Kongres Kehutanan Dunia XIV, 7-11 September 2015, di Durban, Afrika Selatan, diharapkan memberi kesempatan bagi aspirasi komunitas masyarakat lokal dan adat yang tinggal di sekitar hutan. Itu karena kelompok masyarakat tersebut berperan penting menjaga dan mengelola hutan sebagai paru-paru dunia.
Hal itu mengemuka pada pertemuan regional masyarakat dan hutan “Investasi di Komunitas Lokal untuk Hutan Berkelanjutan”, Rabu (8/7), seperti dilaporkan wartawan Kompas, Ichwan Susanto, di Bangkok, Thailand.
Pertemuan yang diinisiasi RECOFTC-The Center for People and Forests dan ASEAN Social Forestry Network itu dihadiri perwakilan 20 komunitas masyarakat lokal atau adat dari Indonesia, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Laos, Nepal, dan Thailand, serta lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah.
“Investasi ini berupa peningkatan kapasitas warga dengan menghargai pengetahuan lokal,” kata Tint Lwin Thaung, Direktur Eksekutif RECOFTC. Itu butuh komitmen tinggi otoritas pemerintah daerah dan pusat, donor, dan masyarakat lokal/adat.
Peningkatan kapasitas warga diperlukan untuk mengelola hutan Asia yang tersisa. Hutan di Asia seluas 740 juta hektar (18 persen dari luas hutan dunia) dan di dalamnya ada 450 juta warga lokal. Di kawasan hutan Indonesia yang diklaim pemerintah seluas 120 juta hektar, ada 30.000 desa/komunitas.
Sekretaris Jenderal Kongres Kehutanan Dunia XIV Abrahams Trevor mengatakan, tema kegiatan enam tahunan yang akan digelar adalah “Hutan dan Masyarakat: Investasi untuk Masa Depan Berkelanjutan”. Investasi itu disepakati berupa peningkatan kapasitas warga lokal atau adat.
“Investasi kehutanan ialah investasi kepada warga dan lingkungan demi mencapai pembangunan berkelanjutan setelah 2015 agenda PBB,” ujarnya. Kongres akan mengelaborasi isu partisipasi warga lokal/adat sebagai bahan pembahasan Kerangka Kerja Konvensi untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), Desember 2015, di Paris. “Ini bukan forum pemerintah yang menghasilkan perjanjian internasional. Kami ingin kongres di Durban menuju ke sana,” ujarnya.
Namun, belum semua komunitas masyarakat lokal/adat paham maksud kata “investasi” dan menilai itu berupa pemodal besar yang masuk ke tanah mereka. “Ini malah akan jadi masalah,” kata Krengkai Shechong, Ketua Jaringan Komunitas Masyarakat Hutan di Thailand.
Sumber : klik di sini