dirgahayu FORDA, Bersiap Menghadapi “New Normal”

Badan Litbang dan Inovasi (BLI/FORDA) berusia 107 tahun.  Memasuki abad kedua peran BLI dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan, terutama di era pandemi Covid-19 ini, Dr. Agus Justianto, Kepala BLI berpesan, ”Dirgahayu FORDA, siapkan diri menghadapi new normal.”

New normal dimaknai sebagai kehidupan yang dijalankan seperti biasa ditambah dengan perilaku baru dalam bentuk protokoler kesehatan. Hal ini wajib dilakukan sejalan dengan belum ditemukan vaksin atau penangkal virus Covid-19.

“Tidak ada satu pun yang siap menghadapi pandemi ini. Perubahan arah manajemen institusi menyebabkan juga perubahan strategi komunikasi di instansi kita. Saat ini internal komunikasi institusi memegang peranan kunci untuk membangun ketahanan instansi dengan target, tujuan dan hasil yang baru. Rencana-rencana dan strategi awal tahun tinggallah rencana, sekarang mulai dengan rencana baru,” tegas Agus dalam pesan singkatnya kepada seluruh jajaran FORDA (17/5).

Pesan ini memberikan arahan tegas bahwa kegiatan riset dan pengembangan, serta manajemennya harus tetap berjalan. Protokoler kesehatan bukan halangan untuk terus berkarya memberikan yang terbaik untuk bangsa.

FORDA seharusnya sudah siap menghadapi new normal ini. Paradigma baru litbang yang diusung mulai pertengahan 2019, yakni paradigma masuk dalam virtual dan society era, diyakini akan memudahkan seluruh jajaran FORDA menghadapi new normal tersebut.

Menjalankan paradigma baru tersebut, FORDA menerapkan prinsip aktif, proaktif dan progresif. Ketiganya diharapkan mampu untuk menjawab berbagai tantangan yang semakin dinamis dan kompleks di era pandemi ini. Terutama untuk terus berjuang menempatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan utama kebijakan, regulasi dan aksi kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sejak didirikan pada 16 Mei 1913 oleh Pemerintah Hindia Belanda, sejarah telah mencatat bahwa FORDA telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam kemajuan pengelolaan hutan Indonesia. Di era sebelum kemerdekaan misal, perkembangan ilmu kehutanan Indonesia telah dituliskan dalam Tectona, majalah kehutanan pertama pada masa kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia yang terbit pada 1908-1955. Karya-karya ilmiah di dalamnya terkait kebijakan pengelolaan hutan dan konservasi alam di Indonesia banyak menjadi rujukan. Xylarium Bogoriense 1915 yang mendunia, juga dibangun pada era ini, termasuk Herbarium Botani Hutan yang dibangun pada 1917.

Pada era kemerdekaan tahun 1960an, dengan dimulainya pengusahaan hutan di Indonesia, FORDA telah berkontribusi menyempurnakan sistem silvikultur pengelolaan hutan alam produksi, dari  Tebang Pilih Indonesia (TPI) menjadi Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Pengenalan jenis pohon dan tabel volume pohon hasil FORDA juga digunakan dalam inventarisasi dan pendugaan volume tegakan hutan, menetapkan jatah volume tebangan tahunan (annual allowable cut), pendugaan volume hasil penjarangan, tegakan atau hasil tebangan akhir daur. Sebanyak 27 tabel volume pohon berhasil disusun dan dimanfaatkan dalam periode ini. Hasil riset industri kayu bahkan digunakan untuk menyusun pola pengembangan industri kayu nasional dan referensi bagi studi-studi kelayakan berbagai macam industri kehutanan.

Sementara pada era reformasi hingga usia satu abad, hasil-hasil litbang kehutanan juga berperan penting antara lain dalam Sistem Silvikultur Intensif (SILIN), Standar Nasioanal Indonesia (SNI), Reduce Emision from Deforestation and Forest Degradations (REDD) termasuk berkontribusi dalam mendorong implementasi mekanisme pembayaran berbasis kinerja (Result Based Payment), penetapan tingkat emisi acuan (Reference Emission Level), pengembangan Sistem Perhitungan Karbon Nasional Indonesia (Indonesian National Carbon Accounting System), restorasi lahan gambut, hasil hutan bukan kayu, bioenergi, pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), dan masih banyak lagi.

Meyakini bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi adalah tulang punggung kemajuan bangsa, FORDA meneruskan dan meningkatkan riset kehutanan dan lingkungan hidup yang telah dilakukan sejak lebih dari satu abad silam. Tidak hanya riset, kegiatan pengembangan juga terus dilakukan sehingga melahirkan inovasi-inovasi terbaru untuk mendukung hutan dan lingkungan berkelanjutan serta masyarakat sejahtera.*DP

Share Button