Konferensi Perubahan Iklim dibawah UNFCCC (UnitedNations Framework Convention on Climate Change) akan kembali digelar di Bonn,Jerman pada 4 – 15 Juni 2014. Negara-negara pihak akan menegosiasikan berbagai isu terkait perubahan iklim melalui beberapa alur perundingan yang berlangsung secara pararel. Akan terdapat tiga alur perundingan yang berlangsung di Bonn, yakni: Sesi ke-40 dari “The Subsidiary Body for Implementation (SBI 40)” ; Sesi ke-40 dari “The Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA 40)”, serta bagian kelima dari sesi kedua dari “The Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action (ADP2.5)”.
Disamping berbagai alur perundingan yang berlangsung secara paralel di atas, akan dilaksanakan juga dua pertemuan tingkat menteri yaitu “High-level ministerial roundtable under the Kyoto Protocol” yang akan terfokus pada pembahasankemajuan pencapaian dari pembatasan emisi dan “High-level ministerial dialogue on the Durban Platform for Enhanced Action” yang akan membicarakan mengenaiberbagai implementasi aksi-aksi signifikan yang memiliki potensi yang tinggi dalam mitigasi perubahan iklim.
Konferensi perubahan iklim Bonn pada bulan Juni 2014 ini merupakan salah satu rangkaian perundingan menuju Conference of Partieske 21 (COP21) di Paris, Perancis, pada akhir tahun 2015. Negara-negara Pihak UNFCCC telah menyepakati bahwa pada COP21, akan diadopsi suatu protokol, instrumen legal atau keputusan yang memiliki kekuatan hukum mengikat (legally binding) dan melibatkan semua negara Pihak (applicable to all parties) sebagai basis kerangka kerja global baru untuk penanganan masalah perubahan iklim pasca 2020.
Tahun 2014 juga akan menjadi tahun negosiasi yang amat krusial sebelum kesepakatan Paris 2015 dicapai. Setidaknya terdapat dua pertemuan lain selain pertemuan di Bonn, yakni pertemuan Climate Summit 2014 bulan September di New York, Amerika Serikat yang menghadirkan para pemimpin negara atas undangan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon, serta COP20/CMP10 pada bulan Desember di Lima, Peru.
Indonesia sebagai pemimpin dalam pengendalian perubahan iklim di tingkat regional dan global selalu berperan aktif dalam mengawal perundingan pengendalian terkait perundingan perubahan iklim. Indonesia secara konsisten menunjukkan keteladanan yang baik dalam upaya penanganan perubahan iklim. Salah satu contoh nyata kepemimpinan Indonesia adalah terselenggaranya COP13/CMP3 di Bali, Indonesia tahun 2007, yang menghasilkan Bali Road Map termasuk Bali Action Plan (BAP) sebagai acuan bagi berbagai perundingan selanjutnya. Indonesia juga memberikan teladan yang baik dengan memberikan komitmen sukarela penurunan emisi sebesar 26% dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan asing.
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) selaku National Focal Point Indonesia untuk UNFCCC, bersama Kementerian/Lembaga dan para pemangku kepentingan lainnya selalu berkomitmen untuk secara maksimal memberikan dukungan terhadap Kesepakatan 2015 yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat, berlaku untuk semua dan disaat yang sama memberikan fleksibilitas bagi negara berkembang untuk menyesuaikan tingkat kontribusi berdasarkan kondisi nasional.
“Dukungan penuh menuju Kesepakatan Global Perubahan Iklim 2015 merupakan upaya Indonesia dalam memberikan kontribusi terhadap terciptanya keselarasan antara pembangunan nasional pasca 2020 dengan upaya global penanganan Perubahan Iklim,” demikian Rachmat Witoelar, Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) dan Utusan Khusus Presiden untuk Penanggulangan Perubahan Iklim yang akan bertindak sebagai Ketua Delri.
Indonesia memandang bahwa keselarasan antara pembangunan nasional pasca 2020 dengan upaya global penanganan perubahan iklim dapat diwujudkan salah satunya dengan elaborasi elemen elemen mitigasi, adaptasi serta dukungan aksi dalam pembangunan nasional. Selarasnya elemen-elemen tersebut akan memberikan sumbangsih besar terhadap komitmen kontribusi nasional terhadap penurunan emisi global (Intended Nationally Determined Contribution).
Graphical description of risks and impacts of climate change by the IPCC, published in 2001. A revision of this figure by Smith and others shows increased risks
sumber foto : http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Framework_Convention_on_Climate_Change
Catatan untuk editor:
ADP: The Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action adalah suatu badan pendukung yang didirikan oleh keputusan 1/CP.17 pada Desember 2011. Mandat ADP adalah untuk mengembangkan protokol, instrumen hukum lain atau hasil yang disepakati dengan kekuatan hukum di bawah Konvensi yang berlaku untuk semua Pihak, yang akan diselesaikan selambat-lambatnya pada 2015 dalam rangka sesi kedua puluh satu dari Konferensi Para Pihak (COP) dan keputusan itu mulai berlaku dan diterapkan pada tahun 2020.
SBI: Subsidiary Body for Implementation merupakan salah satu dari dua badan pendukung permanen pada konvensi yang ditetapkan oleh COP / CMP. SBI mendukung pekerjaan COP dan CMP melalui penilaian dan peninjauan pelaksanaan yang efektif dari Konvensi dan Protokol Kyoto. SBI juga menyarankan kepada persidangan COP mengenai hal-hal terkait anggaran dan administrasi.
SBSTA: Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice merupakan Badan Pendukung UNFCCC untuk Pertimbangan Ilmiah dan Teknologi.