“State of The Art” Penulisan Ilmiah

Balitek KSDA, Samboja, 22 Oktober 2014. Sembari tertawa, Dr. Hendra Gunawan menceritakan ikhwal dirinya tersesat ke Samboja Kuala. “Niatnya mau ke Balitek KSDA Samboja, saya malah nyasar ke Samboja Kuala, maklum selama ini sering diantar saja, ” ujarnya tersenyum. Akibat tragedi tersasar ini, pembinaan yang seharusnya dimulai jam 09.00 WITA tertunda sampai setengah jam. Diadakan di ruang rapat, pembinaan pada selasa pagi ini bertujuan untuk mengingatkan kembali para peneliti untuk lebih baik dalam membuat karya tulis ilmiah dan proposal penelitian. Berbekal pengalaman menulis dan menjadi leader tim penelitian, Dr. Hendra Gunawan berbagi teknik menulis yang baik dan mendorong teman-teman peneliti di Balitek KSDA untuk lebih aktif dalam menulis ilmiah.

“Peneliti harus memiliki state of the art dalam menghasilkan tulisan,” pungkas Hendra Gunawan memulai pemaparannya. Seringkali, penelitian yang dituangkan dalam tulisan ilmiah tidak dapat dengan kuat memberikan alasan mengapa harus dilaksanakan dan apa manfaatnya. “Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pemakaian referensi yang mendukung,” terang Hendra. Sebagai implikasi dari kekurangan ini, dewan redaksi di Puskonser telah mensyaratkan jumlah minimal referensi dalam setiap tulisan adalah 15 buah, dengan pembagian 10 referensi utama dan 5 referansi pendukung.

Setiap proses dalam penulisan harus difikirkan secara detail dan dituangkan secara matang mulai dari pendahuluan, perumusan masalah, hipotesis, tujuan, tinjauan pustaka, metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. “Beberapa peneliti masih sulit untuk membuat kesimpulan yang menjawab permasalahan penelitian,” ujar Henda Gunawan. Bahkan, terkadang Hendra Gunawan masih menemukan kesimpulan yang dibuat tanpa ada kaitannnya dengan tujuan penelitian. “Padahal, kesimpulan dibuat untuk menjawab masalah dan memenuhi tujuan dari penelitian yang dilakukan,” terang Hendra.

Selain itu peneliti diharapkan juga memiliki bekal kemampuan bahasa dan tata bahasa yang sesuai dengan standar penulisan ilmiah agar tulisan ilmiah yang dihasilkan dapat dimengerti oleh pembaca. “Seringkali ditemukan paragraf yang tidak selesai, atau tidak ada kaitan antar paragraf,” ujar Hendra Gunawan. Untuk itu, Hendra Gunawan menyarankan agar dalam 1 paragraf minimal ada 3 kalimat dan ada aliran yang mengaitkan antar paragraf. “Selain itu, ada baiknya juga untuk meminta kepada teman atau orang lain yang berpengalaman untuk membaca tulisan kita,” sarannya.

Pada sesi diskusi, Mukhlisi, peneliti dari Kelti Konservasi Kawasan menanyakan perihal pembuatan kesimpulan dalam tulisan Ilmiah. “Apakah lebih baik dalam bentuk point per point atau dalam satu paragraph single statement?” tanya Mukhlisi. Menurut Hendra Gunawan, kesimpulan lebih baik dalam bentuk point per point. “Agar lebih spesifik dan jelas dalam menjawab permasalahan penelitian,” terangnya sembari menikmati pisang goreng yang tersaji.

Usai pemaparan dan diskusi tentang penulisan ilmiah, pembinaan dilanjutkan dengan pembuatan proposal penelitian. “Penapisan kegiatan layak bisa dilihat dari 5W 1 H yaitu Why, Who, What, When, Where dan How,” ujar Hendra Gunawan. 5W dan 1 H tersebut adalah mengapa riset ini penting (Why), siapa yang akan menerima manfaat (Who), apa kontribusi penelitian (What), kapan hasil riset bisa selesai dan diaplikasikan (When), dimana hasil riset akan diaplikasikan (lokal, regional, nasional, internasional) (Where) dan bagaimana transfer hasil riset kepada pengguna (How).  “Dari beberapa elemen yang ada ini, dapat dibuat parameter kelayakan dan prioritas dari sebuah kegiatan penelitian,” terang Hendra Gunawan.

Pada kesempatan ini Beliau juga mengingatkan agar dalam pembuatan rencana penelitian, sebagai peneliti kehutanan sebaiknya menyesuaikan dengan kebutuhan ataupun prioritas yang ditentukan oleh Kementerian Kehutanan. “Bukan berarti yang lainnya tidak boleh, namun kita upayakan agar yang kita lakukan dapat bermanfaat secara langsung dengan mitra kita di kementerian. Untuk topik selain yang ditentukan, dapat kita lakukan dengan upaya pendanaan dari luar kementerian,” terang Hendra Gunawan sembari mempersilahkan para peneliti di Balitek KSDA untuk tidak ragu-ragu menghubunginya baik melalui email atau sms jika ada pertanyaan lebih lanjut.

Drinus Arruan, S.Hut., Kepala Seksi Perencanaan, Evaluasi dan Kerjasama, mengharapkan dengan adanya pembinaan ini, peneliti dapat lebih giat dalam menghasilkan tulisan ilmiah sesuai dengan kegiatan penelitian yang telah dilakukan. “Kegiatan ini juga sebagai persiapan kita dalam menghadapi RPI periode 2015 -2019, agar rencana kegiatan dan output yang akan dibuat dapat selaras dan berjalan dengan baik,” ujar Drinus sekaligus mengakhiri kegiatan tepat pukul 12.00 WITA. *ADS***

3 1

Share Button

Mengenalkan Lingkungan lewat Menggambar, Mewarnai dan Bernyanyi

Hijau sawah, hijau gunung, hijau hutan dan hijau bumi. Mari kita menanam pohon agar kita terhindar dari bencana. Teman-teman ayo kita membuang sampah pada tempatnya.

Sepenggal lirik tersebut adalah bagian dari lagu yang dinyanyikan oleh kelompok paduan suara yang tergabung dalam Forum Keluarga dan Anak Cinta Lingkungan (FOKAL), di Hall Room, Radio Republik Indonesia (RRI), Gejayan, Yogyakarta, pada hari Minggu (18/10/2014).

Paduan suara yang tergabung di Fokal Yogyakarta menyanyikan lagu-lagu bertema lingkungan di Hall Room, RRI Yogyakarta. Foto : Tommy Apriando.

Waktu menunjukkan pukul 08.30 WIB. Anak-anak fokus  menggambar dan mewarnai diatas tas kanvas. Dalam jarak sekitar lima meter, orang tua mereka melihat dan memantau dari jarak tidak berkejauhan. Sebagian anak lainnya sudah rapih dengan kostum pentas. Mereka adalah para finalis lomba bernyanyi untuk negeri yang diselenggarakan oleh Sahabat Lingkungan Yogyakarta bersama WALHI Yogyakarta, FOKAL, RRI Yogyakarta dan Reispirasi.

Ning Raswani selaku koordinator Fokal kepada Mongabay Indonesia mengatakan, acara tersebut diselenggarakan bermula dari keprihatinan terhadap kondisi lingkungan di Yogyakarta dan Indonesia secara umumnya. Perhatian terhadap alam tidak hanya dilakukan dengan aksi langsung, tetapi juga dengan edukasi tentang lingkungan sejak dini kepada anak-anak, karena mereka generasi penerus negeri ini.

“Kami melihat masih banyak sekolah yang belum memberikan pemahaman kepedulian lingkungan kepada siswanya. Selain itu di lingkungan keluarganya juga harus diajarkan,” katanya.

Dia mengatakan pendekatan dan pengenalan lingkungan lewat anak-anak dan keluarga sangat efektif. Oleh karena itu, sejak Fokal berdiri pada tahun 2010, mulai mengenalkan lingkungan kepada anak-anak lewat lomba menyanyi, berwisata alam di desa. Fokal juga mengajak mereka melihat pengelolaan sampah dan menanam padi di sawah.

Dengan cara itu, anak dan keluarganya bisa paham, peduli dan tersentuh terhadap lingkungan hidup. Bahkan, anak -anak yang tergabung di Fokal menegur sesama temannya yang buang sampah sembarangan. Orang tua anggota Fokal juga sudah menjadi contoh untuk peduli dan memikirkan solusi kelestarian lingkungan di kampungnya.

Salah satu peserta lomba bernyanyi untuk negeri sedang menunjukkan kepiawaiannya bernyanyi lagu tentang lingkungan di Hall Room RRI Jogja. Foto : Tommy Apriando

“Bernyanyi hanya sebagai sarana seni. Ini cara pendekatan yang efektif untuk anak. Paling tidak lagu-lagu yang bertema lingkungan ini sudah di dengar oleh mereka, lalu diterapkan lewat perilaku keseharian,” kata Ning.

Anak-anak juga diajak menggambar dan mewarnai pakai tas berbahan kanvas.  Bila menggunakan kerta, maka bakal dibuang menjadi sampah. Dengan menggunakan tas, maka pesan lingkungan akan tetap ada dan terus dilihat karena tas tersebut dipakai oleh anak-anak sendiri.

“Harapan kami membangun generasi peduli lingkungan lewat anak-anak. Masa depan lingkungan kita ada di mereka. Semoga mereka terbentuk karakter dan jiwa cinta lingkungan. Ajarkan mereka untuk memberikan dan melakukan berbagai hal agar alam lestari,” tutup Ning.

Tas kanvas bergambar tema lingkungan karya anak-anak di Hall Room, RRI Jogja. Foto :  Tommy Apriando

Deni Widyanto yang juga menjadi juri lomba menggambar dari lembaga pecinta Penyu Reispirasi kepada Mongabay mengatakan, kegiatan tersebut sangat menyenangkan dan efektif, melibatkan anak-anak untuk paham, peduli akan lingkungan lewat nyanyi, mewarnai dan menggambar bertema lingkungan. Reispirasi juga sudah beberapa kali melakukan aksi edukasi dan pelepasan tukik (anak penyu) dengan melibatkan anak-anak.

“Dengan anak-anak menggambar dengan isu lingkungan, beberapa anak lain yang melihat jadi ingin tahu dan ikutan. Apalagi tasnya dikembalikan ke penggambarnya sendiri, ini akan membuat bangga dan menularkannya kepada kawannya di sekolah,” kata Deni

Direktur eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera kepada Mongabay mengatakan, tujuan utama kegiatan ini adalah pendidikan lingkungan untuk anak dan keluarga, sehingga kepedulian lingkungan bisa tertanam sejak kecil dan dikeluarga. Dari semua peserta mulai dari bernyanyi, menggambar dan mewarnai. Mereka bisa disebut sebagai duta lingkungan untuk berbagi pengalaman lingkungan.

“Pengalaman mereka peduli terhadap lingkungan akan disebarkan ke teman-temannya. Ya paling tidak mereka tahu bagaimana menjaga kelestarian lingkungan,” kata Halik.

Ia menambahkan, ke depan selain untuk anak-anak ini ikutan lomba, pasca lomba ini mereka akan ada pertemuan-pertemuan. Untuk anak-anak diberikan edukasi tentang lingkungan, sedangkan orang tuanya juga diahak untul memikirkan kondisi lingkungan dan mencari solusinya, paling tidak dimulai dari lingkungan kampung mereka.

Saat ini, kurikulum di sekolah masih jauh dari konteks lingkungan. Beberapa mata pelajaran di sekolah seharusnya bisa dipraktikan dengan turun di lapangan. Sekolah hanya mengejar penghargaan Adiwiyata.  Setelah mendapatkan gelar Adiwiyata, lalu tidak ada keberlanjutannya. Padahal pendidikan itu berkelanjutan.

“Menyelamatkan lingkungan tidak hanya dilakukan di kalangan aktivis lingkungan. Seluruh masyarakat berpotensi untuk untuk terlibat melakukan konservasi dan lingkungan yang lestari. Hal ini dilakukan sejak usia anak, di dorong lingkungan keluarga dan sekolah,” tambah Halik.

Sumber : Klik di sini

Share Button

Proceeding The 2nd INAFOR 2013: Forestry Research for Sustainable Forest Management and Community Welfare

FORDA (Bogor, 14/10/2014)_Indonesia masih menghadapi beberapa masalah dalam pengelolaan sumber daya alam termasuk hutan. Tantangan tersebut datang baik dari faktor internal maupun eksternal. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya hutan secara berkelanjutan. Sebagaimana diatur dalam undang-undang, tujuan nasional Pemerintah Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, Kementerian Kehutanan juga harus fokus pada pengelolaan hutan lestari serta turut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam waktu yang sama.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah bekerja selama sepuluh dekade untuk mendukung visi dan misi Kementerian Kehutanan. Tugas khusus Badan Litbang Kehutanan yaitu meningkatkan peran penelitian dan pengembangan dalam mencapai pengelolaan hutan lestari. Salah satu strateginya yaitu dengan mengumpulkan informasi dan berbagi pengetahuan di bidang kehutanan melalui diseminasi dan konferensi.

Badan Litbang Kehutanan bukanlah satu-satunya organisasi yang bekerja dalam penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan. Beberapa universitas, organisasi non-pemerintah dan organisasi internasional juga melakukan penelitian dan pengembangan pada beberapa daerah yang sama di Indonesia. Oleh karena itu, kebutuhan untuk mengumpulkan informasi dan berbagi ide menjadi penting untuk dilakukan dalam rangka menciptakan pemahaman bersama untuk mewujudkan tujuan nasional kehutanan Indonesia.

The International Conference of Indonesia Forestry Researcher (INAFOR) adalah upaya Badan Litbang Kehutanan  untuk secara aktif meningkatkan kualitas penelitian kehutanan Indonesia dan publikasi serta membangun forum ilmiah yang kuat bagi para profesional kehutanan Indonesia dari badan penelitian dan pengembangan termasuk instansi pemerintah, sektor swasta dan universitas. Pada 2011, INAFOR  pertama dilaksanakan di Bogor. Menyadari banyaknya manfaat dari konferensi ini, maka penyelenggaraannya  dilaksanakan secara periodik setiap dua tahun sekali.

Bertepatan dengan ulang tahun penelitian 100 tahun di Indonesia, The 2nd INAFOR dilaksanakan pada 27-28 Agustus 2013 di Jakarta dengan tema “Celebrating a 100-year Forestry Research in Indonesia: Forestry Research for Sustainable Forest Management and Community Welfare “.

Konferensi ini bertujuan untuk memberikan pengalaman internasional bagi para peneliti dan ilmuwan serta mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan di Indonesia.

Prosiding ini merupakan dokumentasi publikasi makalah dan poster yang dipresentasikan dalam konferensi tersebut.Terdiri dari 54 makalah dari 77 makalah yang disajikan dalam presentasi oral dan 34 makalah dari 49 presentasi poster. Publikasi ini diharapkan  dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat menuju penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan untuk pengelolaan hutan lestari dan kesejahteraan masyarakat.**(TS).

Silahkan download materi prosiding pada link berikut :

PROCEEDINGS OF THE 2nd INAFOR 2013

Sumber berita : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1862

Share Button

HKI akan menjadi Salah Satu Target Badan Litbang Kehutanan

FORDA (Bogor,13/10/2014)_Badan Litbang Kehutanan akan mendorong semua satuan kerja (satker)nya untuk menentukan rencana dan target untuk mencapai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) baik berupa hak cipta, PVT (Perlindungan Varietas Tanaman)/ hak pemuliaan tananam, maupun paten. Hal ini disampaikan oleh Ir. Tri Joko Mulyono, MM, Sekretaris Badan (Sekbadan) saat memimpin Rapat Evaluasi Triwulan III dan Tindak Lanjut Hasil Identifikasi HKI Badan Litbang Kehutanan, di Kampus Gunung Batu, Bogor (Senin, 13/10)

“Kami juga akan menyusun target-target tentang HKI. Dengan target, kita bisa mengalokasi anggaran untuk kegiatan ini,” kata Sekbadan.

Untuk mendukung hal tersebut, Sekretariat Badan Litbang Kehutanan telah mengeluarkan Surat Edaran Kepala Badan ke semua Satker untuk menyampaikan HKI yang telah dan akan dicapai.  Dari hasil identifikasi dan evaluasi ini, nanti akan dibuat suatu kesepakatan untuk segera menerbitkan rencana dan target perolehan HKI.

Selain itu, Sekbadan meminta kepada semua pihak, baik peneliti, manajemen, profesor riset dan dewan riset untuk bersama-sama menganalisis judul-judul RPTP (Rencana Penelitian Tim Penelit) Badan Litbang Kehutanan sehingga nanti dapat terlihat sesuatu atau hasil yang dicapai.

“Tahun 2010-2014, kita mempunyai judul RPTP sebanyak 1714. Tentunya dari 1714 akan menghasilkan berapa inovasi yang akan kita terbitkan,” kata Sekbadan.

Sekbadan juga menyatakan bahwa sekretariat akan memfasilitasi buku-buku karya peneliti untuk sertifikasi hak cipta. Adanya dukungan ini diharapkan kinerja peneliti lebih dapat ditingkatkan.

Disisi lain, Dr. Ir. Hendra Gunawan, M.Si, Peneliti Konservasi Sumber Daya Hutan/Alam, Badan Litbang kehutanan mengharapkan selain HKI, peneliti maupun kegiatan penelitian yang tidak bermuara pada HKI juga diajukan produknya. Contoh penelitian ini adalah yang bersifat eksploratif yang atau kebijakan pemerintah. Selain itu, Hendra juga berharap bahwa manajemen memfasilitasi penelit-peneliti yang tidak bermuara pada HKI, juga bisa tampil.

Menanggapi hal tersebut, Sekbadan menyatakan kalau tentang kinerja, HKI bukan satu-satunya indikator. Tetapi untuk alokasi anggaran, HKI menjadi target karena dalam penganggaran harus jelas outputnya.

“Saya pikir banyak hal yang bisa kita lakukan. Misalnya dari hasil kegiatan eksplorasi sebelum menjadi kebijakan pasti ada tulisan yang bisa kita larikan ke hak cipta,” kata Sekbadan.

Pada akhir acara, Sekbadan berharap bahwa semua pihak baik manajemen, dewan riset dan pakar yang hadir dalam rapat untuk membuka kembali ketentuan tentang HKI, kemudian bersama-sama menentukan kriteria untuk masing-masing jenis HKI serta menilai potensi HKI di semua satker. Tujuannya agar ada pemahaman yang sama antara Satker dan Sekretariat.

Sekbadan juga berharap bahwa semua pihak untuk saling bersinergi untuk menentukan strategi dalam meningkatkan serapan anggaran mengingat waktu LS tinggal 49 hari dan GU tinggal 59 hari. Selain itu, Sekbadan juga menngingatkan bahwa anggaran PNP 75%, minggu depan atau minggu ketiga Bulan Oktober akan cair.

Materi Terkait:

Paparan Evaluasi Triwulan III dan Tindak Lanjut Hasil Identifikasi HKI oleh Sekbadan

Paparan Evaluasi Kemajuan Kegiatan Puspijak

Paparan Evaluasi Kemajuan Kegiatan Pusprohut

Paparan Evaluasi kemajuan Kegiatan Pustekolah

Paparan HKI Puskonser

Paparan HKI Puspijak

Sumber Berita : Klik di sini

Share Button

Alih Teknologi Hutan Kota : Iptek Hutan Kota Sebagai Basis Strategi Pengembangan Wilayah Perkotaan

Puspijak (Serang,14/10/2014)_“Kota-kota di Provinsi Banten sudah memiliki beberapa lokasi hutan kota, namun  masih banyak yang statusnya belum ditetapkan melalui Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan”, demikian yang disampaikan oleh Ir. M. Januar., MP Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi-Banten.

“Hal ini menunjukan, walaupun masih ada kendala namun pemerintah daerah sudah memiliki political will yang kuat untuk mendukung pembangunan hutan kota” lanjutnya. Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Bappeda Provinsi Banten dalam presentasinya pada kegiatan Alih Teknologi Hutan Kota yang bertema Iptek Hutan Kota Sebagai Basis Strategi  Pengembangan Wilayah Perkotaan yang diselenggarakan di Kota Serang pada tanggal 14 Oktober 2014 di Hotel Le Dian, Kota Serang-Banten.

Kegiatan Alih Teknologi dihadiri oleh sekitar 30 orang peserta yang merepresantasikan para pihak yang terlibat pembangunan hutan kota dari kota dan kabupaten di wilayah Provinsi Banten. Alih teknologi menampilkan materi yang terbagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama menampilkan materi yaitu Dukungan Bagi Pembangunan Hutan Kota dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang diampaikan oleh Ir. Sunaryo (Dit. Rehabilitasi Hutan dan Lahan), materi berikut adalah Strategi Pembangunan Hutan Kota di Wilayah Provinsi Banten yang disampaikan oleh Kepala Bappeda Provinsi Banten, PengembanganRuang Terbuka Hijau dan Hutan Kota di Kota Serang (Kepala Bappeda Kota Serang) dan materi terkait Pengelolaan Hutan Kota di Kota Serang (Kepala Dinas Tata Ruang Kota Serang).

Sesi kedua menyajikan materi yang bersifat teknis pengelolaan hutan. Materi pertama pada sesi kedua disampaikan mengenai Pemilihan Jenis Hutan Kota disampaikan oleh Kuncoro Ariawan (Puspijak), materi berikut berkenaan dengan Sidik Cepat Pemilihan Jenis Pohon untuk Hutan Kota yang disampaikan oleh Ir. Budiman Ahmad, M.Sc (Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis) dan sesi kedua ditutup oleh presentsi Dr. Ismayadi Syamsoedin (Puspijak) yang menyampaikan materi mengenai Teknik Pemeliharaan Pohon dalam konteks Pembangunan Hutan Kota.

Kegiatan Alih Teknologi dilaksanakan di Provinsi Banten karena Provinsi Banten dianggap memiliki nilai strategis yaitu karena  selain menjadi penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera juga merupakan tetangga Ibu kota Jakarta yang pembangunan perkotaannya sangat dinamis.

Mengingat nilai strategis wilayah perkotaan di Provinsi Banten tersebut, maka keberadaan hutan kota sudah menjadi kebutuhan dan sudah seharusnya pula menjadi bagian yang terintegrasi dalam strategi pengembagan kota atau wilayah perkotaannya. Diharapkan dengan pelaksanaan kegiatan Alih Teknologi Pembangunan Hutan Kota makapembangunan hutan kota  di provinsi Banten dapat berjalan sesuai harapan dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi warga yang tinggal di perkotaan di Provinsi Banten.**(BS)

Materi Alih Teknologi Hutan Kota

  1. Dukungan Kementerian Kehutanan dalam Pembangunan dan Pengembangan Hutan Kota
  2. Kajian Kesesuaian Jenis dan Lokasi Hutan Kota
  3. Peranan Hutan Kota dalam Pengembangan Wilayah Perkotaan di Indonesia
  4. Pembangunan Hutan Kota dalam Strategi Pembangunan Perkotaan Provinsi Banten
  5. Pemilihan Jenis Pohon dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan Hutan Kota
  6. Hutan Kota di Kota Serang
  7. Teknik Pemeliharaan Pohon dalam Konteks Pembangunan dan Pemeliharaan Hutan Kota
  8. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota di Kota Serang

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1864

Share Button

Indeksasi Jurnal: Peluang Diseminasi Hasil Penelitian pada Level Internasional

FORDA (Bogor, 09/10/2014)_“Sebuah jurnal ilmiah dalam sepuluh tahun penerbitannya, adakah jurnal lain yang mensitasi jurnal tersebut? Apakah kualitas artikelnya buruk? Apakah Diseminasinya kurang? Diseminasi cetak atau diseminasi online, mana yang lebih penting?” demikian pertanyaan yang dilontarkan oleh Dr. Istadi, narasumber pada Pembahasan Publikasi Badan Litbang Kehutanan di Hotel Permata, Bogor (Kamis, 9/10).

Editor in Chief Bulletin of Chemical Reaction Engineering and Catalysis, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang  tersebut menuturkan pentingnya jurnal harus dikelola secara online dan seluruh fulltext harus di-online-kan apabila ingin melakukan indeksasi jurnal pada lembaga pengindeks internasional bereputasi.

“Tujuan utama indeksasi yaitu diseminasi” kata Istadi. Sehingga dapat diketahui siapa saja yang mensitasi jurnal tersebut dan berapa nilai impact factor-nya. Selama ini, dengan pengelolaan jurnal berbasis tercetak, ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab sebagaimana dilontarkan Istadi diawal.

”Perlu dilakukan perubahan paradigma dalam hal pengelolaan jurnal dari tercetak ke dalam format online, dimana seluruh proses bisnis dilakukan secara online mulai dari proses penerimaan naskah, review naskah, editing naskah, sampai ke penerbitan naskah final. Hal ini dikarenakan syarat utama dalam indeksasi jurnal ilmiah yaitu format jurnal dalam bentuk online atau electonic journal (e-journal).

Staf Ahli Pembantu Rektor IV Universitas Diponegoro tersebut lebih lanjut menyatakan jurnal bereputasi internasional itu relatif. Reputasi jurnal yaitu ketika jurnal mendapatkan sitasi. Di Indonesia, ukuran bereputasi yaitu dengan “akreditasi”, sedangkan secara internasional yaitu jurnal terindeks pada lembaga pengindeks internasional, sehingga terlihat berapa jumlah sitasinya.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Rochadi Abdulhadi, Ketua Tim Akreditasi Majalah Ilmiah LIPI, menyampaikan peraturan terbaru terkait akreditasi jurnal ilmiah yaitu Peraturan Kepala LIPI Nomor 3 Tahun 2014. Salah satu unsur dalam penilaiannya yaitu unsur penyebarluasan, dimana mengandung  beberapa sub unsur yaitu kunjungan unik pelanggan, pencantuman di pengindeks internasional bereputasi  dan alamat/identitas unik artikel atau Digital Object Indentifier (DOI).

Menanggapi peraturan tersebut Istadi mengatakan oplah pencetakan jurnal digantikan dengan kunjungan unik pada website jurnal, tidak bisa dimanipulasi. Selain itu juga menghemat anggaran dalam pencetakan jurnal. Sedangkan DOI merupakan alamat unik tiap artikel, salah satu syarat dalam indeksasi. Dengan melakukan indeksasi pada lembaga pengindeks internasional bereputasi juga akan memberikan peluang diseminasi yang lebih luas, tidak hanya dalam negeri namun juga luar negeri.

Strategi Indeksasi Pada Pengindeks Internasional Bereputasi

Menurut data yang dirilis oleh Scimago Journal and Country Rank, jurnal yang dikelola Istadi,  Bulletin of Chemical Reaction Engineering and Catalysis, pada tahun 2012 merupakan jurnal dengan nilai impact factor tertinggi dan sedangkan tahun 2013 menduduki peringkat kedua se-Indonesia.

Namun yang memprihatinkan, jurnal ilmiah Indonesia yang mempunyai nilai impact factor masih sangat sedikit, tercatat tahun 2012 hanya 14 jurnal dan 2013 sebanyak  17 jurnal. (http://www.scimagojr.com/journalrank.php?area=0&category=0&country=ID&year=2013&order=sjr&min=0&min_type=cd).

Sebagai informasi, parameter global untuk  mengukur reputasi jurnal ilmiah yaitu:

  1. Impac Factor (Thomson Reuters)
  2. Scimago Journal Rank (SJR)  dan Source Normalized Impact per Paper (SNIP) (Scimago, SCOPUS)
  3. H-index (SCIMAGO, SCOPUS, Google Scholar)
  4. i10-index (Google Scholar)
  5. Number of published article per x-year
  6. Number of citation per x-year
  7. % rejection rates
  8. Akreditasi Jurnal Ilmiah (A atau B).

Sedangkan lembaga pengindeks internasional bereputasi antara lain:

  1. Thomson Reuters /Web of Science
  2. SCOPUS
  3. Cambrige Scientific Abstrac (CSA), Chemical Abstract Services (CAS); CABI
  4. Directory of Open Access Journal (DOAJ)
  5. EBSCO, Gale, Proquest, CABI
  6. Google Scholar

Pada kesempatan tersebut Istadi juga memaparkan strategi dan tahapan dalam indeksasi jurnal ilmiah yaitu dimulai dengan yang paling mudah. Langkah awal yaitu dengan membangun portal jurnal online (e-journal). Setelah pengelolaan jurnal sudah dalam format online dan seluruh fulltext artikel baik yang terbaru maupun back issues (artikel lama) diunggah dalam portal jurnal, maka langkah selanjutnya yaitu mendaftarkan jurnal pada lembaga pengindeks. Dimulai dengan pengindeks nasional yaitu Portal Garuda, baru ke pengindeks internasional dimulai ke Google Scholar, DOAJ, EBSCO, SCOPUS dan Thomson & Reuters.

Sejalan dengan yang disampaikan oleh Istadi terkait dengan strategi indeksasi, pada Soft Launching Portal Publikasi Badan Litbang Kehutanan, Retisa Mutiaradevi, S.Kom. MCA, Kepala Sub Bagian Diseminasi, Publikasi dan Perpustakaan mengatakan Indonesia Journal of Forestry Research (IJFR) jurnal berbahasa Inggris yang dikelola oleh Sekretariat Badan Litbang Kehutanan telah membangun portal jurnal online (http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/IJFR).

Saat ini IJFR telah terindeks pada Portal Garuda dan Google Scholar. Data dari Google Scholar menunjukkan jumlah sitasi IJFR yaitu 63 dan nilai h-index 5 (http://scholar.google.co.id/citations?user=4h2Jr50AAAAJ&hl=en). Target ke depan IJFR diharapkan dapat terindeks pada pengindeks internasional lainnya. **(TS)

Materi terkait, silahkan download pada link berikut ;

Strategi Indeksasi Jurnal LitbangKehutanan

Sumber : forda-mof.org

Share Button