Bidik 28 Negara di Uni Eropa, Pemerintah Genjot Ekspor Produk Kayu Ber-SVLK

Ekspor kayu bersertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK terus meningkat dan diminati pasar dunia. Pemerintah bidik ekspor produk kayu ber-SVLK di 28 negara kawasan Uni Eropa.

Komoditas ekspor Indonesia, terutama berbahan baku kayu semakin diminati pasar internasional. Direktur kerjasama intra kawasan Amerika dan Eropa, Dirjen Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Dewi Gustina Tobing, ketika menghadiri acara seminar tentang SVLK di Balai Kota Solo, Kamis siang (27/8), mengatakan kerjasama Indonesia dengan berbagai negara di dunia melalui perdagangan produk kayu bersertifikasi SVLK terus meningkat setiap tahunnya.

Menurut Dewi, kredibilitas SVLK Indonesia di pasar dunia perlu terus dikembangkan. Saat ini, tambah Dewi, Indonesia fokus membidik ekspor kayu di 28 negara kawasan Uni Eropa yang sudah mengakui SVLK Indonesia.

“Kebijakan sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK ini ternyata menjadi unggulan Indonesia untuk memasuki pasar Uni Eropa. Kita berharap Uni Eropa dapat memberikan lisensi karena SVLK yang kita terapkan bisa memberikan pelacakan asal muasal produk kayu kita. SVLK bisa kita lihat apakah produk kayu yang diekspor ini hasil illegal logging atau bukan,” ujar Dewi Agustina Tobing.

“Produk ekspor yang sudah diberi lisensi Uni Eropa, maka akan mempunyai akses pasar di Uni Eropa tanpa melakukan pemeriksaan dokumen, dan sebagainya. Lisensi dari Uni Eropa membuktikan produk ekspor kita sudah diakui mereka, diharapkan pada akhir tahun ini lisensi dari Uni Eropa bisa kita terapkan sehingga akses pasar produk ekspor Indonesia berupa furniture dan kayu olahan lainnya yang masuk ke Uni Eropa mendapat lampu hijau,” lanjutnya,

Sementara itu, staf ahli dari kementerian LH dan Kehutanan, Agus Justianto, dalam kesempatan yang sama juga mengungkapkan pemerintah akan mengevaluasi SVLK terutama keluhan mahalnya biaya mendapatkan sertifikasi SVLK bagi industri produk kayu.

“SVLK itu inisiatif dan komitmen pemerintah, tidak ada intervensi, dorongan, atau campur tangan dari negara lain. Sistem ini untuk menjamin legalitas kayu produk Indonesia yang dipasarkan di dalam negeri maupun luar negeri. SVLK ini sangat menguntungkan karena dapat mereduksi atau mengurangi illegal logging, illegal trading, dan juga membangun budaya penggunaan produk kayu lokal, serta meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia,” lanjuta Agus Justianto.

Data Kementerian Luar Negeri maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan ekspor produk kayu Indonesia tahun 2015 ini untuk Uni Eropa 609 juta dollar AS, Asia 4,47 Milyar dolar AS, Oceania 687 juta doll=ar AS, Afrika 202 juta dollar AS, dan Amerika Selatan 42 juta dollar AS.

Sedangkan daerah pemasok produk kayu furniture antara lain sentra industri mebel Jepara, Cirebon, Bali dan Yogyakarta. Pemerintah menggandeng pemda melakukan penandatanganan dan deklarasi bersama Percepatan SVLK tahun 2015 ini antara lain Propinsi Jawa Timur, Jawa tengah, DIY, dan Bali.

Sumber : klik di sini

Share Button

SK.335/Menlhk-Setjen/2015

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : SK. 335/Menlhk-Setjen/2015
Tentang
Penetapan Status Organisasi Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
Selengkapnya dapat unduh ditautan berikut :

 

Sumber : dephut.go.id

Share Button

Alih Teknologi Mangrove untuk Masyarakat Asmat

Dalam rangka alih teknologi terkait mangrove di Kabupaten Asmat, 6 orang suku Asmat yang tinggal di sekitar mangrove belajar tentang dasar-dasar pengenalan dan teknik identifikasi jenis mangrove di Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA).

Kepala Balitek KSDA, Ahmad Gadang Pamungkas, S.Hut, M.Si. dalam sambutannya mengapresiasi  alih teknologi ini. “Mangrove yang tersebar di seluruh nusantara harus dilestarikan. Kekayaan alam ini hendaknya dimanfaatkan namun harus tetap terjaga kelestariannya. Saya persilahkan belajar sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat ini dan pertukaran informasi juga sangat saya harapkan,” kata Gadang.

“Kabupaten Asmat memiliki sumberdaya tumbuhan yang beraneka ragam yang berpotensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan. Salah satu ekosistem yang ada di Kab. Asmat adalah ekosistem mangrove yang sering pula diidentikkan dengan hutan bakau. Ekosistem ini telah lama menjadi tempat tinggal dan sebagai penopang kehidupan masyarakat sehari-hari. Selain jenis-jenis ekosistem mangrove, Kab. Asmat juga memiliki beberapa jenis Tanaman Unggulan Lokal (TUL) yang telah lama dikenal memiliki manfaat bagi masyarakat dan bernilai ekonomi,” terang Hassanudin, S.Hut dalam sambutannya mewakili Kepala Dinas Kabupaten Asmat.

Alih teknologi yang merupakan hasil kerjasama Balitek KSDA dan Dinas Kehutanan Kabupaten Asmat ini berlangsung selama dua hari tanggal 21 sampai 22 Agustus 2015 di Aula Balitek KSDA, Hutan Mangrove Margomulyo Balikpapan, dan Herbarium Wanariset Samboja.

Bertempat di aula Balitek KSDA, alih teknologi dimulai dengan penyampaian materi oleh peneliti Balitek KSDA, salah satunya Tri Atmoko, S.Hut, M.Si yang menjelaskan “Sekilas Tentang Herbarium Wanariset” dan “Ekologi Mangrove”

“Pengenalan jenis merupakan salah satu dasar dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, khususnya tumbuh-tumbuhan. Pengenalan jenis menjadi penting ketika suatu jenis memiliki manfaat dan kandungan yang unik atau spesifik dan tidak dapat ditemukan pada jenis lain. Dengan sistem taksonomi yang berkembang saat ini, pengenalan jenis melalui morfologi tumbuhan seperti bunga, buah dan kelengkapan tumbuhan lainnya menjadi semakin mudah,” kata Tri.

Materi dilanjutkan dengan Pengenalan Jenis-jenis Mangrove dan Tanaman Unggulan Lokal Kabupaten Asmat; dan Teknik Identifikasi Tumbuhan yang disampaikan oleh Arbainsyah, S.Pd, M.Sc, peneliti lainnya. Dengan informasi dan kondisi herbarium yang baik, proses identifikasi akan lebih mudah dilakukan dan lebih banyak informasi yang dapat didapat dari koleksi tersebut.

“Pemilihan material tumbuhan yang tepat akan memberikan informasi yang baik untuk spesimen herbarium yang dibuat,” jelas Insya.

Pada hari kedua, peserta alih teknologi dibagi dalam dua group untuk praktek pembuatan spesimen herbarium. Kegiatan hari kedua ini diikuti para peserta dengan antusias karena lokasi praktek lapangan merupakan lokasi wisata Hutan Mangrove Margomulyo yang terletak di Kelurahan Margomulyo, Balikpapan.

Setelah memasuki Hutan Mangrove Margomulyo para peserta diminta mengambil sampel pohon. “Cari pohon yang lengkap dengan bunga, buah dan daunnya,” kata Priyono, salah satu pendamping di lapangan.

Terlihat David salah satu peserta sibuk mencatat keterangan pohon sesuai teori yang telah didapat dari hari pertama. Peserta lain, Jimmi memasukkan sampel yang telah dipotong dari pohonnya dan Abeel mengambil dokumentasi dengan ponsel miliknya. Sambil praktek teman-teman dari Asmat ini mendapat suguhan istimewa dengan adanya dua kelompok bekantan di balik pepohonan mangrove di dekat mereka.

“Akhirnya kami bisa lihat bekantan di sini,” teriak David kegirangan. Menurut David, mereka sangat penasaran dengan monyet berhidung panjang endemik Kalimantan tersebut.

Siang harinya, peserta dan tim kembali ke Samboja untuk melanjutkan praktek pembuatan herbarium di Herbarium Wanariset Samboja. Peserta didampingi oleh Priyono (Drawerdan pengenal jenis), Mira Kumalaningsih, S.Hut (pengelola database) dan Iman Suharja (Pengelola Herbarium Wanariset) untuk proses pengeringan, pengeplakan, pemberian label dan penyimpanan data di database.

Di akhir acara, dilakukan pembagian sertifikat kepada setiap peserta oleh Ir. IGN Oka Suparta, Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana Penelitian Balitek KSDA, sekaligus menutup kegiatan alih teknologi ini. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan ilmu yang didapat selama pelatihan dapat dimanfaatkan oleh Dinas Kehutanan Asmat dan masyarakat Asmat, secara khusus yang tinggal di daerah mangrove agar dapat mengenal dan memanfaatkan potensi mangrove secara lestari.*** ADS.

Share Button

Antisipasi Kekeringan dengan Menabung Air

Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia mendorong pemerintah agar mengidentifikasi dan menginventarisasi ketersediaan air beserta sumber dayanya di musim kemarau yang diprediksi masih berlangsung hingga November 2016. Pencarian sumber air dan pemanfaatan teknologi tepat guna dan canggih perlu diterapkan.

Para ahli ini merespons bencana kekeringan dan ancaman kekeringan akibat El Nino yang diprediksi berlangsung hingga tiga bulan lagi. Sejumlah daerah melaporkan kesulitan mencari air bersih dalam tiga bulan terakhir.

“Banjir dan kekeringan tak dapat dipisahkan. Harus diingat, setelah kekeringan akan terima hujan lebat sehingga penyelesaian kekeringan itu sekaligus menyelesaikan banjir,” kata Agus Maryono, Ketua Kelompok Kerja Banjir dan Kekeringan, Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Selasa (18/8) di Jakarta.

Agus yang juga pengajar di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini mengatakan, kekeringan muncul karena masyarakat tak lagi terbiasa menabung dan memanen air hujan. Air hasil destilasi alam itu dibiarkan terbuang, bahkan menjadi banjir.

Ia memperkenalkan model penampungan air yang terinspirasi kearifan lokal masyarakat desa memanen air hujan. Ia menggunakan bahan pralon dan tangki air yang dilengkapi penyaring sehingga mudah diterapkan di rumah-rumah ataupun gedung.

Pihak IABI mendorong agar cadangan air permukaan, seperti revitalisasi serta pembuatan embung, situ, dan telaga, diperbanyak. Ini bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan.

Atap bangunan seluas 100 meter persegi bisa menampung air 3 meter kubik sekali hujan. Untuk rumah yang sempit seperti di Jakarta, keterbatasan penempatan tangki bisa diatasi dengan penampung air komunal.

Upaya lain adalah pembuatan sumur resapan dan biopori untuk menambah cadangan air tanah. Hal-hal ini, katanya, akan dikomunikasikan ke semua pemda. Diharapkan, berbagai upaya preventif ini dijadikan syarat penerbitan izin mendirikan bangunan.

Selain itu, IABI mendorong penemuan sumber air baru. Mata air dengan debit 1 liter per detik bisa dikonsumsi 1.000 jiwa.

Sekretaris Jenderal IABI Lilik Kurniawan mendorong agar potensi sumber air ini diinventarisasi. Tujuannya untuk mengetahui kemampuan menghadapi kekeringan. Di sebagian wilayah Indonesia, kekeringan tetap berlangsung tiga bulan ke depan.

Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT Tri Handoko Seto mengatakan, kekuatan El Nino sama dengan tahun 1997. Saat ini tak terdeteksi ada Indian Ocean Dipole-yang membawa banyak hujan.

“Ini melegakan, dampaknya bisa tak separah 1997. Namun, kondisi hutan dan daerah aliran sungai yang kurang baik membuat kekeringan klimatologis berdampak serius pada kekeringan hidrologis,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.5/Setjen-Rokeu/2015

Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  Nomor : P.5/Setjen-Rokeu/2015 Tentang Pedoman Standar Biaya Kegiatan Tahun Anggaran 2016 Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Selengkapnya dapat unduh ditautan berikut :
Share Button

Surat Edaran Nomor : SE.14/Setjen-Pusdatin/2015

Tentang Situs Web di Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut ini :

SE.14_Setjen-Pusdatin_2015.PDF

Share Button