“Kalau kita membangun, lalu keragaman hayati hilang, itu namanya nggak sustainable.” Itu ungkapan Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, akhir pekan lalu kala memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa (HCPS), Sabtu pekan lalu, di Jakarta.
Kementerian ini, katanya, berkomitmen melakukan konservasi ekosistem dan keragaman hayati. Terlebih, keragaman hayati merupakan tolak ukur penting pembangunan berkesinambungan.
Di Kementerian LHK, katanya, ada program ecoregion, yakni memetakan ekosistem hingga bisa melihat dampak pembangunan terhadap keberadaan keragamanhayati negeri ini. Sayangnya, data masih bertebaran di banyak tempat. “Data ada di mana-mana. Di daerah, pusat studi dan lain-lain. Data ini harus menjadi bank data keragaman hayati yang kita miliki.”
Menurut dia, penggabungan Kementerian LHK ini indikasi ada semangat mengedepankan aspek konservasi atau lingkungan. “Ini menggugah kesadaran, eksploitasi harus diiringi konservasi. Selama ini, Kehutanan nganggep eksploitasi dan lingkungan jalan sendiri. Ketika digabung dengan lingkungan berarti perspektif lingkungan menjadi maintstream. Konservasi syarat.”
Indonesia mencadangkan lahan sekitar 26,5 juta hektar untuk kawasan konservasi. Terddiri dari 16.284.194 hektar Taman Nasional (termasuk taman nasional laut), cagar alam 4.730.704 hektar dan 5.422.994 suaka margasatwa.
Sepanjang 2000-2012, kerugian kerusakan ekositem dan keragaman hayati hilang lebih 6 juta hektar hutan primer. Luas hampir sama dengan Srilanka. Sepanjang tahun itu, hutan primer hilang 840 ribu hektar per tahun. Hampir dua kali lipat deforestasi Brazil (460 ribu hektar). Kehilangan hutan primer sekaligus memusnahkan keragaman hayati.
Siti mengatakan, kala kerusakan banyak terjadi maka harus disetop. Instrumen pengendali lewat regulasi plus penegakan hukum. “Perizinan sebagai instrumen pengendalian. Tidak lagi transaksional. Jadi tidak akan ada lagi perizinan diperbanyak hanya keperluan eksploitasi,” katanya.
Dia juga mengungkapkan, koridor utama kementerian ini, pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Alam tetap dimanfaatkan dengan memberikan jaminan akses dan manfaat bagi generasi mendatang tetap terjaga.
“Kami menyepakati seluruh struktur kementerian akan berada dalam koridor sustainable development.”
Kementerian LHK ingin memelihara dan mendorong perhatian perbaikan situasi wilayah pesisir. Wilayah pesisir selalu identik dengan nelayan miskin.
“Laut isi sampah. Kita gak kebayang spesies apa yang bisa hidup di laut seperti itu? Juga di pelabuhan. Kita perlu perbaiki wilayah pesisir.”
Menurut dia, ukuran pembangunan berkelanjutan bisa dilihat dari dua hal. Pertama, kapasitas lingkungan (penggunaan sumber daya alam dan limbah yang dihasilkan, polusi, sampai keragaman hayati). Kedua, kualitas kehidupan.
Siti berharap, semua pihak berkontribusi menyelamatkan lingkungan. Jika tugas semua diserahkan pemerintah sangat berat. Untuk itu, dia menghargai inisiatif, dukungan, dan gerakan masyarakat sipil, serta swasta. Dia juga meminta bantuan media massa untuk mengedukasi sadar lingkungan hidup.
Bob Soelaiman Effendi, ketua panitia HCPS mengatakan, kesedihan setelah 22 tahun perayaan HCPS, kerusakan ekosistem terus terjadi tanpa ada upaya pelambatan. “Justru setelah era reformasi, kerusakan ekosistem lebih dahsyat. Kerusakan hampir 2 juta hektar per tahun. Dengan kerusakan seperti itu, musnah berbagai macam keragaman hayati di dalamnya.”
Dia mengatakan, kehilangan dua juta hektar per tahun sama dengan 400 juta pohon. Berarti dalam lima tahun sama dengan dua miliar pohon. Sementara pencanangan pemerintah, satu miliar pohon dalam lima tahun.
“Itupun kalau hidup. Selisih sangat jauh. Kita sepakat perlu gerakan nasional mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, berbagai lembaga, peneliti dan semuanya.”
Terkait dengan moratorium konversi hutan, Bob beranggapan seharusnya Kementerian LHK menyetop konversi hutan dengan alasan apapun.
Cecillia Yulita Novia dari Burung Indonesia mengatakan, Indonesia sebagai perpustakaan biodiversity dunia. Kala keragaman hayati hilang, yang rugi bukan hanya Indonesia tetapi seluruh dunia. Untuk spesies burung, Indonesia spesies endemik nomor satu dunia. Nomor tiga spesies burung terbanyak di Asia. Saat ini ada, 1. 605 jenis burung dan 380 endemik, 126 terancam punah.
“Kita percaya habitat penting dan harus menjadi fokus perhatian semua. Kita harus memberikan perhatian pesisir laut dan hutan.”
Cecillia berharap, Menteri LHK tidak negosiasi mengeluarkan izin pemanfaatan hutan. “Harus tegas. Tidak tajam di bawah tumpul keatas. Selama ini, masyarakat yang mengambil kayu bakar hukuman luar biasa. Kalau cukong, yang datang menghabisi hutan, mereka aman tanpa ada tindakan hukum.”
Rosichon Ubaidillah, peneliti LIPI mengatakan, keragaman hayati Indonesia sangat kaya. Saat ini, baru 20% keragaman hayati teridentifikasi.
Namun, kekayaan ini ada yang hilang. Dia mencontohkan, kehilangan spesies ikan asli di Sungai Ciliwung. LIPI membandingkan data spesies ikan Ciliwung 1910 dengan 2010-2013. Hasil mengejutkan, spesies ikan hilang 92%, atau 173 spesies.
“Berapa kerugian kita? Gak mungkin kembali. Sangat besar kerugian.”
Kehilangan spesies ikan di Ciliwung karena banyak faktor, seperti kerusakan sungai, limbah kimia maupun plastik, pendangkalan dan kerusakan lain. Ada juga ikan invasi dari luar Ciliwung.
Indonesia sejak dahulu bergantung alam hingga banyak kearifan lokal dalam menjaga kestabilan. “Mereka perlu alam. Yang merusak justru pemodal-pemodal itu.”
Pemerintah, katanya, harus melakukan communication, education and public awareness kepada masyarakat mengenai pentingnya keragaman hayati. Kementerian LHK menjadi pihak paling bertanggung jawab menjalankan itu. Kementerian in i harus bisa menghimpun data keragaman hayati dan bisa diakses masyarakat.
Sumber : Klik di sini