Ujicoba Metode Baru, Balitek KSDA Pasang Alat Bioakustik Di Khdtk Samboja

Balitek KSDA_140119. Berbagai metode survei monitoring biodiversitas saat ini terus berkembang dengan pesat, salah satunya adalah bioakustik. Oleh sebab itu, sebagai salah satu upaya untuk mengikuti perkembangan teknologi bidang konservasi, tim peneliti Balitek KSDA Samboja melakukan uji coba pemasangan 8 buah alat bioakustik di areal Rintis Wartono Kadri KHDTK Samboja pada senin 14 Januari 2019.

Alat bioakustik yang digunakan adalah hasil pengembangan dari Cornell University Lab dan digunakan sebagai bagian program kemitraan antara The Nature Conservancy (TNC) dan Balitek KSDA. Rencananya alat bioakustik tersebut akan dipasang di lapangan selama 7 hari.

Alat bioakustik sendiri merupakan salah satu tools yang digunakan untuk mempelajari soundscape ecology, sebuah cabang ilmu ekologi yang mempelajari interaksi antara suara dengan lingkungan sekitarnya termasuk di dalamnya satwa baik di perairan maupun darat. Penggunaan alat ini sudah cukup maju untuk studi satwa mamalia laut seperti lumba-lumba dan paus, namun masih minim untuk satwa di darat.

Selain digunakan alat bantu identifikasi keberadaan satwa liar, output metode bioakustik juga dapat digunakan untuk menghitung berbagai indeks biodiversitas, seperti Acoustic Diversity Index (ADI), ujar Mukhlisi, S.Si., M.Si peneliti Kelti Konservasi Kehati. Lebih lanjut diterangkannya jika tutupan hutan yang lebat terkadang kurang berarti jika tidak diimbangi dengan nyanyian satwa  di dalamnya. Beberapa studi kini berkembang untuk menggunakan metode bioakustik sebagai alat monitoring kesehatan hutan.

Aplikasi metode bioakustik di hutan tropis Indonesia sangat potensial untuk melengkapi metode yang telah ada. Metode ini sangat mudah diaplikasikan dan bersifat non invasive sehingga prilaku alami satwa tidak terganggu selama proses perekaman. Sayangnya, aplikasi metode ini membutuhkan perangkat bersifat “super computer” untuk mengakomodir  rekaman data suara yang sangat besar. Minggu depan, tim peneliti dari Balitek KSDA akan mengambil alat perekam di lapangan, dan kemudian melakukan analisis data suara yang diperoleh bersama-sama dengan tim dari TNC Kalimantan. Sebagai tim supervisi, kegiatan analisis data akan didampingi langsung oleh peneliti biokustik dari Cornell University, Zuzana Burilova, PhD.

Share Button

Rekomendasi Balitek KSDA tentang Kebijakan Rayon Wisata Alam disambut baik Direktorat PJLHK

Balitek KSDA (Samboja, 11/1)_ Evaluasi untuk penetapan baru Rayon baik di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam maupun Taman Buru Bidang Pariwisata Alam perlu segera dilakukan. Demikian ditegaskan oleh Suryanto, S.Hut., M.Si, peneliti dan analis kebijakan Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja dalam diskusi Pembahasan Tarif, Tata cara penetapan Rayon dan Penetapan Rayon Wisata Alam di ruang rapat Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Rabu (9/1).  Acara diskusi yang diiniasikan oleh Balitek KSDA Samboja mendapatkan apresiasi positif Direktorat PJLHK.  “Selama ini Direktorat PJLHK belum banyak melibatkan secara nyata pihak Litbang dalam penentuan dan perumusan kebijakan terkait Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam (PJLWA)” kata Widada, Plh Dit. PJLHK dalam salah satu sambutannya.  Ahmad Gadang Pamungkas selaku Kepala Balitek KSDA Samboja meresponnya dengan menyarankan agar Direktorat PJLHK dapat bersurat ke BLI (Balitek KSDA) terkait kebutuhan penelitian PJLHK.  “Dengan demikian, Badan Litbang dan Inovasi lebih dapat mengetahui apa yang menjadi kebutuhan eselon I lainnnya di lingkup KLHK.  Namun sebaliknya, BLI juga harus lebih peka tentang kebutuhan-kebutuhan tersebut.  Apa yang akan disampaikan oleh peneliti kami ini adalah satu bentuk kepekaan Litbang dalam meng-identifikasi masalah dan merekomendasi beberapa alternatif untuk kita diskusikan” kata Gadang.

Balitek memaparkan bahwa berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor 113 Tahun 2014 tentang penetapan Rayon,  tidak ada satu pun dari total 293 Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) di TN, Tahura, TWA dan Taman Buru yang masuk dalam Rayon I, sementara hanya 19 ODTWA dalam Rayon II dan sisanya dalam Rayon III.   Khususnya Taman Nasional (TN), hanya 2 Taman Nasional dalam Rayon II, yaitu TN Bromo Tengger Semeru dan TN Bali Barat. Selain keduanya dikatagorikan ke dalam Rayon III.  “Intensi awal kami adalah adanya kontradiksi, dimana Pemerintah telah menetapkan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), 4 di antaranya KSPN Labuan Bajo yang merupakan bagian dari TN Komodo, KSPN/TN Bromo Tengger Semeru, KSPN/TN Wakatobi dan KSPN/TN Kepulauan Seribu. Sangat janggal bila TN Komodo, yang juga diakui sebagai salah satu dari 7 Keajaiban Dunia  dan 10 Warisan Alam Dunia ternyata masuk dalam Rayon terendah” jelas Suryanto.  Lebih lanjut, Suryanto menjelaskan pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12/2014, terdapat kecenderungan untuk mengarahkan semua Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) ke dalam kategori Rayon III.  Hal ini dicirikan dengan penetapan kriteria, indikator, metode pembobotan dan penilaian yang sulit dipenuhi dan mekanisme dan tata waktu penilaian dari tingkat tapak hingga penetapan Rayon yang singkat.  “Dua hal tersebut mengarahkan dugaan bahwa ada kebijaksanaan tertentu untuk memasukkan sebanyak-banyaknya ODTWA ke terendah, yaitu Rayon III” pungkas Suryanto.   “Perdebatan dan kekuatiran adanya effect shocking karena penetapan tarif yang terlanjur tinggi dalam PP 36/2014 serta differensiasi Willingness To Pay (WTP) yang sangat beragam antar ODTWA, secara psikologis mempengaruhi lahirnya kebijaksanaan untuk mengarahkan semua ODTWA ke Rayon III” penjelasan Asep Sugiharta, yang pada waktu itu ikut dalam proses perumusan Permen 36/2014 dan SK Dirjen PHKA No. 113/2014.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, Balitek KSDA Samboja mengajukan rekomendasi utama untuk melakukan evaluasi Rayon yang sesuai dengan tata cara dan tata waktu evaluasi (Pasal 12 dan 16 Permen No. 36/2014).  “Berdasarkan hasil kajian, kami mencoba memberikan rekomendasi agar PJLHK melakukan penilaian dan penetapan Rayon per ODTWA sehingga membuka peluang beberapa ODTWA untuk naik kelas, yang otomatis meningkatkan PNBP. Sebagai contoh TN Bantimurung-Bulusarauang (Babul), dari 5 ODTWA atau pintu masuk yang ada, berdasarkan simulasi kami, 1 diantaranya, yaitu ODTWA Air Terjun Bantimurung adalah masuk dalam Rayon II.  Simulasi lanjutan yang kami lakukan menggunakan data kunjungan tahun 2017, peningkatan Rayon pada salah satu ODTWA-nya menghasilkan proyeksi peningkatkan jumlah PNBP penjualan tiket  TN Babul dari Rp. 2,34 milyar menjadi Rp. 4,39 milyar” jelas Suryanto.

Evaluasi dapat dilakukan dengan tiga alternatif, yaitu 1). Menggunakan mekanisme, kriteria dan indikator yang sama seperti yang ditetapkan berdasarkan Permen No. 36/2014.  Saran teknis untuk alternatif ini adalah perlunya penguatan kompetensi dan sertifikasi tim penilai UPT dan Pusat, 2). Melakukan evaluasi terhadap besaran tarif PJLWA yang di tetapkan dalam PP 12/2014.  Differensiasi daya tarik dan WTP yang sangat beragam membuka opsi Rayon dibagi dalam rentang yang lebih lebar (5, 6 atau 7 Rayon). Alternatif ini secara otomatis memiliki konsekuensi perubahan Permen No. 36/2014 dan SK Dirjen PHKA No. 113/2014, dan c) Evaluasi terhadap Permen No. 36/2014 dengan sasaran perubahan isi dan lampiran Permen No. 36/2014.  Saran teknis untuk alternatif ini adalah perlu dilakukannya proses pembahasan ulang terhadap pasal-pasal tentang kriteria penilaian dan tata cara penetapan Rayon. 

Mengapresiasi paparan hasil litbang Balitek KSDA, melalui Plh. Direktorat PJLHK, Ir. Widada akan mengagendakan beberapa langkah tindak lanjut.  “Saya sangat mengapresiasi paparan dari Balitek KSDA Samboja, segera kami akan agendakan beberapa hal antara lain menyusunan resume dari hasil pertemuan ini untuk disampaikan ke Direktur PJLHK dan Dirjen KSDAE, kemudian mengkoordinasikan rencana tindak lanjut pertemuan, terutama fasilitasi untuk FGD dalam rapat pertemuan internal Direktorat Jenderal PJLHK, mengkoordinasi hasil penelitian dengan kegiatan revisi Rayonisasi yang dilakukan oleh Direktorat jenderal PJLHK dan menjalin komunikasi yang lebih intens dengan Badan Litbang dan Inovasi, terutama Balitek KSDA Samboja terkait penelitian ekowisatanya” pungkas Widada.

Dalam pertemuan tersebut, turut hadir Kepala Balitek KSDA, Ir. Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si., Kepala Seksi Program dan Evaluasi Balitek KSDA, Tresina, S.Hut. MP., Kepala Seksi Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Kawasan Pelestarian Alam, Chandra Putra dan beberapa staf dari PJLHK.

Share Button