TEGAS: Lahan Terbakar Diambil Negara

Pemerintah berupaya menunjukkan komitmen dalam menyikapi persoalan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Ini terlihat dari kebijakan  mengambil alih kembali area yang terbakar dengan luas di atas 20 hektar untuk direstorasi.

Ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) Siti Nurbaya dalam konferensi pers di Posko Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Kementerian LHK, kawasan Senayan, Jakarta, Jumat (18/9).

Menurut Siti, perintah Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas Karhutla sudah jelas, segera lakukan tindakan tegas, tidak boleh ragu-ragu menangani sanksi administrasi.

Instruksi inilah yang dijabarkannya bersama Kementerian Pertanian dan Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sehingga penerapan sanksi ini akan berlaku baik bagi area-aera konsensi, pelepasan kawasan serta perizinan yang diterbitkan BPN.

“Penekanannya yang terbakar diambil alih negara. Akan langsung diambil alih terlepas dari salah satu tidak salah,” kata Menteri Siti.

Kebijakan ini akan diberlakukan dalam kasus karhutla yang saat ini terjadi di Sumatera di Kalimantan sebagai proses sanksi administrasi. Selain pengambil alihan kembali area terbakar oleh negara, lahan-lahan tersebut juga akan dikeluarkan dari perizinan induknya, baik yang ada di Kementerian LHK, BPN maupun perizinan yang jadi kewenangan kepala daerah.

Dalam proses itu juga akan dilakukan klasifikasi sanksi untuk korporasi maupun badan hukum berupa pelanggaran ringan, moderat dan berat. Sejalan dengan itu dipertimbangkan untuk memblacklist jajaran direksi, komisaris hingga pemilik sahamnya. Juga mengevaluasi semua perizinan secara struktural dan penanganan bersama pejabat fungsional lintas kementerian.

Terkait kategori dan kriteria sanksi administrasi, Kementerian LHK juga telah menyiapkan skema bahwa sanksi ringan untuk lahan kebakaran dibawah 100 hektar diberi teguran tertulis, diberi waktu memenuhi kekurangan, rehabilitasi area eks kebakaran, eks area kebakaran diambil alih negara.

“Entitas yang lahannya kebakaran juga harus melakukan permintaan maaf kepada publik. Sanksi ringan ini secara selektif dapat ditingkatkan menjadi sanksi moderat kalau dalam kurun waktu diberikan tidak kelihatan punya niat,” tegas Siti.

Hal serupa juga berlaku bagi sanksi moderat (area terbakar di 100-500 hektar) dan sanksi berat (area terbakar diatas 500 hektar). “Untuk sanksi berat izin lingkungan dicabut, kita berikan kesempatan gubernur, bupati mencabut izin lingkungannya, kalau tidak menteri yang cabut. Sanksi berat juga masuk ranah pidana dan perdata,” imbuhnya.

Dalam penjelasannya, Menteri Siti juga memaparkan kondisi terkini Karhutla dan penanganannya di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan analisis wilayah, luas area terbakar menurut laporan posko UPT dan analisis citra satelit (ada perbedaan).

Laporan posko UPT mendata 5.492,82 ha lahan terbakar di Sumatera dan 2.519,42 di Kalimantan. Total Sumatera-Kalimantan 8.00324 ha.

Sementara hasil citra satelit terdapat sebaran kebakaran yang lebih luas, yakni 52.985 hektar si Sumatera dan 138.008 di Kalimantan. Total Sumatera-Kalimantan versi citra satelit 191.993 hektar.

Secara global juga disampaikan data luasan area kebakaran di masing-masing provinsi, di Sumatera Utara 1.836 ha dengan jumlah entitas konsesi 3, Riau seluas 43.190 dengan jumlah entitas 32, Sumsel 68.948 dengan 27 entitas serta data-data kebakaran di Kalimantan. Secara keseluruhan total area yang terbakar berdasarkan klasifikasinya adalah area pemanfaatan 90 entitas, pelepasan kawasan 49 entitas dan bidang tanah/BPN 147 entitas.

“Jadi, PR dari kementerian ini untuk meneliti sampai kepada sanksi administrasi ada 139 plus 147 entitas. Ini harus diperiksa semua oleh PPLH (Pejabat pengawas Lingkungan Hidup dibantu Polhut dan tim,” jelas mantan Sekjen DPD RI itu.

Dari data yang ada, saat ini Kementerian LHK sedang menyelidiki puluhan entitas konsesi di Riau yang terindikasi terlibat pembakaran lahan diluar PT LIH yang sudah ada tersangkanya di Bareskrim Polri. Yakni PT SPM, PT SPA, PT SRL (IV), PT HSL, PT SRL, PT AA, PT RRL, PT SSL, PT RPT, PT RUJ, PT DRT, PT RAP, PT MMJ, PT SS, PT SDA, PT P (SG), PT SG, PT EI, Kop, PT PU, PT GMS, PT PSA, PT SG, PT AIP, PT P (AB).

“Ini entitas konsesi yang diindikasikan melakukan pembakaran, jadi target pemeriksaan,” tegas Menteri Siti Nurbaya di kantornya.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Budi Gunadi yang hadir dalam kesempatan itu juga menegaskan komitmen untuk bersama-sama Kementerian LHK, BPN melakukan penegakan hukum terhadap perusahaan perkebunan yang areanya ditemukan kebakaran.

“Terkait upaya yang dilakukan sejalan dengan Kementerian LHK, kami juga melakukan beberapa hal, dalam penegakan hukum kami memiliki berbagai regulasi aturan yang bisa memberikan sanksi sangat berat,” tegas Budi.

Kementerian Pertanian, tambahnya, akan bekerjasama dengan Kementerian LHK dalam menerapkan sanksi administrasi. Saat ini pihaknya juga melakukan berhasil diidentifikasi dalam karhutla di lahan perkebunan. “Tentu pada waktunya kalau sudah jelas akan kami sampaikan,” ujarnya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Miris, Beruang Madu yang Dilindungi Undang-undang Jadi Korban Pembantaian

Di hari raya kurban, hewan dilindungi menjadi korban kekejaman. Di media sosial, pemilik akun Facebook Ronal Chrostopher Ronal memamerkan beruang madu hasil buruan.

“Tngkapan hri ini,” demikian posting Ronal bersamaan dengan mengunggah foto beruang madu hasil buruannya. Lewat foto, Ronal memamerkan beruang madu itu tengah dibedah bagian perutnya.

Beruang madu adalah hewan yang dilindungi menurut PP No 7 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990. Aksi perburuan dan pembunuhan beruang madu jelas bertentangan dengan aturan tersebut.

Menurut UU  No 5 tahun 1990, barang siapa yang sengaja menangkap, melukai, dan membunuh hewan yang dilindungi UU terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100.000.000.

Beruang madu biasa diburu untuk dimanfaatkan empedunya. Dipercaya, empedu hewan itu bisa menyembuhkan ragam penyakit walau tak terbukti secara ilmiah.

Posting Ronal telah dibagikan oleh lebih dari 500 orang. Orang mengutuk aksi pembunuhan itu, mengajak lebih banyak orang membagikan sehingga viral, dan menuntut pemerintah menindak pelaku.

Berdasarkan keterangan pada akun Facebook, Ronal adalah pegawai di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Tenggarong, Kalimantan Timur.

Sumber : klik di sini

Share Button

“Kloning” Populasi Badak Jawa Perlu Jadi Prioritas

Meski baru saja bertambah dengan kelahiran tiga bayi baru, populasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) secara umum masih stagnan. Wildlife Specialist WWF Indonesia, Sunarto, mengatakan, perlu strategi agar populasi salah satu jenis mamalia paling langka di dunia itu dapat bertambah sekaligus menyebar.

Ditemui di sela diskusi “Fotografi Alam Liar” untuk memperingati Hari Badak Internasional pada Selasa (22/9/2015) di Jakarta, Sunarto mengatakan, “Sudah saatnya kita perlu ‘kloning’ populasi lain.”

Sunarto mengatakan, populasi badak jawa yang tersisa saat ini hanya di Taman Nasional Ujung Kulon. Populasi sebelumnya 57 ekor, ditambah kelahiran 3 bayi baru menjadi 60 ekor. Populasi dapat diupayakan untuk terus bertambah. Namun, permasalahan yang dihadapi adalah ketersediaan habitat.

“Kloning” populasi atau upaya mengembangkan populasi badak Jawa di habitat lain menjadi hal penting. Badak jawa akan lebih terancam apabila populasinya hanya terdapat di satu wilayah.

“Saat ini, proses survei habitat sedang dilakukan untuk melihat kesesuaian biofisik,” kata Sunarto. Beberapa pertimbangan dalam penentuan habitat baru adalah ketersediaan pakan, kubangan untuk proses reproduksi, biaya pemindahan badak, dan risiko ketika pemindahan.

Sejumlah lokasi alternatif telah ditentukan, dan masih berada di sekitar Taman Nasional Ujung Kulon. “Penyediaan habitat kedua dan proteksi habitat sekarang adalah prioritas dalam konservasi badak jawa,” ungkapnya.

Kamera jebak

Data dari kamera jebak menjadi hal penting dalam pembuatan keputusan jika memang “kloning” populasi dilakukan. Misalnya, hal itu bisa digunakan untuk mengetahui bahwa individu yang dipindahkan memang fertil.

Untuk itu, kamera jebak harus ditambah dan dioptimalkan. Saat ini, terdapat 120 kamera jebak di Taman Nasional Ujung Kulon. Selain untuk memotret, perangkat tersebut sudah dioptimalkan untuk mengembangkan peta persebaran badak jawa dan wilayah-wilayah yang rentan.

Dengan luasnya habitat badak, jumlah kamera jebak dan kapasitasnya masih kurang. Pengambilan data, misalnya, masih harus dilakukan secara manual.

Fungsi kamera jebak juga bisa dikembangkan. Pengiriman data, misalnya, bisa dikembangkan dengan sistem nirkabel. Sementara itu, kemampuannya bisa ditambah sampai mengidentifikasi jenis, dan emosi satwa yang selama ini masih berbasis hormon. Kamera jebak bisa menjadi mesin yang terus belajar.

“Kalau dikembangkan, kita akan tahu lebih detail tentang satwanya. Misalnya, ada yang hilang, sakit, atau mati, itu bisa dideteksi lebih cepat,” kata Sunarto.

sumber : klik di sini

Share Button