Konservasi Alam Itu Bukan “Membuang” Masyarakat, tetapi Libatkan Mereka

Ratusan rimbawan di seluruh Indonesia sejak Jumat (7/8/15) hingga Senin (10/8/15), berkumpul di wilayah paling barat Pulau Jawa, yakni di Taman Nasional Ujung Kulon. Mereka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional.

Kegiatan dihadiri Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ini membahas berbagai hal, mulai soal kebakaran hutan hingga perburuan satwa dan pencemaran lingkungan akibat limbah plastik. Tak ketinggalan diskusi soal konservasi.

Siti Nurbaya mengatakan, kondisi hutan di Indonesia memprihatinkan akibat alih fungsi, penebangan sampai kebakaran. Padahal, katanya, Indonesia, memiliki keragaman hayati kaya, 17% flora fauna dunia ada di sini.  Untuk itu, konservasi memegang peranan penting dalam menjaga keragaman hayati ini. “Mengelola hutan harus bijaksana.” Kerusakan hutan lindung, mangrove, perlu menjadi perhatian.

Dalam menjalankan konservasi, katanya,  harus memperhatikan kesejahteraan dan keadilan. “Harus ada introspeksi kita semua, bagaimana melaksanakan dan menjalankan konservasi yang sebenarnya,” katanya. Siti merujuk banyak terjadi di Indonesia, kala wilayah konservasi atau kawasan hutan,  masyarakat kesulitan mendapatkan akses. “Ini harus dilakukan dengan baik.”

Konservasi, sebenarnya tak hanya tanggung jawab KLHK, tetapi kementerian lain terkait termasuk masyarakat.

“Menjaga kekayaan dan sumberdaya alam genetik, sekaligus menjaga komitmen internasional yang didorong IUCN, sangat penting. Diharapkan dukungan semua pihak melalui kampanye. Kekayaan dan milik bersama untuk keseimbangan dan kemajuan bersama.”

Dia juga membahas bagaimana meningkatkan populasi satwa langka dan terancam di sejumlah kawasan taman nasional dan hutan lindung. Dia menargetkan, dalam lima tahun, diharapkan bisa menjaga karagaman hayati, dan mengembalikan populasi (peningkatan 10% ) 25 spesies terancam, seperti badak, gajah, orangutan, harimau dan lain-lain. Caranya, kata Siti, dengan memperbanyak kelompok penangkar yang konsen dan fokus pengembangbiakan.

 

“Harus ada peningkatan populasi oleh penangkar untuk mencapai target ini. Semua pihak mulai pengusaha hingga pendamping komunitas peningkatan konservasi harus mendukung ini.”

Taman nasional bermanfaat bagi warga  

Dia juga menyinggung keterlibatan pemerintah daerah, yang mempersiapkan taman nasional agar bermanfaat ekonomi bagi rakyat, salah satu melalui konsep ekowisata yang tidak merusak hutan. Untuk mendukung itu, jajaran KLHK harus reorientasi perencanaan. Konsepnya, membangun Indonesia dari wilayah pinggiran untuk mencapai kesejehteraan bangsa.

“Jaga ekosistem, jaga sumberdaya genetik agar tidak hilang. Taman nasional harus memberikan nilai ekonomi bagi warga. Itu pesan Presiden,” katanya.

Soal peningkatan ekonomi lingkungan, katanya, jika 1980-1990,  masih bersandar pada kayu, sekarang sudah tidak bisa lagi. Taman Nasional Ujung Kulon, TN Gunung Leuser, dan sejumlah taman nasional lain di Indonesia yang memiliki keindahan luar biasa, harus dimanfaatkan dan bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat sekitar. Hal ini, katanya, sudah dilakukan di Tangkahan, Langkat. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), menggunakan konsep peningkatan ekonomi masyarakat melalui ekowisata. Peluang ini,  harus terus dikembangkan karena sukses di sejumlah taman nasional.

Siti juga mengingatkan soal limbah plastik termasuk yang dibuang di taman nasional dan hutan lindung. Dia sudah meminta kepada pemerintah daerah mulai bupati hingga gubernur agar memberikan peringatan kepada supermarket dan hotel  mengurangi steoroform dan plastik. “Ini agar menekan limbah, termasuk  di kawasan hutan yang dibawa pengunjung.”

Kebakaran hutan

Dia juga menyinggung kebakaran hutan di sejumlah daerah. Pada Sabtu (8/8/15), ada tiga pesawat water bombing di Riau, dan Sumatera Selatan. Masing-masing satu pesawat modifikasi cuaca juga disiagakan. Khusus Riau, sudah hujan, karena ditabur 80 ton garam menggunakan pesawat.

Di Jambi, ditabur 30 ton garam, Kalimantan Barat akan dimulai pesawat modifikasi cuaca pada Selasa (11/8/15),. Kalimantan Tengah pekan kemarin darurat.

Jadi, katanya, daerah-daerah rawan seperti Riau, Sumsel, Jambi, Kalteng, Kalbar, terus dikontrol KLHK. “Setiap hari selalu ada laporan lalu diambil langkah-langkah penanggulangan.”

Menurut dia, September 2015, Lampung, Jawa, NTB, NTT dan Sulsel harus waspada dan menjadi fokus perhatian soal kebakaran hutan.

“Saya sudah dapatkan menu baru menggunakan bahan kimia Polly Sacarida, yang akan digunakan mematikan api sebagai alternatif jika air tidak ada sama sekali.”

Perkuat perangkat dan penegakan hukum

Sementara itu, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) meminta, pemerintah memperkuat perangkat dan penegakan hukum terkait konservasi sumner daya alam.

Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif ICEL mengatakan, saat ini keragaman hayati Indonesia kritis hingga mempengaruhi kehidupan ekosistem. Setidaknya, ada dua faktor utama penyebab kehancuran keragaman hayati Indonesia. Pertama, tekanan habitat melalui izin massif terkait lahan dan hutan. Kedua, kejahatan tanaman dan satwa liar tinggi melalui perdagangan dan perburuan ilegal.

Henri mengingatkan bahwa, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah preventif maupun kuratif mengatasi ini. Berbagai ketentuan mengenai izin usaha terkait lahan dan hutan, katanya,  harus diperkuat. “Khusus aspek perlindungan keragaman hayati dan lingkungan hidup,” katanya dalam rilis kepada media.

Menurut dia, paradigma perlindungan keragaman hayati yang lebih menekankan tanggungjawab negara harus digeser, terutama,  kepada pelaku usaha. “Pelaku usahalah yang banyak menguasai lahan dan hutan melalui berbagai izin yang diberikan pemerintah.”

Dia juga meminta, tim evaluasi perizinan besutan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menerjemahkan kondisi ini sekaligus me-review izin-izin yang masih berlaku untuk dikaji terhadap kewajiban perlindungan keragaman hayati.

Tim evaluasi, kata Henri,  harus mampu melihat akar persoalan lebih dalam, bukan hanya tuntutan pelaku usaha untuk mempermudah perizinan. “Hakekatnya izin untuk mempermudah pengawasan dan pedoman para pelaku usaha menjalankan kewajiban hukum melindungi lingkungan hidup dan keragaman hayati.”

Selain soal peraturan, katanya, penegakan hukum terhadap kejahatan tanaman dan satwa liar harus diperkuat karena selama ini belum memberikan efek jera. “Lemahnya penegakan hukum diindikasikan lemahnya pengungkapan kasus-kasus kejahatan yang belum menyentuh pelaku utama kejahatan. Tuntutan dan vonis juga minim bagi pelaku.”

Data ICEL sejak 2011, memperlihatkan, rata-rata penegak hukum hanya menuntut dan memvonis pelaku kejahatan di bawah satu tahun. “Ini sangat timpang sekali dibandingkan keuntungan sindikat yang menduduki peringkat kedua setelah kejahatan narkoba.”  Itupun, katanya, belum dihitung kerugian negara atas keragaman hayati hilang yang.

Untuk itu, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan perlu mendapatkan penyadaran tentang ini. Padahal, katanya, PBB telah menyetarakan kejahatan tanaman dan satwa liar dengan kejahatan narkoba dan perdagangan manusia.

Raynaldo G. Sembiring, peneliti ICEL mengatakan, pembaruan hukum terkait perlindungan keragaman hayati di Indonesia, lambat. Pemerintah dan DPR, katanya,  perlu segera mengagendakan pembahasan revisi UU 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya. UU ini, dianggap usang justru luput dari pencermatan program legislasi nasional.

Sumber : klik di sini

Share Button

Tur Pesiar PELNI ke 7 Destinasi Eksotis

PT Pelni (Persero) menyuguhkan tur pesiar ke berbagai kepulauan eksotis di Nusantara. Dari Karimunjawa sampai Banda Neira, Anda bisa mengikuti tur di ‘hotel terapung’ ini dengan mendaftar dari sekarang.

PT Pelni (Persero) kembali menyelenggarakan tur pesiar ke sejumlah objek wisata bahari di Indonesia. Ada 7 destinasi yang akan disambangi ‘hotel terapung’ ini, dengan jadwal keberangkatan yang beragam sepanjang 2015.

Jadwal tur terdekat adalah Let’s Go Karimunjawa yang akan digelar 18-20 Juli 2015. Tur akan menggunakan KM Binaiya. Destinasi kedua adalah Kepulauan Anambas, yang akan digelar pada 19-23 Agustus 2015 menggunakan KM Bukit Raya. Dalam tur Anambas, traveler akan diajak menikmati Pulau Padang, Pulau Penjalin, Tarempa dan Tanjungpinang.

Destinasi berikutnya adalah Bunaken, Morotai, Wayag dan Misool di Kabupaten Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Di kawasan Bunaken traveler akan mengunjungi taman laut, Air Terjun Wayabula, Pulau Dodola, dan wisata sejarah Perang Dunia II sebelum lanjut ke Kepulauan Wayag dan Misool di Raja Ampat.

Tur tersebut akan digelar pada 29 Agustus-4 September 2015 menggunakan KM Tatamailau. Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara dan berakhir di Pelabuhan Sorong, Papua Barat.

Destinasi tur keempat adalah Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Berangkat dari Balikpapan, traveler akan diajak mengunjungi banyak spot wisata antara lain Pulau Derawan, Pulau Kakaban, Pulau Sangalaki, dan Pulau Maratua. Traveler bisa ikut snorkeling, diving, bersepeda, fotografi, juga city tour. Tur menggunakan KM Binaiya ini akan digelar pada 6-10 September 2015.

Destinasi tur kelima adalah Takabonerate-Wakatobi. Traveler akan diajak berkeliling Pulau Latondu, Pulau Tarupa Kecil, Pulau Tinabo, Pulau Pasatallu, Pulau Jinato dan Pulau Rajuni. Menggunakan KM Tilongkabila, traveler akan berangkat dari Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar) dan berakhir di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Tur ini akan digelar pada 12-20 September 2015.

Destinasi selanjutnya yang tak kalah menarik adalah Bunaken-Togean-Tomino dengan spot wisata Taman Laut Bunaken, Pulau Kadidiri, Pulau Malenge, Pulau Una-una dan Kabalutan. Traveler bisa snorkeling, diving, bersepeda dan fotografi serta city tour. Wisata dengan KM Sangiang ini akan diselenggarakan tanggal 20-23 September 2015, dengan titik start dari Pelabuhan Gorontalo.

Terakhir adalah Banda Naira dengan spot wisata Pulau Ai, Pulau Gunung Api, Pulau Sjahrir, Pulau Hatta, Pulau Keraka, Pulau Lontar dan Sonegat. Rute perjalanannya adalah dari Pelabuhan Ambon-Banda-Ambon. Traveler bisa melakukan berbagai aktivitas seperti snorkeling, diving, memancing, fotografi dan city tour. Wisata dengan KM Tatamailau ini akan digelar tanggal 10-13 November 2015.

Untuk informasi, reservasi dan lainnya bisa menghubungi 162 (nomor PELNI). Anda juga bisa email ke divisi.pemasaran@pelni162 atau infopelni162@pelni.co.id.

Sumber : klik di sini

Share Button

Kerusakan Hutan, Pangkal Semua Bencana di Indonesia

Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Mayarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, mencatat bencana hidrometeorologis atau bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim merupakan hal yang paling sering terjadi di Indonesia.

Berdasarkan data LPPM sejak 1815 – 2014, hidrometeorologis mendominasi bencana di Indonesia hingga 90 persen. Baik jumlah kejadian maupun jumlah korban seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan, gelombang pasang, dan abrasi. Selebihnya, seperti gempa, tsunami, gunung meletus, serangan hama, hingga kecelakaan transportasi.

Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim, ITS Surabaya, Amien Widodo mengatakan, persiapan serta antisipasi bencana hidrometeorologi harus dilakukan sebelum bencana datang. Sehingga, dapat memperkecil jumlah korban maupun kerugian.

Amien mengatakan bencana hidrometeorologis disebabkan karena rusaknya hutan dan lingkungan, sehingga tidak ada cara lain mengatasinya selain memperbaiki hutan yang rusak. “Penyebabnya jelas, hutan digunduli. Padahal adanya hutan, air hujan yang turun dapat diserap dan masuk ke tanah. Perlahan, akan menjadi mata air,” ungkapnya, Kamis (6/8/15).

Menurut Amien, selama ini belum ada penyikapan serius dari pemerintah terkait bencana ini. Penanganannya responsif, saat peristiwa terjadi. Bahkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana cenderung kurang peduli.

Untuk itu, pemerintah perlu membuat kebijakan penyelamatan hutan dan lingkungan, guna mencegah terjadinya bencana di masa mendatang. “Keberadaan Undang-Undang Lingkungan Hidup belum mampu melindungi hutan dan lingkungan Indonesia dari perambahan liar. Karena, para penguasa dan pengambil kebijakan masih memiliki kepentingan pribadi.”

Rendahnya kesadaran masyarakat dan generasi muda akan lingkungan yang lestari dan terjaga juga menjadi sorotan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof. Joni Hermana. Menurutnya, edukasi mengenai bencana harus dilakukan agar generasi penerus bangsa menyadari pentingnya hutan dan menjaga lingkungan. “Perlu proses pendidikan agar masyarakat paham bahwa bukan bencananya yang berbahaya, tetapi perilaku kita yang mengundang bencana penyebabnya,” ujar Joni.

Potensi bencana

Direktur Pengurangan Resiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan, menyatakan upaya mengurangi resiko bencana telah disusun pemerintah melalui RPJMN 2015-2019. “Pelaksananya tidak hanya BNPB, tetapi semua kementerian dan lembaga terkait,” katanya.

Menurut Lilik, Indonesia termasuk negara dengan tingkat kebencanaan paling rawan di dunia. Dalam 10 tahun terakhir telah terjadi 11.274 bencana di Indonesia. Dari bencana itu 193.240 orang meninggal dunia dengan kerugian negara mencapai Rp162,8 triliun.

BNPB juga mencatat lebih dari 205 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan bencana. Bahkan, untuk gempa bumi, 80 persen wilayah Indonesia merupakan kawasan rawan gempa. “Masyarakat harus beradaptasi. Pemerintah melalui BNPB sudah melakukan upaya penanggulangan bencana baik sebelum, saat terjadi, dan setelah kejadian,” imbuhnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Arie Setiadi Moerwanto mengatakan, upaya menghindarkan penduduk dari daerah rawan bencana merupakan salah satu cara efektif yang bisa dilakukan. Selain itu, pembangunan infrastruktur yang merata di luar Jawa akan sangat membantu menghambat terpusatnya penduduk di Pulau Jawa.

Bukan hanya itu, pemerataan infrastruktur juga penting untuk mengatasi masalah kekeringan. “Indonesia mempunyai potensi air di peringkat lima besar dunia. Tapi, mengapa kekurangan? Ini karena ketahanan air kita rendah dan hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.”

Saat ini, jumlah air di Pulau Jawa baru 1.200 meter kubik yang idealnya 1.600 meter kubik per tahun. “Thailand justru lebih baik, mereka sudah mencapai 1.600 meter kubik per tahun,” ujar Arie.

Sumber : klik di sini

Share Button

ASOF Meeting: Meningkatkan Pengelolaan dan Pemberdayaan Hutan di ASEAN

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Prop. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), R. Sutarto, berharap bahwa pertemuan tahunan ASEAN Senior of Official on Forestry (ASOF) dapat meningkatkan pengelolaan dan pemberdayaan hutan di negara-negara anggota ASEAN. Hal ini dikemukakannya pada saat memberikan sambutan pada acara The 18th Meeting of the ASEAN Senior Official on Forestry (ASOF) di Ruang Rapat Sadewa, Hotel Inna Garuda, Yogyakarta (Kamis, 8/6/2015).

“Melalui forum ini akan terjalin jejaring yang kuat antar negara-negara ASEAN, khususnya dalam pengelolaan dan pemberdayaan hutan, serta dalam rangka meningkatkan hasil-hasil ekonomi dan lingkungan dalam koridor lanskap kehutanan,” kata Sutarto.

Selain itu, Sutarto juga berharap bahwa pertemuan ASOF ke-18 ini bisa menghasilkan beberapa masukan bagi perumusan kebijakan sektor kehutanan pada level berikutnya yang lebih tinggi, sehingga akan tercipta pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat di sekitar hutan.

Disadari bahwa sektor kehutanan menjadi tulang punggung ekonomi bagi sebagian besar negara berkembang, terutama di wilayah negara Asia Tenggara. Oleh karena itu, keberlanjutan kontribusi ekonomi dari sektor kehutanan harus bisa dipertahankan dengan menjaga keseimbangan antara aspek lingkungan dan pembangunan yang selalu merupakan tantangan di suatu wilayah ataupun global.

“Salah satu tantangan yang paling sulit adalah pertumbuhan penduduk. Dimana ini akan meningkatkan kebutuhan pangan, air dan energi termasuk juga kebutuhan akan jasa dan produk kehutanan akan meningkat secara signifikan. Bahkan demografi dan preferensi konsumsi mereka telah mengubah struktur permintaan terhadap jasa lingkungan dan produk kehutanan,”kata Dr. Henry Bastaman, M.ES., Kepala Badan Litbang dan Inovasi, KLHK.

Lebih lanjut, Henry menyatakan bahwa solusi untuk menghadapi tantangan tersebut dalam sektor kehutanan adalah mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari yang bisa menghasilkan produk dan jasa secara berkesinambungan dan seimbang serta dapat menjamin perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati dan juga memaksimalkan penggunaanya dan selaras dengan keberlanjutan sosial dan ekologi.

“Untuk mencapai tujuan tersebut, harus dikembangkan suatu rencana aksi strategis. Dimana satu aspek penting yang harus ada dalam pengembangan rencana aksi strategis tersebut adalah keselarasan dalam program untuk mencegah terjadinya overlapping dan untuk efisiensi penggunaan sumber daya alam,”kata Henry.

Diketahui bahwa ASEAN sudah membuat rencana aksi strategis yang disebut Strategic Plan Action (SPA). Dimana SPA tahun 2010-2015 akan berakhir pada Desember 2015. Dan sudah membuat SPA (2016-2025) yang disusun sejalan dengan rencana strategis nasional di setiap negara anggota.

Sementara itu, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur DIY menyatakan bahwa hutan di Yogyakarta mempunyai peranan penting, terutama dalam penyediaan jasa lingkungan atau air bagi masyarakat sekitar. Hal ini terlihat pada saat peristiwa gempa (2006) dan juga meletusnya gunung merapi (2010). Dimana menyebabkan terjadinya kekurangan air, dan juga kerusakan infrastruktur. Oleh karena itu, Sri Sultan berkomitmen untuk selalu menjaga hutan dan lingkungan.

Dalam mengelola hutan dan lingkungan, Sri Sultan mengingatkan kepada negara-negara anggota ASEAN yang hadir dalam pertemuan ASOF ke-18 tersebut untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, Dimana sebagian besar masyarakat masih tergantung pada produk dan jasa hutan.

“Kalau masalah produk kehutanan, sebagai negara berkembang, pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tidak seperti negara maju. Kemungkinan di masa lampau illegal logging dan perambahan juga terjadi di negara mereka. Yang penting kondisi keberlanjutan hutan harus tetap dijaga,”kata Sri Sultan.***THS

Share Button

Pengelolaan Hutan Lestari: Untuk Kesejahteraan Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim

Tidak diragukan lagi bahwa hutan, masyarakat dan perubahan iklim mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan dan saling berpengaruh. Dalam kaitan tersebut, Dr. Henry Bastaman, M.Es., Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berharap bahwa hutan harus dapat dikelola secara lestari dan arif. Hal tersebut disampaikan Kabadan pada saat membuka acara seminar ke-16 tentang isu internasional terkait hutan dan hasil hutan di Ruang Rapat Sadewa, Hotel Inna Garuda, Yogyakarta (Rabu/05/08).

“Sebagai negara berkembang, peningkatan pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja diprioritaskan. Tetapi untuk mencapai tujuan ini kita tidak akan mengorbankan hutan kita. Sebaliknya kita harus mengelola sumber daya hutan kita secara berkelanjutan,”kata Kabadan.

Lebih lanjut, Kabadan menyatakan bahwa pengelolaan hutan yang berkelanjutan diharapkan nantinya dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi permsalahan perubahan iklim. Dimana 1/5 emisi karbon berasal dari sektor kehutanan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari baik untuk kesejahteraan masyarakat maupun perubahan iklim, antara lain pengembangan hutan rakyat, komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi karbon sebanyak 26% pada tahun 2020 di sektor Kehutanan, kerjasama dengan negara lain dalam proyek perubahan iklim, serta keberhasilan peneliti dalam menemukan beberapa benih unggul dan juga sistem INCAS (Indonesian National Carbon Accounting System) sebagai salah satu Monitoring and Reporting System yang layak sesuai dengan standar UNFCCC.

Namun demikian, Kabadan merasa bahwa apabila Indonesia melakukan sendiri maka tidak akan mampu dan berhasil dalam menghadapi perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Kabadan mengajak negara-negara anggota ASEAN untuk lebih memperkuat kolaborasi dan kerjasama dengan cara berbagi informasi, pembelajaran dan peningkatan kapasitas SDM.

“Kolaborasi harus dipertahankan dan dipelihara ke depan untuk mengembangkan kerangka kebijakan perubahan iklim dan juga meningkatkan proses pengambilan keputusan bagi masing-masing negara anggota dalam mengelola sumber daya alam dan ekosistemnya secara lestari,”kata Kabadan.

Seminar yang bertemakan “Kelestarian Hutan dan Perubahan Iklim” ini dihadiri oleh beberapa peserta dari negara-negara ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, Laos, Myanmar, Kamboja, Thailand, Filipina, Brunai dan Vietnam.

Pada acara seminar tersebut menghadirkan keynote speech, Dr.Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim dan 8 narasumber lainnya yaitu Dr. Grace Wong (CIFOR), Dr. Rina Laksmi Hendrati (Badan Litbang dan Inovasi), Chair of ASFN (Myanmar), Mr. Ronakan Triraganon (RECOFTC), Dr. Agus Justianto (SAM  Sumber Daya Ekonomi), Ms. Aimi Lee Abdullah (EU-FLEGT Facility), Mr. Htain Lin (AFoCo) dan Mr. Hang Sutra dari Kamboja.

Selain itu, pada acara tersebut juga dilaksanakan serah terima beberapa bibit unggul hasil penelitian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan kepada masyarakat sebagai tanda bahwa sektor kehutanan juga berperan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bibit unggul yang diserah terimakan tersebut yaitu: a).Acacia mangium  generasi ketiga kepada Dishut Pacitan; b). Acacia auriculiformis  kepada KPHP Yapen Papua, dan c). Melaleuca cajuputi Clonal  kepada KPHP Biak.

Materi terkait:

  1. Forest, and Climte Change : Shaping Agenda beyond 2015
  2. Species Adaptation to Climate Change
  3. Bringing Regional amd International Agenda on Forestry to Lacal Community
  4. Investing for Local Communities
  5. Sustainable Forest Management and Climate Change in Cambodia
  6. Implementing Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) : Experience from Indonesia
  7. Progressing FLEGT in Southeast Asia through ASEAN Cooperation in Forestry
  8. ASEAN-ROK Forest Cooperation: Driving towards a greener Asia

Sumber : klik di sini

Share Button