“Kami memutuskan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) 26 persen. Sebuah target ambisius yang tak membuat kami rendah diri di dunia internasional,” ujar PM Jepang Shinzo Abe, Jumat (17/7).
Seperti dimuat dalam situs Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC), Senin (20/7), saat ini sudah 47 anggota UNFCCC memasukkan daftar Keinginan Kontribusi Nasional yang Diniatkan (Intended Nationally Determined Contribution-INDC).
Pada Konferensi Para Pihak (COP) ke-21 UNFCCC di Paris akan ditetapkan kesepakatan baru penurunan emisi gas rumah kaca menghadapi perubahan iklim. Kesepakatan baru itu akan menggantikan skema Protokol Kyoto yang berakhir 2012 dan baru berlaku pasca 2020.
Menurut hasil COP-15 di Denmark, dunia sepakat menahan kenaikan suhu bumi hingga 2 derajat celsius dibandingkan temperatur sebelum Revolusi Industri abad 18. Untuk itu, menurut Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), dibutuhkan penurunan emisi GRK 40-70 persen pada tahun 2050 dibandingkan emisi tahun 2010 dan emisi nol pada tahun 2100.
Emisi GRK Jepang, menurut catatan mereka, mencapai 1,4 miliar ton CO2e (setara karbondioksida) pada tahun 2013. Sementara, total emisi global yaitu 50 miliar ton CO2e per tahun, separuhnya kontribusi dari AS, Tiongkok, dan negara Eropa.
Energi nuklir
Jepang, yang dilanda bencana nuklir Fukushima akibat gempa dan tsunami, perlu 20-22 persen kontribusi pembangkit listrik berbasis nuklir untuk mencapai target itu. Energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga air akan ditingkatkan dari 11 persen pada Maret 2014 menjadi 22-24 persen dari total kebutuhan nasional Jepang.
Atas target itu, Greenpeace menyebut, “Satu dari target terlemah dari negara-negara industri”. Sementara itu negara-negara Uni Eropa, terdiri atas 28 negara, menargetkan 40 persen penurunan emisi GRK pada 2030, dengan pembanding emisi tahun 1990.
Negara industri lain yang mendaftarkan INDC, antara lain Inggris dengan target penurunan emisi 80 persen tahun 2050. Penurunan Jepang dibandingkan emisi 1990 hanya turun 18 persen.
Sementara, Indonesia tahun 2009 lalu menyatakan secara sukarela penurunan emisi 26 persen atau 41 persen dengan bantuan luar, dibandingkan emisi GRK jika tanpa intervensi (business as usual-BAU), untuk target 2020.
“Target kami, Indonesia bisa mendaftarkan INDC pada akhir September. Saat ini ada beberapa hal yang harus diselaraskan,” ujar Nurmasripatin, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, beberapa waktu lalu. Beberapa hal yang harus dicari kesepakatan, antara lain perhitungan dasar (baseline) dari emisi GRK yang akan digunakan sebagai patokan penurunan.
Sumber : klik di sini