Pada hari Selasa, 7 Juni 2022 telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi aplikasi SIKAdir di Ruang rapat BPSILHK Samboja. Sosialisasi dilaksanakan oleh tim dari Kepegawaian Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat BSI LHK, Kemal dan Zainal Arifin. Acara dibuka dan dipimpin oleh Kepala Subbag Tata Usaha BPSILHK Samboja, Iskandar, S.Hut., M.I.L., dan diikuti oleh seluruh pegawai BPSI LHK Samboja.
SIKADIR sudah ada sejak tahun 2018 dilakukan oleh Biro Umum Kementerian LHK. Aplikasi SIKADIR ini berbasis web, digunakan untuk merekam serta mengelola data kehadiran para pegawai lingkup Kementerian LHK. Saat ini pengembangan aplikasi SIKADIR sudah sampai pada versi 5.0.
SIKADIR ini mempunyai beberapa manfaat, sebagaimana disampaikan Kemal dalam paparannya. “Manfaat aplikasi ini bermanfaat untuk memonitoring kehadiran setiap pegawai secara real time, mengelola kehadiran seperti dinas luar, alpa, cuti, dan status lainnya. Sikadir juga dapat membantu pegawai yang bersangkutan maupun bagian kepegawaian dan keuangan untuk menghitung tunjangan kinerja. Bagi pimpinan, sikadir ini dapar membantu memantau kinerja para bawahannya dan berguna sebagai sarana pembinaan atasan kepada bawahan.” Jelas Kemal.
Di Sekretariat BSI, aplikasi ini mulai disosialisasikan pada tahun 2020, dan mulai digunakan untuk penghitungan tukin sejak Januari 2022. SIKADIR dapat diintegrasikan dengan absensi manual fingerprint.
Di dalam aplikasi SIKADIR ini, ada beberapa menu yang perlu diketahui oleh para pegawai. Modul tersebut antara lain Presensi Online, Tunjangan kinerja individu, Laporan kinerja harian, referensi. Bagi para atasan ada juga tambahan modul laporan harian bawahan dan dashboard yang berisi rekap status kehadiran para bawahannya.
Acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab terkait penggunaan aplikasi ini. Tim BSI LHK juga menyampaikan materi tutorial kepada admin kepegawaian dan keuangan untuk melakukan input data dan rekapitulasi penghitungan tunjangan kinerja.
Untuk pengendalian LHK – KLHK telah memiliki Badan baru, BSILHK. 36 kluster standar pembangunan IKN sedang dikerjakan. Badan ini akan merestorasi areal-areal kritis IKN – mengembalikan ke ekosistem Hutan Tropis, dari silent forest menjadi tropical rain forest, mewujudkan Forest City IKN.
BSILHK sedang bekerja merancang standar pembangunan IKN baik di area makro dan area mikro. Menyiapkan standar sejak Pra Konstruksi, tahap Konstruksi, Pasca Konstruksi-operasi, maupun Pemantauan.
Dalam kunjungan lapang di lokasi IKN; Ary Sudijanto, Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) secara tegas menyampaikan bahwa penyusunan standar ini harus sama-sama diperjuangkan. “Penyusunan standar pembangunan IKN makro yang disiapkan untuk dilaksanakan oleh bukan pemegang izin, seperti kegiatan-kegiatan transformasi HTI menjadi Hutan Tropikal Basah, dan syarat mikro yang nanti akan diletakkan kedalam perizinan berusaha,” ucap Ary Sudijanto saat memberikan arahan pada acara pembinaan pegawai BSILHK di Kantor Balai Penerapan Standardisasi Instrumen LHK (BPSILHK) Samboja, di sela-sela agenda kunjungan IKNnya, 18/5/2022.
Kepala Badan mengumpamakan apabila dalam membangun jalan di IKN maka BSILHK menyiapkan standar yang baik seperti apa. Juga dengan standar membangun gedung. BSILHK juga harus siapkan standarnya. “Sehingga tugas-tugas pembangunan IKN dari instansi lain dalam membangun IKN akan berjalan lebih cepat.” Kata Kepala Badan.
Menurut prediksi Kepala Badan, instansi yang nanti akan melakukan pembangunan mungkin tidak akan sempat memenuhi kaidah-kaidah lingkungan. Untuk itu Kepala Badan perlu memastikan, standar lingkungan IKN.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Badan menyampaikan bahwa pembangunan IKN memberikan pelajaran besar. “Standar itu levelnya sangat luas, kalau dulu kita berfikir standar identik dengan SNI, ternyata metode untuk kita memastikan standar diterapkan, ternyata tidak hanya SNI. Undang-undang IKN membuktikan bahwa standar yang dibuat – KLHS beberapa diantaranya diadopsi di Undang-Undang” ungkap Kepala Badan. Lebih lanjut Kepala Badan mengatakan BSILHK punya banyak metode yang dimanfaatkan untuk memastikan standar itu diterapkan.
Menurutnya, sekarang dengan demikian luasnya spektrum standar yang harus disiapkan, maka kuncinya adalah menetapkan prioritas. Tidak bisa semua standar langsung dibuatkan, tetapi harus menyesuaikan dengan vektor kebijakan KLHK. Kepala Badan meminta kepada seluruh jajarannya, sementara ini BSILHK akan menetapkan syarat-syarat yang akan dibuat terkait dengan 4 kebijakan utama KLHK. Yaitu Pelaksanaan UUCK, Pembangunan IKN, Pelaksanaan FOLU NetSink 2030, dan Sirkular Ekonomi. “Ini adalah prioritas pelaksanaan standar,” ucap Kepala Badan.
“BSILHK perlu melakukan intervensi, IKN adalah high profile development, dalam rangka pemenuhan harapan pembentukan BSILHK memberikan standar yang signifkan, maka akan terlihat apakah intervensi stadar yang dibuat BSILHK jalan apa tidak.” Kata Kepala Badan
Kepala Badan menyampaikan bahwa dari sekian banyak standar yang disusun, nanti akan sangat banyak irisan dan mungkin redudansi, satu syarat yang dibuat mungkin dapat bisa diterapkan. Akan tetapi apabila standar BSILHK tidak digunakan, kita jangan lantas berkecil hati dulu. Saat ini terdapat sekitar 1200 jenis standar persetujuan lingkungan yang harus disiapkan. Mungkin standar-standar yang belum terpakai akan dapat digunakan pada kesempatan lain.
Diinformasikan, kegiatan kunjungan lapangan ini merupakan salah satu tindaklanjut percepatan penyusunan standar bidang LHK di IKN oleh BSILHK. “Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sesungguhnya di lokasi IKN sebagai modalitas awal membangun standar-standar LHK yang sudah direncanakan kedepan.” Kata Ishak Yassir, Kepala BPSILHK Samboja yang menerima kunjungan rombongan Kepala BSILHK di Kantor BPSILHK Samboja.
Sementara itu, Kepala Badan juga menyampaikan bahwa unit kerja yang memiliki urgensi tinggi dalam pelaksanaan tugas BSILHK di IKN adalah BPSILHK Samboja dan BBPSILH Samarinda, “kedua Unit kerja ini adalah frontline, karena dekat dengan keberadaan IKN.” Kata Kepala Badan.
Perubahan BLI menjadi BSILHK, perlu dipahami bahwa tranformasi tersebut sangat kental dengan modalitas yang sudah dimiliki sebelumnya. Singkatnya BSILHK akan punya kemampuan untuk menerapkan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Menurut Kepala Badan, “Kalau dulu hasil akhirnya hanya dipublikasikan maka outputnya sudah dicapai, sekarang BSILHK ditingkatkan outputnya hingga outcome dan dampak.” Kata Kepala Badan. Menurutnya BSILHK nanti akan menggunakan standar untuk mendorong orang menerapkan hasil-hasil yang telah dilaksanakan oleh BLI dahulu. “Dengan standar maka kita punya wahana menerapkan hasil penelitian yang telah dihasilkan, ini adalah sebuah pemikiran sederhana namun berdampak signifikan.
Tantangan yang ada di indonesia berkembang sejalan dengan adanya UUCK, meningkatkan daya saing investasi di Indonesia sebagai negara maju tahun 2045. Prediksi IMF indonesia 2030, Indonesia bisa menjadi kekuatan ekonomi no.5 dunia. Hal ini pula salah satu alasan kenapa Indonesia berada di keanggotaan negara G20. “Karena kita telah menjadi salah satu 20 besar kekuatan ekonomi dunia dan untuk bisa masuk kenegara maju perlu perjuangan.”sergah Kepala Badan.
Standar LHK meringankan beban pengusaha
Indonesia memiliki bonus demografi, tentunya mempunyai keunggulan sumberdaya SDM produktif. Kenapa pemerintah sangat antusias dengan UUCK, salah satunya ditengarai menjadi solusi dalam kendala investasi di sisi perizinan. Sudah lama dilakukan studi kenapa kemudian hubungan bisnis to bisnis Indonesia lemah, antara lain karena pelaku usaha memiliki kendala mendapat perizinan secara cepat. UUCK berusaha mengatasi itu, meningkatkan daya saing investasi indonesia dengan fasilitasi dan kemudahan perizinan berusaha. Kepala Badan menggarisbawahi bahwa pemerintah sedang membangun sistem untuk mengambil sebagian beban yang selama ini ditanggung oleh pelaku usaha. Upaya yang saat ini coba dilakukan pemerintah adalah fasilitasi menyiapkan standar.
Dengan terstandarkannya syarat-syarat berusaha, hal ini akan memudahkan perizinan maka akan mengurangi risiko kepada pencemaran atau kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya standar LHK. Kalau dulu 100% perizinan beban ditanggung pelaku usaha, maka sekarang sebagian ditanggung oleh pemerintah.
Tugas BSILHK untuk mempermudah dengan menyiapkan standar-standar yang ada. Standar yang dibuat akan banyak. Paling tidak akan membagi standar itu menjadi standar terkait perizinan dengan non perizinan. Perizinan sektor LHK punya 35 KBLI yang pengampunya di KLHK (Ditjen PHL, PDASRH, KSDAE, PSLB3, dan PPKL) pengampu perizinan berusaha di KLHK.
BSI LHK merancang standar restorasi hutan hujan tropis basah IKN
Hal utama yang dirancang dalam standar IKN adalah merestorasi area-area eks tambang, eks area kerja PT IHM, area kritis lainnya kembali menjadi hutan hujan tropis basah. Standar restorasi hutan tropika basah menjadi salah satu arah kebijakan dalam prakontruksi IKN Nusantara dalam rangka meningkatkan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan menjaga birodiversitas Kalimantan.
Dalam mendukung kebijakan tersebut telah ditetapkan dalam kebijakan dan strategi yang menjadi arahan pemanfaatan ruang di kawasan IKN Nusantara, sebagai upaya pencapaian target sektor FOLU menuju Net Sink yaitu: kawasan budidaya pola swakelola dan pola kemitraan, serta kawasan lindung.
Transformasi kebijakan yang dapat mendorong perubahan yang sistemik dalam pemanfaatan lahan berupa restorasi hutan tropika basah ke depannya antara lain: 1) Membentuk hutan alam yang baru melalui penanaman jenis asli dan endemic yang diarahkan untuk jasa lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan mengembangkan kebijakan tata ruang rendah karbon; 2) Mendorong terjadinya regenerasi hutan alam terdegradasi, dalam scenario LTS-LCCP, perlindungan hutan sekunder untuk mengoptimalkan proses regenerasi memegang bagian penting untuk menuju net sink. 3) Efisiensi penggunaan lahan dan optimasi lahan tidak produktif, melalui penurunan angka deforestasi sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi penggunaan lahan. 4) Akselerasi kegiatan penyerapan karbon dalam kawasan hutan untuk menjamin keberlangsungan layanan jasa ekosistem, melalui kegiatan rehabilitasi dan perlindungan hutan alam tidak hanya berkontribusi pada penyerapan cadangan karbon, tapi juga menjaga dan meningkatkan jasa lingkungan dari suatu ekosistem untuk mendukung kegiatan ekonomi pada sektor lain.
Dalam catatan akhir, Kepala BSI menegaskan; Standar pembangunan IKN akan menjadi bukti nyata kerja Badan baru di Kementerian LHK ini. **MSC,YS
Area alokasi Ibu Kota Nusantara memiliki satwa endemik. Di sisi lain akan dibangun gedung-gedung kepemerintahan IKN. Ada potensi gangguan terhadap kehidupan satwa di sana. IKN mengetengahkan konsep FOREST CITY. Bill Devall, scientist deep ecology mengatakan “Living as if nature mattered”, berpesan hidup bersama alam – lebih harmonis. Standar LHK dirancang untuk itu. Kuncinya adalah menyediakan” rumah” satwa, pakan satwa, area breeding, area bermain, dan memberikan kesempatan cukup untuk memenuhi kebutuhan jelajah satwa.
Forest City adalah sebuah konsep yang diusung dalam pembangunan IKN yang merupakan bagian dari pengembangan kota yang hijau dan berkelanjutan. Pembangunan tersebut didorong oleh penerapan teknologi terkini untuk memulihkan, mempertahankan, dan melestarikan kondisi lingkungan.
Selain melestarikan kondisi lingkungan, program pembangunan IKN di area sekitar 256 ribu hektar akan berdampak terhadap kelangsungan hidup satwa liar hutan Kalimantan. Berdasarkan PermenLHK No. 20/2018, terdapat beberapa satwa liar yang masuk dalam kategori dilindungi. Diantaranya adalah orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis Larvatus), beruang madu (Helarctos malayanus) dan burung rangkong (Buceros sp.). Mereka tersebar pada kawasan konservasi esensial seperti Tahura Bukit Soeharto, Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) serta Cagar Alam Teluk Adang.
Berdasarkan Perdirjen KSDAE No. P.8 tahun 2016, koridor satwa adalah areal atau jalur bervegetasi yang cukup lebar baik baik alami ataupun buatan yang menghubungkan dua atau lebih habitat atau kawasan konservasi atau ruang terbuka dan sumberdaya lainnya, yang memungkinkan terjadinya pergerakan atau pertukaran individu antar populasi satwa atau pergerakan faktor-faktor biotik. Areal ini diharapkan dapat mencegah terjadinya dampak buruk pada habitat yang terfragmentasi pada populasi karena in-breeding dan mencegah penurunan keanekaragaman genetik akibat erosi genetik (genetik drift) yang sering terjadi pada populasi yang terisolasi.
Apabila tidak ada pembangunan koridor satwa maka dampak yang terjadi berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan, termasuk pada kehidupan satwa liar. Dampak yang paling besar adalah meningkatkan laju kepunahan bagi satwa yang dilindungi seperti orangutan, bekantan, dan beruang yang akan memberikan citra negatif dari dunia internasional terhadap Indonesia.
Untuk menjamin keberlangsungan hidup satwa liar tersebut, Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) perlu membuat sebuah standar pembangunan dan pengelolaan koridor kehidupan satwa liar.
Standar yang dirumuskan tersebut bertujuan untuk menjaga koridor satwa liar. Dengan adanya koridor ini diharapkan satwa liar tersebut dapat hidup sesuai dengan kebutuhan wilayah jelajahnya baik untuk breeding, bermain, makan, dan lain-lain. Koridor satwa juga akan memberikan exit way apabila di area satu terdapat gangguan. Dengan adanya koridor ini, tentu akan memudahkan satwa liar bergerak sesuai daerah jelajah dari satu areal ke areal lain.
Rencananya, standar ini dibangun secara alami dan dapat dijadikan petunjuk serta acuan bagi stakeholders untuk merancang kegiatan/programnya di kawasan IKN.
Menurut Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi) yang tergabung dalam 19 workgroup percepatan pembangunan standar LHK di IKN, pemodelan koridor satwa liar dimaksudkan sebagai baseline dasar informasi tapak mana saja yang menjadi habitat satwa sebelum dilaksanakannya suatu program pembangunan/penataan wilayah pada suatu landscape tertentu.
Koridor satwa juga merupakan informasi pendugaan habitat satwa yang lebih detail (bukan indikatif) untuk jenis satwa tertentu untuk dipertahankan keberadaannya terutama pada areal non konservasi. Dengan teridentifikasinya koridor jenis satwa tertentu, maka kebijakan yang akan menyebabkan fragmentasi habitat bisa dicegah sedari awal.
Peta koridor satwa diharapkan dapat menjadi baseline acuan para pihak dalam pengaturan ruang wilayah, dengan katagorisasi avoid dan non avoid, sehingga tata ruang wilayah akan mensinergikan ruang untuk manusia dan ruang untuk satwa dengan lebih baik lagi. Pada Kawasan yang habitat satwanya telah terganggu namun masih dalam wilayah jelajah satwa pemulihan habitat dapat dilakukan dengan penanaman jenis asli di habitat tersebut.
Pelaksanaan Pembangunan Koridor Satwa
Pembangunan standar koridor satwa ini masuk kedalam tahap pra-konstruksi standar instrumen yang disusun berdasarkan prioritas kebutuhan empat tahap percepatan pembangunan standar LHK di IKN.
Standar ini akan dieksekusi oleh Dirjen KSDAE KLHK sebagai unit kerja eselon I yang menangani satwa. Berdasarkan rumusan pengelolaan standar koridor satwa yang dibangun BSILHK, Dirjen KSDAE nantinya diharapkan melibatkan berbagai stakeholder, mulai dari Pemerintah daerah, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Perguruan Tinggi, Perusahaan Swasta, NGO, Media dan masyarakat. Model Penta helix collaboration dapat diterapkan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dalam pemanfaatan area koridor.
Beberapa langkah yang dilakukan diantaranya adalah dengan penyediaan data dan informasi. Penyediaan data dan informasi sangat penting dilakukan sebagai bentuk pemilihan dan mendesain lokasi dan model/jenis koridor yang tepat sesuai kebutuhan dan perilaku satwa. Pemilihan lokasi dapat dilakukan melalui analisis peta tutupan lahan, study of the art terhadap berbagai hasil penelitian dan literatur terkait serta diskusi dengan stakeholders.
Kegiatan selanjutnya adalah dengan melakukan survei potensi koridor dengan pengamatan keragaman dan populasi satwa liar, pengamatan habitat, pengamatan karakteristik dan pemanfaatan lahan, penelitian persepsi dan potensi konflik serta status hutan dan/atau izin usaha yang terdapat pada rencana lokasi koridor.
Setelah survei, perlu dilakukan pemetaan dengan cara mengukur koordinat pada lokasi koridor dengan menggabungkan berbagai layer peta dasar, seperti peta citra Landsat dan peta administratif (Kabupaten/Provinsi). Dengan penggabungan ini akan diperoleh peta tutupan lahan, peta topografi, peta sungai, peta jalan dan peta lainnya yang dibutuhkan.
Langkah selanjutnya adalah merancang desain koridor satwa yang disesuaikan dengan karakteristik satwa kunci. Lalu dilanjutkan dengan pembangunan dan pengelolaan koridor yang fokus mendukung program perlindungan satwa dan pemanfaatan koridor yang bernilai guna bagi masyarakat.
Setelah terbangunnya koridor satwa, hal yang tidak kalah pentingnya adalah pemantauan dan evaluasi. Tim perlu melakukan pemantauan satwa yang terdapat dalam koridor secara rutin setidaknya dilakukan 3-4 kali dalam satu tahun. Dan evaluasi dapat dilakukukan setiap 1-2 tahun sekali.
Dari kegiatan ini diharapkan visi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) “Kota Dunia untuk Semua” dapat terwujud. Pembangunan standar koridor satwa juga dapat menunjukkan bahwa pembangunan dan pengembangan IKN telah menerapkan tata kelola berstandar global dimana akan menjadi mesin penggerak perekonomian bagi Kalimantan serta menjadi pemicu penguatan rantai nilai domestik di seluruh Kawasan Timur Indonesia. Dan akhirnya IKN di tengah Indonesia akan menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih strategis dalam jalur perdagangan dunia, aliran investasi, pengendalian lingkunan, dan inovasi teknologi. **MSC
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) bukanlah hal baru, namun standar minimal yang harus ada dalam pengelolaan Kota. Rancangan infrastruktur IKN perlu didesain untuk ini.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2021 mencatat volume sampah di Indonesia yang terdiri dari 154 Kabupaten/kota se-Indonesia mencapai 18,2 juta ton/tahun. Sampah yang terkelola dengan baik hanya sebanyak 13,2 juta ton/tahun atau 72,95%. Ini terjadi karena masih terbatasnya daya tampung tempat pembuangan sampah baik Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) maupun Tempat Penampungan Sementara (TPS), hingga minimnya standar dalam pengelolaan sampah yang sudah diterapkan.
Wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan satu kesatuan lansekap yang tidak dapat dipisahkan antara manusia dan alam. IKN didesain sebagai Forest City yang akan menerapkan pembangunan dengan teknologi canggih ramah lingkungan serta berbagai aktivitas yang mendukung penurunan emisi gas rumah kaca. Tantangan yang muncul adalah menyeimbangkan antara pembangunan dengan lingkungan hidup dan kehutanan.
Sebagai Unit Kerja yang mendapat mandat mendukung pembuatan standar di IKN, Badan Standardisasi Intrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) berusaha menyusun standar yang berguna untuk memastikan kelestarian lingkungan secara berkelanjutan.
Standar yang disusun oleh BSILHK tentu mengadopsi berbagai kebutuhan tersebut, setidaknyanya dari sisi lingkungan dengan memastikan kebutuhan standar yang diperlukan dalam pembangunan. Demikian juga dengan masalah dalam pengelolaan sampah. Jika tidak menerapkan standar dalam pengelolaannya tentu saja akan meningkatkan risiko bencana akibat pencemaran lingkungan, serta risiko kesehatan masyarakat sekitar wilayah IKN.
Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)/Pusat Pengolahan Sampah di Wilayah Ibu Kota Nusantara
Menurut Tim Penyusun Standar BSILHK, saat ini diperkirakan terdapat sekitar 144.064 jiwa yang tersebar di 51 desa/kelurahan pada wilayah Kawasan penyangga IKN akan menerima dampak kerusakan lingkungan jika standar pengolahan sampah tidak dilakukan. Jika melihat target populasi tahun 2024 IKN mencapai 1.671.853 jiwa maka pengelolaan sampah harus 100% optimal dilakukan. Apabila ada kebocoran sedikitpun maka akan terbuang ke lingkungan dan bermuara ke laut. Akhirnya akan mencemari lautan, mengingat IKN berada pada lokasi strategis dan berada pada jalur laut utama nasional dan regional (ALKI II). Walau minim risiko bencana alam namun IKN berada pada lokasi yang berdekatan dengan Teluk Balikpapan.
Sementara itu, target pencapaian pada Raperpres menyebutkan bahwa daur ulang seluruh sampah dilakukan per-kluster tertangani sebesar 60%, residu sampah dikelola TPA, dan 40% pemanfaatan kembali residu sampah menjadi energi listrik. Untuk mencapai hal tersebut berarti harus ada kombinasi dari berbagai jenis teknologi, daur ulang plastik, daur ulang kertas, composting Waste to Energy, TPA sanitary landfill untuk residu karena akan residu selalu ada. Tapi jika hal tersebut belum bisa tercapai maka hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah pengumpulan sampah harus 100 % ke TPA Sanitary Landfill agar tidak berceceran dan mengkontaminasi laut.
Standar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) / Pusat Pengolahan Sampah yang disusun BSILHK merupakan tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulangan, pengolahan dan pemroses akhir sampah. Standar ini bertujuan sebagai acuan/pedoman dalam menentukan Tempat Pengolahan Sampah yang terpadu sesuai standar dan kriteria di wilayah IKN, dan juga sebagai bentuk pengendalian dalam mengelola sampah secara terpadu di wilayah IKN. Standar ini akan menjadi dasar dalam menyusun masterplan pengolahan sampah di wilayah IKN.
Pelaksana standar TPST ini adalah semua K/L Pusat dan daerah di wilayah IKN, seluruh industri, masyarakat lokal dan komunitas lainnya di wilayah IKN. Kegiatan ini berada pada tahap kluster kegiatan: pra konstruksi, konstruksi, pasca konstruksi dukungan pembangunan standar IKN.
Peranan penting masyarakat sangatlah diharapkan, terutama dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Karena pada hakikatnya sampah dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri. Salah satu yang dapat dilakukan masyarakat untuk berperan serta mengelola sampah dan melestarikan lingkungan, adalah meninggalkan pola lama dalam mengelola sampah domestik (rumah tangga) seperti membuang sampah di sungai dan pembakaran sampah, dengan menerapkan prinsip 4R yakni, reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang) dan replace (mengganti) serta melakukan pemisahan sampah organik dan sampah anorganik.
Penerapan standar ini akan berdampak positif bagi masyarakat dalam perbaikan atau peningkatan kualitas lingkungan, yakni pada kualitas tanah, air, dan udara untuk mendukung kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan bagi pemerintah daerah adalah implementasi pengelolaan lingkungan yang baik untuk mendukung kualitas hidup.