PEH BPSILHK Samboja Berikan Kuliah Umum Bagi Mahasiswa Prodi Farmasi Universitas Mulia Balikpapan Tentang Tumbuhan Khas Dayak Sebagai Tanaman Obat
Dua Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Ahli Muda BPSILHK Samboja, Noorcahyati dan Yusub Wibisono menjadi pembicara dalam kuliah umum 60 Mahasiswa Prodi Farmasi Universitas Mulia Balikpapan (06/03/2024).
Kepala Prodi Farmasi Universitas Mulia Balikpapan, Warrantia Citta Citti Putri dalam sambutannya menjelaskan maksud dari kuliah umum yang diadakan bagi mahasiswa baru ini. “Kuliah umum ini digelar sebagai upaya meningkatkan pemahaman mahasiswa farmasi tentang Tanaman Khas Dayak Sebagai Tanaman Obat”, kata Citta.
Paparan pertama disampaikan Noorcahyati tentang profil BPSILHK Samboja dan kegiatan magang Mahasiswa Prodi Farmasi, Universitas Mulia Balikpapan di BPSILHK Samboja. “Kegiatan magang telah berlangsung selama 3 (tiga) angkatan. Kegiatan magang terkait dengan bahan alam yang tersedia di KHDTK Samboja selama ini telah menghasilkan beberapa produk berbasis herbal”, kata Noorcahyati.
Dalam pemaparannya Noorcahyati melanjutkan dengan potensi tumbuhan berkhasiat obat di Kalimantan dan upaya konservasinya. “Luas hutan Kalimantan dengan berbagai macam tumbuhan berkhasiat obat serta pengetahuan tradisional berbagai etnis asli yang ada di Kalimantan memiliki potensi sebagai penyedia tumbuhan obat tradisional yang perlu digali dan dikembangkan secara ilmiah. Namun perlu dilakukan upaya konservasinya agar pemanfaatan tumbuhan obat berjalan seiring dengan budidaya dan kelestariannya”, terang Noorcahyati.
Sejak jaman dahulu etnis asli di Kalimantan mengandalkan lingkungan sekitar terutama hutan untuk memenuhi kebutuhannya. Berbagai manfaat tumbuhan seperti bahan pangan, papan, sandang, obat, ritual keagamaan, parfum dan untuk kecantikan (kosmetik) dapat diperoleh dari lingkungan. “Kekayaan alam ini sedemikian rupa sangat bermanfaat namun belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan dan dikembangkan. Farmasi memiliki kapasitas yang tinggi dalam upaya mengoptimalkan pengembangan dan pemanfaatan obat herbal di Indonesia yang berbasis biodiversitas yang sangat tinggi terutama yang ada di hutan Kalimantan, imbuh Noorcahyati.
Sesi kedua diisi dengan pemaparan tentang Determinasi Tumbuhan dan Pengenalan Herbarium oleh Yusub Wibisono. “Determinasi tumbuhan perlu dilakukan dengan tepat terutama dalam mengidentifikasi tumbuhan yang akan digunakan sebagai bahan baku obat”, kata Yusub.
Penamaan tumbuhan dengan menggunakan nama lokal akan menimbulkan ambigu dan dapat berakibat kesalahan dalam penggunaan maupun pemanfaatnya sebagai bahan baku tumbuhan obat. “Penamaan tumbuhan sebagai bahan baku tumbuhan obat menjadi faktor yang sangat penting dan memerlukan pengidentifikasian tumbuhan yang tepat. Mengidentifikasi dengan penamaan secara ilmiah dengan menggunakan metode dan kaidah yang berlaku secara internasional sangat diperlukan”, terang Yusub.
Selain itu dijelaskan juga tentang tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam pengambilan spesimen tumbuhan untuk keperluan identifikasi suatu tumbuhan, sekilas tentang profil Herbarium Wanariset dan inovasi e-herbarium.