Rachmat Witoelar: Indonesia Punya Posisi Penting dalam Isu Perubahan Iklim

Indonesia tak takut untuk menyuarakan isu perubahan iklim dalam konferensi perubahan iklim (COP21) yang digelar di Paris, Perancis, akhir bulan ini. Hal itu, karena Indonesia adalah negara yang memiliki kepentingan besar dalam isu tersebut.

Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, kepada Mongabay, mengatakan, posisi Indonesia tak akan berubah sekalipun dalam beberapa bulan terakhir ini terjadi kebakaran hutan yang mengakibatkan munculnya bencana asap di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua.

“Kita tidak akan berubah apapun kondisinya, kita tetap akan berjuang untuk menyuarakan isu perubahan iklim ini. Karena memang dampaknya sudah terasa di Indonesia,” ucap Rachmat di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (26/11/2015).

Rachmat mengatakan, persoalan perubahan iklim tak hanya menjadi milik negara yang sudah maju saja, tapi juga negara berkembang seperti Indonesia. Dengan demikian, segala yang terjadi di Indonesia dan berkaitan dengan perubahan iklim, maka wajib untuk dibagikan informasinya kepada dunia.

“Kita tidak akan mundur. Ini adalah kesempatan kita untuk bisa berbicara banyak kepada dunia tentang dampak perubahan iklim yang dirasakan Indonesia,” tutur dia.

“Ada 180 negara diluar sana yang akan terkena dampak dari perubahan iklim ini. Sudah saatnya ini kita atasi bersama,” tambah dia.

Adaptasi Perubahan Iklim

Di antara langkah yang harus bisa segera ditempuh, menurut Rachmat, adalah dengan melakukan adaptasi. Langkah tersebut, bisa ditempuh dengan menggandeng semua pihak yang ada di negeri ini.

“Tetapi itu juga perlu proses yang tidak sebentar. Sementara, Indonesia juga hingga sekarang masih belum melaksanakan proses adaptasi menghadapi perubahan iklim yang terjadi. Padahal, dampak dari perubahan iklim sudah mulai terlihat di sini,” jelas dia.

Selain adaptasi, menurut Rachmat, Indonesia juga harus mulai memetakan langkah mitigasi untuk perubahan iklim. Langkah seperti itu, harus bisa dipahami oleh semua pihak, termasuk oleh negara maju yang saat ini ada.

“Indonesia juga harus terlibat kaeena memang ada kerusakan alam di sini. Kita harus bisa untuk bertahan di tengah perubahan iklim ini. Itu haru menjadi perhatian semua pihak,” tandas dia.

Kampanye Anak Muda

Meski isu perubahan iklim saat ini serius ditangani oleh Pemerintah Indonesia, namun perhatian tidak hanya datang kaum dewasa saja. Nyatanya, para remaja dan anak muda juga memiliki perhatian yang sama terhadap isu tersebut.

Adalah Youth Climate Camp Indonesia yang menginisiasi para anak muda di sejumlah daerah untuk memahami isu perubahan iklim yang sedang muncul saat ini. Dengan inisiasi tersebut, diharapkan juga isu perubahan iklim bisa lebih cepat diterima dan sampai ke kalangan termuda dari segi usia.

“Perubahan iklim ini sudah berdampak buruk dan akan terus berdampak buruk bagi Indonesia dan anak muda pada khususnya. Ini tidak boleh dibiarkan karena nasib anak muda saat ini sangat bergantung pada kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia,” ungkap Lenny N Rosalin, Ketua Youth Climate Change Camp.

Saat ini, ujar dia, ada 87,4 juta jiwa di Indonesia yang statusnya adalah anak muda berusia di bawah 18 tahun. Data tersebut adalah data resmi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Masuknya anak sebagai agen perubahan dalam isu perubahan iklim, menjadi penting karena anak masuk dalam kelompok rentan bersama perempuan dan lanjut usia (lansia).

Di antara anak muda yang ikut menyuarakan isu perubahan iklim, adalah enam anak muda dari berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya, adalah Anti, remaja puteri dari Kabupaten Yapkefa, Nusa Tenggara Timur. Dia bertutur, permasalahan perubahan iklim sudah sangat mengganggu kehidupannya di daerahnya tersebut.

“Di daerah kami itu ada kebiasaan melakukan tebas bakar. Biasanya, dalam periode waktu tertentu, akan ada penebangan pohon secara masif. Jadi, pohon atau tanaman yang sudah tumbuh rimbun akan dipangkas habis,” ungkap dia.

Menurut Anti, kebiasaan tersebut sangat berdampak buruk karena merusak lingkungan dan itu mengakibatkan suhu udara di sebagian besar di NTT terasa panas menyengat. Tidak hanya itu, akibat kebiasaan tersebut, kekeringan berlangsung sangat lama.

Anti berharap, Rachmat Witoelar akan membawa isu tersebut ke Paris dan membeberkannya kepada Presiden Joko Widodo.

Permintaan tersebut langsung ditanggapi positif oleh Rachmat yang langsung menyatakan kesanggupannya untuk menyampaikan masukan dan pernyataan anak-anak muda yang peduli pada isu perubahan iklim.

“Anak muda itu adalah aset bangsa. Mereka memegang peranan penting untuk mengubah Negara Indonesia. Jadi, tidak ada alasan bagi kami untuk mengabaikan segala bentuk aspirasi dari anak muda,” pungkas dia.

Untuk diketahui, Conference of Parties (COP) ke-21 yang akan dilaksanakan di Paris, Perancis, 30 November – 12 Desember 2015 mendatang, merupakan momen dimana sebuah kesepakatan baru akan diluncurkan. Kesepakatan baru ini diharapkan dapat merangkul 196 negara yang tergabung dalam United Nations Framework on Climate Change Convention (UNFCCC) untuk bersama-sama berbagi upaya (sharing the effort) dalam berkontribusi pada pencapaian tujuan tertinggi konvensi, yaitu untuk mencegah kenaikan temperatur rata-rata dunia di atas 2 C. Perjanjian yang mengandung prinsipApplicable to All Parties ini diharapkan dapat diimplementasikan di tahun 2020 oleh seluruh pihak terkait.

Berbeda pada saat UNFCCC ditetapkan 1992, peta negara-negara di tahun 2015 ini banyak yang berubah. Tiongkok, India, Brasil, Afrika Selatan, dan Indonesia, dinilai sebagai negara-negara dengan ekonomi berkembang (emerging economy) dengan kemampuan ekonomi berbeda ketimbang negara yang berkembang lainnya. Negara-negara ini pun mengalami pertumbuhan emisi gas rumah kaca yang cukup pesat dalam 2 dekade terakhir dan menjadi emiter besar menyaingi sejumlah negara maju.

Sumber berita

Share Button

Jokowi Tegaskan Badan Restorasi Gambut Segera Terbentuk

Presiden Joko Widodo menanam pohon di Tahura Sultan Adam Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Kamis (26/11/15). Tahura terluas se-Indonesia nyaris ludes oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lalu. Dari 116.000 hektar, terbakar 105 hektar. Dari sana, Jokowi menekankan, pentingnya upaya rehabilitasi dan restorasi pasca kebakaran. Untuk lahan gambut, badan khusus yang akan menangani restorasi gambut segera terealisasi.

“Mudah-mudahan minggu ini rampung. Kita memang harus sangat serius menangani ini,” katanya sesaat sebelum penanaman pohon.

Mengenai sosok yang akan duduk di badan itu, katanya, bisa dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau dari manapun. “Kita pilih yang punya rasa naluri mengkonservasi dan merehabilitasi, memelihara dan merawat. Karena sebetulnya itu yang penting.”

Dia menyebutkan, dana bantuan dari berbagai negara untuk merestorasi gambut dan hutan banyak.

“Kalau pengerjaan tidak terorganisir dengan baik, ini yang lagi diproses. Bantuan banyak sekali, seperti Amerika 2,8 juta dolar. Norwegia gede banget. Hampir satu miliar dolar. Lain-lain banyak.”

Jokowi kembali menekankan soal pentingnya upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan terintegrasi dan melibatkan semua pihak. Pencegahan, harus sebelum masuk kemarau. Juga sosialisasi oleh pemda kepada masyarakat agar tak membakar dalam membuka lahan. Patroli rutin juga penting.

“Saya ingin mengingatkan kita semua baik provinsi, kabupaten, kota, pemda, kodam, polda, jajaran atas sampai koramil dan semua. Tahun depan harus betul-betul siap pencegahan. Bukan setelah kehadian baru pontang-panting,”katanya.

Soal pencegahan, dia fokus pada penanganan lahan gambut karena kalau sudah terbakar, meskipun ratusan pesawat water bombing tak akan menyelesaikan masalah. Hutan di lahan mineral, ketika kebakaran mudah dipadamkan dengan water bombing.

“Saya melihat sendiri ke lapangan. Pencegahan harus berkelanjutan dan melibatkan semua komponen. Pembuatan kanal bersekat harus dilanjutkan. Meskipun sekarang musim hujan. Jangan sampai setelah api padam, kita lupa.”

Pengurangan emisi

Jokowi juga menyinggung emisi karbon dari karhutla. Indonesia, katanya, memiliki sumber daya hutan melimpah, luas hutan terbesar nomor tiga dunia. Ironisnya, Indonesia menjadi penyumbang emisi nomor enam terbesar dunia. “Apalagi tahun ini dengan karhutla, kita mungkin menjadi penyumbang emisi terbesar dunia,” kata Presiden.

Peningkatan emisi karbon terutama dari lahan gambut terbakar berakibat pada penurunan kualitas udara dan air. Degradasi dan deforestasi lahan di Indonesia makin tinggi. “Ini mengganggu ekosistem.”

Kondisi ini, katanya, bukan prestasi tetapi peringatan bagi pemerintah Indonesia. Kebakaran di Sumatera dan Kalimantan, yang berulang belasan tahun ini, kata Jokowi, harus jadi pelajaran penting. Pemerintah, katanya, berkomitmen mengantisipasi karhutla agar tak terjadi tahun mendatang.

“Kita juga berkomitmen terus mengurangi emisi karbon 29% pada 2030. Tetapi kita juga meminta negara-negara maju dan berkembang juga ikut memiliki komitmen sama.”

Jangan asal tanam

Penanaman pohon oleh Presiden ini sebagai peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia, Hari Cinta Puspa dan Satwa, serta Bulan Menanam Nasional. Sekitar 2.000 pohon ditanam. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menanam 8.000 pohon sejak 20 bulan ini dilakukan mahasiswa Lambung Mangkurat dan pemerintah daerah.

Pohon yang ditanam seperti tengkawang, kasturi, ulin, angsana, trembesi, jabon, durian, gaharu dan meranti. Jokowi menanam gaharu. Penanaman juga melibatkan pelajar, masyarakat lokal, pejabat KLHK dan lain-lain.

“Kita memberikan contoh penanaman pada taman hutan rakyat terluas di Indonesia. Ini harus direhabilitasi, diawali menanam 10.000 pohon. Kita tak usah menggunakan angka jutaan atau miliaran, 10.000 atau 2.000 tapi ditanam betul, dipelihara dan tumbuh. Itu sudah sangat bagus,” katanya.

Penanaman pohon, katanya, sebaiknya fokus di beberapa titik. Tidak seluruh daerah, tetapi tak jelas mana yang tumbuh.

“Tak kelihatan. Saya gak mau mendapat laporan pohon ditanam miliaran. Cara menghitung, bagaimana tiga miliar pohon? Kalau menghitung harus jelas. Jangan hanya omongan bombastis.”

Menurut dia, penanaman 10.000 pohon lebih realistis dan bagus asal 99% tumbuh dan dirawat.

“Tadi saya sampaikan ke Pangdam, ini sudah masuk musim hujan. Nanti kaalu dua atau tiga hari tak hujan, pohon harus disiram. Yang benar begitu. Kalau tidak, yapercuma. Kalau sudah hidup, jangan sampai kebakaran lagi. Jangan diberi hal-hal yang tak masuk logika. Nanti saya ditertawai,” katanya.

Dia mengajak semua pihak baik masyarakat sipil, pemuka agama dan lain-lain bersama-sama bergotong royong membangun kembali hutan Indonesia. “Itu kewajiban kita memperbaiki dan membangun kembali hutan, menciptakan lingkungan hidup berkualitas dan melestarikan satwa.”

Kesempatan sama, Menteri Ligkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, inti kegiatan ini untuk menunjukkan semangat merehabilitasi lahan setelah karhutla.

Tahura, katanya, ada di kabupten tetapi pemerintah pusat bantu memfasilitasi. “Pola penanaman kolaboratif ini kita siapkan untuk penanganan pasca kebakaran.”

Siti mengatakan, langkah-langkah antisipasi kebakaran tahun depan harus disiapkan. “Februari tahun depan sudah mulai panas lagi. Titik api mulai muncul lagi. Kita tak bisa menunggu.” Pemantauan, katanya, terus dilakukan. Kawasan selatan dan barat Kalimantan, garis ekuator masih rawan.

Penghargaan bagi penanam pohon

KLHK juga memberikan penghargaan bagi pemda pemenang lomba penanaman pohon 2014. Tahun ini penghargaan kepada Gubernur Sulawesi Selatan, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Aceh. Untuk kota diraih, Walikota Kotamobagu, Walikota Tanjung Pinang, dan Walikota Surabaya. Bupati Hulu Sungai Selatan, Bupati Deli Serdang, dan Bupati Lebak menjadi pemenang tingkat kabupaten.

Penghargaan juga diberikan kepada pelaku usaha, perguruan tinggi, sekolah, koperasi dan masyarakat yang berperan aktif dalam kegiatan tanam dan pelihara pohon. Ini ditandai dengan penyematan Tanda Kehormatan Satya Lencana Pembangunan.

KLHK juga memberikan bibit tanaman siap dibagikan kepada masyarakat 5.000 batang dan penyerahan simbolis bantuan bibit 100.000 batang kepada pondok pesantren Bahrul Ulum, Jombang, Jawa Timur.

Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Hilman Nugroho mengatakan, lahan kritis di Indonesia 24,3 juta hektar. Jika rehabilitasi mengandalkan pemerintah, alokasi APBN hanya sanggup merehabilitasi 200.000 hektar per tahun. Jadi, perlu waktu 48 tahun memulihkan lahan kritis menjadi produktif. Jadi, KLHK menggandeng banyak pihak mempercepat pemulihan lahan kritis ini.

Dalam RPJMN 2015-2019, KLHK mentargetkan rehabilitasi hutan dan lahan 5,5 juta hektar.

Sumber berita

Share Button