Kunjungan Kuliah Lapang Mahasiswa Farmasi Unmul di Herbarium Wanariset dan KHDTK Samboja

IMG_0341 - CopyBack to nature”, itulah slogan yang selalu didengung-dengungkan melalui gaya hidup sehat dengan kembali ke alam. Hal tersebut diungkapkan oleh Septina Asih Widuri S.Si., peneliti tumbuhan obat dari Balitek KSDA pada materi pembuka kunjungan Kuliah Lapang Mahasiswa D3 Farmasi Universitas Mulawarman, Rabu (25/5/2016) sampai Kamis (26/5/2016). Selain merupakan kegiatan rutin, kunjungan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada mahasiswa untuk mengenal lebih dekat bahan alam yang banyak menyediakan sumber bahan obat-obatan tradisonal maupun modern untuk berbagai penyakit.

“Hutan indonesia beragam tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya, terutama di Bali dan di hutan kalimantan banyak sekali jenis tumbuhan obat yang sudah ditemukan tapi belum  dimanfaatkankan secara maksimal”, lanjut Septina.

Kedatangan sekitar 90 mahasiswa dan 4 dosen pendamping ini di disambut oleh Kepala Subbag TU Balitek KSDA, Suwarno.  Dalam sambutan pembukaannya, Suwarno menekankan bahwa KHDTK Samboja memiliki luas sekitar 3.504 ha dan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai sarana praktek lapangan bagi para mahasiswa Farmasi.

IMG_0241Materi pembekalan selanjutnya terkait pengenalan Herbarium Wanariset dan teknik pengawetan tumbuhan obat melaui pembuatan herbarium. “Herbarium Wanariset memiliki fungsi sebagai penyimpan koleksi tumbuhan dari berbagai lokasi, sarana identifikasi berbagai macam tumbuhan, dan sebagai sarana penelitian dan dan pendidikan.” papar Tri Atmoko, peneliti ekologi Balitek KSDA, pada pengantar materi pengenalan dan pembuatan herbarium. Akurasi dalam identifikasi tumbuhan obat adalah hal yang sangat penting, karena berkaitan dengan senyawa aktif yang akan digunakan untuk pengobatan dan bidang kesehatan. Kesalahan dalam identifikasi jenis tumbuhan obat akan berakibat fatal, lanjut Tri.

Setelah pembekalan materi ruang kegiatan dilanjutkan dengan kunjungan ke KHDTK Samboja, yaitu plot tumbuhan obat. Di dalam plot tumbuhan obat seluas 5,6 ha, mahasiswa di kenalkan dengan berbagai jenis tumbuhan yang berkhasiat obat mulai dengan tumbuhan obat untuk diare, batuk dll. Pemaparan yang sangat gamblang disampaikan oleh Mardi T. Rengku, Teknisi Balitek KSDA, yang juga memandu praktek pengambilan sampel tumbuhan yang baik dan benar. Antusias mahasiswa ditunjukkan dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan untuk lebih jauh mengenal tumbuhan obat berikut fungsinya.

Antusias mahasiswa tidak hanya pada waktu dilapangan, saat praktek pembuatan herbarium juga sangat terlihat. Dengan tekun mereka mengikuti kegiatan pembuatan sampel herbarium mulai dari membungkus sampel dengan koran, penggunaan cairan alkohol sebagai pengawet, pengeringan, dan mounting. Kegiatan dipandu oleh Iman Suharja dan Mira K. Ningsih selaku teknisi pengelola herbarium.

Arifuddin, dosen pendamping kegiatan kuliah lapangan mahasiswa fakultas farmasi Universitas Mulawarman mengharapkan kunjungan ke Herbarium Wanariset dan KHDTK Samboja dapat menjadi agenda tahunan. “Setelah kunjungan mahasiswa D3 kali ini, akan dilanjutkan dengan kunjungan selanjutnya bagi mahasiswa S1 Fakultas Farmasi Unmul, berjumlah sekitar 150 orang” ungkap Arif.  Kunjungan ke lapangan disertai dengan praktek secara langsung diharapkan mampu memberikan pengetahunan dan keterampilan yang aplikatif memperkuat ilmu yang diperoleh di bangku kuliah. (onep)

IMG_0253 IMG_0263 IMG_0293

Share Button

Kantong Belanja Butuh Standardisasi?

Sejak uji coba kebijakan kantong plastik berbayar diberlakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indoesia, banyak konsumen berinisiatif membawa tas atau kantong belanja dari rumah. Selain hemat, tas belanja bisa dipakai berulang kali.

Pertanyaan yang lalu mencuat adalah tentang daya tahan kantong belanja untuk dipakai berkali-kali demi menjaga kebiasaan tak lagi menggunakan kantong plastik ini.

“Ada penelitian dari Filipina, kantong belanja berulang pakai di sana sudah mendapat standar nasional. Bisa digunakan paling tidak 120 kali sampai 130 kali,” ujar Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik, Kamis (28/4/2016).

Ditemui Kompas.com usai konferensi pers sosialisasi tas belanja berulang kali pakai dari Tempo Scan Love Earth, Ujang menerangkan, standardisasi itu penting untuk memastikan seberapa kuat materialnya.

Dengan begitu, masyarakat tahu perkiraan umur pemakaian dan seberapa kuat tas tersebut mampu membawa barang belanjaan.

”Standardisasi itu untuk (memastikan) kantong belanja kuat dan bisa dipakai berulang kali. Tujuannya kan agar masyarakat sadar lingkungan dan bijak menggunakan plastik,” ungkap Ujang.

Karenanya, lanjut Ujang, tim di kementeriannya sudah menyiapkan rencana mengajukan standar nasional untuk kantong belanja. Dengan standar seperti itu, harga tas belanja tidak akan semurah kantong plastik sekali pakai di toko-toko ritel.

Evaluasi kebijakan

Regulasi kantong plastik berbayar rencananya akan dikeluarkan setelah uji coba penerapannya pada 21 Februari  2016 hingga 5 Juni 2016 rampung. Menurut dia, akan ada evaluasi terlebih dahulu atas uji coba penerapan kebijakan kantong berbayar, termasuk dampaknya.

“Sebenarnya, tim evaluasi sudah menyisir kota-kota yang telah memberlakukan uji coba kebijakan kantong plastik saat satu bulan pemberlakuan. Hasilnya, beberapa kota memang memperlihatkan penurunan angka pemakaian plastik,” sebut Ujang.

Salah satu kota yang menunjukkan angka penurunan signifikan adalah Banjarmasin. Di sana, angka pemakaian plastik turun hingga 80 persen sebulan sejak pemberlakuan uji coba.

“Bahkan, pemerintah daerahnya berencana mewajibkan masyarakat sekitar untuk memakai tas lokal, yaitu (tas) bakul purun saat berbelanja,” ujar Ujang.

sumber : klik di sini

Share Button

Menemukan kota yang hilang melalui foto satelit dan astronomi

Seorang bocah laki-laki berusia 15 tahun menemukan Kota Bangsa Maya yang hilang menggunakan foto satelit dan astronomi Bangsa Maya.

Bocah tersebut bernama William Gadoury dan berasal dari  Quebec. Ia berteori bahwa peradaban Maya memilih lokasi kota-kota mereka sesuai dengan konstelasi bintangnya.

William menemukan kota Maya segaris dengan bintang di rasi bintang utama peradaban. Setelah mempelajari peta bintang lebih jauh, William menemukan satu kota yang telah hilang dari rasi tiga bintang.

Menggunakan citra satelit yang disediakan oleh Badan Antariksa Kanada yang kemudian dipetakan ke Google Earth, ia menemukan kota di lokasi yang ditunjukkan oleh bintang ketiga dari rasi tersebut.

William telah memberi nama kota yang belum dieksplorasi di hutan Yukatan ini dengan nama K’aak Chi, atau Mulut Api.

Daniel De Lisle, dari Badan Antariksa Kanada mengatakan bahwa area tersebut sulit diteliti karena memiliki vegetasi padat. Meski begitu, pemindaian satelit terhadap area tersebut menemukan fitur linear yang ‘terjebak’.

“Ada fitur-fitur linear yang mengindikasikan bahwa ada sesuatu di bawah hutan kanopi besar ini,” ujar Daniel kepada The Independent.

“Terdapat cukup banyak benda-benda yang menunjukkan bahwa itu merupakan struktur buatan manusia,” sambungnya.

Armand La Rocque, seorang doktor dari University of New Brunswick mengatakan bahwa salah satu gambar menunjukkan jaringan jalan dalan kotak besar yang bisa jadi merupakan pyramid.

“Bentuk Kotak tidak alami, struktur semacam itu kebanyakan buatan dan hampir tidak dapat dikaitkan dengan fenomena alam,” kata La Rocque.

“Bila semua digabungkan, kita memiliki banyak petunjuk bahwa mungkin ada kota Maya di area tersebut,” tambahnya.

La Roque mengungkapkan bahwa temuan William ini dapat mengarahkan para arkeolog untuk menemukan kota-kota Maya lain menggunakan teknik serupa.

Penemuan William akan diterbitkan dalam jurnal ilmiah dan ia akan mempresentasikan hasil temuannya di Brazil’s International Science fair tahun 2017 mendatang.

sumber : klik di sini

Share Button

Menanam Pohon, Selamatkan Habitat Bekantan

Ka_BalaiSungai Kuala Samboja atau dikenal pula dengan Sungai Hitam merupakan habitat bekantan, satwa
primata endemik Borneo yang dilindungi. Satwa yang memiliki nama ilmiah Nasalis larvatus Wrumb tersebut saat ini dalam status terancam punah, terutama disebabkan habitatnya yang semakin berkurang dan terpecah-pecah. Terlebih, habitat yang tersisa tersebut sebagian besar bukan merupakan kawasan konservasi.

 

Oleh karena itu upaya restorasi habitat bekantan adalah salah satu solusi yang dapat ditempuh. Terkait dengan hal tersebut, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) menggelar kegiatan penanaman pohon di sempadan Sungai Kuala Samboja, Kutai Kartanegara, Selasa (24/5).

Ahmad Gadang Pamungkas, Kepala Balitek KSDA menjelaskan bahwa kegiatan penanaman tersebut merupakan bagian dari model kemitraan yang tengah dikembangkan oleh tim peneliti Balitek KSDA untuk merestorasi habitat bekantan. Melalui model tersebut diharapkan selain menyelamatkan bekantan juga dapat mengembangkan pariwisata serta peningkatan ekonomi masyarakat setempat.

Penelitian bekantan di Sungai Kuala Samboja sudah dilakukan oleh peneliti asing maupun dalam negeri. Masyarakat pun mulai mengetahui keistimewaan satwa bekantan. Namun sampai saat ini tidak ada perhatian pemerintah untuk mengembangkannya sebagai kawasan wisata.

Hal itu diungkapkan Samsul Bahri, Sekretaris Camat Samboja, dalam sambutannya pada acara pembukaan kegiatan penanaman. “Semoga setelah kegiatan ini, DPRD dapat menyampaikan kepada Dinas Pariwisata, sehingga keberadaan bekantan dapat mendatangkan income bagi masyarakat Samboja”, lanjutnya.

Peneliti bekantan dari Balitek KSDA, Tri Atmoko memaparkan bahwa penelitian yang telah dilakukan meliputi aspek habitat, sumber pakan, pemanfaatan ruang habitat, sebaran, populasi, sosial masyarakat dan potensi ekowisatanya. Pemilihan jenis tanaman pun dilakukan melalui kajian ilmiah. Sempadan sungai yang tergenang ditanami jenis-jenis mangrove seperti Sonneratis caseolaris dan Rhizophora sp. Jenis-jenis tersebut merupakan tanaman asli setempat yang diharapkan mampu melindungi tepi sungai dari erosi dan menjadi sumber pakan bekantan. Adapun di lahan masyarakat di sekitarnya yang kondisinya relative kering ditanami jenis-jenis yang dapat memberikan nilai ekonomi.  Jenis tersebut seperti karet (Hevea braziliensis) dan buah-buahan seperti rambai buah (Baccaurea motleyana), langsat (Lansium domesticum), nangka (Artocarpus heterophyllus), dan cempedak (Artocarpus integer). “Berdasarkan perjanjian kemitraan yang telah disepakati, nantinya masyarakat dapat memanen hasil hutan bukan kayu (HHBK) tanpa menebang pohonnya”,lanjut Tri.

Kegiatan yang juga dilaksanakan untuk memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Internasional yang jatuh pada tanggal 22 Mei tersebut menggandeng masyarakat dan pemangku kepentingan wilayah samboja. Beberapa pihak yang turut berpartisipasi antara lain, Kecamatan Samboja, Kodim 0906/TGR, Koramil Samboja, Polsek Samboja, UPTD Dishutbun Kutai Kartanegara, Kelurahan Kampung Lama, Kelurahan Kuala Samboja, LPM, tokoh masyarakat dan anggota DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara, PT. Pertamina E&P, PT. Pengelolaan Limbah Kutai Kartanegara, Karang Taruna, Tribun Kaltim, MNC group, serta perwakilan dari SMAN 1 Samboja.

Dalam rangkaian acara tersebut secara simbolis juga dilakukan penyerahan buku dan CD film bekantan Kuala Samboja kepada para stakeholder yang hadir. Partisipasi para stakeholder tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah terhadap pentingnya keanekaragaman hayati, terutama bekantan di Sungai Kuala Samboja. [emilf]

Share Button

Menelusur Jejak Orangutan di Koridor Labian Leboyan

Survei yang dilakukan WWF Indonesia menunjukkan bahwa wilayah koridor antara Taman Nasional Betung Karihun (TNBK) dan Taman nasional Danau Sentarum (TNDS) adalah hotspot orangutan yang penting.

“Kawasan koridor sebagai habitat biodiversitas memiliki peran penting dalam mendukung konservasi orangutan dan habitatnya, serta untuk mendukung keberadaan sub-spesies ini untuk jangka panjang,” ujar Albertus Tjiu, Program Manager WWF Indonesia di Kalimantan Barat.

TNBK sendiri, berdasarkan survei WWF Indonesia tahun 2005, merupakan habitat bagi 550 – 1830 individu orangutan. Sementara TNDS menurut survei WWF Indonesia tahun 2009 memiliki 771 – 1006 individu orangutan.

Tahun 2009, WWF Indonesia menyurvei wilayah koridor TNBK dan TNDS, terutama wilayah Daerah Aliran Sungai Labian Leboyan. Survei menunjukkan, wilayah koridor menjadi tempat hidup penting bagi orangutan. Ada 581 individu orangutan yang hidup di wilayah tersebut.

WWF Indonesia kembali melakukan survei pada tahun 2011 untuk mengetahui persebaran orangutan di kawasan koridor.

Tim survei melakukan monitoring di 40 jalur transek, yang meliputi empat kawasan desa, diantaranya Melemba, Sungai Ajung, Mensiau, dan Labian. Survey ini dilakukan di dua tipe habitat hutan, yaitu hutan rawa dan hutan dataran rendah, dengan panjang jalur transek 38,068 kilometer.

Dari hasil survei tersebut, total sarang yang dijumpai sebanyak 539 sarang, dengan perincian hasil pengamatan sarang di jalur transek ditemukan sebanyak 291 sarang, dan hasil observasi di luar jalur transek di jumpai sebanyak 248 sarang

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, persebaran orangutan dari jumlah distribusi sarang orangutan lebih banyak dijumpai pada bagian selatan kawasan koridor. Persebaran tersebut mulai terputus dibagian tengah dan kembali ada lagi dibagian utara kawasan koridor.

Di DAS Labian leboyan, orangutan dijumpai di setiap lokasi, namun populasi pada hutan dataran rendah lebih tinggi daripada hutan rawa.  Sebaran di rawa ada di kiri dan kanan sungai sedangkan dataran rendah ada di beberapa perbukitan.

“Hal ini dapat terjadi karena pada bagian tengah kawasan koridor telah banyak pembukaan hutan yang menjadi areal persawahan, pertanian dan perkebunan. Fragmentasi habitat merupakan masalah serius bagi orangutan, karena sebagai satwa arboreal mereka memerlukan pohon-pohon tinggi dengan kanopi atau tajuk pohon untuk pergerakannya,” kata Albertus.

“Bagian tengah kawasan ini (koridor) juga merupakan areal yang sarat akan aktivitas penduduk dan keberadaan jalan raya di kawasan  tersebut memotong wilayah koridor menjadi dua bagian, yaitu bagian utara dan bagian selatan,” imbuhnya.

Orangutan di setiap sudut koridor Labian Leboyan punya tantangan masing-masing. Perburuan merupakan salah satunya.

Orangutan yang hidup di setiap sudut koridor punya tantangan masing-masing. Orangutan di bagian utara koridor bisa dikatakan lebih aman. Daerah itu merupakan area penyangga, aktivitas penduduk seperti berladang atau bertani relatif minim, bahkan suksesi alami di areal bekas penebangan kayu (logging) sudah terjadi.

Meski bisa dikatakan sedikit lebih aman, orangutan di bagian utara koridor tak luput dari ancaman. Salah satu ancamannya adalah aktivitas perburuan yang dilakukan oleh masyarakat yang mendiami wilayah tengah koridor.

Hal ini dapat  mengganggu populasi orangutan dan berakibat terjadinya penurunan jumlahnya. Menyikapi kondisi tersebut, WWF bersama pemerintah daerah setempat dan pihak terkait sudah berupaya melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat dan konservasi seperti kampanye rutin setiap enam bulanan.

Pada bagian selatan koridor, distribusi orangutan hampir merata baik dari sebelah barat maupun dari sebelah timur.

Bagian selatan kawasan koridor memiliki dua variasi habitat. Bagian barat terdiri dari hutan rawa dan dataran rendah sedangkan bagian timur hutan rawa saja. Bagian barat dan timur dibatasi oleh Sungai Leboyan yang cukup lebar. Jadi, bisa diasumsikan bahwa orangutan di barat dan timur ini tidak dapat saling berhubungan dan merupakan kelompok yang berbeda.

Hutan di bagian selatan koridor, relatif aman dari kegiatan seperti perkebunan dan pertanian yang dilakukan masyarakat di pinggir kanan kiri sungai Leboyan. Wilayah rawa yang selalu tergenang memang tak mudah disulap jadi lahan pertanian.

Namun, di bagian barat kawasan ini pernah menjadi area illegal logging, yang terlihat di beberapa transek dengan kondisi hutan yang sedikit terbuka. Sedangkan di bagian timur, kondisi hutan masih relatif tertutup.

Keberadaan orangutan di bagian selatan relatif lebih aman sebab wilayah ini merupakan area penyangga kawasan TNDS. Selain itu, masyarakat Dayak Iban yang hidup di wilayah sekitar percaya bahwa orangutan merupakan jelmaan nenek moyang sehingga pantang bagi mereka untuk membunuh atau mengkonsumsi orangutan.

Populasi orangutan diwilayah koridor yang memiliki luas 112.976,19 hektar ini belum bisa diperkirakan secara detail, mengingat masih banyak faktor yang sangat berpengaruh dalam  ektrapolasi.

Beberapa faktor diantaranya adalah sampling yang dilakukan belum cukup mewakili semua lokasi koridor terutama di bagian utara yang berbatasan dengan kawasan TNBK. Selain itu, belum cukupnya pembanding untuk sampling transek pada tipe hutan dataran rendah yang ada dalam koridor.

Meski demikian, perkiraan populasi orangutan secara kasar menurut survei tahun 2011 adalah sebanyak 585 individu. Angka tersebut diambil dari perhitungan jumlah populasi di setiap lokasi pengamatan.

Untuk sementara, bisa disimpulkan, berdasarkan data populasi orangutan yang dijumpai di wilayah koridor dalam survei yang dilakukan pada tahun 2011 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan populasi pada tahun 2009.

Untuk mempertahankan keberlangsungan hidup dan keberadaan orangutan di lokasi ini, perlu dilakukan upaya konservasi untuk mempertahankan eksistensi orangutan.

Pendidikan konservasi  dan program lainnya mengenai pentingnya  pelestarian habitat dan satwa liar, juga harus diberikan secara rutin  kepada masyarakat. Salah satu contoh misalnya pengalihan kebiasaan  masyarakat  sebagai pemburu ke profesi lainnya, seperti pemandu ekowisata dapat dijadikan alternatif kegiatan.

Sumber : klik di sini

Share Button