Mengelola Satwa di Lansekap IKN, BSILHK Siapkan Standar Koridor Satwa

Area alokasi Ibu Kota Nusantara memiliki satwa endemik. Di sisi lain akan dibangun gedung-gedung kepemerintahan IKN. Ada potensi gangguan terhadap kehidupan satwa di sana.  IKN mengetengahkan konsep FOREST CITY. Bill Devall, scientist deep ecology mengatakan “Living as if nature mattered”, berpesan hidup bersama alam – lebih harmonis. Standar LHK dirancang untuk itu. Kuncinya adalah menyediakan” rumah” satwa, pakan satwa, area breeding, area bermain, dan memberikan kesempatan cukup untuk memenuhi kebutuhan jelajah satwa.

Forest City adalah sebuah konsep yang diusung dalam pembangunan IKN yang merupakan bagian dari pengembangan kota yang hijau dan berkelanjutan. Pembangunan tersebut didorong oleh penerapan teknologi terkini untuk memulihkan, mempertahankan, dan melestarikan kondisi lingkungan.

Selain melestarikan kondisi lingkungan, program pembangunan IKN di area sekitar 256 ribu hektar akan berdampak terhadap kelangsungan hidup satwa liar hutan Kalimantan. Berdasarkan PermenLHK No. 20/2018, terdapat beberapa satwa liar yang masuk dalam kategori dilindungi. Diantaranya adalah orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis Larvatus), beruang madu (Helarctos malayanus) dan burung rangkong (Buceros sp.). Mereka tersebar pada kawasan konservasi esensial seperti Tahura Bukit Soeharto, Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) serta Cagar Alam Teluk Adang.

Berdasarkan Perdirjen KSDAE No. P.8 tahun 2016, koridor satwa adalah areal atau jalur bervegetasi yang cukup lebar baik baik alami ataupun buatan yang menghubungkan dua atau lebih habitat atau kawasan konservasi atau ruang terbuka dan sumberdaya lainnya, yang memungkinkan terjadinya pergerakan atau pertukaran individu antar populasi satwa atau pergerakan faktor-faktor biotik. Areal ini diharapkan dapat mencegah terjadinya dampak buruk pada habitat yang terfragmentasi pada populasi karena in-breeding dan mencegah penurunan keanekaragaman genetik akibat erosi genetik (genetik drift) yang sering terjadi pada populasi yang terisolasi.

Apabila tidak ada pembangunan koridor satwa maka dampak yang terjadi berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan, termasuk pada kehidupan satwa liar. Dampak yang paling besar adalah meningkatkan laju kepunahan bagi satwa yang dilindungi seperti orangutan, bekantan, dan beruang yang akan memberikan citra negatif dari dunia internasional terhadap Indonesia.

Untuk menjamin keberlangsungan hidup satwa liar tersebut, Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) perlu membuat sebuah standar pembangunan dan pengelolaan koridor kehidupan satwa liar.

Standar yang dirumuskan tersebut bertujuan untuk menjaga koridor satwa liar. Dengan adanya koridor ini diharapkan satwa liar tersebut dapat hidup sesuai dengan kebutuhan wilayah jelajahnya baik untuk breeding, bermain, makan, dan lain-lain. Koridor satwa juga akan memberikan exit way apabila di area satu terdapat gangguan. Dengan adanya koridor ini, tentu akan memudahkan satwa liar bergerak sesuai daerah jelajah dari satu areal ke areal lain.

Rencananya, standar ini dibangun secara alami dan dapat dijadikan petunjuk serta acuan bagi stakeholders untuk merancang kegiatan/programnya di kawasan IKN.

Menurut Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi) yang tergabung dalam 19 workgroup percepatan pembangunan standar LHK di IKN, pemodelan koridor satwa liar dimaksudkan sebagai baseline dasar informasi tapak mana saja yang menjadi habitat satwa sebelum dilaksanakannya suatu program pembangunan/penataan wilayah pada suatu landscape tertentu.

Koridor satwa juga merupakan informasi pendugaan habitat satwa yang lebih detail (bukan indikatif) untuk jenis satwa tertentu untuk dipertahankan keberadaannya terutama pada areal non konservasi.  Dengan teridentifikasinya koridor jenis satwa tertentu, maka kebijakan yang akan menyebabkan fragmentasi habitat bisa dicegah sedari awal.

Peta koridor satwa diharapkan dapat menjadi baseline acuan para pihak dalam pengaturan ruang wilayah, dengan katagorisasi avoid dan non avoid, sehingga tata ruang wilayah akan mensinergikan ruang untuk manusia dan ruang untuk satwa dengan lebih baik lagi. Pada Kawasan yang habitat satwanya telah terganggu namun masih dalam wilayah jelajah satwa pemulihan habitat dapat dilakukan dengan penanaman jenis asli di habitat tersebut.

Pelaksanaan Pembangunan Koridor Satwa

Pembangunan standar koridor satwa ini masuk kedalam tahap pra-konstruksi standar instrumen yang disusun berdasarkan prioritas kebutuhan empat tahap percepatan pembangunan standar LHK di IKN.

Standar ini akan dieksekusi oleh Dirjen KSDAE KLHK sebagai unit kerja eselon I yang menangani satwa. Berdasarkan rumusan pengelolaan standar koridor satwa yang dibangun BSILHK, Dirjen KSDAE nantinya diharapkan melibatkan berbagai stakeholder, mulai dari Pemerintah daerah, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Perguruan Tinggi, Perusahaan Swasta, NGO, Media dan masyarakat. Model Penta helix collaboration dapat diterapkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dalam pemanfaatan area koridor.

Beberapa langkah yang dilakukan diantaranya adalah dengan penyediaan data dan informasi. Penyediaan data dan informasi sangat penting dilakukan sebagai bentuk pemilihan dan mendesain lokasi dan model/jenis koridor yang tepat sesuai kebutuhan dan perilaku satwa. Pemilihan lokasi dapat dilakukan melalui analisis peta tutupan lahan, study of the art terhadap berbagai hasil penelitian dan literatur terkait serta diskusi dengan stakeholders.

Kegiatan selanjutnya adalah dengan melakukan survei potensi koridor dengan pengamatan keragaman dan populasi satwa liar, pengamatan habitat, pengamatan karakteristik dan pemanfaatan lahan, penelitian persepsi dan potensi konflik serta status hutan dan/atau izin usaha yang terdapat pada rencana lokasi koridor.

Setelah survei, perlu dilakukan pemetaan dengan cara mengukur koordinat pada lokasi koridor dengan menggabungkan berbagai layer peta dasar, seperti peta citra Landsat dan peta administratif (Kabupaten/Provinsi). Dengan penggabungan ini akan diperoleh peta tutupan lahan, peta topografi, peta sungai, peta jalan dan peta lainnya yang dibutuhkan.

Langkah selanjutnya adalah merancang desain koridor satwa yang disesuaikan dengan karakteristik satwa kunci. Lalu dilanjutkan dengan pembangunan dan pengelolaan koridor yang fokus mendukung program perlindungan satwa dan pemanfaatan koridor yang bernilai guna bagi masyarakat.

Setelah terbangunnya koridor satwa, hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemantauan dan evaluasi. Tim perlu melakukan pemantauan satwa yang terdapat dalam koridor secara rutin setidaknya dilakukan 3-4 kali dalam satu tahun. Dan evaluasi dapat dilakukukan setiap 1-2 tahun sekali.

Dari kegiatan ini diharapkan visi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) “Kota Dunia untuk Semua” dapat terwujud. Pembangunan standar koridor satwa juga dapat menunjukkan bahwa pembangunan dan pengembangan IKN telah menerapkan tata kelola berstandar global dimana akan menjadi mesin penggerak perekonomian bagi Kalimantan serta menjadi pemicu penguatan rantai nilai domestik di seluruh Kawasan Timur Indonesia. Dan akhirnya IKN di tengah Indonesia akan menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih strategis dalam jalur perdagangan dunia, aliran investasi, pengendalian lingkunan, dan inovasi teknologi. **MSC

Penulis             : M. Sahri Chair

Editor              : Yayuk Siswiyanti

Sumber : Mengelola Satwa di Lansekap IKN, BSILHK Siapkan Standar Koridor Satwa – Badan Standardisasi Instrumen LHK

Share Button

IKN, Tantangan Kelola Sampah – Standar Minimal Harus Berjalan

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)  bukanlah hal baru, namun standar minimal yang harus ada dalam pengelolaan Kota. Rancangan infrastruktur IKN perlu didesain untuk ini.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2021 mencatat  volume sampah di Indonesia yang terdiri dari 154 Kabupaten/kota se-Indonesia mencapai 18,2 juta ton/tahun. Sampah yang terkelola dengan baik hanya sebanyak 13,2 juta ton/tahun atau 72,95%. Ini terjadi karena masih terbatasnya daya tampung tempat pembuangan sampah baik Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) maupun Tempat Penampungan Sementara (TPS), hingga minimnya standar dalam pengelolaan sampah yang sudah diterapkan.

Data Capaian Kinerja Pengelolaan Sampah
(Sumber : Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (Ditjen PSLB3 KLHK))

Wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan satu kesatuan lansekap yang tidak dapat dipisahkan antara manusia dan alam. IKN didesain sebagai Forest City yang akan menerapkan pembangunan dengan teknologi canggih ramah lingkungan serta berbagai aktivitas yang mendukung penurunan emisi gas rumah kaca. Tantangan yang muncul adalah menyeimbangkan antara pembangunan dengan lingkungan hidup dan kehutanan.

Sebagai Unit Kerja yang mendapat mandat mendukung pembuatan standar di IKN, Badan Standardisasi Intrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) berusaha menyusun standar yang berguna untuk memastikan kelestarian lingkungan secara berkelanjutan.

Standar yang disusun oleh BSILHK tentu mengadopsi berbagai kebutuhan tersebut, setidaknyanya dari sisi lingkungan dengan memastikan kebutuhan standar yang diperlukan dalam pembangunan. Demikian juga dengan masalah dalam pengelolaan sampah. Jika tidak menerapkan standar dalam pengelolaannya tentu saja akan meningkatkan risiko bencana akibat pencemaran lingkungan, serta risiko kesehatan masyarakat sekitar wilayah IKN.

Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)/Pusat Pengolahan Sampah di Wilayah Ibu Kota Nusantara

Menurut Tim Penyusun Standar BSILHK, saat ini diperkirakan terdapat sekitar 144.064 jiwa yang tersebar di 51 desa/kelurahan pada wilayah Kawasan penyangga IKN akan menerima dampak kerusakan lingkungan jika standar pengolahan sampah tidak dilakukan. Jika melihat target populasi tahun 2024 IKN mencapai 1.671.853 jiwa maka pengelolaan sampah harus 100% optimal dilakukan. Apabila ada kebocoran sedikitpun maka akan terbuang ke lingkungan dan bermuara ke laut. Akhirnya   akan mencemari lautan, mengingat IKN berada pada lokasi strategis dan berada pada jalur laut utama nasional dan regional (ALKI II). Walau minim risiko bencana alam namun IKN berada pada lokasi yang berdekatan dengan Teluk Balikpapan.

Kondisi Salah Satu TPA Samboja,Kalimantan Timur

Sementara itu, target pencapaian pada Raperpres menyebutkan bahwa daur ulang seluruh sampah dilakukan per-kluster tertangani sebesar 60%, residu sampah dikelola TPA, dan 40% pemanfaatan kembali residu sampah menjadi energi listrik. Untuk mencapai hal tersebut berarti harus ada kombinasi dari berbagai jenis teknologi, daur ulang plastik, daur ulang kertas, composting Waste to Energy, TPA sanitary landfill untuk residu karena akan residu selalu ada. Tapi jika hal tersebut belum bisa tercapai maka hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah pengumpulan sampah harus 100 % ke TPA Sanitary Landfill agar tidak berceceran dan mengkontaminasi laut.

Pengelolaan Sampah Terpadu (Sumber : TPST Samtaku Jimbaran)

Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) / Pusat Pengolahan Sampah yang disusun BSILHK merupakan tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulangan, pengolahan dan pemroses akhir sampah. Standar ini bertujuan sebagai acuan/pedoman dalam menentukan Tempat Pengolahan Sampah yang terpadu sesuai standar dan kriteria di wilayah IKN, dan juga sebagai bentuk pengendalian dalam mengelola sampah secara terpadu di wilayah IKN. Standar ini akan menjadi dasar dalam menyusun masterplan pengolahan sampah di wilayah IKN.

Pelaksana standar TPST ini adalah semua K/L Pusat dan daerah di wilayah IKN, seluruh industri, masyarakat lokal dan komunitas lainnya di wilayah IKN. Kegiatan ini berada pada tahap kluster kegiatan: pra konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi dukungan pembangunan standar IKN.

Peranan penting masyarakat sangatlah diharapkan, terutama dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Karena pada hakikatnya sampah dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Salah satu yang dapat dilakukan masyarakat untuk berperan serta mengelola sampah dan melestarikan lingkungan, adalah meninggalkan pola lama dalam mengelola sampah domestik (rumah tangga) seperti membuang sampah di sungai dan pembakaran sampah, dengan menerapkan prinsip 4R yakni, reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang) dan replace (mengganti) serta melakukan pemisahan sampah organik dan sampah anorganik.

Penerapan standar ini akan berdampak positif bagi masyarakat dalam perbaikan atau peningkatan kualitas lingkungan, yakni pada kualitas tanah, air, dan udara untuk mendukung kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan bagi pemerintah daerah adalah implementasi pengelolaan lingkungan yang baik untuk mendukung kualitas hidup.

Penulis      :   M. Farid Fahmi, M. Sahri Chair

Editor          :   Yayuk Siswiyanti

sumber : IKN, Tantangan Kelola Sampah – Standar Minimal Harus Berjalan – Badan Standardisasi Instrumen LHK

Share Button

KHDTK SAMBOJA MENERIMA SK PENETAPAN KAWASAN

Pada Senin, 18 April 2022, KHDTK Samboja menerima SK Penetapan dari Kementerian LHK yang diserahkan langsung oleh Plt. Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Dr. Ruandha Agung Sugardiman di sela mendampingi Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI ke IKN Nusantara. SK Penetapan KHDTK Samboja diterima oleh Kepala BPSILHK Samboja di Ruang Rapat Kantor BPSI LHK Samboja.

“Pada kesempatan yang baik ini, kami selaku Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan mewakili Ibu Menteri LHK, kami serahkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK.1569/MENLHK-PKTL/PPKH/PLA.2/2022 tanggal 25 Februari 2022 tentang “Penetapan AREAL Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Seluas 3.517,53 Ha di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur sebagai Hutan Penelitian Samboja” sebagai dasar kepastian pengelolaan ke depan,” demikian disampaikan Dirjen PKTL.

Dalam sambutannya, Dirjen PKTL menyampaikan kronologis KHDTK Samboja sejak tahun 1979 hingga tahun 2022 ini, dan urgensi penetapan areal KHDTK Samboja.

“KHDTK Samboja ini Sesuai UU no 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, Tahura Bukit Soharto di mana di dalamnya terdapat KHDTK Samboja menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Kawasan IKN yang mempunyai funsgi penunjang lingkungan dan ekosistem utama pada areal rencana IKN. Oleh karena itu, batas kawasan Tahura Bukit Soeharto dan khususnya KHDTK Samboja sangat penting dan urgent untuk segera ditetapkan,” sambung Dirjen.

Dirjen PKTL berharap bahwa dengan ditetapkannya KHDTK Samboja dapat memberikan peran aktif dan krusial dalam menjaga lingkungan dan ekosistem di Provinsi Kaltim, terutama wilayah IKN Nusantara.

Kepala BPSILHK Samboja, Dr. Ishak Yassir menyambut keluarnya SK penetapan KHDTK Samboja dengan penuh rasa syukur kepada Allah swt. Beliau mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungan dari Dirjen PKTL dan jajaran, BPKH IV Samarinda serta semua pihak yang telah membantu sehingga KHDTK Samboja memperoleh SK Penetapan Kawasan.

“Ini merupakan proses penantian yang panjang bagi KHDTK kami. Kami sangat berterima kasih ke Pak Dirjen, Pak Hengky, dan tim BPKH Samarinda yang telah banyak membantu proses penetapan Kawasan kami. Saya juga sampaikan apresiasi kepada teman-teman pengelola KHDTK Samboja yang selalu semangat,” ucap Ishak Yassir.

Pada acara yang dirangkai dengan buka puasa bersama tersebut, Dirjen PKTL didampingi oleh Kepala BPKH IV Samarinda, Hengky Wijaya, S.Hut., M.Si, Kasi Informasi Sumber Daya Hutan, Andi Zafryudin, S.Hut., serta beberapa staf BPKH IV Samarinda. Semoga dengan semakin kuatnya status hukum KHDTK Samboja tersebut, kepastian serta kelestarian hutan dan sumberdaya yang ada di dalam KHDTK Samboja juga dapat semakin terjaga.

Share Button

BALITEK KSDA TERLIBAT DALAM KEGIATAN INVENTARISASI FAUNA DI KAWASAN KONSERVASI IKN

Peneliti dan Teknisi litkayasa Balitek KSDA terlibat dalam kegiatan inventarisasi fauna di Kawasan Konservasi Lokasi Ibu Kota Negara (IKN) pada bulan Oktober 2021. Kegiatan tersebut merupakan dikoordinasikan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur yang mendapat mandat melakukan inventarisasi, verifikasi potensi dan permasalahan kawasan konservasi lokasi IKN di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto.

Kegiatan ini dilakukan seiring dengan rencana pemindahan IKN dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara. Kawasan Tahura Bukit Soeharto masuk dalam Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang berada di areal pengembangan IKN. Kegiatan ini sebagai salah satu dukungan dalam menyediakan update data tentang keanekaragaman hayati fauna pada lokasi IKN di Tahura Bukit Soeharto. Potensi yang penting diketahui salah satunya adalah berbagai jenis satwa liar yang ada di dalam kawasan seperti mamalia besar, mamalia kecil termasuk kelelawar, burung dan herpetofauna.

“Kegiatan inventarisasi jenis fauna yang dikoordinasikan oleh Balitek KSDA dilaksanakan dua kali pada 5-14 Oktober dan . Yang pertama di KHDTK Samboja, Waduk Samboja, dan Tanah Merah. Yang kedua di KHDTK Hutan Diklat Loa Haur, yang semuanya merupakan bagian dari Tahura Bukit Soeharto. Kegiatan survei difokuskan pada tiga kelompok taksa, yaitu mamalia, burung dan herpetofauna,” terang Tri.

Tim inventarisasi satwa ini diketuai oleh Tri Atmoko dari Balitek KSDA dengan anggota tim gabungan dari Fahutan Unmul, BKSDA Kaltim, Dishut Kaltim, dan Balai Diklat LHK Samarinda.

Tahura Bukit Soeharto ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan 1231 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 577/Menhut-11/2009 tentang Penetapan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto dengan luas 64.814,98 hektar, terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Kegiatan survei dilakukan melalui empat pendekatan. “Survei dilakukan dengan pengamatan secara langsung (menelusuri jalur-jalur setapak di dalam hutan), pengamatan tidak langsung (jejak-jejak yang ditinggalkan satwa berupa jejak kaki, goresan atau cakaran, kotoran, suara, bagian tubuh yang terlepas, sisa pakan dan sarang), pemasangan perangkap (Harp trap) untuk menangkap kelelawar dan pemasangan kamera trap di lokasi perlintasan satwa di dalam areal survei,” imbuh Tri.

Sedangkan survei burung dilakukan dengan pengamatan langsung menyusuri jalur-jalur setapak yang ada di dalam hutan dan mencatat jenis-jenis burung yang dijumpai. Perjumpaan burung diambil foto menggunakan kamera lensa panjang (tele), pemasangan jala kabut, dan merekam suara burung.

 “Survei herpetofauna dilakukan dengan menyusuri jalur-jalur di dalam hutan, di sekitar tepi sungai, tepi danau, dan daerah rawa-rawa. Pengamatan dilakukan pada siang hari. Jenis yang ditemukan kemudian ditangkap untuk diidentifikasi dan diambil fotonya,” kata Teguh Muslim.

Berdasarkan survei, setidaknya terdapat 90 jenis satwa dari kelompok mamalia, burung, dan herpetofauna. Sebanyak sembilan jenis satwa yang tercatat merupakan jenis yang terancam punah menurut redlist IUCN. Dua jenis satwa termasuk dalam status genting (Endangered) yaitu burung Caladi Batu (Meiglyptes tristis), dan Owa-owa (Hylobates muelleri). Keberadaan Caladi Batu teramati secara langsung sedangkan Owa-owa berdasarkan suaranya. Sedangkan jenis satwa yang termasuk status rentan (Vulnerabel) yang ditemui dari jenis burung yaitu Kerak Kerbau (Acridotheres Javanicus), Kangkareng Hitam (Anthracoceros malayanus), Sempidan Biru (Lophura ignita), dan dari jenis mamalia yaitu beruang madu (Helarctos malayanus), monyet ekor Panjang (Macaca fascicularis), monyet beruk (Macaca nemestrina), dan babi hutan (Sus Barbatus).

Menurut Tri “Kelompok satwa primata dari famili Cercopithecidae memiliki sebaran yang luas dibandingkan mamalia lainnya, khususnya jenis monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan monyet beruk (Macaca nemestrina). Monyet beruk banyak dijumpai di jalan Samboja-Sepaku di KHDTK Samboja. Sebaran jenis satwa yang luas tersebut menunjukkan bahwa jenis dari famili tersebut memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi dibandingkan jenis dari famili lainnya”.

Hasil survei Herpetofauna ditemukan sepuluh jenis dari kelas Amphibia dan sembilan jenis dari kelas Reptilia. Jenis amphibia yang ditemukan merupakan jenis yang umum dijumpai seperti kodok dan katak, sedangkan dari jenis reptilia meliputi jenis ular, cicak dan bunglon. ”Selain itu kita mendapat catatan yang menarik dengan ditemukannya buaya muara (Crocodylus porosus) di sekitar Pantai Tanah Merah yang ditemukan oleh masyarakat lokal. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat lokasi ini merupakan tempat wisata yang cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat”, imbuh Teguh.

Share Button

Praktek Eksplorasi Spesimen Herbarium oleh Mahasiswa Unmul di KHDTK Samboja

Dalam rangka pembelajaran teknik pengumpulan koleksi herbarium, dua mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Mulawarman, Erin Maytari dan Vidya Adetia Anggraeni melakukan praktek pengambilan sampel spesimen tumbuhan di areal Kebun Benih Meranti dan Kapur, KHDTK Hutan Penelitian Samboja. Mereka didampingi oleh Tim Herbarium Wanariset: Bina Swasta Sitepu, Yusub Wibisono dan Iman Suharja pada Jumat (29/10/2021) lalu. Kegiatan ini merupakan bagian dari dari pelaksanaan program Praktek Kerja Lapangan (PKL) kedua mahasiswa tersebut di Balitek KSDA.

Sebelum pelaksanaan kegiatan, Bina Swasta Sitepu, Peneliti Balitek KSDA, memberikan penjelasan terkait manajemen herbarium dan persiapan kegiatan eksplorasi spesimen. “Sebelum ekplorasi di lapangan dilakukan,  peralatan seperti galah, gunting stek, GPS dan plastik spesimen harus disiapkan,” kata Bina.

“Koleksi spesimen harus merupakan tumbuhan fertil dengan organ bunga atau buah, sehingga akan memudahkan dalam proses determinasi nantinya,” ujar Iman Suharja. Iman juga menyampaikan bahwa hal tersebut sesuai dengan ketentuan penyimpanan specimen di Herbarium Wanariset yang hanya mengkoleksi atau menyimpan spesimen tumbuhan dengan kelengkapan organ reproduksi seperti bunga dan buah.

Yusub Wibisono, Teknisi Litkayasa Balitek KSDA menjelaskan teknik pengambilan sampel tumbuhan bawah. “Untuk koleksi tumbuhan bawah, kita akan mengambil satu individu utuh agar dapat diketahui secara detail morfologi tumbuhan tersebut saat sudah dikeringkan dan disimpan,” kata Yusub. Koleksi pertama yang didapat adalah Aglaonema sp. dan sampel jenis kedua adalah Alocasia sp. dengan organ bunga dan buah pada satu tegakan, sehingga menjadi spesimen lengkap untuk koleksi herbarium.

Selama di lapangan, Bina mengajarkan beberapa data penting terkait spesimen yang harus dicatat oleh para mahasiswa sebagai bagian dari proses pengumpulan spesimen. Data tersebut di antaranya karakter tumbuhan yang dikoleksi (warna, ukuran, tekstur, dsb.), lokasi pengambilan spesimen, titik koordinat lokasi, ketinggian lokasi, waktu pengambilan, nama kolektor, nomer koleksi dan sebagainya.

Selain di area kebun benih, eksplorasi dilakukan ke arah air terjun di Km 7. Semua spesimen yang telah didapatkan kemudian dibawa kembali ke Herbarium Wanariset untuk dikeringkan dengan oven pengering sebelum diproses lebih lanjut.

Sebagai informasi, program PKL mahasiswa Biologi Fakultas MIPA UNMUL di Balitek KSDA ini telah dimulai dilaksanakan sejak tanggal 18 Oktober lalu, sampai dengan tanggal 26 November 2021 mendatang. Selama di Balitek KSDA, para mahasiswa tidak hanya belajar tentang pembuatan dan pengelolaan herbarium, namun juga belajar tentang pengamatan satwa primata di KHDTK Samboja serta kegiatan penelitian lainnya.

Share Button

Balitek KSDA Siap Luncurkan Produk untuk Masyarakat

Mendekati penghujung akhir tahun 2021, kegiatan Penelitian Prioritas Nasional (PRINAS) yang digawangi Balitek KSDA bersama tiga satuan kerja litbang lainnya akan menemukan beberapa produk penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat terutama yang berada di sekitar kawasan hutan penelitian KHDTK Samboja.

“Kegiatan riset PRINAS yang kami lakukan ini adalah riset berbasis produk yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar KHDTK Samboja,” sebut Noorcahyati, peneliti Balitek KSDA koordinator kegiatan PRINAS tersebut.

Noorcahyati menjelaskan lebih lanjut, karena arahnya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar, maka penelitian yang dilakukan berlokasi di KHDTK Samboja ini menggunakan berbagai objek tumbuhan yang ada di kawasan tersebut. Ia menyebutkan sebanyak 7 (tujuh) tumbuhan terpilih yang memiliki manfaat untuk kesehatan, bahan, serta kosmetik yang dikembangkan menjadi berbagai produk bermanfaat baik berupa minuman, kosmetik, hingga antibakteri udara. Produk yang dihasilkan dari kegiatan PRINAS ini terkait dengan Bio Food, Bio Medicine, dan Bio Cosmetics.

Tema kegiatan PRINAS Tahun 2021 adalah Aplikasi Riset Teknologi Herbal Hutan di KHDTK Samboja. Selain Balitek KSDA, tiga satuan kerja lainnya yang terlibat adalah Pusat Litbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) Serpong, Balai Besar Litbang Ekosistem Hutan Dipterokarpa (B2P2EHD) Samarinda, serta Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru.

“Kami berharap hasil penelitian yang dilakukan tidak hanya berakhir dalam bentuk publikasi yang layak, namun secara nyata juga dapat diimplementasikan oleh masyarakat,” terang Kepala Balitek KSDA, Dr. Ishak Yassir.

“Bagaimana dengan teknologi yang digunakan, apakah mudah dilakukan masyarakat?” pertanyaan tersebut terlontar saat Sekretaris Badan Standardisasi dan Instrumen (BSI) Dr. Nur Sumedi menyambangi Kantor Balitek KSDA dan melihat produk-produk yang dihasilkan pada Sabtu (16 Oktober 2021) lalu.

Menjawab hal tersebut, Noorcahyati dijelaskan bahwa produk yang dihasilkan dapat dibuat dengan mudah karena memang bertujuan untuk dapat diadopsi oleh masyarakat sekitar dalam bentuk transfer knowledge . Noorcahyati menambahkan, meskipun menggunakan teknologi yang mudah, namun produk yang dihasilkan dari penelitian PRINAS ini tetap mengacu pada standar produk komersil sesuai dengan SNI sehingga diharapkan mampu berdaya saing di pasar.

Share Button