Gubernur Kalimantan Timur Mengagumi Foto-foto Hasil Karya Balitek KSDA

Gubernur Kalimantan Timur, Drs. H. Awang Faroek Ishak, MM., MSi. sangat mengapresiasi foto-foto hasil karya Balitek KSDA. Kekaguman tersebut disampaikan Awang saat foto-foto disajikan di ruang kerjanya, kantor provinsi Kalimantan Timur di Samarinda pada Senin (11/10).

Kunjungan kerja ini dilakukan oleh Kepala Balitek KSDA Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si,  Kepala Dinas Provinsi Kalimantan Timur Ir. H. Wahyu Widhi Hernata, MP. dan Kepala BPDASHL Mahakam Berau Dr. Ir. M. Zainal Arifin, S.Hut, M.Si.

Foto-foto yang disajikan merupakan foto hasil penelitian maupun hunting foto yang dilakukan Peneliti, Teknisi maupun Staf Balitek KSDA yang gemar fotografi.

“Saya sangat senang melihat foto-foto ini. Foto orangutan, bekantan, dan landscape hutan tentu saja dapat menjadi sesuatu yang bisa kita tunjukkan kepada dunia luar selain sisi lain Kalimantan Timur memiliki bekas tambang batubara banyak menganga”, kata Awang.

Awang Faroek mengagumi foto bekantan yang diambil di Sungai Hitam Samboja. Menurut Awang foto seperti ini mampu memperlihatkan sebuah “harapan”. Harapan tentang keberadaan keanekaragaman hayati Kalimantan Timur ditengah ancaman yang selalu membayangi.

“Ini foto orangutan dimana?”, tanya Awang. Kepala Balitek KSDA Ahmad Gadang Pamungkas menjelaskan bahwa orangutan yang kita dokumentasikan ini merupakan orangutan di alam liar. “Foto orangutan pertama memperlihatkan aktifitas sekelompok orangutan di BOSF Samboja Lestari salah satu tempat yang yayasan yang aktif bergerak melestarikan orangutan”, kata Gadang. “Foto yang kedua merupakan foto orangutan yang diambil Hutan Lindung Gunung Beratus”, imbuhnya.

Selain terlihat menikmati foto-foto yang disajikan, Awang juga mengapresiasi apa yang telah dilakukan Balitek KSDA sebagai lembaga penelitian untuk terus melakukan penelitian yang mampu memberikan manfaat bagi kehutanan Indonesia.

Selain itu ia juga menegaskan bahwa hasil penelitian tidak boleh sampai hanya sekedar buku maupun laporan saja namun akan lebih baik jika dapat dipublikasikan sebagai e-book dan informasi yang dishare di website sehingga mampu mendunia.

foto-5ok“Buku-buku Balitek KSDA ini dikemas dengan bagus, jangan sampai hanya berakhir di buku saja”, tegas Awang.

Awang juga menyarankan bahwa e-book yang diterbitkan Balitek KSDA dapat diupload di “iKaltim”  agar menambah informasi terutama dalam bidang kehutanan. “iKaltim” merupakan aplikasi perpustakaan digital persembahan Badan Perpustakaan Provinsi Kalimantan Timur.

Selain itu Awang menegaskan bahwa ingin menyebarluaskan foto-foto karya Balitek KSDA terutama foto yang mencerminkan biodiversitas endemik Kalimantan sebagai gift untuk tamu-tamu baik dari dalam negeri maupun mancanegara.

Pada kesempatan ini juga disampaikan beberapa desain Forest Corner yang akan dipasang di Ruang VVIP Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan, Balikpapan.

Forest Corner ini nantinya akan menampung publikasi maupun informasi kehutanan dalam bentuk buku, leaflet, poster, foto, film dsb”, kata Wahyu Kepala dinas Provinsi Kaltim yang juga ikut menjadi pencetus forest corner dan pendamping dan pertemuan kali ini***ADS

Share Button

Lima Puluh Persen Jenis Obat Mengandung Senyawa Aktif dari Hutan Tropis

-Orasi Ilmiah Kepala Balitek KSDA pada Wisuda Akademi Farmasi-

Perkembangan industri obat sebagian besar berasal dari pengetahuan pengobatan tradisional. Studi Cifor tahun 2007 terhadap 150 jenis obat beresep di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50%  nya mengandung senyawa aktif yang bersumber dari hutan tropis.

farData tersebut dipaparkan oleh Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA), Ahmad Gadang Pamungkas, dalam orasi ilmiah pada acara Wisuda Angkatan XIII Akademi Farmasi Samarinda di Hotel Bumi Senyiur Samarinda, Kamis (15/9/2016).

Lebih lanjut, Gadang menjelaskan bahwa perkembangan industri obat yang sangat pesat ternyata tidak membawa dampak yang baik bagi pengetahuan pengobatan tradisional dan kelestarian tumbuhan obat hutan tropis. “Industri obat didominasi oleh perusahaan multi nasional. Apresiasi terhadap pengetahuan lokal, termasuk dalam hal profit sharing sangat rendah. Dan setengah dari 20.000 jenis tumbuhan obat di hutan tropis terancam punah,” ungkapnya.

Dalam wisuda yang dihadiri pula oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Dinas Provinsi Kalimantan Timur, serta perwakilan Kementerian Kesehatan tersebut, Gadang mengajak para wisudawan untuk mengambil peran dalam pengembangan industri obat Indonesia ke depan. “Pelayanan kesehatan sama pentingnya dengan penyediakan pelayan obat untuk yang sakit. Keinginan manusia untuk hidup sehat menjadi poin penting kita untuk ikut ambil peran dalam industri ini. Jangan biarkan pengetahuan dan kekayaan genetik kita dibawa keluar. Kita harus menjadi yang terdepan. Peluang itu terbuka pada segmen tumbuhan obat,” tegasnya.

Mengutip riset Aditam (2014), Gadang menyampaikan bahwa pasar herbal dunia pada tahun 2008 adalah sekitar US$ 60 milyar. Nilai pasar tersebut diperkirakan akan terus meningkat hingga US$ 150 milyar pada tahun 2020. Omzet penjualan produk herbal Indonesia baru mencapai US$ 100 juta per tahun atau hanya sebesar 0,22% pangsa dunia.

Menurut Gadang, untuk meningkatkan produk herbal Indonesia perlu membangun sinergi serta menyusun strategi yang mempertimbangkan aspek konservasi. Dalam perspektif ini, upaya penggalian dan pemanfaatan berkelanjutan tumbuhan obat tidak terlepas dari karakter dan status konservasi tumbuhan tersebut.

Kerumitan selalu muncul apabila jenis tumbuhan obat yang dikembangkan merupakan jenis yang berasosiasi erat dengan habitat hutan, endemik dan atau dilindungi. Contohnya adalah kasus yang terjadi pada pasak bumi dan bidara laut. Pengaruh kapital menyebabkan para pemburu  mengeksploitasi jenis tersebut secara berlebihan di hutan alam.

Penyebab lain adalah minimnya pengetahuan tentang teknik dan konsep panen yang ramah lingkungan, seperti yang terjadi pada Dragon Blood (Rotan Jerenang). Di habitat alaminya, tingkat regenerasi rotan jerenang menurun drastis.

Mengakhiri orasinya, Gadang mengingatkan para pihak perlunya kehati-hatian mempublikasikan temuan jenis tumbuhan obat baru. “Terutama jenis-jenis yang berpotensi diproduksi secara massal dengan teknologi yang tinggi.  Publisitas dalam hal ini perlu mempertimbangkan status ancaman di masa depan.  Apalagi bila jenis-jenis tersebut memiliki asosiasi kuat dengan habitat hutan,” pungkasnya.

Mengapresiasi orasi ilmiah tersebut, Supomo, Direktur Akademi Farmasi Samarinda menjelaskan bahwa Akademi Farmasi Samarinda akan bekerja sama dengan Balitek KSDA untuk melakukan penelitian, pengembangan, dan peningkatan kualitas pendidikan dalam bidang tumbuhan obat. Kerja sama tersebut diharapkan dapat memajukan tumbuhan obat Indonesia, terutama di Kalimantan Timur.***(Sur/Emilf.).

Share Button

Petkuq Mehuey – Kelompok Penjaga Hutan Lindung Wehea

Petkuq Mehuey memiliki arti sekelompok penjaga hutan (Bahasa Dayak Wehea). Kelompok penjaga hutan lindung Wehea ini dibentuk oleh Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea bekerjasama dengan Lembaga Adat Dayak Wehea. Saat ini jumlahnya 35 orang dan diketuai oleh Fransiskus Leiji Ding (etnis Dayak Wehea).

Petkuq Mehuey bertugas melakukan monitoring terhadap semua kegiatan yang terjadi di dalam kawasan hutan lindung.  Mereka bukan hanya mengamankan hutan dari para pemburu, penebang illegal, dan kebakaran hutan namun juga bertugas untuk menginventarisasi satwa serta tumbuhan yang ada di hutan”, kata Ulfah Karmila Sari, S.Hut peneliti pertama Balitek KSDA dalam tulisannya di Majalah Swara Samboja Vol IV No. 2 Th 2015.

Anggota Petkuq Mehuey akan bergantian dalam berpatroli keliling Hutan Lindung Wehea sesuai shiftnya. Selain melakukan monitoring kawasan, mereka bertugas membuat jalur maupun merawat jalur-jalur wisata di Hutan Lindung Wehea. Satu shift adalah satu atau dua bulan. Apabila shift satunya telah berakhir maka akan digantikan dengan tim lainnya yang telah disiapkan.

Menurut Ulfah, selain memiliki tugas menjaga hutan, mereka juga bertugas memandu wisatawan maupun peneliti yang akan masuk ke area Hutan Lindung Wehea.

Sejak ditetapkan sebagai Hutan Lindung Wehea yang dijaga oleh anggota PM, pembalakan dan perburuan liar menurun drastis.  Para penjaga hutan ini membuktikan hasil kerja keras mereka dalam melakukan tugas sebagai “ranger” Hutan Lindung Wehea.

2Masyarakat Dayak Wehea disini juga membuktikan bahwa hidup selaras dengan alam mampu menjaga kelestarian hutan tempat mereka bergantung.  Karena mereka meyakini hutan bagian dari kehidupan mereka yang bisa diwariskan untuk anak cucu mereka.

Adanya dukungan dari pihak terkait, pemerintah setempat melalui Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea, dan dari pihak swasta, maka kelestarian hutan Lindung Wehea bisa dijaga.  Apalagi dengan adanya berbagai penghargaan di bidang lingkungan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, ini membuktikan bahwa keberhasilan dalam mengelola hutan tersebut tercapai.  Dan yang penting adalah bukti bahwa masih saja ada masyarakat yang peduli akan hutan.

“Melalui Petkuq Mehuey, warga membuat persemaian di desa Nehas Liah Bing yang di beri nama Persemaian Letap Hiq. Persemaian tersebut berisi semai jenis pohon lokal, seperti meranti merah (Shorea sp.), kapur (Drybalanops sp.), agatis (Agathis borneonsis), dan karet (Hevea brasiliensis). Bibit-bibit tersebut di jual ke perusahaan kehutanan dan perusahaan kelapa sawit untuk merehabilitasi kawasan sekitar desa”, imbuh Ulfah.

Untuk diketahui, Hutan Lindung Wehea adalah hutan lindung yang berada di dalam areal kawasan adat dan dijaga oleh Suku Dayak Wehea.  Areal tersebut terletak di Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur dan merupakan bekas areal HPH PT. Gruti III yang memiliki luas areal 38.000 hektar (Pemkab, Kutim 2005) yang memiliki berbagai macam potensi keanekaragaman jenis flora dan fauna. Tujuan khusus adanya Hutan Lindung Wehea adalah sebagai perlindungan habitat Orangutan (Pongo pygmaeus).

Selain itu Hutan Lindung Wehea merupakan penyangga tiga Sub-DAS penting di wilayah Muara Wahau seperti Sub-DAS Seleq, Sub-DAS Melenyiu dan Sub-DAS Skung yang bermuara di sungai Mahakam.

Pada tanggal 27 Oktober 2005 melalui Surat Keputusan Bupati Kutai Timur No. 44/02.188.45/HK/II/2005 membentuk Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea dibawah pengawasan Pemerintah Kabupaten.  Dengan demikian, hutan seluas 38.000 ha yang terletak di Muara Wahau tersebut resmi menjadi kawasan hutan lindung yang dijaga secara adat oleh masyarakat Dayak Wehea***ADS

Share Button