Antisipasi Kekeringan dengan Menabung Air

Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia mendorong pemerintah agar mengidentifikasi dan menginventarisasi ketersediaan air beserta sumber dayanya di musim kemarau yang diprediksi masih berlangsung hingga November 2016. Pencarian sumber air dan pemanfaatan teknologi tepat guna dan canggih perlu diterapkan.

Para ahli ini merespons bencana kekeringan dan ancaman kekeringan akibat El Nino yang diprediksi berlangsung hingga tiga bulan lagi. Sejumlah daerah melaporkan kesulitan mencari air bersih dalam tiga bulan terakhir.

“Banjir dan kekeringan tak dapat dipisahkan. Harus diingat, setelah kekeringan akan terima hujan lebat sehingga penyelesaian kekeringan itu sekaligus menyelesaikan banjir,” kata Agus Maryono, Ketua Kelompok Kerja Banjir dan Kekeringan, Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Selasa (18/8) di Jakarta.

Agus yang juga pengajar di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini mengatakan, kekeringan muncul karena masyarakat tak lagi terbiasa menabung dan memanen air hujan. Air hasil destilasi alam itu dibiarkan terbuang, bahkan menjadi banjir.

Ia memperkenalkan model penampungan air yang terinspirasi kearifan lokal masyarakat desa memanen air hujan. Ia menggunakan bahan pralon dan tangki air yang dilengkapi penyaring sehingga mudah diterapkan di rumah-rumah ataupun gedung.

Pihak IABI mendorong agar cadangan air permukaan, seperti revitalisasi serta pembuatan embung, situ, dan telaga, diperbanyak. Ini bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan.

Atap bangunan seluas 100 meter persegi bisa menampung air 3 meter kubik sekali hujan. Untuk rumah yang sempit seperti di Jakarta, keterbatasan penempatan tangki bisa diatasi dengan penampung air komunal.

Upaya lain adalah pembuatan sumur resapan dan biopori untuk menambah cadangan air tanah. Hal-hal ini, katanya, akan dikomunikasikan ke semua pemda. Diharapkan, berbagai upaya preventif ini dijadikan syarat penerbitan izin mendirikan bangunan.

Selain itu, IABI mendorong penemuan sumber air baru. Mata air dengan debit 1 liter per detik bisa dikonsumsi 1.000 jiwa.

Sekretaris Jenderal IABI Lilik Kurniawan mendorong agar potensi sumber air ini diinventarisasi. Tujuannya untuk mengetahui kemampuan menghadapi kekeringan. Di sebagian wilayah Indonesia, kekeringan tetap berlangsung tiga bulan ke depan.

Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT Tri Handoko Seto mengatakan, kekuatan El Nino sama dengan tahun 1997. Saat ini tak terdeteksi ada Indian Ocean Dipole-yang membawa banyak hujan.

“Ini melegakan, dampaknya bisa tak separah 1997. Namun, kondisi hutan dan daerah aliran sungai yang kurang baik membuat kekeringan klimatologis berdampak serius pada kekeringan hidrologis,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.5/Setjen-Rokeu/2015

Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  Nomor : P.5/Setjen-Rokeu/2015 Tentang Pedoman Standar Biaya Kegiatan Tahun Anggaran 2016 Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Selengkapnya dapat unduh ditautan berikut :
Share Button

Surat Edaran Nomor : SE.14/Setjen-Pusdatin/2015

Tentang Situs Web di Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran berikut ini :

SE.14_Setjen-Pusdatin_2015.PDF

Share Button

Badak Sumatra di Malaysia Telah Punah

Selain dua badak Sumatra betina yang ditangkap pada tahun 2011 dan 2014 untuk program penangkaran, badak Sumatra tak pernah terlihat lagi di Malaysia sejak tahun 2007. Para ilmuwan menegaskan bahwa hewan tersebut telah punah di alam liar Malaysia.

Kesimpulan menyedihkan tersebut didokumentasikan dalam jurnal Oryx oleh tim ilmuwan dari bagian Pusat Makroekologi, Evolusi dan Iklim Universitas Copenhagen.

Menurut para ilmuwan inilah gambaran suram tentang kelangsungan hidup badak Sumatra. Dulu, badak Sumatra tersebar di banyak daerah di Asia Tenggara, namun saat ini jumlahnya menyusut hingga hanya tersisa 100 ekor di alam liar Indonesia dan 9 lainnya hidup di penangkaran.

Fokus ke badak yang tersisa

Para peneliti memberikan sejumlah saran untuk meningkatkan perlindungan untuk badak. Di antaranya dengan membuat “zona manajemen”, dimana badak dipindahkan ke zona dengan peningkatan perlindungan bagi hewan.

Sembilan badak di penangkaran yang tersebar di beberapa tempat penangkaran. Satu berada di Kebun Binatang Cincinnati di Amerika Serikat, namun akan segera dipindahkan ke Indonesia. Tiga berada di Sabah, Malaysia dan lima sisanya berada dalam perlindungan badak di Sumatera, Indonesia. Diharapkan bahwa badak yang berada di Sabah akan mampu menghasilkan embrio melalui fertilisasi in vitro.

“Upaya serius oleh pemerintah Indonesia harus dilakukan untuk memperkuat perlindungan badak dengan membuat Zona Perlindungan Intensif, survei intensif habitat saat ini, manajemen habitat, penangkaran, dan memobilisasi sumber daya nasional serta dukungan dari pemerintah daerah terkait dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Widodo Ramono, penulis kedua dalam penelitian tersebut sekaligus direktur Yayasan Badak Indonesia.

Sumber : klik di sini

Share Button