Rencana penetapan bentang alam Wehea-Kelay dengan luas lebih dari 500 ribu hektar sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) merupakan salah satu upaya penyelamatan orangutan dengan populasi terbesar di Kalimantan Timur yang diperkirakan mencapai 2.500 individu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Serge Wich, dkk yang diterbitkan dalam Jurnal Oryx tahun 2008.
Hal itu disampaikan Dr. Ishak Yassir, peneliti Balai Litbang Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) dalam pembahasan draft Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Bentang Alam Wehea-Kelay, Kalimantan Timur di aula kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH), Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (21/06).
Menurutnya, ini disebabkan, bentang alam Wehea-Kelay adalah areal yang sangat penting bagi kehidupan orangutan (Pongo pygmaeus morio). Berdasarkan penafsiran tutupan lahan 2014, bentang alam Wehea-Kelay sebagian besar masih didominasi oleh tutupan hutan, yaitu 87%, dengan core area adalah Hutan Lindung Wehea.
Dalam rapat tersebut, Ishak memaparkan tentang kondisi bentang alam Wuhea-Kelay, strategi pengelolaan dan pengelolaan secara kolaboratif dan rencana aksi pengelolaan.
“Terdapat tiga program prioritas dalam rencana aksi tersebut yaitu konservasi orangutan di bentang alam Wuhea-Kelay; pendidikan, penelitian, peningkatan kapasitas, dan penyadaran masyarakat; dan penyusunan beberapa prosedur standar baku (SOP),” jelas Ishak.
Rapat yang dipimpin Ir. Fachrudin, Kabid Pengendalian Kerusakan, BLH, Prov. Kaltim, tersebut adalah tindak lanjut dari telah terbentuknya Forum Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Orangutan Bentang Alam Wehwa-Kelay di Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Forum tersebut dibentuk dan ditetapkan berdasarkan SK Gubernuh Kalimantan Timur nomor 660.1/K.214/2016 tanggal 6 April 2016.
Sunandar, Kepala BKSDA Kalimantan timur, dalam sambutannya menekankan perlu adanya komitmen dalam menjaga dan mengelola ekosistem esensial Wehea-Kelay. Menurutnya, dalam dokumen rencana aksi juga perlu diperjelas siapa berbuat apa sesuai dengan tupoksi lembaganya.
“Perlu ada pertemuan rutin untuk mengetahui perkembangan rencana aksinya sampai sejauh mana telah dilaksanakan,” kata Sunandar.
Pada sesi diskusi, Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si menyampaikan bahwa Balitek KSDA telah mendedikasikan sumber daya yang ada dalam pengelolaan KEE Wehea-Kelay, baik sumber daya manusia maupun dana, terutama dalam menginisiasi pembangunan sanctuary orangutan di KEE Wehea-Kelay.
Vidya Sari Nalang dari Ditjen KLHK menyatakan bahwa KKH akan menfasilitasi untuk mempromosikan kegiatan pengelolaan KEE Wehea-Kelay untuk mendapatkan pendanaan dari donator luar negeri.
“Selain promosi, kami akan mendukung dalam hal pengelolaan pangkalan data. Terkait rencana aksi, pengumpulan informasi ilmiah terkait orangutan dan habitatnya perlu ditambahkan, selain kondisi umum lokasinya,” kata Vidya.
Dukungan pengelolaan bentang Wehea-Kelay juga disampaikan oleh Totok Suripto dari PT. karya Lestari, sebuah perusahaan IUPHHK, terutama dalam mendukung melindungi orangutan di dalam areal konsesinya.
“Kami juga telah melakukan penilain HCVF dan identifikasi keberadaan orangutan melalui pengamatan sarang bersama dengan TNC,” kata Totok yang menyatakan bahwa PT. Karya Lestari siap memfasilitasi jika akan dilakukan survey di areal konsesinya.***TA