Kanal Bersekat Terus Dibuat di Lahan Gambut

Presiden Joko Widodo menegaskan dirinya terus memantau proses pemadaman kebakaran lahan dan hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Jokowi menyebut, proses pemadaman dilakukan melalui darat, udara, dan pembuatan kanal bersekat untuk perendaman lahan gambut.

“Saya senang pembuatan kanal bersekat untuk rewetting (perendaman) lahan gambut terus dilakukan di Kalteng, Jambi dan Riau,” tulis Presiden Jokowi melaui akun twitternya @jokowi yang dikutip dari Setkab.go.id, Minggu (4/10/2015).

Dari situs Setkab.go.id disebutkan juga bahwa Jokowi berbicara mengenai kebakaran hutan dan lahan melalui Facebook. Jokowi memastikan pemerintah tidak tinggal diam menyikapi masalah kebakaran hutan.

“Ayo semua ikut bergerak membantu memadamkan api, menghilangkan asap. Semoga usaha kita barhasil,” ujar Jokowi.

Pada pekan lalu, Jokowi bersama menteri terkait meninjau lokasi kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng). Dalam kesempatan itu, Jokowi mengatakan bahwa titik-titik api di lahan gambut sudah seperti bencana musiman.

Kebakaran hutan dan lahan selalu muncul setiap tahun. Penyebabnya adalah tata kelola lahan gambut yang buruk. Menurut Jokowi, langkah darurat penanggulangan kebakaran di lahan gambut harus cepat dilakukan.

“Saya memerintahkan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Pemda agar mewajibkan perusahaan membangun embung yang bisa dimanfaatkan untuk perendaman tanah gambut,” kata Jokowi.

Dengan ketersediaan air di sekitar lahan gambut, lanjut Jokowi, maka mesin pompa dapat langsung dioperasikan untuk memadamkan api. Jokowi juga menegaskan komitmennya untuk menindak tegas pembakar hutan yang telah menyengsarakan masyarakat.

Ia berharap mendapat dukungan dari pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Saat meninjau kebakaran hutan yang terjadi di Desa Henda Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah pekan lalu, Jokowi telah meminta pembuatan embung besar-besaran di lokasi kebakaran hutan yang terletak di area lahan gambut.

Anggaran pembuatan embung berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Jokowi juga memerintahkan TNI untuk terlibat dalam pembangunan kanal dengan alasan memiliki mobilisasi yang cepat.

Sumber : klik di sini

Share Button

Modus Klaim Asuransi dalam Kasus Kebakaran Hutan

Sektor perbankan secara tidak langsung turut berperan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan gambut. Pemerintah perlu menyusun regulasi investasi pada sektor perkebunan sehingga mencegah kasus “kebakaran yang disengaja”.

Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, Anton Wijaya, mengungkapkan bahwa modus pembakaran hutan secara sengaja oleh perusahaan pemilik konsesi bukan hanya land clearing.

“Modus pembakaran ini terkait cara untuk mendapatkan asuransi bila di kebun mereka ada lahan yang tidak produktif atau yang sudah ditanami tetapi proyeksi ke depannya secara hasil tidak bagus,” kata Anton.

Anton mengatakan, perbankan selama ini menilai investasi di sektor perkebunan cukup potensial. Bahkan, terdapat program khusus untuk investasi pada kepala sawit.

“60-70 persen bank yang berinvestasi itu bank asing, tapi tidak berarti tidak ada bank besar dalam negeri yang bermain. Total ada Rp 300 triliun untuk investasi palm oil,” ungkapnya.

Sementara itu, pihak perusahaan juga ingin membagi risiko pengembangan dengan sektor perbankan. Dengan sistem asuransi, perusahaan bisa mendapatkan klaim ketika usahanya gagal atau mengalami bencana alam.

Kemungkinan untuk mendapat klaim dimanfaatkan oleh perusahaan. Lahan sengaja dibakar untuk kemudian mendapatkan uang asuransi dan membuka lahan lain. “Ini banyak terjadi di Kalimantan Barat,” katanya.

Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, juga mengungkapkan bahwa praktik serupa terjadi di Sumatera Selatan dan turut menyumbang terjadinya kasus kebakaran hutan.

“Pernah ada kasus kepala desa dimintai tanda tangan pada berita acara untuk menunjukkan telah terjadi kebakaran. Katanya untuk laporan pada dinas kehutanan, tetapi ternyata untuk asuransi,” kata Hadi.

Anton mengungkapkan, aparat kepolisian yang menangani kasus kebakaran hutan seharusnya melihat modus-modus di baliknya, termasuk melihat otak pelaku di balik pembakaran, bukan hanya orang yang melakukannya.

Untuk menyudahi kebakaran hutan yang kini jadi langganan tahunan, pemerintah perlu meninjau aturan investasi pada bisnis kehutanan dan perkebunan.

“Sekarang BI harus kita dorong untuk punya kriteria investasi. Kita belum ada aturan yang jelas sekarang,” kata Anton dalam diskusi yang diadakan Walhi di Jakarta, Kamis (1/10/2015).

Pemberian kredit perlu melihat praktik bisnis penerimanya, apakah memperhatikan prinsip kelestarian, menghargai masyarakat lokal, dan hak asasi.

Sumber : klik di sini

Share Button

Dipermudah, Konversi Hutan Menjadi Hanya 15 Hari

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyiapkan kemudahan investasi di kawasan hutan. Izin pelepasan kawasan hutan produksi dipersingkat dari 2-4 tahun menjadi 12-15 hari. Kisaran waktu itu diragukan memberi waktu cukup bagi petugas untuk memverifikasi dan menyelesaikan benturan konflik lahan di lapangan.

Izin pelepasan kawasan hutan disederhanakan seperti izin pinjam pakai dengan mengubah Permenhut P.33/Menhut-II/2015 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi jo P.28/Menhut-II/2014. Kemudahan itu untuk membuat investasi jadi lebih menarik bagi dunia usaha.

Kemudahan izin pelepasan kawasan hutan itu bagian dari paket ekonomi II yang ditawarkan pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi. Dari empat belas izin kehutanan diringkas menjadi enam izin.

“Pada prinsipnya, percepatan penerbitan izin itu baik untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi. Tetapi, harus transparan dan mengedepankan asas kehati-hatian,” kata EG Togu Manurung, dosen kehutanan IPB, Rabu (30/9/2015) di Jakarta.

Kekhawatiran muncul karena proses pelepasan kawasan hutan membutuhkan verifikasi lapangan. Kerap kali kondisi geografis dan cuaca jadi kendala untuk cepat dan akurat mengecek ulang lokasi yang diajukan pengusaha. “Jangan karena mempermudah melakukan penghancuran dan membawa dampak negatif,” kata Togu Manurung, Ketua Perkumpulan Forest Watch Indonesia.

Ia juga mendorong agar kemudahan birokrasi diiringi transparansi yang memberi ruang akses masyarakat. Pemberian akses agar masyarakat calon terdampak aktivitas usaha dapat menyampaikan sikapnya.

Kepala Pusat Studi Lingkungan Universitas Negeri Papua di Manokwari Charlie D Heatubun mengatakan, waktu 12-15 hari hampir mustahil cukup untuk memverifikasi di belantara Papua. “Belum lagi kalau ternyata hasil verifikasi ada masalah tenurial atau hak ulayat yang harus diselesaikan,” katanya.

Charlie, yang juga dosen pada fakultas kehutanan, mengatakan, pengajuan izin pelepasan kawasan hutan butuh rekomendasi gubernur/kepala daerah. Namun, bukan berarti pengajuan dari daerah sudah beres.

“Kementerian harus verifikasi dan mengecek juga. Kadang daerah hanya mempertimbangkan kepentingan ekonomi serta melupakan aspek lingkungan dan sosial. Masalah hajat hidup orang banyak jadi taruhan,” katanya.

Kajian perlu waktu

Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia Nyoman Iswarayoga mengatakan, berbagai izin kehutanan perlu waktu karena memperhitungkan kajian ilmiah dan sosial. Hutan bukan ruang kosong, melainkan terkait dengan masyarakat adat/komunitas lokal ataupun lanskap.

“Dengan 12-14 hari, apa memberi waktu cukup untuk teliti dan cermat sebelum memutuskan suatu kawasan hutan dilepaskan menjadi kebun atau peruntukan lain?” katanya.

Lebih lanjut, masalah tenurial di kawasan hutan masih tinggi. Itu ditambah tumpang tindih penggunaan kawasan antara izin kehutanan, pinjam-pakai pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur-permukiman.

Nyoman mengingatkan, satu peta (one map) harus terealisasi sebelum mempercepat pengurusan izin. Jika buru-buru, izin yang dikeluarkan sangat berpotensi tidak clear and clean.

Saat menyampaikan kemudahan perizinan ini di Kantor Presiden, 29 September 2015, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengakui langkah kemudahan bagi investasi menuntut keaktifan birokrasi jajarannya dalam pengawasan ketat di lapangan. Kelalaian atau ketidakpatuhan atas syarat-syarat izin akan dikenai pencabutan izin.

Sumber : klik di sini

Share Button

Pendaftaran e-PUPNS Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Telah Dibuka

Pendaftaran e-PUPNS lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah dibuka pada hari ini, 1 Oktober 2015. Seluruh PNS/CPNS wajib melakukan pendaftaran dan mengisi formulir secara online dengan mengakses alamat situs pupns.bkn.go.id

Untuk membantu kelancaran pelaksanaan e-PUPNS, kami lampirkan petunjuk pendaftaran dan pengisian formulir, petunjuk bantuan permasalahan serta video tentang e-PUPNS. Semoga dapat bermanfaat dan membantu kelancaran pelaksanaan e-PUPNS.

Lampiran :

  1. Petunjuk registrasi dan pengisian formulir, silakan download disini
  2. Petunjuk bantuan permasalahan dalam melakukan registrasi dan pengisian formulir, silakan download disini
  3. Video e-PUPNS oleh KANREG2BKN TV, silakan buka disini
Share Button