Pelepasliaran dan Pemusnahan Trenggiling Sitaan di Sumut

Setelah membongkar jaringan perdagangan trenggiling pada Kamis (23/4/15), hasil sitaan 93 trenggiling hidup dilepasliarkan di hutan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Selasa (27/4/15), Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ke Medan, memusnahkan daging trenggiling sitaan di Medan Labuhan.

Siti Nurbaya mengharapkan, Mabes Polri bisa mengusut tuntas dan membongkar jaringan yang belum tertangkap, termasuk jaringan di luar negeri.

Selama ini,  katanya, meski sering penangkapan sampai ke pengadilan,  namun belum memberikan efek jera pelaku. Salah satu penyebab, karena hukuman tak maksimal. “Di Palembang, JPU menuntut pelaku hukuman maksimal lima tahun denda Rp500 juta. Ini kita harapkan juga kepada jaringan di Medan, ” katanya.

Perdagangan satwa liar ini membahayakan karena bagian siklus kehidupan, hingga dilindungi UU. Dampak perburuan satwa, bisa berpengaruh pada siklus alam. “Apakah itu rantai pangan, rantai hidrologi, semua berpengaruh. Itu baru sisi penopang kehidupan.”

Dalam memutus mata rantai jaringan ini, katanya, pemerintah menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional. Para penegak hukum, membangun hubungan dengan interpol agar jaringan perdagangan satwa ini bisa dihabisi. “Dengan kedutaan Amerika Serikat, Indonesia kerjasama khusus. Ini sudah jadi sorotan dunia internasional. ”

Saat ini, prioritas kerja sesuai arahan Presiden Joko Widodo, salah satu penegakan hukum. Masalah kerusakan hutan, seperti illegal logging dan perdagangan satwa, menjadi bagian paling penting diselesaikan.“Pesan utama, mari lakukan penegakan hukum dengan baik.”

Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit- Wildlife Conservational Society (WCS), mengatakan, tindakan cepat Mabes Polri dan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Sumut, mulai penggrebekan hingga pelepasliaran dan pemusnahan perlu diapresiasi. “Barang bukti cepat dimusnahkan dan dilepasliarkan, mencegah hal tidak diinginkan.”

Mengenai penegakan hukum satwa dilindungi, ancaman hukum sangat kecil, hingga perlu revisi UU. “Keuntungan sangat besar, risiko kecil. Pelaku dihukum rata-rata delapan bulan dan denda paling Rp10 juta, menjadi alasan jaringan perburuan satwa dilindungi terus beraksi. Padahal kerugian menyebabkan kerusakan ekosistem.” 

Pelepasliaran 

Pada Senin (27/4/15), pelepasliaran 93 trenggiling hidup. Tata Jati Rasa, Kepala Bidang Konservasi SDA Wilayah I BBKSDA Sumut, mengatakan, lokasi ini cukup baik bagi kehidupan trenggiling, mulai pakan hingga pasokan air tersedia. Dia mengharapkan, puluhan trenggiling ini bisa beradaptasi dan berkembang biak.

Pelepasliaran ini ketiga kali dalam 2015. Sebelum pelepasliaran, pihaknya bersama tim dokter hewan memeriksa kesehatan satwa ini. Meski ada beberapa kurang sehat, namun keseluruhan, layak dilepasliarkan ke alam.“Setelah semua dianggap baik, baru ambil keputusan dilepasliarkan. Kita takut, jika dibiarkan mati.”

Ada kabar menggembirakan sekaligus menyedihkan. Saat pemeriksaan, ditemukan satu trenggiling hamil dan akan melahirkan. Trenggiling hamil ditempatkan mobil khusus. Pada pukul 16.39, trenggiling melahirkan bayi mungil nan lucu. Sayangnya, pasca melahirkan, sang induk mati.

Sebenarnya, trenggiling hidup hasil sitaan 96 tetapi satu mati di lokasi penggerebekan, dua mati saat perjalanan ke lokasi pelepasliaran. Jadi yang dilepasliarkan hanya 93 trenggiling dewasa, ditambah satu anak baru lahir berusia empat jam.

Meski berat melepaskan anak trenggiling baru lahir, namun Jati optimistis bayi trenggiling akan hidup dilihat kondisi kesehatan. Ditambah lagi, tempat pelepasliaran banyak trenggiling dan yang dilepas kala itu. Dengan begitu, ada harapan bayi bertahan hidup, ditambah habitat sangat baik dan banyak makanan.

“Kalau kita pelihara dulu belum tentu makin baik. Biarkan kita lepaskan. Kami yakin dia mampu bertahan. Biar alam menentukan apakah akan bertahan hidup atau tidak. Menurut tim dokter, dia akan mampu bertahan hidup”

Didit Wijanardi, Wakil Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, mengatakan, semua bagian trenggiling dapat dimanfaatkan kecuali usus hingga bernilai tinggi. Satu trenggiling dijual Rp500.000-Rp800.000. “Inilah faktor pendorong menggiurkan orang ke hutan memburu. Ini harus kita perangi, karena trenggiling satwa dilindungi.”

Sumber : klik disini

Share Button