Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan sistem self assesment berbasis online untuk mencatat hasil produksi kehutanan. Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PHH) akan efektif mulai 1 Januari 2016.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, metode ini sangat bagus karena memudahkan lacak balak kayu. “Begitu ada kayu mau ditebang diberi label, dikasih barcode, jadi ketahuan koordinat dimana. Kemudian masuk sistem, langsung terlaporkan ke unit-unit berkepentingan. Baik KLHK, Kementerian Keuangan, Dinas Kehutanan juga perusahaan,” katanya dalam peluncuran sistem ini di Jakarta, Selasa (15/12/15).
Dia mengatakan, bersama kayu hanya perlu satu dokumen, termasuk ke polisi. “Jadi polisi di jalanan gak perlu periksa-periksa lagi. Langsung ke lokasi.”
Pengusaha kehutanan baik HTI maupun HPH wajib melaporkan data produksi mandiri melalui jaringan internet. Perusahaan, katanya, harus memasukkan data jenis, diameter dan koordinat GPS pohon yang akan ditebang. Juga besaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) harus dibayarkan pengusaha kehutanan seperti dana reboisasi, provisi sumber daya hutan (PSDH). Pembayaran PNBP itu akan terintegrasi dengan sistem informasi penerimaan negara bukan pajak online (Simponi) dari Kemenkeu.
Namun, katanya, sistem ini masih terus disempurnakan. “Habis ditebang, bagaimana program selanjutnya? Ini juga mengontrol sistem rotasi tebang dan tanam di perusahaan. Kita akan kembangkan lagi.” Sistem ini, katanya, baik untuk meningkatkan transparansi.
Siti berharap, pelaku usaha menggunakan sistem dengan baik. Ia tonggak perubahan sangat penting.
“Banyak hal yang harus dikerjakan bersama dengan asosiasi pengusaha. Saya merasakan kita mengalami masa sulit. Harus kita selesaikan dengan sistem dan kebijakan yang tepat.”
Ida Bagus Putera Prathama, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK mengatakan, sistem ini dperlukan guna penataan usaha kehutanan yang selama ini masih banyak kelemahan.
“Masih membuat celah simpul biaya tinggi. Itu jadi sorotan banyak pihak dan merugikan negara sampai triliunan. Dengan sistem ini diharapkan
pengelolaan hutan bisa berjalan tepat dan benar. Ada inventarisasi potensi secara benar,” katanya.
Untuk menerapkan sistem ini, KLHK telah melatih 982 operator. Jumlah itu akan bertambah dengan dukungan pemda maupun asosiasi.
“Memang ada keberatan dari pelaku usaha khusus dalam waktu singkat sumber daya manusia belum siap. Diharapkan ini tak jadi hambatan penerapan tahun depan. Ini demi kehendak tinggi KLHK berubah secara fundamental.”
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Irsyal Yasman mengapresiasi peluncuran sistem ini. Dengan begitu akan memangkas biaya tinggi.
“Semua real time, jadi kita dengan pemerintah mesti sama. Harus menyakinkan pihak lain juga. Tak cukup KLHK juga pemerintah daerah, supaya sistem diketahui bersama. Nanti tidak ada interpretasi berbeda di lapangan. Sosilisasi ke daerah-daerah harus dilakukan.”
Selama ini, katanya, kesulitan pengusaha kehutanan banyak pungutan. “Kalau tidak online, dengan berita acara itu kita harus diperiksa. Pemeriksaan-pemeriksaan biasa selalu ada biaya.”
Meski begitu, katanya, bukan berarti pengusaha bisa memasukkan data asal-asalan. Jika ada kesalahan memasukkan data, akan diketahui dalam pos audit pemerintah. Jadi, tak bisa semena-mena. Perusahaan yang melanggar, bisa kena sanksi sampai pencabutan izin.
“Jadi sekarang semua pihak menjadi hati-hati. Bertanggungjawab. Tak mungkin kita mengarang data.Orang takut berbuat kesalahan. Sistem baik ini harus didukung semua pihak,” katanya.
Terintegrasi SVLK
Sistem ini, kata Siti, akan tersambung dengan sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK) termasuk bagaimana ekspor di Bea Cukai. Meski begitu, bukan berarti sistemself assesment online ini membuat SVLK hilir tak perlu lagi. SVLK hilir tetap perlu.