Tingkatkan Skill Pengelolaan Jurnal Ilmiah, BLI Adakan Workshop E-Journal

”Dalam menghadapi era baru, kita harus merubah mindset serta harus meningkatkan pemahaman serta skill kita,”kata Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc selaku wakil Sekretaris Badan Litbang dan Inovasi (Sekbadan) saat memberikan sambutan pada acara workshop e-journal di Ruang Rapat Sudiarto, Kampus BLI, Gunung Batu-Bogor, 29-30 Maret 2016.

“Kami harap kita siap, 1 April kita sudah masuk e-journal. Suka atau tidak suka kita sudah mengalami revolusi dan jangan dibandingkan dengan yang dulu, karena sudah berubah. Sudah comfortable  dengan DIKTI sehingga dosen bisa kirim Karya Tulis Ilmiah (KTI) ke kita atau sebaliknya,”kata Nugroho.

Disadari bahwa adanya Peraturan Kepala LIPI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Akreditasi Jurnal Ilmiah, yang menyatakan bahwa salah satu unsur penilaian akreditasi adalah pengelolaan jurnal ilmiah harus dilakukan secara online atau elektronik. Peraturan tersebut akan mulai diberlakukan secara nasional per 1 April 2016.

Adanya peraturan tersebut, secara tidak langsung telah memaksa pengelolaan jurnal, yang semula dilakukan secara manual berubah menjadi elektronik, dimana seluruh proses pengelolaan jurnal dilaksanakan online mulai dari proses penerimaan, review, editing, sampai ke penerbitan naskah final.

“Kita tidak akan menerima KTI dalam bentuk hardcopy. Kita sudah buat edaran ke peneliti. Tidak ada alasan lagi peneliti tidak bisa internet. Sangat fundamental untuk mempublikasikan karyanya menggunakan tools. Itu sederhana tapi mendasar,”tegas Nugroho.

Nugroho menyatakan bahwa sebetulnya proses sosialisasi dan ujicoba implementasi e-journal kepada para pihak terkait yang terlibat dalam proses penerbitan jurnal terutama kepada dewan redaksi, mitra bestari dan sekretariat redaksi pengelola jurnal, telah dilaksanakan sejak 2014 yaitu pada Oktober 2014 dan September 2015. Beberapa Satker juga telah melakukan sosialisasi internal beberapa kali.

Selain itu, pada Tahun 2014, BLI juga telah mengembangkan Portal Publikasi Badan Litbang Portal Publikasi Badan Litbang dan Inovasi dengan alamat: www.ejournal.forda-mof.org. Sampai dengan Tahun 2016, dalam portal tersebut ditampilkan 15 link terbitan berkala ilmiah/jurnal yang ada di BLI. Sedangkan satu jurnal BLI mempunyai website sendiri dan tidak tergabung dalam Portal Publikasi (Jurnal Wallacea).

“Kita canangkan maksud pertemuan ini, mempersiapkan pengelola jurnal dalam era e-journal,” tegasnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam workshop tersebut menghadirkan narasumber sekaligus pemandu dari LIPI, Deden Sumirat, M.Kom., Pengembang dan Pengelola e-journal LIPI yang akan memberikan materi implementasi e-journal dan praktek Open Journal System (OJS)

“Ojeg saja sudah online masak kita belum online. Mari bersama-sama kita lakukan dan implementasikan teknologi ini untuk perkembangan. Teknologi harus mengerti kita,”kata Deden Sumirat, M. Kom.

Deden mengingatkan bahwa jurnal online berbeda dengan e-journal. Jurnal online belum tentu e-journal tetapi kalau e-journal pasti jurnal online. Dalam e-journal semua tahap-tahan dalam prosesnya dilakukan secara online, baik call for paper, editorial maupun submission. Sedangkan jurnalonline hanya dipublish online dan bisa didownload.

“Adanya e-journal bertujuan untuk mendapatkan sintasi yang banyak, baik nasional maupun dunia. Selain itu dapat indeks internasional. Dengan e-journal, akses meningkat, kualitas terangkat dan lebih ekonomis dalam hal pencetakan,”kata Deden.

Workshop selama dua hari ini lebih banyak dilakukan secara praktek dan dimulai dari hal-hal yang praktis. Dengan harapan agar diketahui kesulitan atau permasalahan yang ada. Selain itu, workshop ini tidak hanya mengundang UPT yang sudah mempunyai jurnal, tetapi juga UPT yang belum punya atau baru proses pengajuan jurnal, untuk bisa melayani atau fasilitator peneliti  menyampaikan KTI pada jurnal BLI.

Pada akhir sambutan, Nugroho membacakan beberapa harapan dari Sekbadan sebagai tindak lanjut acara ini, antara lain: 1). Peserta dapat mempergunakan pemahaman dan sklill yang diterima untuk memenuhi persyaratan akreditasi; 2). Semua pihak baik dewan redaksi, mitra bestari, sekretariat dan penulis dapat mengimplementasikan portal e-journal publikasi Badan Litbang dan Inovasi yang telah dibangun. 3). Pengelola dapat meningkatkan indeksasi publikasi lingkup BLI oleh lembaga pengindek di tingkat nasional maupun internasional. ***THS

Share Button

Rencana Strategis Setjen Kementerian Lhk 2015-2019

Rencana Strategis Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-2019

Silahkan unduh file dibawah ini untuk informasi lebih lengkap :

1. Cover

2. Lampiran Rencana Strategis

3. Renstra Kesekjenan 2015-2019

Share Button

Potensi Ekonomi Kawasan Konservasi, Mesin Ekonomi Masa Depan

Sekretaris Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Bambang Novianto menyatakan bahwa Kementerain LHK mengelola kawasan konservasi secara optimal untuk meningkatkan manfaat secara ekonomi sesuai dengan kaidah konservasi. Saat ini Kementerian LHK mengepankan pendekatan pembangunan yang berkelanjutan dan mendukung kesejahteraan masyarakat di kawasan konservasi melalui pemanfaatan jasa lingkungan seperti, obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA), air, geothermal, dan karbon. Hal ini diungkapkan pada Diskusi “Konservasi dan Pertumbuhan Ekonomi” yang diselenggarakan oleh Biro Humas Kementerian LHK di Jakarta.

Kawasan konservasi di Indonesia terdiri dari 551 unit yang mencakup kawasan seluas 27,2 Juta Ha, yang memiliki potensi air 6,5 Milyar M3, potensi listrik dari panas bumi (geothermal) 5.935 MW dan potensi karbon sebesar 392,68 juta ton. Selain itu juga masing-masing memiliki potensi ekonomi dari keunikannya sebagai ODTWA. Salah satu contohnya adalah Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur yang telah dicanangkan Pemerintah sebagai destinasi wisata kelas dunia.

Dari data yang dipaparkan oleh Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Ir. Helmy, PNBP Taman Nasional Komodo selau meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2015 PNBP mencapai Rp. 19,3 M, Meningkat 400 Persen dari tahun 2014. Kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara juga trend-nya terus meningkat. Hal ini menunjukan bahwa potensi ekonomi kawasan konservasi merupakan mesin ekonomi masa depan.

Hal ini tidak lepas dari dukungan semua pihak utamanya dorongan dari Presiden Jokowi untuk melakukan promosi wisata lebih besar dan menambah aksesibilitas menuju Taman Nasional Komodo. Diantaranya dengan meningkatkan volume  penerbangan langsung ke Pulau Komodo, yang tentunya memerlukan sinergitas kerja dengan instansi dan stakeholder lainnya.

Pemanfaatan potensi ekonomi kawasan konservasi juga memberikan efek langsung terhadap peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia, utamanya masyarakat sekitar. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Herry Subagiadi menyatakan, –Multiplier effect konservasi mampu mendorong pembangunan ekonomi masyarakat sekitar utamanya dalam hal akomodasi, konsumsi, guide dan cinderamata-.

Penanggung Jawab Berita:

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Novrizal, HP.0818432387

Share Button

Rancangan Undang-Undang Tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 
[PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA]

 

Berdasarkan hasil masukan publik pada konsultasi publik di Jakarta, Medan dan Makassar terlampir revisi RUU Keanekaragaman Hayati.

 

Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut :

RUU Tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati Update 28/03/2016

Share Button

Pengelolaan Habitat Orangutan dalam Bentang Alam Wehea – Kelay

The Nature Conservancy (TNC) bersama beberapa stakeholder telah membuat MoU pengelolaan habitat Orangutan bernilai konservasi tinggi di Kawasan Bentang Alam Wehea – Kelay. Kawasan seluas 264.480 ha tersebut terletak di Kecamatan Muara Wahau dan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur dan Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur.

Terkait itu, Balai Penelitian Teknologi Konsevasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja akan bergabung untuk mendukung kegiatan tersebut, khususnya di bidang penelitian.

“Balitek KSDA dapat memberikan muatan-muatan yang banyak untuk mengisi data penelitian dan membantu pendokumentasian hasil penelitian di Bentang Alam Wehea – Kelay,” kata Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si dalam diskusi dengan TNC di Ruang Rapat Balitek KSDA Samboja, Rabu (16/3).

Pernyataan Ahmad Gadang yang biasa dipanggil Gadang ini direspon baik oleh para peneliti Balitek KSDA mengingat penelitian maupun kajian di kawasan Wehea – Kelay tersebut bukanlah hal yang baru bagi Balitek KSDA Samboja, tetapi sudah pernah dilakukan dan telah ada hasilnya.

“Habitat di Bentang Alam Wehea sudah pernah dilakukan survey antara lain di PT. Narkata Rimba dan PT. Gunung Gajah Abadi, dan telah diambil sampel tumbuhannya. Spesimen dari eksplorasi di daerah tersebut telah disimpan di Herbarium Wanariset,” kata Bina Swasta Sitepu, S.Hut, peneliti Balitek KSDA.

Selain itu, Dr. Ishak Yassir, peneliti lainnya juga optimis bahwa kerjasama yang akan dibangun dapat mensinergikan penelitian Balitek KSDA tentang penentuan lokasi sanctuary orangutan dengan program TNC tersebut. Sinergi tersebut juga diharapkan dapat mendukung peningkatan ekonomi masyarakat adat.

“Dokumen penelitian tentang koridor orangutan diharapkan bukan hanya teori namun ada contoh implementasinya,” kata Ishak.

Senada dengan peneliti lainnya, Mukhlisi, S.Si, M.Si, peneliti Balitek KSDA bidang kepakaran Biologi Konservasi sepakat bahwa penyelamatan ekosistem berarti menyelamatkan jenis dan genetik. Menurutnya, untuk mendukung kegiatan ini dapat dilakukan kajian kebijakan perlindungan kawasan untuk kepentingan konservasi.

“Penyelamatan bentang alam juga akan sangat menarik bila diintegrasikan dengan RTRW Kabupaten dan Propinsi,” ujarnya.

Dari pertemuan tersebut, dihasilkan rencana kerjasama antara Balitek KSDA dengan TNC dalam Bentang Alam Wehea, yaitu (1) Bidang Penelitian dan Dokumentasi: pemetaan sebaran Orangutan di Bentang Alam Wehea; dan survey potensi sarang dan koridor Orangutan (PT. Narkata dan PT. Gunung Gajah Abadi; (2) Training dan Sosialisasi: training penanganan konflik Orangutan; dan pengembangan modul dan materi training Orangutan; (3) Kebijakan: menyelesaikan s.d. terbitnya SK Gubernur tentang forum yang mengatur alur koordinasi, komunikasi dan implementasi MoU di tingkat lapangan; dan pembuatan Draf SOP Orangutan di PT. Narkata dan PT. Gunung Gajah Abadi.

Sebelumnya, Edi Sudiono, Manager Kemitraan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia mengungkapkan, sekitar 70% Orangutan ada di luar kawasan konservasi dan sebagian besar diantaranya berada dalam kawasan IUPHH-HA, IUPHHK – TI, perkebunan sawit, areal tambang, dan perladangan masyarakat.

Menurut Edi, konversi hutan, kerusakan habitat, kebakaran hutan, perburuan serta fragmentasi menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup orangutan di Kalimantan.

“Beberapa alasan terjadinya kasus orangutan antara lain  orangutan dianggap sebagai hama (37%), orangutan mati diburu (23%), rangutan takut/membela diri (23%), orang yang dibayar untuk membunuh (3%), orangutan dimakan (7%) dan anak orangutan yang dijual (7%),” jelas Edi.

“(Dari fakta tersebut), lembaga-lembaga yang bersepakat dalam pengelolaan Bentang Alam Wehea – Kelay antara lain Pemerintah (BKSDA Kaltim, BLH Provinsi Kaltim, Badan Pengelola HL Wehea), Swasta (IUPHHK-HA PT. Gunung Gajah Abadi, IUPHHK-HA PT. Karya Lestari, IUPHHK-HA PT. Narkata Rimba, IUPHHK-HTI PT. Acacia Andalan Utama dan IUP Perkebunan Sawit PT. Nusantara Agro Sentosa) dan Masyarakat Adat dan LSM (Masyarakat Adat Wehea dan The Nature Concervancy (TNC),” kata Niel Makkinuddin, Senior Manager Program dan Kerjasama TNC Kalimantan Timur.

Disebutkan, tujuan pengelolaan Bentang Alam Wehea – Kelay secara umum adalah Kelestarian Kawasan Bentang Alam – Kelay sebagai kawasan Habitat Orangutan, konservasi keanekaragaman hayati, jasa ekosistem dan penyangga penghidupan masyarakat.

Sedangkan tujuan khususnya adalah terjaganya kemantapan, keutuhan dan keamanan kawasan Bentang Alam Wehea – Kelay; Terlindungi keanekaragaman hayati dan manfaat jasa ekosistem bagi penghidupan masyarakat; Menguatnya kapasitas kelembagaan dalam mengelola Bentang Alam Wehea; Meningkatnya keberdayaan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam dan jasa ekosistem.

Sebagaimana diketahui, Bentang Alam Wehea – Kelai memiliki potensi keanekaragaman hayati yang sangat beragam. Potensi pertama adalah terdapatnya kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, kandungan/stok karbon tinggi (High Carbon Stock (HCS)), jasa lingkungan (Pay Ecosystem Service (PES)), kawasan penyangga desa-desa di Kecamatan Muara Wahau, Kombeng dan Telen. Potensi yang kedua adalah Bentang Alam Wehea – Kelay merupakan tempat tinggal satwa-satwa di lindungi seperti Beruang Madu, Macan Dahan dan Orangutan.***ADS

Share Button

Ditemukan Owa Kelawat di Kota Samarinda

“Baru-baru ini kita telah mendapatkan berita gembira tentang keberadaan Badak di Site Hutan Kabupaten Kutai Timur dan sekarang berita tentang Owa. Hal ini tentunya menggelitik kita sebagai seorang konservasionis. Dalam statusnya sebagai satwa yang memiliki resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar, salah seorang masyarakat yang peduli melaporkan keberadaannya di kota Samarinda. Kita harus bergerak cepat,”jelas Gadang Pamungkas, S.Hut, M,Si, Kepala Balitek KSDA Samboja, Kamis (24/03).

Owa Kelawat (Hylobates muelleri ) adalah satwa endemik Kalimantan, dikenal dengan nama lain Gibbon Kalimantan atau Gibbon Abu-abu Kalimantan. Masyarakat Dayak dan Banjar juga mengenalnya dengan nama Kelampiau atai Kalaweit. Satwa terkecil dalam famili Hylobatidae ini tergolong satwa yang dilindungi (appendix I Cites) dan masuk dalam daftar merah IUCN dalam kategory/kriteria Endangered A2cd ver 3.1.

“Owa Kelawat adalah satwa arboreal sejati.  Seluruh aktifitas hidupnya dilakukan di atas pohon.  Kakinya yang pendek bahkan hampir tidak pernah digunakan untuk berjalan.  Untuk berpindah tempat, lengannya yang lebih panjang dominan digunakan, yaitu dengan cara bergelayut dan berayun dari cabang ke cabang lain atau ke pohon yang lainnya. Sehingga demikian, keberadaan pohon-pohon menjadi syarat penting kehidupan Owa di habitatnya,”jelas Teguh Muslim, peneliti Satwa di Balitek Samboja.

Informasi awal tentang keberadaan Owa Kelawat diperoleh dari salah seorang pemukim. Menindak lanjuti laporan tersebut, pada periode Februari-Maret 2016, Kepala Balitek KSDA menugaskan beberapa peneliti dan teknisinya untuk melakukan peneltian singkat di lokasi tersebut.

Langkah cepat tersebut memberikan hasil teridentifikasinya 5 individu Owa Kelawat di habitat yang dilaporkan.  Lima ekor ini terdiri dari 2 pasang dewasa dan 1 individu remaja.  Mereka bertahan hidup di kluster bertegakan dengan luas 3,6 ha dan dikelilingi oleh jalan dan pemukiman, pada titik koordinat S. 00028’52,6’’ dan E 117011’25,6’’.

Tutupan lahan berupa hutan sekunder dan bekas ladang dengan keberadaan beberapa pohon sebagai sumber pakan dan sarang.  Jenis-jenis pohon pakan yang tersedia di antaranya cempedak (Artocarpus integer) 12 pohon berbuah, Rambutan (Nephellium lappacium) sebanyak 4 pohon berbuah dan Rambai (Baccaurea motleyana). Pakan alternatif lainnya yang tersedia di habitat amatan adalah dari jenis Belimbing (Baccarea sp), Kenidal (Bridelia sp.), Ficus dan Aren (Arenga pinnata).  Sementara itu, pohon yang digunakan sebagai sarang adalah dari jenis Karet (Hevea brasiliensis), Sukun (Artocarpus sp.) dan Laban (Vitex sp). 

“Berdasar amatan kami, potensi pohon yang tersedia cukup mendukung kebutuhan pakan 5 Owa di habitat tersebut.  Kesehatan Owa yang diamati juga cukup baik, ditandai dengan pergerakannya yang sangat gesit saat berpindah. Yang menjadi kekuatiran kami adalah keberlangsungan hidupnya di waktu depan,”jelas Teguh Muslim.

“Habitatnya sempit dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat mudah diakses. Kondisi ini menimbulkan kekuatiran kita dari ancaman perburuan. Namun, kekuatiran utama kita adalah jika nantinya habitat ini tersentuh pembangunan baru.  Jika waktu itu tiba, dapat dipastikan Owa-owa tersebut akan mati,”tutur Warsidi, seorang teknisi di Balitek KSDA.

Habitat satwa di kota Samarinda mengalami penyusutan dari waktu ke waktu. Termasuk habitat bagi Owa Kelawat, satwa yang memiliki karakter unik dengan suaranya yang khas bernada panjang dan berirama.  Saat sekarang, hanya tersedia sangat sedikit ruang bertegakan pohon yang dapat menjadi tempat Owa Kelawat untuk bertahan hidup. Salah satunya seperti yang ditemukan di sekitar perumahan SKM Borneo, Kelurahan Mugirejo Jln. Damanhuri, Samarinda.

Rekomendasi yang dihasilkan dari kasus ini adalah perlunya translokasi Owa Kelewat untuk penyelamatan ke habitat baru yang lebih menjamin keberlangsungan hidup Owa Kelawat ini. Tentunya Balitek KSDA bersiap bila nanti Balai KSDA meminta bantuan. Pengalaman dan penguasaan para peneliti dalam teknik translokasi siap dioptimalkan.

Pelajaran penting dari kasus Owa ini adalah sebuah hipotesa baru bahwa kemungkinan adanya potensi satwa-satwa langka lainnya yang terjebak diperkotaan, baik itu di Samarinda, Balikpapan, Jayapura, Palembang atau bahkan kota besar lainnya, yang tentunya juga perlu untuk diselamatkan.  Satu hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut oleh para peneliti kita,”tutup Gadang.***Flitch

Share Button