KWPLH Balikpapan Kembangkan Interpretasi Lingkungan

Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) Balikpapan memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai  objek interpretasi lingkungan hidup dan ekowisata. Kawasan yang saat ini menjadi enclosure beruang madu (Helarctos malayanus) tersebut memiliki keragaman sejumlah 109 jenis tumbuhan, baik yang tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam.

Hal tersebut dikemukakan Mukhlisi, peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) dalam “Seminar Nasional Silvikultur 4” di Hotel Hakaya Balikpapan, Selasa (19/07/2016).

Jpeg

Pada kesempatan tersebut, Mukhlisi memaparkan bahwa  berdasarkan keunikan dan manfaatnya, jenis-jenis tumbuhan di KWPLH dapat diklasifikan menjadi lima kelompok objek interpretasi. Pertama,kelompok tumbuhan terancam punah dan endemik. Kedua,  kelompok  tumbuhan kayu pertukangan khas Kalimantan. Ketiga, kelompok tumbuhan penghasil bahan pangan dan obat. Keempat, kelompok tumbuhan penghasil energi. Dan kelima, kelompok tumbuhan dengan fungsi ekologi tinggi.

“Penelitian ini merupakan salah satu implementasi kerja sama antara Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK yang ditandatangani tahun lalu. Tujuannya untuk mendukung  pengembangan KWPLH dan meningkatkan kemanfaatan hasil penelitian pada tingkat pengguna,” ungkap Mukhlisi.

“Setiap tahun, pengunjung mencapai 50.000-70.000 orang di mana sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa. Karena itu keragaman tumbuhan di KWPLH sangat potensial dikembangkan sebagai objek interpretasi,” imbuhnya. “Plang nama dan deskripsi singkat nantinya akan dibuat untuk membantu pengunjung mempelajari jenis-jenis tumbuhan sekaligus sebagai sarana penyampaian arti pentingnya konservasi dan lingkungan hidup.”

Lebih lanjut, Mukhlisi menjelaskan bahwa objek interpretasi tersebut akan menjadi daya tarik tersendiri bagi KWPLH. Melengkapi fasilitas pendukung pendidikan lingkungan hidup yang sudah tersedia seperti  pusat informasi beruang  madu, pusat informasi flora dan fauna endemik Kalimantan, serta pusat informasi hewan domestik. Dengan kerja sama tersebut diharapkan KWPLH Balikpapan menjadi destinasi wisata pendidikan lingkungan hidup yang lebih baik ke depannya.***Emilf, ADS, MKN

Share Button

Perairan Delta Berau, Salah Satu Habitat Pesut di Kalimantan Timur

Wilayah perairan Delta Berau perlu mendapat perhatian untuk dilestarikan, karena menjadi habitat satwa langka dan dilindungi, pesut (Orcaella brevirostris).

Saat kunjungan penelitian di perairan Delta Berau, peneliti satwa Balitek KSDA, Tri Atmoko dan Mukhlisi, sangat beruntung dapat menjumpai dan mengabadikan satwa langka tersebut. Dalam kurun waktu penelusuran sungai-sungai dan pulau yang ada di Delta Berau, 3 s/d 10 Agustus 2016, tercatat sebanyak dua kali perjumpaan dengan mamalia air tersebut.

Menurut Mukhlisi, perjumpaan pertama terjadi di sekitar Pulau Badak-Badak, Kecamatan Pulau Derawan, Jumat (5/8/2016), sedangkan perjumpaan kedua terjadi dua hari kemudian di Muara Sungai Mantaritip, Kecamatan Sambaliung. “Beberapa kali sepasang pesut melompat kepermukaan air secara bergantian dan sesekali menyemburkan air keatas,” lanjut Mukhlisi.

Tri Atmoko, menyatakan bahwa penyebaran pesut meliputi perairan tropis dan sub-tropis di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Sebarannya terbagi dalam lima sub-populasi, yaitu Sub-populasi Sungai Ayeyarwady, Sungai Mekong, Danau Songkhla, Selat Malampaya, dan Sungai Mahakam.

2Populasi pesut di Delta Berau diperkiraan masih dalam kelompok sub-populasi Sungai Mahakam. Saat ini sub-populasi tersebut menurut IUCN termasuk dalam kategori kritis (Critically Endangered). “Informasi terkait keberadaanya di perairan Delta Berau masih sangat terbatas jika dibandingkan yang ada di sungai Mahakam, sehingga masih diperlukan banyak kajian danpenelitian,” lanjut Tri.

Menurut beberapa masyarakat sekitar pernah menjumpai kemunculan pesut di perairan Delta Berau. Ridi Haidir, warga Desa Batu-batu, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, yang ikut menyaksikan kemunculan pesut tersebut mengaku pernah melihat pesut di sekitar pulau pada tahun 2012 lampau. “Ini adalah kali kedua saya melihat pesut di daerah sini,” ungkap Ridi.

Sedangkan Aliansyah, seorang nelayan lokal, menyatakan bahwa daerah sekitar Pulau Badak-Badak adalah memang tempat hidup dari pesut tersebut. Menurut pengalamannya, dia pernah menyaksikan sekitar 15 ekor pesut yang sedang berenang di lokasi tersebut.

5Cukup sulit mengabadikan mamalia air ini. Lokasi kemunculannya yang tak terduga dan hanya muncul dalam hitungan detik cukup menyulitkan saat mengarahkan moncong kamera. “Belum lagi gelombang air yang menggoyang perahu yang kami naiki menjadikan beberapa hasil jepretan kamera gagal fokus,” terang Tri Atmoko.

Keberadaan satwa dilindungi seperti pesut di Delta Berau harus segera disadari, khususnya oleh pemerintah daerah agar upaya perlindungan dan pelestarian habitatnya segera dilakukan. Mengingat saat ini banyak sekali aktivitas pembangunan tambak yang terus berlangsung di Delta Berau.***sbj

Share Button

Unjuk Balai Lewat Karnaval

Untuk pertama kalinya Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA Samboja) ikut serta dalam karnaval yang diadakan Pemerintah Kecamatan Samboja (15/8). Acara tahunan tersebut diikuti oleh siswa seluruh sekolah dan berbagai komunitas masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Samboja.

Mulai pukul 13.00 WITA, ratusan peserta pawai dan berbagai mobil hias tampak beriringan dari Kuala Samboja menuju kantor Kecamatan Samboja. Rombongan peserta tampak antusias mengikuti acara yang diadakan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke 71. Keikutsertaan Balitek KSDA Samboja pada karnaval tahun ini selain karena undangan dari Camat Samboja, juga karena ingin memperkenalkan Balitek KSDA kepada masyarakat sekitar.

Selama ini, masyarakat lebih mengenal nama Wanariset Samboja sedangkan nama Balitek KSDA masih sedikit masyarakat Samboja yang mengetahuinya. Sebelum ditetapkan sebagai UPT di bawah litbang kehutanan, Balitek KSDA memang merupakan stasiun penelitian (Wanariset) Balai Besar Penelitian Kehutanan Samarinda (red: sekarang berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Dipterokarpa).

2Saat masih bernama Loka Penelitian dan Pengembangan Satwa Primata (LP2SP) institusi litbang ini pernah bekerjasama dengan BOS-F terkait konservasi orang utan. Di belakang kantor dulunya pernah dibangun kandang untuk orangutan yang direhabilitasi oleh BOS-F. Tidak heran sebagian masyarakat Samboja menyangka kantor abu-abu di pertigaan Jalan Soekarno Hatta tersebut sebagai kantor Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS-F).
Dalam karnaval ini, Balitek KSDA mengirimkan 2 mobil yang dihias dengan tema penyelamatan hutan. Mobil pertama mengarak patung orangutan yang diberi nama Romeo sedangkan mobil kedua membawa replika pohon yang ditempeli poster-poster berisi kampanye penyelamatan hutan, satwa endemic, dan stop penebangan liar di bagian dahannya.

Romeo dibuat dengan memanfaatkan koran dan kardus bekas yang dilekatkan menggunakan lem kanji dan lem kayu. Pengerjaan patung setinggi ± 2 meter itu dilakukan oleh para pegawai Balitek KSDA secara bergotong royong selama 3 hari 2 malam. Tidak sia-sia, patung tersebut menarik perhatian peserta karnaval dan menjadi objek foto masyarakat yang menikmati pawai. (k/pri)

Share Button