Sosialisasi Pedoman Pelaksanaan SPIP

FORDA (Bogor, 21/10/2014)_Dalam rangka pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Satgas SPIP Badan Litbang Kehutanan kembali mengadakan pertemuan, yaitu Konsolidasi dan Sosialisasi Pedoman Pelaksanaan SPIP di Kampus Litbang Kehutanan, Bogor, Senin (20/10).

Pertemuan yang dimulai dengan arahan Sekretaris Badan Litbang Kehutanan selaku Ketua Satgas ini mengagendakan paparan Ringkasan Pemahaman SPIP berdasarkan Peraturan Irjen Nomor 2 Tahun 2014 sebagai agenda utamanya.

Menurut Ir. Tri Joko Mulyono, MM, Sekretaris Badan Litbang Kehutanan (Sekbadan), SPIP adalah sebuah sistem manajemen, hampir sama dengan ISO yang diawali dengan komitmen pimpinan.

“Ini sistem manajemen yang harus kita implementasikan untuk mendapat perbaikan terus-menerus di lingkungan birokrasi,” kata Tri Joko yang berharap pertemuan ini menghasilkan pemahaman yang sama bagi satgas SPIP tentang pelaksanaan SPIP.

Dalam paparannya di depan para Ketua dan Sekretaris Satgas SPIP dari masing-masing Puslitbang, Kabag. Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc selaku Sekretaris Satgas menyampaikan tujuan, prosedur dan bagaimana merencanakan SPIP.

Dijelaskan bahwa terdapat 4 tujuan SPIP, yaitu tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara; Keandalan pelaporan keuangan; Pengamanan aset negara; dan Ketaatan terhadap aturan perundangan.

Beberapa prosedur SPIP yang akan dilaksanakan yaitu setiap awal tahun (Januari) akan dilakukan penyusunan desain SPIP untuk diimplementasikan sepanjang tahun. Bersamaan dengan itu, akan dilakukan pemantauan secara periodik (triwulan) dan evaluasi di akhir tahun.

“Hal ini perlu dikomunikasikan ke seluruh pegawai, siapa melakukan apa dan bagaimana,” kata Nugroho yang mengaku bukan sebagai narasumber SPIP melainkan satgas yang diminta membaca dan memahami pedoman tersebut lebih dahulu untuk dibagikan kepada satgas SPIP lainnya.

Lebih lanjut Nugroho juga menjelaskan bahwa dalam merencanakan SPIP harus menerapkan 5 unsur SPIP yang saling terkait, yaitu Lingkungan pengendalian; Penilaian resiko; Kegiatan pengendalian; Informasi dan komunikasi; dan Pemantauan pengendalian intern. Dari lima unsur tersebut kegiatan pengendalian merupakan corenya.

Pada sesi diskusi banyak dibahas hal-hal yang bersifat teknis dari apa yang dipaparkan. Beberapa terminologi yang sering digunakan dalam merencanakan SPIP, antara lain sumber resiko, resiko signifikan dan probabilitas resiko menjadi pokok bahasan.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, para peserta rapat, satgas SPIP diminta untuk mengidentifikasi kegiatan melalui pembahasan internal maupun antar puslitbang. Untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) juga akan dilakukan sosialisasi seperti ini pada Rapim yang diadakan akhir bulan ini di Makassar. Setelah melalui proses tersebut dan data masuk dari semua satker, akan dilakukan rapat sinkronisasi yang akan menghasilkan bahan penyusunan desain pengendalian internal SPIP tingkat Badan Litbang Kehutanan.***(RH)

Materi:

Ringkasan Pemahaman SPIP

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1882

Share Button

Program Kerjasama Harus Sejalan dengan Prioritas Pembangunan Sektor Kehutanan

FORDA (Jakarta, 21/10/2014)_Prof. Dr. Ir. San Afri Awang, M.Sc, Kepala Badan (Kabadan) Litbang Kehutanan menyerukan kepada Peneliti Badan Litbang Kehutanan (Balitbanghut) untuk cermat dalam menerima Kerjasama Luar Negeri (KLN), jangan menganaktirikan pekerjaan-pekerjaan APBN. Hal ini disampaikan pada Rapat pembahasan Program Kerjasama The International Tropical Timber Organization (ITTO) di Ruang Rapat lt. 11 Blok 1 Manggala Wanabakti, Jakarta (selasa, 21/10).

 “Kerjasama itu untuk menutup lubang-lubang anggaran APBN yang tidak cukup untuk menyelesaikan. Tapi konsentrasikan pada IKU (Indikator kinerja Utama) dan IKK (Indikator Kinerja Kegiatan),” kata Kabadan.

Kabadan menyadari bahwa selama ini, ada beberapa peneliti di Balitbanghut yang fokus pada proyek kerjasama dan mengabaikan kegiatan-kegiatan APBN. Namun demikian, Kabadan merasa agak kecewa karena proyek-proyek kerjasama tersebut kadang tidak dicermati dengan seksama. Misalnya,  kegiatan pengukuran pohon Dipterokarpa yang sudah berumur 30 tahun di Labanan.

“Karena saya paham, dari segi publikasi kita kurang bagus,” kata Kabadan yang mengetahui secara persis bahwa apabila data diambil oleh peneliti asing maka mereka akan mempublikasikan dan mendapat keuntungan besar. Hal ini juga membatasi peneliti kita untuk menulis karena sudah diakuin oleh mereka.

Oleh karena itu, Kabadan berkomitmen untuk menolak semua kegiatan KLN yang bersifat hanya pengukuran saja. Selain itu, Kabadan berharap bahwa seluruh hasil kerjasama dapat menghasilkan iptek yang berorientasi pada Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

“Saya minta setiap peneliti mempunyai keinginan untuk itu,” kata Kabadan.

Sedangkan untuk kelangsungan proyek KLN, terutama ITTO, Kabadan berharap adanya proses kaderisasi. Peneliti yunior harus belajar kepada peneliti senior dan sebaliknya, penelit senior harus legowo. Jangan sampai, proposal yang dibuat adik-adik peneliti yang bergelar doktor tidak laku.

“Biarkan adik-adik di depan, kita di rangking kedua. Ada yang kita pegang sendiri, tetapi jangan semua. Sedangkan yang muda-muda tidak mendapat tempat,” kata Kabadan.

Rapat pembahasan program kerjasama ITTO tersebut dilaksanakan untuk mempersiapkan partisipasi Indonesia pada ITTO yang ke-50 di Yokohama pada tanggal 3-8 November 2014. Dalam rapat tersebut, dipresentasikan ke-9 program kerjasama ITTO Balitbanghut.

Dalam rapat tersebut, juga dihasilkan beberapa rencana tindak lanjut, yaitu:

  1. Memonitoring secara aktif proses registrasi dan pembukaan rekening
  2. Penyelesaian proyek dan kelengkapan dokumen harus dilakukan tepat waktu
  3. Untuk proyek baru, dimohon untuk persiapan pendanaan pembinaan administrasi dan substansi oleh Sekretariat
  4. Pokja kebijakan segera dihidupkan kembali. Untuk memfasilitasi proyek-proyek yang terkaik REDD.

Materi Terkait:

  1. Promoting Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria Gyrinops Species in Indonesia
  2. Operational Strategies for The Conservation of Tengkawang Genetic Diversity and for Sustainable Livelihood of Indigenious People in Kalimantan
  3. Support to ITTO-CITES Implementation for Tree Species and Trade/Market Transparancy (TMT)
  4. Promoting Conservation of Selected High-Value Indigenous Species of Sumatra
  5. Model Capacity Building for Efficient and sustainable Utilization of Bamboo Resources in Indonesia
  6. Promoting the Partnership effort to REDD from Tropical Peatland in South Sumatra through the Enhancemenet of Conservation and Restoration Activities
  7. ITTO REDD+ Feasibility Study for the Bilateral Offset Scheme FY 2012 in Central Kalimantan
  8. Strengthening the capacity of local institutions to sustainably manage community forestry in Sanggau for Improving Livelihood
  9. Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation and  Enhancing Carbon Stocks in Meru Betiri National Park, Indonesia

 Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1885

Share Button

Benarkah Perubahan Iklim Berhenti Sementara?

KOMPAS.com – Benarkah perubahan iklim berhenti untuk sementara? Data Badan Administrasi Atmosfer dan Kelautan Amerika Serikat (NOAA) mengindikasikan tidak.

NOAA mencatat bahwa tahun demi tahun, rekor bulan terpanas dan tahun terpanas sejak 1880 terus terjadi. Ini menjadi bukti bahwa pemanasan global tidak berhenti sementara.

Tahun-tahun terpanas antara lain adalah 1995, 1997, 1998, 2005, dan 2010. Sementara, bulan terpanas antara lain November 2013 serta Mei, Juli, dan Agustus 2014.

Bumi belum mencetak rekor bulan terdingin sejak Desember 1916. Namun, bulan dengan suhu melampaui rekor selalu terjadi sejak 1997.

NOAA pada Senin (20/10/2014) menyatakan, September 2014 menjadi September terpanas dalam 135 tahun. Suhu global rata-rata adalah 15,72 derajat Celsius.

Sementara, tahun 2014 bersama 1998 telah menjadi tahun dengan sembilan bulan pertama terpanas yang pernah tercatat.

Pada tahun 1998, panas disebabkan oleh adanya El Nino kuat. Pada tiga bulan terakhir pada tahun tersebut, suhu lebih rendah karena El Nino berakhir.

Sementara, tahun 2014, NOAA menyatakan bahwa El Nino belum datang namun suhu sudah tinggi. Prediksi NOAA, El Nino mungkin datang akhir tahun dan membuat suhu lebih tinggi.

Dengan data yang tersedia tahun ini, Jessica Blunden, pakar iklim NOAA, mengatakan bahwa “sangat mungkin” tahun 2014 mencetak rekor sebagai tahun terpanas.

Donald Wuebbles, pakar iklim dari University of Illinois, mengatakan, data-data itu menunjukkan bahwa perubahan iklim nyata dan tidak berhenti sementara.

“Ini adalah salah satu indikator bahwa perubahan iklim tidak berhenti dan terus menjadi isu penting yang dihadapi manusia,” kata Wuebbles seperti dikutip AP, Senin.

Wuebbles mengatakan, selama ini ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa perubahan iklim berhenti sementara. Namun, menurut Wuebbles, semua data NOAA membantahnya.

Sumber : kompas.com

Share Button

Peran Litbang dalam Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam rangka Pembangunan Ketahanan Energi Nasional

Konsumsi domestik terhadap bahan bakar minyak (BBM) naik dengan pesat, hal ini terjadi akibat dari terus dipertahankannya subsidi BBM yang pada tahun 2014, diperkirakan sekitar 300triliun rupiah. Di sisi lain, kapasitas kilang domestik yang stagnan selama kurang lebih 20 tahun yang mengakibatkan impor BBM (bensin dan solar) dari tahun ke tahun terus naik.

Melihat kondisi di atas, maka perlu segera dicari sumber energi terbarukan – karena sifatnya yang bersih – untuk dapat mengganti BBM. Dan biomasa adalah satu-satunya sumber energi terbarukan yang dapat menghasilkan, atau mudah dikonversi menjadi bahan bakar cair – bahan bakar nabati (BBN) atau biofuels. Maka pengembangan dan pemanfaatan komersial BBN adalah keharusan dan merupakan pilihan yang paling tepat.

Kemiri sunan adalah salah satu tanaman potensial penghasil bioenergi jenis biodiesel. Kemiri sunan mulai berproduksi pada usia 4tahun, dan pada umur 8tahun dapat menghasilkan 15ton biji ( 6 sd 8 ton biodiese) per hektar/tahun. Kelebihan lain dari kemiri sunan adalah dapat dikembangkan pada lahan sub optimal – misalnya lahan pasca tambang timah. Akan tetapi, yang perlu dipersiapkan pada pengembangan kemiri sunan pada saat ini adalah perlu adanya kepastian harga dan pasar agar kejadian beberapa tahun yang lalu, yang dialami oleh jarak pagar, tidak terulang kembali.

fgd bbn bogor hotel salak

Para Peserta FGD “Perang Litbang dalam Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati dalam rangka Pembangunan Ketahanan Nasional”

Saat ini, Balitbang Kementerian Pertanian telah mengembangkan varietas unggul lokal yaitu kemiri sunan (KS) 1, KS 2, Kermindo 1 dan Kermindo 2, demikian disampaikan Syafaruddin Deden, peneliti dari Puslitbang Perkebunan dalam presentasinya dengan judul “Perkembangan dan Kesiapan Benih Kemiri Sunan (KS 1 dan KS2) dan Komoditas Lainnya untuk Mendukung Litbang Biodiesel” pada acara Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Puslitbangtek KEBTKE. Dari ke empat varietas yang diuji, yang paling potensial untuk menghasilkan biodiesel adalah Kermindo 1, dengan kemampuan menghasilkan biodiesel 37,54 kg/pohon/tahun.

Varietas unggul  Kemiri Sunan memiliki FFA dibawah 5 sehingga dapat diproses menjadi biodiesel lebih efisien dan memberikan kualitas yang memenuhi standar SNI. Tetapi, salah satu kelemahannya adalah angka iodium yang masih tinggi, yaitu kisaran 90-95  Angka Iodium yg tinggi dapat diatasi dengan pemilihan katalis. Ikatan rangkap tidak berpengaruh pada proses transesterifikasi maupun esterifikasi. Peneliti dari Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi – BPPT, Imam Paryanto, menjelaskan lebih lanjut. Dalam usaha menurunkan angka Iodium, dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain penggunaan katalis untuk reaksi trans esterifikasi yaitu menggunakan katalis basa.

Hasil inovasi litbang tentunya sangat diperlukan untuk menjadikan kemiri sunan sebagai program biodiesel nasional guna mendukung kebijakan Pemerintah dalam rangka percepatan pengembangan biodiesel dari komoditas non pangan.

Kerjasama antara stakeholder dalam pengembangan kemiri sunan sebagai BBN melalui beberapa institusi kelitbangan, tentunya diharapkan memberikan hasil yang menjanjikan. Oleh karena itu, perlu adanya sinkronisasi program yang sinergis lintas Kementerian terkait, serta dukungan berbagai pihak seperti Perguruan Tinggi, Akademisi, Industri, profesional, praktisi, Pemda dll.  MRM.

Sumber : Klik di sini

Share Button

Bibit Asli Kian Langka di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com – Bibit asli tanaman lokal disebut makin langka di Indonesia. Ditengarai, bibit asli lokal semakin sulit ditemui karena maraknya pencurian oleh asing bersamaan dengan kapitalisme di bidang pertanian.

“Saya berkeliling (Indonesia) mulai 2010 hingga kini hanya menemukan 45 bibit lokal asli, dan salah satunya yang sulit saya temui hingga kini adalah tanaman seperti bumbu rempah, yang kalau di Sunda namanya wereng,” kata pemerhati tanaman lokal, Nissa Wargadipura, dalam diskusi pangan di Jakarta, Kamis (23/10/2014).

Padahal, kata Nissa, jumlah tanaman asli Indonesia ada ribuan jenis yang tersebar di pelosok Nusantara. Namun, ujar dia, sebagian besar bibit lokalnya hilang dan hanya meninggalkan bibit hibrida dalam pengembangannya.

Menurut Nissa, konsep pertanian modern yang kini dikembangkan membuat sebagian besar petani di Indonesia mengandalkan bibit hibrida yang dijual atau dikapitalisasi oleh perusahaan. Dia berpendapat, telah terjadi ketergantungan terhadap mekanisme itu.

Padahal, kata Nissa, kualitas bibit lokal sangat bagus, karena punya kemampuan beradaptasi dengan iklim Indonesia, sekaligus punya daya tahan yang bagus terhadap iklim wilayah tropis.

“Secara kualitas bibit hibrida juga bagus tetapi dalam perawatannya memerlukan biaya banyak, sementara bibit lokal sangat adaptif dan memiliki daya tahan kuat yang tak perlu biaya banyak dalam perawatannya,” papar Nissa.

Nissa kini mulai mengembangkan pertanian dengan bibit lokal di wilayah Garut, Jawa Barat. Menurut dia, pengembangan pertanian seharusnya mengedepankan tanaman dan bibit asli.

“Bibit lokal itu bisa dikembangkan dengan konsep yang sederhana, tanpa harus meracik melalui laboratorium, sehingga sangat mudah. Namun, selama ini banyak yang hilang, bisa juga dicuri oleh orang asing dan dikembangkan di sana,” lanjut Nissa.

Nissa menyebutkan, salah satu bibit lokal yang bisa dia temukan dengan susah payah adalah jenis Kacang Tunggang dan Kedelai Ireng. Dia mendapatkan kedua tanaman dari Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Selain itu saya juga menemukan bibit jagung merah dan sudah langka, karena bibit jagung jenis hibrida kebanyakan warnanya kuning,” kata Nissa. Karenanya, Nissa yang aktif dalam Serikat Petani Pasundan itu berharap, pemerintah mengupayakan perlindungan terhadap keberadaan bibit lokal.

sumber : kompas.com

Share Button

Berburu Pohon Penghasil Resin di KHDTK Samboja

BPTKSDA (Samboja, 22/10/2014). Dalam rangka meningkatkan pengetahuan jenis-jenis pohon penghasil resin, peserta diklat WASGANIS JIPOKSIN (Balai Diklat Kehutanan Samarinda) melakukan kunjungan lapangan di KHDTK Samboja pada Rabu, 22/10/2014. Peserta diklat berjumlah 30 orang, terdiri dari perwakilan Dinas Kehutanan Kabupaten dan Propinsi se-Kalimantan dengan didampingi Staf Dinas Kehutanan Prov. Kaltim serta Balai Diklat Kehutanan Samarinda sebanyak 5 orang dan instruktur dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman yakni Harlinda Kuspradini, Ph.D., Edi Sukaton, M.Sc., Dr. Enih Rosamah, Irawan Wijaya Kusuma, Ph.D., dan Prof. Dr. Enos Tangke Arung, S.Hut. MP. Rombongan peserta disambut oleh Suwarno, SE, M.Si., Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Ir. IGN. Oka Suparta, Kepala Seksi Data, Informasi dan Penelitian Balitek KSDA.

Sebagai informasi, WASGANIS JIPOKSIN adalah Pengawas Tenaga Teknis dengan Pengujian Kelompok Resin. Pengawas Tenaga Teknis diharapkan memiliki kompetensi dalam kegiatan pengukuran dan pengujian kelompok resin (Kopal, Biga, Damar Mata Kucing, Damar Daging, Damar Rasak, Damar Pilau, Damar Batu, Embalau, Gaharu, Kemedangan, Kapur Barus, Kemeyan, Sheed Lak, Jernang, Gondorukem). Khusus kunjungan lapang ini mereka akan melakukan pengamatan tegakan Agathis, Kapur dan Meranti.

Peserta diklat terlihat sangat antusias dan langsung menuju ke pohon Damar yang terletak di belakang kantor setelah dua jam perjalanan dari Samarinda dengan menggunakan bus milik Pemda Prov. Kalitim. “Ini pohon apa pak?,” tanya salah satu peserta diklat dari kab. Berau. “Damar, dengan nama latin Agathis boornensis,” jawab Enos Tangke Arung. “Ini baru permulaan, masih banyak yang di Km 7 KHDTK nanti, tenang semuanya!” jelas Nanang Riana, S.Hut., sembari tertawa karna melihat peserta diklat yang semuanya menyerbu pohon yang hanya berjumlah tiga tersebut. Terlihat peserta diklat mulai mengukur diameter pohon, mengambil sampel daun, dan mencungkil damar yang keluar dan memasukkannya ke plastik sampel sembari terus berdiskusi dengan instruktur maupun pedamping dari Balitek KSDA.

layout foto untuk beritaSelanjutnya, peserta menuju ke Arboretum Balitek KSDA. Di lokasi ini peserta melakukan pengamatan tegakan Meranti Tembaga (Shorea leprosula).  “Berapa umur pohon ini pak?,” tanya salah satu peserta diklat. “Pohon ini ditanam tahun 1991, berarti sudah berumur 23 tahun,” jelas Yustinus Iriyanto, S.Hut., pembimbing dari Balitek KSDA. Peserta melanjutkan diskusi dan mengukur tegakan sembari bersendau gurau di disekitar arboretum. Beberapa peserta tampak menggali informasi mengenai persemaian kepada Nanang dan Yustinus sembari mengambil foto beberapa jenis tumbuhan yang ada di persemaian.

Setelah rehat sejenak, peserta melanjutkan kunjungan ke Km 7 KHDTK Samboja untuk melakukan pengamatan jenis Kapur (Dryobalaps lanceolata) di area Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT). Kali ini lokasinya lebih menyenangkan bagi peserta diklat untuk berdiskusi sembari melakukan pengamatan karena di area ini masih berupa hutan yang masih bagus dengan hawa yang sejuk. Beberapa pohon Lai dan Tengkawang yang sedang berbunga menjadi tambahan sajian dari hutan bagi peserta untuk diabadikan dengan kamera.  Acara ini diakhiri dengan makan siang dan berfoto bersama di depan kantor KHDTK Samboja. *ADS***

Share Button