Tangani Pengaduan Masyarakat, Kementerian LHK Bentuk Tim Khusus

Selama ini, banyak warga melapor berbagai kasus lingkungan dan kehutanan kepada pemerintah. Sayangnya, mayoritas kasus tak ada kejelasan penanganan. Guna menindaklanjuti berbagai pengaduan kasus-kasus laporan masyarakat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk tim khusus.

Tim penanganan pengaduan kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan ini tertuang dalam SK Menteri LHK tertanggal 15 Januari 2015. Tim diketuai Himsar Sirait selaku Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan, dan Inspektur Jenderal Kehutanan, Prie Supriadi.

Tim ini memiliki beberapa tugas. Pertama, menampung dan menganalisis kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan dari masyarakat. Kedua, menyiapkan langkah-langkah penanganan kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan. Ketiga, komunikasi dengan stakeholder terkait kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan.Keempat, menghasilkan rumusan kerja berupa output,  langkah, regulasi, operasional, rencana kerja penanganan kasus.

“Hasil kerja tim ini berupa rekomendasi disampaikan kepada menteri untuk langkah-langkah kebijakan,” kata Menteri LHK, Siti Nurbaya, dalam rilis kepada media di Jakarta, Sabtu (17/1/15).

Dia mengatakan, pengaduan masyarakat perlu segera ditindaklanjuti dan ditangani secara sistematis. Dia berharap, dengan pembentukan tim ini, penyelesaian kasus-kasus lingkungan makin cepat dan pasti.

Menurut dia, tim juga melibatkan lembaga swadaya masyarakat sebagai pengarah. “Pelibatan LSM perlu untuk lebih memastikan status pengaduan dan arah penyelesaian lebih berpihak kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup,” ujar dia.

Dia menyebutkan, beberapa organisasi masyarakat sipil yang bakal dilibatkan dalam kerja-kerja ini antara lain, HuMa, Walhi, AMAN, Sajogyo Institute, Ecosoc, Epistema, Greenpeace Indonesia, dan PH & H Public Policy Interest Group.

Sumber : Klik sumber 1, sumber 2 dan sumber 3

Share Button

Riset Ungkap Kecerdasan Kantung Semar sebagai Pembunuh Paruh Waktu

Meski tak punya otak, kantung semar ternyata cerdas. Penelitian tim biologi yang dipimpin oleh Ulrike Bauer dari Bristol University mengungkap, tanaman karnivor itu mampu mengembangkan strategi jitu menjebak serangga.

Bauer dan timnya mempelajari kantung semar spesies Nepenthes rafflesiana. Jenis tersebut banyak ditemui di Kalimantan, Kepulauan Riau, Malaysia, dan Brunei. Hasil penelitian itu dipublikasikan diProceeding of the Royal Society B, Januari 2015.

“Permukaan kantung jebakan sangat licin ketika basah, tetapi tidak saat kering. Selama lebih dari 8 jam dalam sehari, jebakan itu ‘dimatikan’ dan tidak memakan serangga yang masuk ke dalam kantung,” ungkap Bauer seperti dikutip Discovery, Selasa (13/1/2014). Tanaman itu cuma pembunuh paruh waktu.

Fakta bahwa N rafflesiana menonaktifkan jebakannya membuat ilmuwan bertanya-tanya. Bukankah dengan menonaktifkan maka kantung semar akan kehilangan mangsa yang bisa menyuplai kebutuhan nitrogennya?

Bauer dan timnya pun melakukan eksperimen. Mereka mengamati dua kelompok kantung semar. Satu kelompok dibiarkan menonaktifkan, sementara kelompok lain dimodifikasi sehingga kantung jebakan selalu licin.

Hasilnya mengejutkan. Kantung semar yang menonaktifkan kantung jebakannya ternyata berhasil menjebak lebih banyak semut daripada kantung semar yang permukaan kantungnya selalu licin.

Ternyata, kantung semar mampu memanfaatkan kecerdasan sosial semut. “Dengan menonaktifkan jebakan selama beberapa waktu, kantung semar memastikan semut bisa kembali ke koloninya dan merekrut lebih banyak semut menuju kantung jebakan,” urai Bauer.

Sesuatu yang tampaknya merupakan kerugian ternyata mendatangkan manfaat lebih besar. Kantung semar yang tak punya otak ternyata mampu mengelabui semut yang terkenal sebagai serangga dengan kecerdasan sosial tinggi.

Sumber : klik di sini

Share Button

Kumpulan Swara Samboja dari Balitek KSDA

“Sumber Benih Samboja” __ Volume 3, Nomor 3 Tahun 2014

“Keanekaragaman Hayati Rintis Wartono Kadri” __ Volume_3,_Nomor_2_Th_2014

Swara Samboja: Kemana Arah Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia?__ Volume 3 , Nomor 1 Tahun 2014

Swara Samboja: Keanekaragaman Hayati, __ Volume 2 , Nomor 3 Tahun 2013

Swara Samboja: Reklamasi Hutan Bekas Tambang Batubara, __ Volume 2 , Nomor 2 Tahun 2013

Mangrove Bukan Hutan Biasa, __ Volume 2 , Nomor 1 Tahun 2013

Konservasi Tumbuhan Hutan Berkhasiat Obat, __ Volume 1 , Nomor 3 Tahun 2012

Swara Samboja: Oh Orangutan, __ Volume 1 , Nomor 2 Tahun 2012

Bekantan, Monyet Belanda Yang Unik, __ Volume 1 , Nomor 1 Tahun 2012

 

Share Button

Siti Nurbaya: Dunia Usaha Harus Ikut Tanggung Jawab soal Kebakaran Hutan

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengharapkan kebakaran hutan tak akan terjadi pada tahun 2015. Oleh karena itu, dia meminta peran semua pihak, terutama dunia usaha, untuk ikut bertanggung jawab mencegahnya.

“Tolong dunia usaha juga ikut bertanggung jawab mencegah kebakaran hutan,” kata Siti dalam pertemuan bersama Gubernur Sumatera Selatan, Alex Nurdin, serta jajarannya di Palembang, Selasa (13/1/2015).

Siti mencatat, Sumatera merupakan wilayah paling rentan kebakaran hutan. Selama 17 tahun, kebakaran terus terjadi di wilayah Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi.

Berdasarkan beberapa kasus kebakaran hutan, titik api yang memicunya berada di wilayah konsesi perkebunan.

Sebagai contoh, di Sumatera Selatan, kebakaran hutan dipicu oleh titik api yang tersebar di Musi Banyuasin, Banyuasin, Muara Enim, dan Musi Rawas. Di wilayah itu, sejumlah perusahaan punya konsesi.

“Misalnya yang punya titik api paling banyak itu ada PT Bumi Mekar Hijau pada tahun 2014 ada 399 hotspot, lalu ada Musi Hutan Persada 302 hotspot,” terang Siti.

Mewaspadai potensi kebakaran hutan, Siti meminta sejumlah perusahaan untuk memantau wilayah konsesinya. Terutama perusahaan yang punya konsesi di lahan gambut.

“Kalau ada hotspot, langsung berusaha padamkan. Kita harus waspada karena sekarang sudah masuk akhir Januari,” kata Siti. Bulan Februari, biasanya titik api pemicu kebakaran hutan mulai tumbuh.

Siti menegaskan, dalam 6 bulan, setiap pihak termasuk pemerintah daerah dan dunia usaha perlu berkonsentrasi pada pencegahan kebakaran hutan.

Sementara ke depan, kementeriannya juga akan fokus dalam penegakan hukum lingkungan. Sanksi bagi pihak yang merusak lingkungan akan keras.

“Saya kira ke depan hukum dalam kehutanan itu akan semakin kejam. Kita akan pakai multidoor system, bisa kita kenakan undang-undang berlapis,” ungkap Siti.

Pelaku usaha yang melanggar aturan dan terlibat pembakaran hutan bukan hanya bisa dikenai UU Kehutanan serta Lingkungan Hidup, tetapi juga tindak pidana korupsi dan pencucian uang, bila ada.

Kondisi hari ini, di Riau terdapat 31 titik api, Jambi 31 titik api, dan Sumatera Selatan 1 titik api.

Alex mengungkapkan bahwa pihaknya mendukung upaya Siti menghentikan kebakaran hutan. “Kita juga bertekad tahun 2015 tidak ada kebakaran hutan,” katanya.

Ia mengungkapkan pihaknya sudah berusaha responsif dengan pertumbuhan titik api. “Kemarin sudah ada 1 titik api dan sudah kita padamkam. Sekarang ada 1 titik api di Musi Banyuasin, saya sudah minta untuk segera dipadamkan,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Direvisi, Aturan Kehutanan Akan Semakin Kejam

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkomitmen merevisi aturan terkait pengelolaan hutan, termasuk aturan alih fungsi lahan hutan untuk usaha dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Sanksi aturan tersebut akan “diperkejam”. Aturan ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah tata kelola hutan serta mencegah kebakaran hutan.

“Kejam artinya benar-benar rigid dan tegas. Kalau melakukan pelanggaran, maka akan benar-benar ada sanksi-nya,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada wartawan, Selasa (13/1/2014), seusai pertemuan dengan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.

Hal ini disampaikan oleh Siti untuk merespons anggapan bahwa pihaknya tidak berani menindak korporat yang diduga melanggar aturan pengelolaan hutan.

Politisi Partai Nasdem ini mengakui bahwa saat ini ada aturan yang belum jelas. Salah satunya soal alih fungsi lahan hutan untuk usaha. Selama ini, pengaturan tersebut belum detail, apakah untuk usaha berskala besar atau kecil. Sementara itu, amdal dinilai hanya memuat aturan dan syarat, tetapi tidak memuat sanksi.

Mantan Sekretaris Jenderal DPD RI ini mengatakan, aturan yang diperketat dan diperjelas ini justru akan menjadi instrumen untuk memberi sanksi bagi para perusak lingkungan, baik perorangan maupun korporat. Sanksi mulai dari teguran hingga pemidanaan.

Tak hanya itu, Siti juga mengatakan, para pelanggar aturan kehutanan bisa saja dijerat undang-undang berlapis, seperti UU Tindak Pidana Korupsi, bila ada.

Selama ini, sejumlah korporat disorot terkait sejumlah kasus kebakaran hutan di sejumlah wilayah konsesi. Banyak konsesi yang berada di lahan gambut yang berpotensi memicu kebakaran ketika dilanda kekeringan.

Siti juga menyorot perihal kewajiban perusahaan untuk mengalokasikan 20 persen wilayah konsesi untuk masyarakat. Praktiknya, 20 persen wilayah itu sering kali berada di daerah lain yang jauh dari konsesi utamanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Jambi Luncurkan Indeks Tata Kelola Hutan Tingkat Provinsi Pertama di Indonesia

Provinsi Jambi, meluncurkan Indeks Tata Kelola Hutan Tingkat Kabupaten yang pertama di Indonesia pada senin (22/12) di Kota Jambi. Laporan ini menyuguhkan analisa status tata kelola Provinsi Jambi terkini dan implikasi dari Pengurangan Emisi akibat Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) serta analisa tata kelola hutan pada sembilan kabupaten di Provinsi Jambi, yang meliputi lebih dari setengah area hutan dari provinsi tersebut.

Jambi merupakan satu dari sepuluh provinsi yang dikaji dalam Indeks Tata Kelola Hutan Nasional tahun 2012 – yang pertama di dunia – yang dikembangkan oleh PGA UNDP Indonesia dengan dukungan UNREDD Programme dan Konsorsium –SIAP II. Laporan ini disusun berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh satu panel ahli dari berbagai latar belakang keilmuan dan kelembagaan di Provinsi Jambi dan nasional.

Direktur UNDP Indonesia, Beate Trankmann, mengatakan bahwa temuan dari laporan tersebut diharapkan tidak hanya membantu pemerintah Provinsi Jambi namun juga provinsi-provinsi lain di Indonesia untuk meningkatkan tata kelola hutan, lahan dan REDD+ di daerah masing-masing.

“Peningkatan seperti itu penting untuk melindungi hutan tropis Indonesia yang luar biasa sebagai sumber kehidupan bagi masyarakatnya,” kata Trankmann.

Laporan ini menggunakan skala 1 sampai 100 – 1 merupakan angka terendah dan 100 adalah angka tertinggi – untuk mengkalkulasi keseluruhan nilai hutan, lahan dan tata kelola REDD+ pada tingkat kabupaten. Hasil rata-rata dari sembilan kabupaten yang dikaji adalah indeks 33.80 yang menunjukkan adanya beberapa kelemahan dalam kebijakan dan peraturan, mekanisme pelaksanaan, dan kepedulian pemangku kepentingan serta kapasitas untuk melindungi hutan-hutan di Provinsi Jambi.

“Singkatnya, ada cukup banyak ruang untuk perbaikan,” tambah Trankmann.

Laporan ini juga menegaskan penemuan terdahulu dan rekomendasi dari Indeks Tata Kelola Hutan Nasional yaitu 1) perlunya resolusi yang lebih cepat terhadap sengketa kepemilikan tanah dan hutan, 2) pentingnya manajemen yang adil akan sumber daya hutan, 3) perlunya transparansi dalam mengelola lisensi hutan dan alokasi lahan hutan kepada sektor swasta, dan 4) pentingnya meningkatkan fungsi pengawasan internal dan pengukuhan kapasitas hukum untuk memahami dan menuntut pelaku utama yang terlibat aktivitas deforestasi dan degradasi hutan.

Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus mengatakan bahwa semua pihak yang terlibat termasuk komunitas bisnis, perlu bekerja lebih keras guna meningkatkan tata kelola hutan di Provinsi Jambi.

“Ini suatu keharusan karena kita perlu secara berkesinambungan meningkatkan tata kelola hutan di Provinsi Jambi secara terbuka. Lebih jauh lagi, kami ingin meyakinkan bahwa tata kelola ini bebas dari praktik-praktik korupsi,” kata Hasan Basri.

CEO WWF-Indonesia, Dr. Efransjah, mengatakan bahwa Konsorsium SIAP II mengapresiasi peluncuran Indeks Tata Kelola Hutan Provinsi Jambi sebagai acuan berbagai pihak untuk terus meningkatkan kualitas tata kelola hutan di Provinsi Jambi. Sebagai rumah dari satwa kharismatik dan salah satu satwa kunci Indonesia, harimau Sumatera, serta penopang kehidupan jutaan rakyatnya, hutan Jambi membutuhkan integritas pemerintah daerah yang didukung oleh sektor bisnis dan komponen masyarakat sipil untuk kelestariannya.

Sumber klik disini

Share Button