Peneliti Balitek KSDA Menjadi Saksi Ahli Dalam Kasus Penyelundupan Gading Gajah di Nunukan
Balitek KSDA (29/07/2019)_Peneliti Balitek KSDA drh. Amir Ma’ruf menjadi saksi ahli dalam kasus penyelundupan sepuluh gading gajah di Nunukan Kalimantan Timur. Amir menyampaikan kesaksiannya dalam konferensi pers yang digelar oleh petugas Bea Cukai Kab. Nunukan, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Kalimantan (Balai Gakkum), BKSDA Kalimantan Timur dan Balitek KSDA (11/7/2019) di Samarinda.
Dalam kesaksiannya, drh. Amir Ma’ruf mengatakan “Secara visual gading tersebut merupakan gading gajah dari Asia, dan ada kemungkinan adalah gading gajah borneo (Elephas maximus borneensis). Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan ukuran gadingnya”, kata Amir.
“Pemeriksaan biomolekuler sangat diperlukan untuk dapat mengetahui asal-usul gading gajah tersebut dengan pasti”, imbuh Amir.
Selain itu menurut Amir, ke depannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap populasi gajah borneo dan upaya konservasinya. Sudah barang tentu, kepunahannya akan berjalan sangat cepat jika tindakan konservasi yang tepat tidak dilakukan secara komprehensif.
Balitek KSDA sebagai kepanjangan tangan Badan Litbang dan Inovasi LHK yang ada di daerah perlu melakukan penelitian tersebut agar konservasi gajah borneo bisa berlangsung dengan lebih baik.
Untuk diketahui, gading gajah yang akan diselundupkan warga Nunukan Kalimantan Utara, DP (54), pada Selasa (9/7) dari Lahat Datu, Sabah, Malaysia ke Nunukan. Petugas Bea Cukai Nunukan segera menangkap pelaku saat gading gajah tersebut terdeteksi X-Ray di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.
Sehari kemudian, penyidik SPORC Seksi Wilayah II Balai Gakkum KHLK Wilayah Kalimantan langsung menetapkan DP sebagai tersangka dan ditahan di Polres Nunukan. Sedangkan barang bukti diamankan di kantor Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan di Samarinda.
Peristiwa ini bukan kali pertama terjadi. Sekitar setahun yang lalu juga pernah ada kasus serupa. Penyelundupan gading gajah terungkap untuk dibawa ke NTT ini dikarenakan adanya adat budaya untuk memberikan ‘belis’ atau mahar bagi calon mempelai laki-laki jika meminang seorang gadis.