Sambangi Pekalongan, Peneliti Balitek KSDA Belajar Teknik Survey Owa

Balitek KSDA, Feb, 21_Selama ini dalam benak peneliti yang lama tinggal di Kalimantan akan menduga bahwa hutan di Jawa sudah tidak selebat di Kalimantan. Ternyata bayangan itu seketika pupus ketika mengunjungi Hutan Lindung Petungkriyono di Pekalongan yang masih asri.  Di sana ada komunitas pelestari Owa Jawa yang bernama “Swara Owa” dan sangat berpengalaman menggunakan metode survey Owa.

Adalah dua peneliti Balitek KSDA, Tri Atmoko, S.Hut, M.Si dan Mukhlisi, S.Si., M.Si  bersama dengan 1 orang manager kemitraan dan 4 orang peneliti TNC Terrestrial Program berkunjung untuk belajar teknik survey owa bersama pimpinan komunitas “Swara Owa”, Arif Setiawan, S.Hut pada tanggal 14 sd 16 Januari 2019. Kegiatan pelatihan dilakukan langsung di habitat Owa Jawa yang berada di Desa Sokokembang, Kecamatan Petungkriyono.

Materi yang disampaikan pada pelatihan ini pada dasarnya terbagi menjadi dua. Hari pertama diisi dengan teori dan hari kedua praktek  lapangan. Pelatihan berlangsung secara santai dan diselingi dengan kegiatan diskusi.

Survey owa punya tantangan tersendiri karena prilaku owa sangat pemalu dan sulit untuk melakukan perjumpaan secara langsung, ujar Arif Setiawan. Uniknya, primata ini mempunyai rutinitas harian berupa aktivitas “great call” di pagi hari. Atas dasar aspek vokalisasi tersebut, kemudian deteksi owa disebut metode vocal count-triangulation, imbuh Arif Setiawan.

Meskipun klasik, namun metode triangulasi masih sangat handal untuk digunakan dalam survey owa.  Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan cara menempatkan minimal tiga titik pengamatan (Listening Post/LPS). Di setiap LPS masing-masing pengamat harus mencatat jumlah kelompok owa, arah suara great call, dan estimasi jarak dengan sumber suara.  Kegiatan pengamatan tersebut minimal harus dilakukan selama 4 hari, ungkap Arif Setiawan.

Dalam analisis data, untuk mengetahui jumlah kelompok owa maka hasil pengamatan berupa arah beserta jarak dari sumber suara kelompok owa tiap LPS harus disatukan dalam sebuah gambar. Perpotongan garis triangulasi inilah yang kemudian dapat disimpulkan sebagai jumlah kelompok owa yang terdeteksi.

Faktor pengalaman dan jam terbang sangat mempengaruhi kepekaan pengamat. Selain itu, kondisi topografi dan kebisingan suara sekitar juga berpengaruh terhadap suara owa yang terdengar. Namun demikian, Arif Setiawan memastikan jika estimasi metode ini memiliki konstanta/faktor koreksi untuk mengeliminir kelemahannya. 

Pengalaman dan ilmu baru yang diperoleh diharapkan dapat diaplikasikan untuk survey owa di Kalimantan Timur. Lebih lanjut, Manager Kemitraan TNC Kalimantan, Edy Sudiono memaparkan jika Balitek KSDA dan TNC Terrestrial Program telah lama berkolaborasi dan dapat mengembangkan metode ini untuk studi bersama. Kegiatan pelatihan di Petungkriyono ini juga diisi dengan sharing pengalaman kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Balitek KSDA dan TNC Terrestrial Program kepada 30 orang anggota komunitas pecinta lingkungan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tri Atmoko, S.Hut., M.Si memaparkan pengalamannya tentang Bekantan (Nasalis larvatus), sedangkan Mohammad Arief Rifqi dari TNC memaparkan tentang Orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus morio).

Share Button

Dalami Metode Bioakustik, Peneliti University of Wisconsin Madison Berikan Pelatihan Analisis Data di Balitek KSDA

Balitek KSDA, (Feb 07 2019)

Suara organisme adalah bagian tak terpisahkan dari sebuah ekosistem. Oleh sebab itu, kini mempelajari suara menjadi penting untuk mencari simpul dalam pengelolaan suatu jenis satwa maupun ekosistem secara utuh. Dengan kemajuan teknologi saat ini, vokalisasi satwa dapat direkam dan dikonversi ke dalam bentuk digital.  

Sebagai upaya mengadaptasi metode ini, sebanyak 10 peneliti Balitek KSDA dan 1 peneliti The Nature Conservancy (TNC) Samarinda mempelajari pengenalan frekuensi dan analisis dasar data suara pada hari Jumat, 25 Januari 2019 di ruang rapat Balitek KSDA. Hadir dalam acara tersebut Dr. Zuzana Burivalova, PhD dari University of Wisconsin Madison yang membagikan pengalaman dan ilmunya terkait penggunaan metode bioakustik.

Data rekaman pada dasarnya dapat diubah dari bentuk kualitatif (suara) menjadi kuantitatif (data frekuensi). Sayangnya, analisis tersebut belum bisa di lakukan di Indonesia karena membutuhkan program khusus dan perangkat komputer dengan spesifikasi tinggi. “Rekaman suara untuk satu bulan saja bisa bisa mencapai ratusan gigabite,  jika diproses menggunakan komputer akan sangat lambat” ujar Zuzana.

Pengolahan data yang disampaikan dalam kegiatan ini baru meliputi sebaran frekuensi data, pengenalan suara berdasarkan tipe vokal dan tinggi frekuensi, serta interpretasi frekuensi untuk melihat kualitas data.

Output data frekuensi selanjutnya dapat diolah secara statistik sesuai tujuan penelitian. “Tujuan mempengaruhi pilihan analisis statistik dan juga peletakan alat bioakustik di lapangan” ungkap Zuzana lebih lanjut. Terkait peletakan alat, dapat dilakukan secara acak maupun berdasarkan kriteria yang kita tentukan. “Bisa mengikuti ketinggian tempat, tipe habitat, maupun kelerengan, sehingga tujuan penelitian kita bisa terpenuhi” papar Zuzana. Dalam diskusi ini juga dilontarkan usulan untuk melakukan kegiatan kerjasama penelitian berbasiskan Bioakustik. Untuk itu, Balitek KSDA bersama University of Wisconsin Madison dengan didukung The Nature Conservancy menjajaki peluang kerjasama untuk pengembangan metode ini. Harapannya, “Balitek KSDA bisa menjadi bagian dari pusat data digital untuk studi bioakustik khususnya wilayah Kalimantan” ungkap Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut., M.Si.  Secara khusus, kepala balai menggaris bawahi bahwa harus ada transfer teknologi di mana pengolahan/analisis data rekaman bisa dilakukan di Balitek KSDA.

Share Button