Fragmen habitat Owa Kelawat di Tengah Permukiman Kota Samarinda

OwaKelawat (Hylobates muelleri) adalah salah satu kera kecil (lesser apes) yang memilikir isiko kepunahan yang tinggi. Menurut red list IUCN, satwa ini termasuk kategori endangered species. Di habitat alaminya hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk beraktivitas di atas pohon hutan yang tinggi dan tajuk yang saling berhubungan. Kerusakan, konversi, dan fragmentasi hutan meningkatkan ancaman terhadap kehidupan satwa primate ini.

Menurut Suryanto, S.Hut.,M.Si, peneliti Balitek KSDA Samboja, pembangunan kota secara bertahap telah menghilangkan beberapa tempat hidup satwa liar di Samarinda, salah satunya owa kelawat. “Salah satu fragmen habitat yang tersisa dari owa di Samarinda berada di Perumahan SKM Borneo Kelurahan Mugirejo, Jl. Daman huri Samarinda”, ungkap Suryanto dalam Seminar Nasional Biologi 2016 di Universitas Hasanuddin 28 Maret 2016.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama tiga minggu di Bulan Maret 2016, teridentifikasi sebanyak lima ekor Owa Kelawat pada areal 3,6 ha tersebut. Kelima ekor Owa tersebut diperkirakan berusia lebih dari enam tahun. Satu ekor lebih sering terlihat sendiri sedangkan empat lainnya beraktivitas secara berpasangan. Mereka cukup lincah dalam bergerak.

Namun, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan Suryanto dengan dibantu oleh Teguh Muslim dan Warsidi, menunjukkan bahwa areal tersebut tidak lagi representative sebagai habitat owa karena luas habitat yang sangat kecil dan terfragmentasi.

Saat ini status habitat termasuk dalam kawasan dengan fungsi APL (Areal Penggunaan Lain). Tegakan yang ada terdiri dari hutan sekunder dan kebun. Di dalamnya terdapat dua bukit dengan kelas kelerengan curam hingga sangat curam. Di sekitarnya terdapat permukiman penduduk, jalan dan tanah kosong.

Jenis pohon yang dijadikan pakan utama Owa Kelawat di areal tersebut diantaranya adalah cempedak, rambutan dan rambai sedangkan jenis laban selain digunakan sebagai tempat beristirahat, buahnya juga dijadikan sebagai pakan.

Dalam paparan lebih lanjut, Suryanto menyatakan bahwa luas habitat yang hanya 3,6 Ha tidak memenuhi syarat minimal luas teritori sekelompok Owa Kelawat, karena setidaknya dibutuhkan habitat seluas 20 Ha. Selain itu, keberlangsungan tegakan ini tidak bisa dipastikan karena ada kemungkinan pemilik lahan mengubah fungsi tegakan kebentuk yang lain. Ancaman yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah kemungkinan perburuan Owa Kelawat untuk dijual karena akses menuju habitat sangat terbuka.

Langkah konservasi yang direkomendasikan berdasarkan penelitian tersebut adalah relokasi Owa ke habitat yang baru. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa dijadikan habitat owa yang baru antara lain adanya tegakan dengan tajuk yang tinggi dan tajuk kontinyu sehingga mendukung pergerakan Owa yang tergolong arboreal sejati dan dominan memakan pucuk-pucuk daun. Lokasi yang baru juga harus memiliki jenis pohon pakan yang memadai.

Lokasi yang dapat dijadikan alternatif habitat adalah Kebun Raya Universitas Mulawarman Samarinda (KRUS). Kehadiran Owa juga dapat meningkatkan nilai pariwisata KRUS termasuk untuk tujuan pendidikan. Selain lokasi, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah teknik relokasi yang tepat berdasarkan perilaku dan keberadaan Owa pada periode waktu hariannya. Tim peneliti juga merekomendasikan perlunya kerjasama instansi terkait yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam sebagai unit yang berwenang dalam proses relokasi dan Balitek KSDA sebagai penyedia tenaga kompeten dalam hal teknik relokasi.***ncep&deny

Share Button

Herpetofauna di Areal Rehabilitasi Tambang Batubara Kalimantan Timur

Herpetofauna merupakan salah satu jenis satwaliar yang keberadaannya dalam areal reklamasi dapat dijadikan indikator keberhasilan reklamasi. Selain dapat dijumpai hampir di semua tipe habitat dan untuk beberapa jenis herpetofauna hanya dijumpai pada tipe habitat yang spesifik sehingga baik dijadikan sebagai indikator terjadinya perubahan lingkungan.

“Survey herpetofauna yang dilakukan di areal reklamasi tambang batubara PT. Singlurus Pratama pada bulan Agustus – Desember 2015 menemukan individu amfibi yang lebih banyak dibanding reptil meskipun jumlah jenisnya tidak terlalu banyak. Dari hasil survey tersebut ditemukan sebanyak 10 spesies dari 5 famili jenis reptil dan 11 spesies dari 6 famili amfibi”, kata Ulfah Karmila Sari, S.Hut peneliti Balai Litbang Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA).

“Beberapa jenis reptil dan amfibi yang ditemukan di areal reklamasi tambang batubara PT. Singlurus Pratama adalah Dasia vittata (kadal pohon), Eutropis multifasciata (kadal kebun), Polypedates leucomystac (katak pohon bergaris), Fejervarya cancrivora (katak sawah), Cyrtodactylus baluensis (cicak hutan), Dendrelaphis pictusKaloula baleata (ular tali picis), dan Enhydris enhydris (belentuk)”, kata Teguh Muslim, S.Hut peneliti Balitek KSDA yang juga ikut dalam tim penelitian ini.

2Survey yang dilakukan oleh tim Balitek KSDA dengan cara pencarian langsung atau survey perjumpaan visual (Visual Encounter Survey). Sedangkan identifikasi jenis-jenis herpetofauna yang dijumpai berdasarkan buku Yanurefa et al. (2012), Inger et al. (2005), Das (2004), Mistar (2003) dan Malkmus et al. (2002).

“Eksplorasi herpetofauna kita lakukan pada siang hari pukul 05.00-11.00 WITA dan malam hari pukul 19.00-24.00 WITA. Eksplorasi terutama pada spot-spot air dalam kawasan pertambangan dan area yang jarang ditumbuhi vegetasi bawah (semak/belukar) agar herpetofauna mudah terlihat”, kata Teguh Muslim.

Untuk diketahui Survey lain untuk areal reklamasi tambang batubara di wilayah lainnya di Kalimantan Timur adalah di PT. Berau Coal (Boer et al., 2014) dan PT. Kelian Equatorial Mining (PT. KEM) (Boer et al., 2007) dilaporkan ada 28 jenis herpetofauna yang meliputi 21 jenis ordo amfibi dari 7 jenis reptil.

Teguh Muslim menegaskan bahwa dari hasil survey herpetofauna yang telah dilakukan ditemukan beberapa jenis yang berbeda pada lokasi yang berbeda. Seperti katak Ingerohrynus biporcatus ada di kawasan PT. Singlurus Pratama namun tidak ditemukan di PT Berau, sebaliknya katak Pelophryne borbonica ditemukan di PT Berau Coal namun tidak dijumpai di PT. Singlurus Pratama.

“Jenis herpetofauna yang ditemukan dapat mencirikan suatu karakteristik kawasan dan habitat atau jenis yang hanya ditemukan pada lokasi atau habitat tertentu (microhabitat), contohnya Enhidris endhydris dan Fejervarya cancrivora yang selalu berasosiasi dengan air.  Selain itu, adapula jenis yang umum (sama) dietmukan pada lokasi yang berbeda (penyebaran luas) yaitu Duttaphyranus melasnostictus”, imbuhnya.

Makin banyak survey dilakukan khususnya pada kawasan terdegradasi diharapkan makin besar peluang penemuan jenis baru ataupun jenis yang berbeda dengan survei yang terdahulu. ***ADS

Sumber: Majalah Swara Samboja Vol IV/No. 3/Th 2015

Share Button

PSP, Penyambung Silahturahim

“Saya senang sekali, kegiatan ini mempertemukan kita para Rimbawan di Kaltim”. Ungkapan tersebut disampaikan Sukoco, seorang Staf UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam (PPA) Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim. Sukoco adalah perwakilan Pemprov dalam kegiatan Pembangunan Plot Sampel Permanen (PSP) dan Pengukuran Karbon di Kalimantan Timur.

“Kami menghimpun peranan para pihak di Kaltim dalam project ini, dengan harapan terbangunnya kebersamaan kerja dan tanggung jawab bersama untuk Pengurangan Emisi.  Ada 12 stakeholder yang dilibatkan, termasuk juga kawan-kawan dari swasta, mahasiswa dan masyarakat adat,” jelas Nurul Silva peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Dipterokarpa (B2P2ED).

Para pihak berasal dari Universitas Mulawarman, Balai KSDA, KPH Berau Barat, UPTD PPA Dishut Propinsi Kaltim, Balitek KSDA Samboja, Badan Pengelola Sungai Wein, Balai Taman Nasional Kutai, Lembaga Adat Wehea, Yayasan Bioma dan Balai Litbang Banjarbaru.  “P3SEKPI dan B2P2ED dalam hal ini berperan sebagai host,” lanjut Nurul Silva.

Kegiatan Pembangunan PSP di Kalimantan Timur adalah bagian dari Program Pengurangan Emisi (FCPF) Carbon Fund. “Program ini menempatkan Kaltim sebagai pilot project karena komitmen yang kuat dari Gubernurnya, Dr. Awang Faroek Ishak, untuk program pengurangan emisi,” kata DR. Zahrul, peneliti Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI).

“Alhamdulillah, setelah melalui beberapa pertemuan-pertemuan yang dilakukan secara marathon; termasuk berbagai persiapan lainnya, yang kadang berdarah-darah, akhirnya kita sampai pada kegiatan lapangan ini. Kita bangun sebanyak 159 PSP di Kalimantan Timur, tersebar di 6 Kabupaten dan 10 tutupan lahan,” penjelasan Fatmi Noor’an, peneliti Balai Besar Dipterokarpa Samarinda yang juga sebagai koordinator kegiatan pembangunan PSP Kalimantan Timur.

Plot Sampel Permanen adalah areal dengan tanda batas yang jelas dalam suatu petak ukur berbentuk persegi panjang/bujur sangkar/lingkaran dengan ukuran tertentu yang digunakan untuk pengumpulan dan pemantauan data secara kontinu. Kegiatan pembangunan plot dilakukan dengan metode yang sudah dibakukan dalam Standar Nasional Indonesia.

Pelaksanaan kegiatan dilakukan secara serentak, pada tanggal 31 Agustus –  11  September 2016.  Para pihak diwakili oleh 50 orang personil ahli dan teknisi yang dibagi dalam 6 Tim. “Kami dari Tim 1 akan membangun 21 PSP.  Enam-Sepuluh di antaranya akan dibangun di KHDTK Samboja dan sisanya di Tahura Bukit Soeharto,”penjelasan ketua Tim 1, Ariyanto kepada Gadang Pamungkas, Kepala Balitek KSDA Samboja.

5“KHDTK Samboja merupakan kawasan yang ikonik merepresentasikan hutan tropis Indonesia.  Menempatkannya sebagai bagian dari kegiatan ini adalah hal sangat tepat.  Balitek dalam hal ini akan memberikan dukungan yang maksimal.  Supporting akan diberikan pada saat pembangunan hingga pengamanan atau pada saat MRV,”sambutan Gadang Pamungkas dalam ramah tamah di awal kegiatan.

Pembangunan PSP oleh Tim 1 diselesaikan pada tanggal 10 September 2016. Sepuluh PSP yang dibangun di KHDTK Samboja terdiri dari 5 PSP pada tutupan hutan sekunder, 3 PSP pada tutupan Semak dan 2 PSP pada Belukar. Salah satu PSP di antaranya ditempatkan di Rintis Wartono Kadri yang legendaris.

Sementara itu, di Tahura Bukit Soeharto terdiri dari 11 PSP, meliputi  6 PSP pada Hutan Sekunder dan 5 PSP pada Belukar.  Nilai penting lain yang diperoleh dalam Tim 1 adalah silahturahim dan kebersamaan.  “Berkebetulan sekali, kebersamaan tersebut ditutup dengan tradisi guyur air pada salah seorang anggota tim kami,”Jelas Arifin, tenaga Botanis dan Pengenal Jenis dari Balitek KSDA Samboja.  Agung, teknisi B2P2D, pada hari itu berulang tahun.  Hepi besday Bro!!  (Sur).

Share Button

Balitek KSDA membagikan 310 kantong daging kurban kepada warga di sekitar KHDTK Samboja

Dalam rangka memperingati hari raya Iedul Adha 1437 H, Balitek KSDA merayakannya dengan pemotongan hewan kurban. Kegiatan dilaksanakan pada hari Selasa (13/9 2016), sehari setelah hari raya Iedul Adha. Menurut ketua Panitia kurban, Adi Surya, S.Hut., M.Si., kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan dari Jama’ah Mushola Balitek KSDA Samboja. Terdapat kemajuan dalam pelaksanaan kurban pada tahun ini, karena terdapat 3 ekor sapi kurban, sedangkan tahun-tahun sebelumnya hanya 2 ekor sapi saja. Pemotongan hewan kurban dilakukan di workshop UUCD (Unit Uji Coba Dipterocarpaceae) yang merupakan kantor pusat kegiatan KHDTK Samboja.

3Dibawah komando Adi Surya dan Amir Ma’ruf pemotongan dan pembagian kurban dibagi dalam beberapa tim, mulai dari bagian pemotongan hewan kurban, pengulitan, pembersihan, sampai penimbangan daging. Ibu-ibu Darmawanita pun terlibat dalam acara tersebut, dengan sangat gesit dan lincah mereka memotong dan menimbang daging kurban sehingga membuat kegiatan ini semakin terasa lebih ringan.

5Dari 3 sapi kurban, diperoleh sekitar 400 kg daging kurban yang dibagi dalam 310 kantong. Pembagian yang semula diperkirakan mencapai 250 an kantong ternyata melebihi target. Selanjutnya hewan kurban didistribusikan kepada para karyawan dan warga sekitar kantor dan sekitar kawasan KHDTK Samboja. ”Pembagian daging korban kali ini harus merata terutama bagi warga yang tidak mendapat jatah daging kurban sama sekali dari pihak lain“, papar Amir Ma’ruf.

Pembagian daging kurban kepada warga yang ada di sekitar kawasan KHDTK juga diharapkan dapat mendekatkan Balitek KSDA dengan warga sekitar kawasan. Sehingga mereka merasakan manfaat keberadaan Balitek KSDA dan ikut serta secara aktif dalam upaya menjaga dan melestarikan KHDTK Samboja.

Menurut Adi Surya, kegiatan pemotongan hewan kurban dilaksanakan sehari setelah hari raya, karena untuk memberi kesempatan kepada para karyawan yang tinggal di Samarinda dan Balikpapan untuk ikut serta dalam kegiatan pemotongan hewan kurban. “Proses pemotongan dan pembagian hewan kurban kali ini membutuhkan banyak tenaga kalo dilakukan pas hari libur kayaknya gak akan selesai“, lanjut Adi.

Pada hari berikutnya sebagian daging kurban yang dimasak dan dimakan bersama di Kantor Balitek KSDA. “Acara makan bersama ini adalah ungkapan terima kasih atas partisipasi teman-teman semua setelah melaksanakan pemotongan hewan kurban, dengan makan bersama dikantor diharapkan kita bisa merasakan nikmatnya kebersamaan di kantor kita ini”, Ujar Suwarno, Kepala Sub-bag TU Balitek KSDA. Tanpa harus meninggalkan kewajiban dihari kerja kegiatan makan bersamapun berjalan lancar karena ada petugas khusus untuk memasak yang selalu menyajikan menu-menu istimewa di Balitek KSDA.

Acara pemotongan hewan kurban dan menikmati  makan bersama adalah satu cerminan kebersamaan dikantor Balitek KSDA. Sejenak menghilangkan tirai pembatas antara atasan dan bawahan, sejenak mendengarkan nyanyian dan keluh kesah pegawainya membuat suasana kantor yang akrab, juga dengan kehadiran beberapa anak-anak dari karyawan menambah suasana kantor nyaman dan harmonis. **onep

Share Button

Sengkuang Menjadi Obyek Penelitian Bagi Teknisi di Balitek KSDA

Sengkuang atau yang dikenal dengan nama latin Dracontomelon dao (Blanco) Merrill & Rolf merupakan jenis pohon yang tergolong dalam suku Anacardiaceae. Sengkuang tumbuh subur di samping gedung Herbarium Wanariset dan dijadikan obyek penelitian bagi teknisi litkayasa Balitek KSDA. Sengkuang merupakan salah satu tumbuhan berkhasiat obat bagi masyarakat Dayak.

Kulit pohon Sengkuang dapat digunakan untuk obat diare dengan cara ditumbuk, direbus, diminum dengan dicampur kenanga (Falah et. al. 2013). Salain itu kulit biji Sengkuang dapat digunakan sebagai pewarna dan penguat gigi (Vietnam dan Laos), anti bakteri dan antifungi (Word agroforestry center (tanpa tahun), Brad acs (2008) Zumbroich (2009). Selain itu

3Selain itu bagian bunga dan daun dapat dimasak dan dimakan sebagai sayuran (Papua Nuew Guine) dan digunakan sebagai penyedap makanan (Maluku).

Kegiatan penelitian tambahan ini dilakukan oleh teknisi litkayasa untuk mengisi waktu luang selain tugas pokoknya membantu kegiatan penelitian. Kegiatan ini dilakukan oleh beberapa orang teknisi dan diarahkan oleh peneliti.

“Pada tahun 2016, pohon sengkuang ini telah mengalami dua kali pembungaan dan pembuahan yaitu pada bulan Maret dan Agustus. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Mei s/d Agustus 2016. Dimulai dari pengumpulan buah, penanaman, penyapihan sampai dengan pengukuran riap tumbuh,” kata Mira Kumalaningsih, S.Hut salah satu teknisi  litkayasa penyelia Balitek KSDA.

Pengumpulan buah dilakukan dengan memungut dan memilih buah yang jatuh di bawah pohon induk. Kemudian dilakukan proses penanganan benih selanjutnya di tanam di bak plastik yang ada di rumah kaca.

Media yang digunakan adalah pasir dan arang sekam yang sudah dibersihkan dari kotoran kemudian disterilkan.

“Kami melakukan pengamatan, pengukuran dan pemeliharaan setiap harinya,”kata Nanda Farha Nadia teknisi Balitek KSDA.

“Dalam proses perkecambahan ini terdapat hal unik yang menjadi perhatian para teknisi yaitu dalam 1 butir benih dapat menghasilkan lebih dari satu kecambah. Hal ini jarang terjadi pada benih pohon hutan lainnya,”tambah Dwi Wahyu Mentari teknisi Balitek KSDA yang juga ikut melakukan pengamatan.

Rencana kedepannya, pohon hari hasil perkecambahan ini dapat dikembangbiakkan di plot Tumbuhan Berkhasiat Obat KHDTK Samboja.***MK

Share Button

Ciptakan Lulusan Berwawasan Lingkungan, STT Migas Gandeng Balitek KSDA

Kurikulum pengajaran di Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi (STT Migas) Balikpapan lebih banyak bersifat eksplorasi, belum ada mata kuliah lingkungan dan konservasi. Padahal, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia, dibutuhkan lulusan yang berwawasan lingkungan.  Karena itu, STT Migas bermaksud menggandeng Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) untuk bekerja sama.

Hal itu disampaikan Karnila W, Wakil Rektor II STT Migas dalam kunjungannya ke Kantor Balitek KSDA, Selasa (31/8/2016).

Lebih lanjut, Karnila menjelaskan bahwa salah satu visi STT Migas adalah penelitian. Namun, saat ini belum banyak dilakukan karena keterbatasan sumber daya manusia. Melalui kerja sama dengan Balitek KSDA diharapkan dapat melakukan kolaborasi penelitian serta pengabdian masyarakat yang berkelanjutan.

Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas menyambut baik undangan tersebut. “Kerja sama dapat memperkaya kurikulum ekplorasi menjadi lebih ramah lingkungan, mengurangi dampak negatif eksplorasi terhadap kelestarian lingkungan,” katanya.

“Bentuk kerja sama bisa dalam kolaborasi riset bersama mahasiswa dan dosen maupun kuliah umum,” lanjutnya.

4Dalam pertemuan yang turut dihadiri oleh para peneliti Balitek KSDA tersebut dibahas pula bentuk-bentuk kerja sama serta manfaat yang dapat diperoleh. “Dengan bekerja sama dapat memperkuat jaringan antar lembaga maupun individu serta meningkatkan kapasitas SDM,” ujar Ishak Yassir.

Berbagai saran dan usulan lain juga disampaikan oleh peneliti. Diantaranya pengembangan energi untuk masyarakat pedalaman dan pembangunan laboratorium alam.***Emilf

Share Button