Ini Daftar Peneliti Paling Luar Biasa Indonesia

Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi memberikan penghargaan kepada 15 orang peneliti yang berhasil menciptakan inovasi serta memberikan dampak ekonomi yang besar bagi kesejahteraan rakyat.

“Ini sebagai apresiasi atas invensi dan kreasi dosen, peneliti dan masyarakat yang terus berkarya walau dengan segala keterbatasan yang ada,” kata Menteri Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi, M Nasir di kantor Direktorat Pendidikan Tinggi, Jakarta, Selasa 16 Desember 2014. (Ini Penyebab Papua Barat Kaya dengan Fauna Unik)

Lima belas peneliti ini masing-masing mendapat penghargaan piagam dan uang tunai sebesar Rp 250 juta rupiah. Nasir mengatakan pihaknya berharap akan semakin banyak yang peneliti yang mengikuti ajang ini agar dipersembahkan ilmunya kepada seluruh masyarakat.

Dalam kompetisi meraih anugerah ini, menurut Sekjen Kemdikbud Ainun Naim yang juga pelaksana tugas Dirjen Pendidikan Tinggi, pihaknya menerima 145 proposal penelitian dari berbabagi kategori. Jumlah penelitian itu disaring hingga mendapatkan 15 pemenang penelitian yang dibagi menjadi 4 kategori, yaitu Paten, Hak Cipta Bidang Ilmu Pengetahuan, Perlindungan Varietas Tanaman, dan Desain Industri, Hak Cipta Karya Seni Rupa, Seni Pertunjukan dan Permainan Interaktif. (Lengguru, Ekspedisi Ilmiah Terbesar Indonesia)

Ada 5 pemenang penelitian ini kategori Paten. Pertama adalah Anang Lastriyano dari Universitas Brawijaya, dengan penelitian karya berjudul “Mesin Penggorengan Vakum Tipe Horisontal yang Menggunakan Pompa Vakum Sistem Jet Air.

Lalu ada Sri Widowati dari Kementerian Pertanian yang melakukan invensi berjudul “Teknologi Penurunan Indeks Glikemik Beras untuk Diet Bagi Penderita Diabetes Melitus”. Selanjutnya ada Ika Dewi Ana dari Universitas Gajah Mada dengan penelitian “Metode Sintesis Graft Tulang Gama-CHA dalam sistem Gelatin Tertaut Silang”.

Ada pula Dewa Ngurah Suprapta dari Universitas Udayana dengan penelitian “Komposisi Muniman Brem dari Ubi Jalar Ungu yang mengandung Antosianin”. Yang terakhir adalah M. Nurhalim Shahib dari Universitas Padjajaran yang dengan penelitian berjudul “Komposisi Ekstrak Kering Phyllantus Niruni Linn, Curcuma Xanthoriza Roxb dan Carica Papaya Linn untuk Anti Demam Berdarah”.

Kategori Hak Cipta Bidang Ilmu Pengetahuan memiliki dua pemenang. Mereka adalah Ferry Iskandar dari Institut Teknologi Bandung, dan Abdul Rohman dari Universitas Gadjah Mada.

Pada kategori ketiga, Perlindungan Varietas Tanaman, terdapat 5 pemenang. Pertama adalah Muhammad Azrai dari Balai Penelitian Tanaman Serelia yang meneliti tentang pemulia tanaman serelia. Kemudian ada Sudarmadi Purnomo dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur dengan pemulia tanaman buah.

Selanjutnya ada Sobir dari Pusat Kajian Tropika Institut Pertanian Bogor dengan pemulai klaster tanaman buah. Lalu ada Hajrial Aswidinnoor dari Institut Pertanian Bogor dengan pemulia tanaman padi (padi Sawah dan padi Gogo). Yang kelima adalah Astanto Kasno dari Balai Penelitian Tanaman Kacang yang dengan penelitiannya pemulia tanaman kacang kacangan.

Ada 3 orang pemenang untuk kategori terakhir, yaitu kategori Desain Industri, Hak Cipta Karya Seni Rpa, Seni Pertunjukan dan Permainan Interaktif. Pemenang pertama adalah Andar Bagus Sriwarno dari Institut Teknologi Bandung dengan karya Pengembangan Set Alat Musik Bebahan Bambu.

Lalu ada pula Trina Sanjaya dari Institut Teknologi Bandung dengan karya Imah Budaya Cigondewah. Terakhir ada Rahayu Supanggah dari Institut Seni Indonesia Surakarta dengan Karya I La Galigo.

Sumber : klik di sini

Share Button

Pengajar Biologi UGM Mengolah Mikroalga Menjadi Bioenergi

Pengajar Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada (UGM) berhasil menjadikan bioenergi dari mikroalga strain-strain lokal. Ia adalah Eko Agus Suyono, M.App.Sc yang juga resmi menyandang doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor di program pascasarjana Fakultas Biologi UGM, Sabtu (13/12).

Eko Agus Suyono selama ini sudah dikenal sebagai pengembang kultur dan rekayasa alga dari strain-strain lokal. Penelitian tentang petroalganya dimulai sejak menyelesaikan studi masternya dari James Cook University, Australia pada tahun 2004 karena perhatiannya atas menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia, sementara kebutuhan energi nasional yang akan terus meningkat.

Dalam rilis humas UGM disampaikan, pengolahan mikroalga untuk diolah menjadi biotanol diakui Eko bisa dijadikan salah satu upaya untuk mengelola kekayaan sumber daya laut yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal keberadaan mikroalga diperkirakan cukup berlimpah, soalnya 2/3 wilayah Indonesia merupakan laut.

“Biodiversitas mikroalga yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi bioenergi, salah satuya adalah Tetraselmis sp,” kata Eko.

Berdasarkan hasil penelitian Eko, Bioetanol potensial bisa diproduksi dari hidrolisis biomassa Tetraselmis sp. strain Ancol dan fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae (strain Etanol Red) sebesar 0,36 g etanol/g biomassa setelah inkubasi 48 jam. Hasil ini setara dengan hasil bioetanol tertinggi yang pernah dilaporkan dalam publikasi, yaitu pada penelitian yang dilakukan di Korea.

“Tetraselmis sp strain Ancol merupakan sumber karbohidrat yang potensial untuk produksi bioetanol,” kata Eko.

Selain itu, dari hasil penelitian Eko sampai saat ini setidaknya terdapat 6 spesies Tetraselmis sp yang sudah berhasil diisolasi dari perairan di Indonesia. Semua spesies tersebut masih belum di analisis potensinya sebagai penghasil bioetanol. Sehingga diperlukan penelitian untuk dikembangkan sebagai sumber bioetanol. Sementara dari hasil analisis filogenetik, didapatkan dua clades dari strain-strain Tetraselmis yang diisolasi dari Indonesia dan luar Indonesia, clade pertama terdiri dari strain Ancol, Cilegon, Manado, Vancouver Island (Canada), dan Northumberland (UK) dan clade kedua terdiri dari strain California (USA).

Kandungan karbohidrat dalam biomassa Tetraselmis sp strain Ancol dapat ditingkatkan dengan mengatur rasio Nitrogen:Fosfor sebesar 37: 1 di bawah penyinaran 12 jam terang dan 12 jam gelap dengan kandungan karbohidrat per liter dan karbohidrat per sel tertinggi pada Tetraselmis sp. strain Ancol masing-masing sebesar 0,33 g/L dan 158 pg/sel.

“Organisme ini mempunyai efisiensi fotosintesis yang tinggi dan mempunyai pertumbuhan yang lebih singkat dari tanaman pangan lainnya,” kata Eko.

Ia menambahkan, mikroalga merupakan organisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati. Penggunaan mikroalga sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati relatif tidak bersaing dengan tanaman produktif penghasil pangan dan hampir tidak mengurangi luas lahan untuk tanaman pangan.

sumber : klik di sini

Share Button

Lubang Tambang Batubara Kaltim Telan Korban Anak Lagi…

Pada Senin (22/12/14), tepat di Hari Ibu, menjadi hari paling mengerikan dan menyedihkan bagi Rahmawati (37). Dia mengalami duka mendalam, karena anak tercintanya, M Raihan Saputra (10), tewas di lubang bekas tambang. Lubang tambang itu diduga milik perusahaan, PT. Graha Benua Etam (GBE). Kala itu, Raihan bermain bersama teman-teman sebaya.

Air mata Rahmawati terus bercucuran. Di rumah sederhana dari kayu berukuran sekitar 6 X 12 meter itu, beberapa ibu memeluk dan menguatkan si ibu yang baru kehilangan buah hati ini.

Rahmawati mengatakan, sehari sebelum kejadian sang ayah menasehati Raihan agar tak main jauh-jauh. Tak ada firasat apapun atas kepergian Raihan.

Baru dua hari Raihan menikmati liburan sekolah. Pada Sabtu, dia dan orang tua baru mengambil rapor semester ganjil di SDN 009, Pinang Seribu, Samarinda Utara.

Rahmawati sehari-hari berjualan nasi campur dan gorengan di warung kecil di depan rumah Jl. Padat Karya, Sempaja Selatan. Sang suami, Misransyah, buruh toko alat-alat kapal.

Informasi yang diperoleh dari Jatam Kaltim, Raihan diperkirakan tewas sekitar pukul 14.00 dan baru dievakuasi pukul 17.30, setelah mendapat bantuan BNPB dan Tim SAR. Tubuh Raihan ditemukan pada kedalaman delapan meter. Lubang bekas tambang ini sekitar 40 meter. Lubang tambang itu berjarak hanya 50 meter dari pemukiman warga.

Keperluan sehari-hari

Sejumlah warga dan kerabat menceritakan lubang bekas tambang sudah dibiarkan menganga dan terisi air sejak tiga tahun lalu.

Menurut Asep (38), warga Gang Karya Bersama, Gang M. Tulus dan Gang Saliki malah menggunakan air lubang bekas tambang yang mirip danau itu untuk mandi dan mencuci pakaian.

Dia mengatakan, sudah tiga bulan menyedot air menggunakan mesin dan selang dari danau bekas tambang itu. “Kalau mengandalkan air sanyo, keruh dan PAM (perusahaan air minum) belum terpasang di sini,” kata Asep.

Korban kesembilan

Raihan adalah korban ke sembilan menyusul delapan anak lain yang tewas di lubang bekas tambang batubara beracun dan dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi.

Dalam siaran pers Jatam Kaltim menyebutkan, beberapa perusahaan patut bertanggung jawab atas kejadian maut ini. Antara lain, PT Hymco Coal (2011), PT. Panca Prima Mining (2011), PT. Energi Cahaya Industritama (2014). Lubang yang disebut-sebut warga diduga merenggut nyawa Raihan PT GBE.

GBE beroperasi dengan luas izin 493,7 hektar sejak 18 Mei 2011 dan berakhir 9 November 2015.

Catatan Jatam Kaltim, GBE ini perusahaan nakal, diduga terlibat gratifikasi kepada mantan Kepala Dinas Pertambangan di era RAR. GBE juga seringkali disebut dalam evaluasi bulanan tambang yang pernah digelar Pemkot tahun 2012-2013 sebagai perusahan paling tidak taat bahkan pernah dihentikan sementara.

Kunjungan tim Jatam Kaltim dua jam setelah evakuasi menemukan kesaksian warga bahwa lubang ini ditinggalkan hampir tiga tahun. “Ini melanggar peraturan pemerintah paling lambat 30 hari kalender setelah tidak ada kegiatan tambang lahan terganggu wajib direklamasi,” kata Merah Johansyah Ismail Dinamisator Wilayah Jatam Kaltim, Selasa (25/12/14).

Lebih parah lagi, lubang bekas tambang ini dekat dengan pemukiman. Ia juga diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 4 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara. “Aturan mensyaratkan jarak 500 meter tepi lubang galian dengan pemukiman warga. Kenyataan jarak hanya 50 meter.”

Di sekitar lubang itu juga tak tidak memasang plang atau tanda peringatan di tepi lubang dan tak ada pengawasan. “Ini menyebabkan orang lain masuk ke lubang tambang.”

Jerat pemberi izin

Jatam Kaltim mendesak, walikota dan Distamben Kota Samarinda bisa terkena Pasal 359 KUHP dan UU Lingkungan Hidup. “Sebab unsur “barang siapa” karena kealpaan menyebabkan matinya orang lain.”

Menurut dia, belajar dari penanganan beberapa anak tewas di lubang tambang, Jatam Kaltim pada 24 April 2013 dan 21 April 2014 sudah mengirim surat dan mempertanyakan kinerja kepolisian, DPR hingga Komnas Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

“Kepolisian mengendur, apalagi jika kasus-kasus kejahatan tambang melibatkan tokoh-tokoh penting dan pemilik modal.” Bukan itu saja. Penyidikan kasuspun, tak ada kepastian.

Untuk itu, Jatam Kaltim mendesak pertanggungjawaban politik DPRD Samarinda dengan mendesak walikota agar menghukum perusahaan. “Juga memanggil walikota dengan hak interpelasi dan angket.”

Jatam juga meminta walikota mengusut tuntas kasus ini. “Atau mundur karena gagal dan lalai. Gubernur juga untuk turun tangan.”

Merah juga mendesak perhatian pemerintah pusat, dari kementerian terkait maupun Presiden Joko Widodo. “Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mesti sikapi serius. Ini sudah parah. Lingkungan rusak dan menelan korban. Kejadian ini terulang dan tak ada perusahaan maupun pemberi izin yang ditindak,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

98 Spesies Kumbang Baru Ditemukan di Indonesia

Sekitar 98 spesies kumbang baru tersebut berasal dari genus Trigonopterus yang ditemukan di berbagai tempat di Pulau Jawa, Bali dan Lombok. Ilmuwan dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan ilmuwan dari Natural History Museum Karlsruhe dan Zoological State Collection Munich, awalnya menemukan 99 anggota genus Trigonopterus. Namun kemudian diketahui, salah satunya pernah ditemukan ilmuwan lain.

Untuk itu, setiap spesies kumbang, diurutkan berdasarkan hasil studi DNA-nya yang kemudian didiagnosa secara cepat dan efisien. Setiap spesies juga diatur dan difoto dengan resolusi tinggi serta diunggah ke situs Specied ID berikut deskripsi ilmiahnya.

Jika melalui pendekatan tradisional tentunya membutuhkan waktu sangat lama. Terlebih, Pulau Jawa, Bali dan Lombok merupakan pulau yang padat penduduk, sehingga hutan hujan tropis bisa dengan mudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian atau perkebunan. Ditambah lagi dengan kondisi yang kemungkinan besar masyarakat setempat tidak mengetahui nilai kekayaan hayati hutan tersebut.

“Sangat mengejutkan bahwa di Bali, yang wilayahnya dikunjungi turis secara reguler bisa menjadi rumah dari spesies yang belum diketahui,” ungkap dua peneliti asal Jerman, Alexander Riedel dari Natural History Museum Karlsruhe dan Michael Balke dari Zoological State Collection Munich.

Yayuk R Suhardjo, Peneliti LIPI, menuturkan bahwa kebanyakan spesies tersebut ditemukan terbatas pada cakupan areal yang sempit. “Terkadang mereka hanya ditemukan di satu tempat tertentu. Kumbang-kumbang ini tidak bersayap, dan biasanya sudah tinggal jutaan tahun di tempat mereka berada. Ini membuat mereka rentan terhadap perubahan yang terjadi pada habitat mereka,” jelasnya.

Tentu saja, 98 spesies baru berarti 98 nama baru. Para peneliti kemudian memberikan nama masing-masing spesies tersebut berdasakan warna, lokasi ditemukannya, bentuk tubuhnya, atau ada juga yang diberi identitas dengan menggunakan nomor.

Ada satu spesies yang kemudian dinamai Trigonopterus attenboroughi, seekor kumbang mungil berukuran sekitar 2,63 milimeter. Nama ‘attenboroughi’ sendiri disematkan sebagai penghormatan kepada ahli biologi terkenal asal Inggris, Sir David Attenborough.

Yayuk Suhardjono pun menambahkan pemakaian nama Sir sebagaimana Sir David Attenborough. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat pada spesies kumbang tersebut.

Sumber : klik di sini

Share Button

“Sesrawungan Konservasi”

Kota Jogja hujan dan sedikit berangin ketika kami tiba di kampus Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Tidak begitu ramai kampus pada hari Senin, 22 Desember 2014 ketika kami masuk ke Gedung A. Beberapa ruang kuliah yang ditempeli kertas dengan tulisan “harap tenang ada ujian” menjawab ketidakramaian tersebut. Siang itu, Balitek KSDA berkunjung ke Fahutan UGM dengan tujuan menghadiri undangan “Sesrawungan Konservasi”, diskusi ilmiah antara pegiat konservasi intra dan ekstra Fahutan UGM. Diwakili tiga Peneliti dan satu Pranata Humas, diskusi kali ini diisi Balitek KSDA yang mempresentasikan hasil penelitian dan profil Balai dengan mengambil tempat di Ruang Multimedia Gedung Fahutan UGM.

Presentasi pertama dilakukan oleh Dr. Wawan Gunawan dengan judul “Selayang Pandang Balitek KSDA dan Program Kegiatan Penelitian”. Drh. Amir Ma’ruf, M.Hum menjadi penyampai kedua dengan judul “Konservasi Orangutan”, berisikan upaya penyelamatan Orangutan melalui penanganannya di areal konflik seperti perkebunan, tambang dan pemukiman. Materi terakhir disampaikan oleh Bina Swasta Sitepu, S.Hut dengan judul “Konservasi, Penyebaran dan Populasi Hernandia nymphaefolia Kubitzki di Kalimantan” yang merupakan bagian dari tema besar “Konservasi jenis-jenis kurang dikenal terancam punah”.

Pada sesi diskusi, Dr Ir. Taufik Tri Hermawan, M.Si, Wakil Kepala Laboratorium Pelestarian Alam Fahutan UGM mengungkapkan harapan terbesar dari hasil-hasil penelitian Balitek KSDA kedepannya dapat menghasilkan produk yang dapat diserap dan dijadikan kebijakan. “Sebuah harapan besar yang membutuhkan pekerjaan yang besar dari institusi Balitek KSDA sebagai lembaga penelitian teknologi konservasi dengan jangkauan seluruh Indonesia”, kata Taufik. Semangat para peneliti yang tergolong muda di balai ini diharapkan menjadikan cambuk penyemangat untuk terus bisa menghasilkan penelitian yang berkualitas kedepannya. “Sinergi antara balai konservasi dengan universitas diharapkan dapat menjadi jembatan dalam mendaratkan hasil penelitian agar dapat terserap dan diimplemntasikan dalam tataran praktis maupun kebijakan”, tambahnya.

Danang Anggoro, S.Si, M.Si, koordinator forum karyasiswa Kementerian Kehutanan, yang juga PNS di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur menyoroti kurangnya penelitian yang dilakukan di kawasan konservasi, pengembangan manajemen dengan sistem protected area dan konflik di kawasan konservasi. Danang juga mendorong sinergi antara universitas dengan balai penelitian untuk mendukung kegiatan penelitian dengan melibatkan mahasiswa yang akan melakukan penelitian sebagai tugas akhirnya. “Mahasiswa tersebut bisa dianggap sebagai asisten peneliti di lapangan”, ujar Danang sembari tersenyum. Putri, mahasiswa fahutan UGM, menanyakan kepada Amir Ma’ruf kebenaran adanya konflik antara Orangutan dan perusahaan atau masyarakat seperti yang diberitakan di media massa beberapa waktu lalu. “Apakah konflik ini memang benar ada terjadi sebelum adanya pendampingan oleh pak Amir dan kawan-kawan kepada perusahaan?”, tanya Putri.

“Paradigma pengelolaan kawasan konservasi harus memberikan manfaat bagi peningkatan perekonomian masyarakat,” ujar Wawan Gunawan menanggapi pendapat dan pertanyaan peserta diskusi. Rencana penelitian Balitek KSDA th 2015-2019, menurut Wawan, disesuaikan dengan isu-isu yang sedang berkembangdan dianggap perlu mendapatkan perhatian segera. “Tentu saja kami sesuaikan dengan sumberdaya yang di Balitek KSDA”, tegas Wawan. Penanganan konflik yang terjadi juga harus dilihat apakah konflik yang terjadi di masyarakat dengan stakeholder atau terkadang adanya konflik antara pengelola kawasan konservasi dengan pemerintah daerah.” Saat ini kami juga melakukan upaya pengelolaan konflik dengan masyarakat di KHDTK Samboja yang dilakukan oleh teman-teman pengelola”, terang Wawan lagi. “Saat ini kami juga sedang mendorong agar hasil penelitian di lahan bekas tambang, khususnya indikator keanekaragaman hayati, dapat dimasukkan dalam indikator keberhasilan kegiatan restorasi di lahan bekas tambang”, imbuh Wawan. Upaya ini menurut wawan merupakan salah satu proses yang dilakukan Balitek KSDA agar hasil penelitian yang telah dilakukan dapat sampai dengan baik dan benar di tataran pembuat dan pelaksana regulasi.

Amir Ma’ruf yang pada sesi presentasi mengupas masalah orangutan, menyampaikan bahwa hasil penelitian dan kegiatan di lapangan telah disampaikan kepada pihak terkait, dalam hal ini dirjen PHKA untuk dapat diaplikasikan melalui pembuatan regulasi penangan konflik orangutan. Bekerjasama dengan lembaga Ecositrop dan Fahutan Unmul, Balitek KSDA juga turut menginisisasi pembentukan satgas orangutan di perusahaan HTI, tambang, dan perkebunan dan sosialisasi penanganan dan perelokasian orangutan di kawasan perusahaan. “Agar konflik antara orangutan dengan perusahaan dan masyarakat dapat terus ditangani dengan baik dan tidak melalui perlakuan yang merugikan orang utan dan masyarakat”, terang Amir.

Dea, mahasiswa fahutan UGM, mengungkapkan perhatiannya kepada jenis-jenis flora kurang dikenal namun memiliki potensi untuk menjadi punah dikarenakan kurangnya pengenalan dan pemahaman masyarakat. “Bagaimana teknik sosialisasi kepada masyarakat terkait hal tersebut ?,” tanya Dea. Bina Swasta Sitepu mengungkapan pentingnya update informasi tentang status kondisi populasi dan habitat flora sebagai dasar pengelolaan dan pelestarian flora kurang dikenal yang berpotensi terancam punah. “Ini menjadi peluang bagi mahasiswa, khususnya di tingkat S1, karena dapat dijadikan bahan penelitian skripsi”, terang Bina. Hingga saat ini belum bisa ditentukan dengan pasti kondisi nyata di lapangan terkait jenis-jenis flora kurang dikenal tersebut. Sembari melakukan penelitian, dimulai dari jenis-jenis disekitar kita, kita bisa melakukan sosialisasi tersebut kepada masyarakat sekitar. “Akhirnya nanti mereka tahu, oh ternyata jenis ini memang sudah sulit ditemukan, atau justru tidak ada lagi disekitar mereka,” ujarnya sembari menekankan pentingnya penelitian lanjutan terkait upaya pelastarian tumbuhan melalui budidaya, pemuliaan dan perlindungan habitat.

IMG_8265 IMG_8249

Pada akhir diskusi, para peserta mengungkapkan keinginannya agar sharing hasil penelitian seperti ini terus dilakukan baik melalui tatap muka langsung maupun melalui media lainnya, dan upaya tindak lanjut kerjasama antara Fahutan UGM dengan Balitek KSDA dapat direalisasikan untuk menunjang kegiatan penelitian kedua belah pihak. ***ADS

Share Button

Dari kami untuk Anda Semua, Swara Samboja..

“Miniatur Hutan Tropis Dataran Rendah Pulau Borneo” kami sematkan untuk Rintis Wartono Kadri di KHDTK Hutan Penelitian Samboja. Hasil kerja keras siang dan malam peneliti, teknisi dan pengelola KHDTK Balitek KSDA mengeksplorasi keanekaragaman hayati di Rintis Wartono Kadri dipersembahkan sebagai fokus utama pada edisi khusus “Keanekaragaman Hayati Rintis Wartono Kadri” ini.
Dilakukan mulai awal tahun 2014, Eksplorasi ini bertujuan menggali keanekaragaman jenis flora, mamalia, burung, serangga, makrofauna, amphibi, reptil, dan fungi di Rintis Wartono Kadri. Selain sebagai pelengkap dan memperbaharui data yang ada, kegiatan penelitian ini dapat menjadi dasar kegiatan penelitian selanjutnya di KHDTK Samboja.
Fokus pertama akan disampaikan oleh Dr. Ishak Yassir selaku pengelola KHDTK Hutan Penelitian Samboja yang menceritakan gambaran umum “Ekplorasi Kehati di Rintis Wartono Kadri”. Bagi pecinta serangga, artikel “Peran Serangga bagi Alam dan Manusia” yang ditulis oleh Septina Asih Widuri, S.Si. dapat anda simak di artikel berikutnya.
Keragaman flora difokuskanpada “Dipterocarpaceae di Rintis Wartono Kadri” disampaikan oleh Bina Swasta Sitepu, S.Hut. Ike Mediawati, S.Si, peneliti termuda kami, tidak ketinggalan mengupas salah satu jamur dari Kalimantan yang juga ada di Rintis Wartono Kadri dengan judul “Champignon de Borneo”.
Para pembaca, ketahui burung kharismatik khas Kalimantan yang sehidup semati dengan pasangannya dengan menyimak artikel “Julang Emas dan Kangkareng Hitam (Bucerotidae): Sang Penjelajah Puncak Kanopi Hutan Rintis Wartono Kadri” yang ditulis oleh Mukhlisi, S.Si, M.Si. Jenis Reptil “Langka” di Tapak Wartono Kadri disampaikan oleh Teguh Muslim, S.Hut. dan jangan kaget jika “Rindil Bulan, Mamalia yang Menghebohkan itu ada di KHDTK Samboja” disajikan oleh Ketua Kelti Konservasi Keanekaragaman Hayati Tri Atmoko, S.Hut, M.Si., sekaligus menutup fokus utama kali ini.
Dr. Chandradewana Boer menjadi profil inspiratif Majalah Swara Samboja edisi ini. Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman bergaya “nyentrik” ini telah mengawal Majalah Swara Samboja dari edisi pertama sebagai Editor. Pemerhati satwaliar dan konservasionist ini berbagi pengalaman dan pandangannya tentang “konservasi “dalam tulisan “Ekspansi Bondol Rawa ke Pulau Kalimantan” yang ditulis bersama tim Laboratorium Ekologi Satwaliar dan Kehati Fahutan Unmul.
Beberapa kegiatan Balitek KSDA dapat disimak di halamanLintas Peristiwa dan sebagai penutup kami menyajikan foto sepasang Kubung Malaya (Cynocephalus variegates) hasil jepretan Mardi T. Rengku di halaman pamungkas.
Salam konservasi. ***Ahmad Gadang Pamungkas
Download majalah

Share Button