Taman Kota Terbukti Efektif Serap Gas Rumah Kaca

FORDA (Makasar, 30/10/2014)_Taman Kota yang selama ini hanya dipandang sebagai aksesoris untuk mempercantik sebuah kota ternyata mempunyai  manfaat besar bagi penurunan emisi gas rumah kaca. Penelitian yang dilakukan oleh Ismayadi Samsoedin dan Ari Wibowo membuktikan bahwa keberadaan taman kota selain mempunyai fungsi estetika juga memiliki fungsi ekologi yang sangat penting bagi kehidupan.

Pada penelitian yang dimuat dalam Jurnal Sosial Ekonomi Kehutanan Volume 9 Nomor 1, Tahun 2012, pohon-pohon yang ditanam di Taman Monumen Nasional (Monas) Jakarta  memiliki kandungan rata-rata 0,33 ton karbon per pohon. Kandungan tersebut sama dengan potensi karbon 19,8 ton per hektare atau 36,9 ton biomassa per hektare.

“Penelitian yang mengambil studi kasus taman kota di Monas  Jakarta ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer berupa tinggi pohon, diameter batang, bentuk tajuk pohon serta identifikasi jenis pohon,” kata Ismayadi Samsoedin di Bogor, Rabu (5/11/2014).

Dengan luas 30 ha area yang ditanami dari luas total 80  ha, Taman Monas tercatat memiliki 1806 batang pohon yang terbagi kedalam 64 jenis berbeda. Terdapat empat pohon terbanyak yang ditemukan tumbuh di taman tersebut yaitu Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.), Kupu-kupu (Bauhinia purpurea L.), mahoni (Swietenia macrophylla King)dan trembesi (Samanea saman Merr.)

Dengan usia rata-rata pohon di Taman Monas yang masih cukup muda (5 tahun), maka potensi kemampuan pohon untuk menyerap emisi gas rumah kaca akan semakin meningkat pada masa mendatang. “Kandungan karbon pada sebuah pohon sangat bergantung dari diameter, tinggi pohon dan berat jenis kayu. Hasil penelitian ini mencatat pohon trembesi menghasilkan karbon sebesar 280,64 ton dengan jumah pohon 205 pohon,” paparnya.

Taman kota Monumen Nasional dipilih karena telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sehingga diperkirakan jenis koleksi pohon di Taman Monas akan terjamin keberadaannya. Adapun jenis tumbuhan yang ditanam di taman Monas meliputi tumbuhan jenis lokal dan jenis pendatang atau kerap disebut tumbuhan eksotik. Pengelolaan dan pemeliharaan Taman Monas dianggap telah menerapkan konsep konservasi ex- situ sehingga dapat menjadi  model bagi pengembangan taman kota di daerah yang lain.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemicu agar setiap pemerintah daerah dapat membangun taman kota. Pembangunan taman kota diharapkan dapat mendukung tercapainya target pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesaer 26 % pada tahun 2020.

Efektivitas taman kota sebagai penyerap gas rumah kaca telah menambah daftar manfaat pohon di perkotaan selain sebagai penyejuk tata ruang, penghasil oksigen, habitat satwa, dan daerah resapan air seperti pada hasil penelitian Miller tahun 1988 yang dikutip Ismayadi Samsoedin dan Ari Wibowo dalam penelitian mereka. (MCT)***

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1897

Share Button

Siti Nurbaya Dituntut Berani

KOMPAS.com — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar diharapkan memiliki cukup keberanian dalam menangani dan menyelesaikan berbagai kasus lingkungan dan kehutanan. Penggerusan sumber daya alam yang marak telanjur meluas, berlindung di balik kebutuhan ekonomi.

”Dari sisi ilmu dan pengalaman, Siti Nurbaya sangat baik. Yang perlu dicermati keberanian. Di (kehutanan) yang dihadapi tembok-tembok besar, seperti tambang, kebun, dan perambahan,” kata Darori Wonodirpuro, anggota DPR dari Fraksi Gerakan Indonesia Raya, yang juga mantan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, di Jakarta, Selasa (28/10/2014).

Ia ditemui seusai serah terima jabatan Menteri Kehutanan dari Pelaksana Tugas Chairul Tanjung kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang disaksikan Zulkifli Hasan (Ketua MPR, Menteri Kehutanan 2009-2014) dan MS Kaban (Menhut 2004-2009).

Menurut Darori, pengelolaan hutan harus dikembalikan pada basis daerah aliran sungai (DAS). Kerusakan DAS membawa bencana hidrologis seperti banjir dan longsor.

Selain itu, pengelolaan kawasan hutan produksi, kata dia, juga harus diarahkan memenuhi rasa keadilan masyarakat. ”Masa ada investor sampai punya konsesi jutaan hektar, sedangkan rakyat tak seberapa,” katanya.

Ketidakmerataan hak kelola itu membuat sekitar 30.000 komunitas masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan berada di garis kemiskinan. Kondisi itu dinilai ironis.

Terkait penggabungan institusi KLH dan Kemenhut, ia tegas tak setuju. ”Isu di kehutanan itu sangat besar dan kompleks. Ini sekarang harus ditambah masalah lingkungan hidup yang juga luas. Beban kerja akan sangat tinggi dan berat,” kata Darori.

Sementara itu, saat memberikan sambutan, Siti Nurbaya mewanti-wanti jajaran Kemenhut agar tak mendikotomikan LH dan Kehutanan. ”Saya minta birokrat jangan permasalahkan atau dikotomikan,” katanya.

Seusai menerima paparan eselon I dari Kemenhut dan KLH, ia berkesimpulan terdapat filosofi sama di antara kedua institusi. ”Di jajaran LH itu filosofi akar kehidupan, sedangkan di kehutanan filosofi pohon kehidupan. Di lingkungan, ditanamkan dengan baik, lingkungan lestari. Kalau pohon kehidupan, pengembangan kesejahteraan keadilan,” katanya.

Secara terpisah, Martua Sirait, anggota Dewan Kehutanan Nasional, mengatakan, penggabungan kedua institusi akan menghadapi permasalahan dalam mengintegrasikan perspektif lingkungan hidup dalam berbagai program kementerian. Itu karena perspektif kehutanan masih terkurung dalam teritori di dalam kawasan hutan, sedangkan isu lingkungan jauh lebih luas.

Namun, sisi positif penggabungan itu, menteri baru bisa mengevaluasi penerbitan izin hutan tanaman industri dan kebun di lahan gambut serta izin pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Sebab, dilakukan tanpa didasari kajian lingkungan hidup strategis (KLHS).

Daya dukung

Peneliti senior Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Arief Purwanto, menyatakan, pemerintahan baru hendaknya tak melupakan kerentanan daya dukung lingkungan dalam pengelolaan sumber daya untuk pembangunan. Kekhawatiran itu mengemuka karena susunan menteri pada kabinet baru cenderung berlatar belakang pengusaha, tidak ada yang berlatar belakang perlindungan lingkungan.

”Aspek perlindungan dan perhatian pada daya dukung lingkungan harus melekat pada pemanfaatan sumber daya alam. Itu tidak bisa dipisahkan jika tidak ingin berpotensi membawa masalah,” kata Arief.

Dicontohkannya, penunjukan Susi Pudjiastuti, yang berlatar belakang pengusaha perikanan, sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Ia menilai itu untuk mendorong optimalisasi pengelolaan sumber daya perikanan. Selama ini, potensi sumber daya laut Indonesia memang belum dikelola optimal.

Data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari segi potensi sumber daya, kekayaan laut Indonesia sangat tinggi. Namun, ekspor sektor perikanan Indonesia pada 2011 hanya 3,34 miliar dollar AS, jauh di bawah Vietnam yang pada 2011 nilai ekspor perikanannya 25 miliar dollar AS. Padahal, lautan Indonesia jauh lebih luas.

Buruknya perlindungan terhadap kekayaan laut menjadi salah satu penyebab. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) melaporkan, Indonesia kehilangan sekitar Rp 30 triliun per tahun akibat pencurian ikan.

Namun, menurut Arief, persoalan kelautan bukan hanya soal komoditas perikanan. ”Harus ada pengelolaan kelautan dan kawasan pesisir terpadu dengan konservasi. Masalahnya, Kementerian LH justru digabung dengan Kemenhut.”

Sumber : http://sains.kompas.com/read/2014/10/29/19151021/Siti.Nurbaya.Dituntut.Berani

Share Button

Litbang Kehutanan Kader Para Diseminator Melalui Training Workshop Menulis

FORDA (Makassar, 31/10/2014)_Dalam rangka mengkader diseminator hasil-hasil penelitian kehutanan, Sekretariat Badan Litbang Kehutanan bekerjasama dengan Center for International Forestry Research (CIFOR) kembali menyelenggarakan Training Workshop Menulis.

“Teman-teman ini akan menjadi kader diseminasi, diseminator lewat tulisan populer. Tulisan KTI (Karya Tulis Ilmiah) harus dipopulerkan supaya orang tahu tentang hasil-hasil penelitian kita,” kata Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc sesaat sebelum menutup Training Workshop Menulis di Ruang Rapat Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar, Makassar, Jumat (31/10/2014).

Agenda training workshop menulis yang dipandu oleh seorang instruktur, Pemimpin Redaksi Harian Pikiran Rakyat, Bandung ini terdiri dari satu sesi teori tentang Berita dan Nilai Berita, Teknik Piramida Terbalik dan 5W+1H yang dilanjutkan dengan praktek menulis hardnews (berita) dan proses editing. Pada hari pertama, peserta praktek menulis hardnews dari konferensi pers oleh Kepala BPK Makassar, Ir. Misto, MP yang dilanjutkan dengan menulis hardnews dari jurnal hasil penelitian Badan Litbang Kehutanan.

Untuk mendapatkan informasi dari sumber lainnya sebagai bahan praktek menulis, hari berikutnya diadakan field trip bagi peserta ke empat Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan yang ada di Makassar. Peserta dan pendamping dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing mengunjungi dua UPT, yaitu Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan dan Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BPPHP) Wilayah XV serta Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Jeneberang Walanae dan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Dari tiga kategori praktek menulis hardnews tersebut, instruktur menetapkan tiga peserta terbaik, yaitu Agustina Dwi Setyowati (BPTKSDA Samboja) untuk kategori berita dari field trip ke BBKSDA Sulsel; Margaretta Christita (BPK Manado) untuk kategori berita dari jurnal hasil penelitian; dan Junaidah (BPK Banjarbaru) untuk kategori berita hasil konferensi pers dengan Kepala Balai BPK Makassar.

Training yang diadakan selama tiga hari, 29 – 31 Oktober ini diperuntukkan bagi staf data dan informasi, peneliti maupun teknisi dari unit kerja Badan Litbang Kehutanan khusus wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Hal ini mengingat di wilayah ini banyak isu-isu ‘seksi’ dari hasil penelitian yang bisa diangkat menjadi tulisan populer, seperti banyaknya temuan spesies baru di Manokwari untuk alternatif bahan pangan.

“Main pointnya adalah semakin banyak kader diseminasi dari Indonesia Tengah dan Timur akan semakin bagus,” kata Nugroho menyambut baik testimoni 21 orang peserta yang menyebutkan masing-masing mendapatkan benefitnya sendiri-sendiri di akhir acara.

Dengan itu, Nugroho yakin peserta sebagai kader diseminasi akan lebih aware (peduli) pada kepentingan institusi, keterampilan menulis yang diperoleh akan didedikasikan bagi institusi dengan fasilitas website. “Kita punya fasilitas, anda punya keterampilan, tujuannya jelas, manfaatkanlah skill anda untuk itu. Mudah-mudahan ini bermanfaat bagi kita semua. Tetaplah menulis,” kata Nugroho menutup acara.

Hal ini senada dengan harapan Sekretaris Badan Litbang Kehutanan, Ir. Tri Joko Mulyono, MM yang disampaikan dalam arahannya saat membuka training tersebut, Rabu (29/10/2014). “Apapun yang kita lakukan dan hasilkan harus kita komunikasikan kepada pengguna, salah satunya pengambil kebijakan. Oleh karena itu, saya berharap banyak, teman-teman inilah yang akan menjadi kontributor website melalui keterampilan menulis yang baik sehingga website (kita) banyak diakses orang,” harap Sekbadan.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, pihak manajemen akan menyurati kepala unit kerja masing-masing peserta untuk mengoptimalkan keterampilan peserta yang telah diperoleh dari training ini dan terus memonitor website unit kerja.***(RH)

Materi:

Menulis Berita untuk Situs Web

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1893

Share Button

Peleburan Kemenhut dan KemenLH Diharapkan Berlangsung Dengan Cepat

Peleburan Kemenhut dan Kementerian LH Diharapkan Berlangsung Cepat dan Sejuk
Menteri Lingkungan dan Kehutanan Kabinet Kerja 2014-2019, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc berharap agar peleburan antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dapat dilakukan dengan cepat dan sejuk dalam jangka waktu 2 bulan kedepan sesuai dengan arahan Presiden Jokowi dalan rapat Kabinet Perdana di Istana Negara Jakrta. Hal ini disampaikan dalam kunjungan perdana beliau di Kantor Kementerian Kehutanan yang disambut oleh Sekjen Kementerian Kehutanan Dr. Hadi Daryanto dan Sekmen Kementerian Lingkungan Hidup Drs. Rasio Ridho Sani, M.Com, MPM, Senin (27/10).
Percepatan peleburan ini dimaksudkan agar kerja Kementerian dapat segera dilakukan seperti amanat Presiden Joko Widodo yang menginginkan para Menteri anggota kabinetnya untuk bekerja dengan lebih cepat, sesuai motonya kerja, kerja dan kerja. Dalam masa peralihan ini Menteri Lingkungan dan Kehutanan meminta agar dua Kementerian tetap dapat berjalan normal hingga akhir tahun 2014 sesuai program kerja  masing-masing. Beliau menambahkan bahwa dalam menyusun perombakan pejabat Eselon I di kementerian yang dipimpinnya ini akan menggabungkan pos-pos yang dinilai memiliki kesamaan fungsi, kalaupun ada peleburan antar Eselon, maka ia akan mengkoordinasikan dengan baik. Secara teknis konsekuensi dari peleburan ini diupayakan tidak adanya pegawai yang tidak mendapat tempat. Untuk Pejabat Eselon II yang lebih banyak peran manajerial dapat memangku jabatan di tempat lain, sedangkan pejabat Eselon III dan IV bersifat operasional dan tidak mungkin dipindahkan ke tempat lain, justru mereka akan lebih banyak bertugas ke lapangan. Sampai dengan akhir tahun 2014 semua kegiatan di Kementerian LH dan Kemenhut berjalan secara paralel. Sebagai perbandingan saat ini terdapat 17 ribu pegawai di Kementerian Kehutanan dan 1.200 pegawai di Kementerian Lingkungan Hidup, ada 13 Eselon I di KLH dan 13 Eselon I di Kemenhut.
Menteri Lingkungan dan Kehutanan  juga mengungkapkan salah satu fokus programnya dalam waktu dekat adalah menyederhanakan proses perizinan di kedua lembaga tersebut sehingga tidak akan ada lagi perizinan yang tumpang tindih.
Jakarta, 27 Oktober 2014
Kepala Pusat Humas Kemenhut
Eka W. Soegiri
NIP 19571009 198203 1 001

Share Button

Program Kerjasama Harus Mendukung IKU dan IKK Badan Litbang Kehutanan

FORDA (Bogor, 23/10/2014)_Hasil pembahasan Pusat Kerjasama Luar Negeri, menyimpulkan bahawa kerjasama lingkup Kemenhut belum memberikan kontribusi yang optimal khususnya kerjasama LN. Sedangkan kerjasama dalam negeri belum terintegrasi secara menyeluruh dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan kehutanan. Terkait dengan hal tersebut, Badan Litbang Kehutanan mengadakan pembahasan pengelolaan kerjasama lingkup Badan Litbang Kehutanan di Hotel Permata, pada hari kamis (23/10).

Pertemuan ini dihadiri oleh Kabadan Litbang Kehutanan, Sekbadan Litbang, Kepala Biro Perencanaan Kemenhut, Sekbadan Litbang Pertanian, Kemenristek, dan seluruh satuan kerja lingkup Badan Litbang Kehutanan.

“Pengelolaan HLN harus sinergis dan berimbang dari aspek beban kerja dan kemampuan pengelolaan kerjasama, sehingga tidak mengganggu jalannya program dan kegiatan sumber dana APBN. Kerjasama sebagai alat pelengkap dan mendukung pencapaian IKU dan IKK serta mengisi lubang atau gap kegiatan yang berasal dari APBN” demikian ungkap Kepala Badan Litbang Kehutanan, Prof.Dr.Ir. San Afri Awang, M.Sc, dalam arahannya saat membuka acara pembahasan kerjasama lingkup Badan Litbang Kehutanan.

Pembahasan ini penting untuk meningkatkan akselerasi kegiatan penelitian dan pengembangan serta pengembangan kapasitas institusi dan sumberdaya manusia, Badan Litbang Kehutanan. “ Yang menjadi catatan penting adalah ; 1) Apa kebanggaan kita menjadi seorang peneliti? yaitu harus meraih gelar tertinggi di Litbang yaitu menjadi Prof.Riset; 2) Bangga apabila seorang peneliti memiliki temuan yang terkait dengan HKI, baik hak cipta maupun hak paten” kata Kabadan.

Lebih lanjut Kabadan mengatakan bahwa kerjasama di Badan Litbang lebih banyak mengikuti donor driven sehingga lemah dalam metodologinya. Perlu dicermati metodologi karena dengan masih adanya donor driven umumnya metodologi tidak well define. Pendekatan yang biasa digunakan untuk program kerjasama luar negeri adalah mix methodology sehingga kurang nampak output ipteknya, dan tidak berorientasi hak cipta atau HKI.  Untuk itu setiap program kerjasama luar negeri harus ada output hak ciptanya (HKI).

Sedangkan Dr. Lukman Shalahuddin, M.Sc,  Kepala Bagian Perizinan Penelitian, Sekretariat Perizinan Peneliti Asing, Kementerian Riset dan Teknologi mengatakan bahwa walaupun kita mempunyai agenda nasional pembangunan tetapi kita tidal boleh cuek dengan isu-isu global dan kerjasama internasional, misalnya penggunulan hutan, GRK dan lainnya.

“Indonesia merupakan laboratorium alam yang terbesar di Dunia sehingga menjadi daya tarik peneliti asing” ungkap Lukman.

Kebesaran dan Kedaulatan Indonesia merupakan produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas dan alur laut yang berbobot strategis ekonomi dan militer global. Dari aspek geologi , klimatologi, bencana alam: gempa bumi, tsunami, badai (iklim), biodiversity dan lainnya akan menarik peneliti asing.

“Topik penelitian asing dalam kurun waktu 5 tahun memperlihatkan bahwa topik ekologi, primatologi, biologi dan perubahan iklim (REDD+) masih dominan diantara 10 topik penelitian lainnya. Sehingga lokasi penelitian banyak dilakukan didalam kawasan hutan, kawasan konservasi, terumbu karang dan site lainnya” kata Lukman

Terkait dengan hal tersebut Kementrian/Lembaga sebagai lokal partner dalam penelitian asing perlu ditingkatkan peran dan fungsinya untuk kemanfaatan kerjasama dan untuk keamanan specimen, materi genetik dan biodiversitas yang berimplikasi terhadap HAKI. Selain itu, dalam kerjasama penelitian asing diatur lalu lintas materi genetik melalui Material Transfer Agreement (MTA). Sebagai referensi di Kementan diatur dalam Permentan No 15 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Perjanjian Pengalihan Material.

Lebih lanjut Lukman mengatakan bahwa daftar penelitian dan pengembangan yang “tidak direkomendasikan antara lain meliputi topik yang sensitif (politik, agama, kebijakan), lokasi yang rawan konflik, lokasi dengan HCVF namun kita belum siap, kekuatan kerjasama yang tidak berimbang (kompetensi), penelitian yang bisa menimbulkan citra negatif.

“Lembaga menjadi lembaga penjamin dan mitra kerja harus berkompeten dibidangnya yang terdiri dari lembaga penelitian, perguruan tinggi, NGO dan masyarakat.  Lembaga pendamping dan mitra lokal berhak atas HAKI, hak paten, publikasi bersama” tegas Lukman

Sementara itu, Kepala Biro Perencanaan, Setjen Kemenhut, Ir. Helmy Basalamah, MM mengatakan bahwa program kerjasama baik dalam dan luar negeri diarahkan untuk mengisi kekosongan atau gap untuk percepatan pencapaian sastra Kemenhut dan IKU, IKK Eselon I Kemenhut.  Namun demikian dalam awal RPJMN 2015-2019 ini harus disusun IKU dan IKK yang tepat dan terukur untuk mendukung pencapaian sastra Kemenhut.

“GAP pasti ditemukan dalam penyusunan Renstra Kementerian sehingga ada keterbatasan sumberdaya (kepakaran, fasilitas, pendanaan) sehingga diperlukan adanya kerjasama dalam rangka mengisi kekurangan kita” kata Helmy.

“Selain itu, pengelolaan kerjasama dalam dan luar negeri harus disusun dengan berorientasi kepada evaluasi kinerja untuk menghidari adanya temuan yang tidak perlu dalam penilaian dan review oleh auditor” tegas Helmy

Sedangkan Dr. Agung Hendriadi, Sekretaris Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian menyampaikan materi mengenai Pengelolaan Kerja Sama Badan Litbang Pertanian dan Optimalisasi Pemanfaatan Kerja Sama.

“Dalam pengelolaan kerjasama, ada strategi peningkatan kerjasama yaitu : 1) penjaringan mitra kerjasama melalui usaha komersialisasi berbasis joint research  ; 2) peningkatan kerjasama sistem cost sharing; 3) peningkatan penelitian kolaboratif dalam rangka meningkatkan kapasitas litbang; dan 4) peningkatan pengelolaan/manajemen kerjasama penelitian” ungkap Agung.

“Di Balitbang Pertanian, ada kategorisasi kerjasama yaitu ; 1) Kerjasama penelitian ; 2) Kerjasama jasa pelayanan; dan 3) Hibah” kata Agung. Sedangkan prioritas kerjasama analog : “Strategi (Inovasi) Mempersempit Kesenjangan Pangan”.

Lebih lanjut Agung menjelaskan mengenai kerjasama khusus/ Program on top yaitu kegiatan yang dilaksanakan oleh UK/UPT dan mitra melalui mekanisme khusus yang ditetapkan oleh Badan Litbang Pertanian yang bersifat kompetitif atau non kompetitif.

“Kegiatan kerjasam khusus meliputi ; 1) Kerjasama kemitraan penelitian dan pengembangan pertanian nasional (KKP3N) ; 2) Kerjasama kompetitif pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian spesifik lokasi (KKP2TSL) ; 3) Kerjasama kemitraan penelitian dan pengembangan pertanian internasional (KKP3I)” tegas Agung.

Khusus kerjasama kemitraan Litbang Pertanian Internasional (KKP3I) dimana payung hukumnya ada di KEMLU. KKP3I merupakan kerjasama LN untuk memberikan hibah kepada negara-negara least developed countries (Sudan, Madagaskar, Timor Leste) melalui kerjasama Selatan-Selatan (bentuk komitmen RI)

Materi terkait :

  1. Profil kerjasama Badan Litbang
  2. Prosedur Perijinan Peneliti Asing
  3. Pengelolaan Kerjasama Badan Litbangtan 2014
  4. Kerjasama Dalam Negeri Lingkup Kementerian Kehutanan

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/188

Share Button

FKPWP Jembatan Diseminasi Hasil Riset Badan Litbang kepada Pengguna

FORDA (Bogor, 23/10/2014)_Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara dan Penyuluh (FKPWP) menjembatani lack of IPTEK atau kesenjangan IPTEK antara sumber IPTEK di Litbang dengan para user baik pelaku utama, pelaku usaha dan bahkan para pemegang atau pembuat kebijakan” demikian ungkap Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan (BP2SDMK), Dr. Ir. Amir Wardhana, M.For.Sc dalam arahannya saat membuka acara Pertemuan FKPWP di Hotel Braja Mustika, Bogor pada hari kamis (23/10).

Pertemuan tersebut mempunyai manfaat yang sangat penting sebagai media diseminasi hasil-hasil riset yang telah dicapai oleh Badan Litbang Kehutanan kepada pengguna. Amir mengatakan bahwa dari forum tersebut, semua yang terlibat mendapat manfaat baik sumber IPTEK litbang, maupun pengajar widyaiswara dan penyuluh. Bagi peneliti sangat penting untuk menampilkan hasil-hasil riset yang telah dicapai. “Keberhasilan dari litbang adalah apabila hasil IPTEK itu sudah bisa menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat “ imbuhnya.

Hal tersebut dikuatkan oleh Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc., Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan, Badan Litbang Kehutanan yang pada kesempatan tersebut mewakili Sekretaris Badan Litbang Kehutanan. Nugroho menyatakan bahwa salah satu titik berat diseminasi adalah transfering hasil penelitian kepada penyuluh dan widyaiswara. Nugroho menyatakan bahwa delivering (diseminasi) bukan merupakan tugas utama peneliti, namun tugas utama struktural untuk pelayanan, sedangkan untuk substansi adalah tugas peneliti. “Peneliti akan sangat welcome kalau hasil penelitiannya tidak hanya menjadi tulisan KTI (karya tulis ilmiah), dengan adanya kegiatan FKPWP, peneliti sangat bersemangat, hal ini merupakan indikator kalau hasil penelitiannya dipakai oleh pengguna” lanjut Nugroho.

Mengubah hasil riset dalam bentuk KTI (karya tulis ilmiah) menjadi bahan ajar ternyata tidak mudah karena memerlukan tahapan-tahapan khusus. Untuk mempermudah proses konversi hasil riset menjadi bahan ajar dan materi penyuluhan, dalam lokakarya ini telah disepakati untuk membuat outline atau kisi-kisi materi yang disampaikan oleh narasumber peneliti. Kisi-kisi tersebut antara lain: definisi dan pengertian, deskripsi teknologi, rincian dan aplikasi teknis, keunggulan teknologi, kemudahan penerapan, dampak dan keramahan lingkungan, dan analisis usaha.

FKPW menjadi sangat penting karena mempertemukan parapihak terkait yaitu peneliti penyedia IPTEK dengan pengguna widyaiswara dan penyuluh kehutanan untuk duduk bersama dan mengkonversi materi hasil penelitian menjadi bahan ajar dan materi penyuluhan. Dengan dihasilkannya bahan ajar dan materi penyuluhan, yang akan diteruskan oleh penyuluh dan widyaiswara sebagai ujung tombak diseminasi kepada masyarakat atau peserta diklat, maka  diharapkan outcome hasil-hasil penelitian dapat tercapai.

Pertemuan FKPWP dihadiri oleh 12 orang peneliti, 12 widyaiswara, 12 penyuluh, dan beberapa pejabat struktural pendukung. Pertemuan yang di-setting dalam bentuk lokakarya (workshop) tersebut menghasilkan output berupa bahan ajar bagi Widyaiswara, dan materi penyuluhan bagi Penyuluh Kehutanan. Peneliti Badan Litbang Kehutanan sebagai narasumber menyampaikan empat materi dalam bidang PHKA, BPDASPS, BUK dan Planologi.

Dari kurang lebih 100 hasil riset yang ditawarkan oleh Badan Litbang Kehutanan, dipilih enam topik yang menjadi interest penyuluh dan widyaiswara.  Untuk bidang PHKA dipresentasikan 2 topik yaitu pengelolaan daerah penyangga oleh Endang Karlina (Peneliti PUSKONSER), dan Hutan Kota oleh Ismayadi (Peneliti PUSPIJAK). Bidang BPDAS PS ditampilkan 2 topik: Perencanaan pengelolaan DAS oleh Irfan Budi Pramono (Peneliti BPTKPDAS), dan Pengolahan HHBK-pengolahan bambu dan rotan oleh Sutiono dan Jasni (Peneliti PUSTEKOLAH). Dari bidang  BUK disampaikan satu topik penguatan tata kelola industri dan perdagangan hasil hutan oleh Rachman Effendi (Peneliti PUSPIJAK). Sedangkan Bidang Planologi ditampilkan topik model pengelolaan kawasan berbasis ekosistem oleh Rozza Tri Kwatrina (Peneliti PUSKONSER).

Sekretaris Badan P2SDMK berharap bahwa pencantuman nama peneliti sebagai narasumber dalam bahan ajar dan materi penyuluhan, baik dalam bentuk bahan ajar maupun leaflet perlu dilakukan sebagai bentuk apresiasi dan memberi dampak kepada peneliti bahwa hasil risetnya telah dipakai oleh pengguna.

Nugroho menyampaikan pesan Sekretaris Badan Litbang Kehutanan bahwa selain kegiatan rutin pertemuan FKPWP, Sekretaris Badan menyampaikan beberapa ide yang dahulu pernah dibuat workshop khusus BP2SDMK yaitu tentang KPH. Tahun depan Badan Litbang Kehutanan sudah harus melakukan kegiatan di KPH. Diharapkan penyuluh, widyaiswara, dan peneliti dapat berkiprah di kegiatan KPH. Mulai 2015, Badan Litbang Kehutanan akan melaksanakan kegiatan pilot di KPH, dimana sesuai dengan UU 18 Tahun 2002, kegiatan tersebut berupa kegiatan pengembangan yang akan merakit hasil-hasil litbang yang sudah ada sebelumnya  menjadi sesuatu yang baru. Diharapkan kegiatan di KPH dapat dikonkretkan oleh FKPWP.

Ditambahkan pula bahwa  Badan Litbang Kehutanan berkomitmen untuk menyiapkan gelar teknologi yang akan digabung dengan pelaksanaan Jambore Nasional Penyuluh. Pada saatnya akan ditawarkan paket-paket IPTEK untuk dipilih oleh penyuluh kehutanan untuk dipaparkan pada saat Jambore yang akan dilaksanakan di Tawangmangu, Jawa Tengah. Jambore tersebut rencananya akan dihadiri pula oleh diklat lingkup ASEAN.

Diharapkan pertemuan FKPWP tersebut dapat dilaksanakan secara rutin dengan beberapa modifikasi untuk penyesuaian dan penyempurnaan pelaksanaan ke depan sehingga output dan outcome dapat diraih secara optimal. Dengan demikian peran FKPWP sebagai wadah yang men-deliver hasil litbang kepada pengguna dapat tercapai dan bermanfaat bagi keberhasilan Badan Litbang Kehutanan untuk memberikan nilai tambah kepada masyarakat. **(RM)

Materi terkait, silahkan download pada link berikut :

  1. Pengembangan  dan  Pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional Sebagai Upaya  Pengelolaan Kawasan Konservasi Berkelanjutan
  2. Pengelolaan HHBK Bambu
  3. Perencanaan  Pengelolaan DAS antar propinsi  (studi kasus DAS Ciliwung)
  4. Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem
  5. Pengolahan Rotan
  6. Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan
  7. Fungsi Hutan Kota pada RTH

Sumber : http://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/1883

Share Button