Sampah di Gunung dan Taman Nasional Indonesia Kian Mengkhawatirkan

Botol plastik dan bungkus plastik mi instan tampak berserakan di salah satu sudut tepian Danau Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur. Sampah itu ditinggalkan begitu saja oleh para pendaki dan pengunjung gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut, tanpa ada yang berinisiatif membawanya ke tempat pembuangan di bagian bawah gunung.

Data Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menunjukkan setiap pengunjung membuang sekitar 0,5 kilogram sampah di Gunung Semeru. Padahal, setiap hari gunung tersebut disambangi 200 hingga 500 pendaki.

“Artinya, di Gunung Semeru ada sekitar 250 kilogram sampah per hari,” kata Khairunissa, humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Gunung Semeru. Sejumlah aktivis lingkungan mengatakan tumpukan sampah di taman nasional dan gunung di Indonesia menjadi panorama umum.

“Kebersihannya memprihatinkan, bahkan sudah dalam taraf mengkhawatirkan,” kata Rosek Nursahid, pegiat lingkungan dari lembaga ProFauna.

Pengelolaan sampah

Berdasarkan pemantauan selama beberapa tahun terakhir, Rosek menyaksikan bagaimana kesadaran para pengunjung untuk membuang sampah di tempat yang sudah dialokasikan sangat rendah.

Dia juga menyoroti manajemen taman nasional yang ingin mengembangkan wisata dengan meningkatkan kuota pengunjung per hari, namun tidak diimbangi dengan kesiapan mengolah sampah.

“Dengan kesadaran pengunjung yang lemah ditambah sarana dan prasarana yang sangat kurang, sehingga taman nasional dan gunung-gunung kini menjadi tempat pembuangan sampah,” kata Rosek.

Terbatasnya kemampuan pengelola gunung dan taman nasional untuk menangani sampah diakui Khairunissa, humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Menurutnya, pengelola Gunung Semeru hanya memiliki anggaran menyewa truk untuk mengeluarkan sampah setiap pekan. “Nggak mungkin setiap hari, kita nggak punya anggaran untuk itu.”

Gunung Semeru juga mengandalkan empat personel untuk menjaga pintu jalur pendakian Ranupani. Bila ditambah dengan tenaga upah, ada 10 orang yang berjaga di sana.

“Mereka harus melayani ratusan pengunjung, menjaga keamanan, lalu mengurus kebersihan. Jelas secara personel kita tidak mampu (menangani sampah),” ujarnya.

Komunitas peduli sampah gunung

Menyaksikan bagaimana keterbatasan pengelola gunung dan taman nasional, sekelompok pendaki memutuskan untuk mendirikan komunitas peduli sampah gunung atau Trashbag Community.

Didirikan pada 2011, komunitas itu kini mengklaim memiliki 2.500 personel yang tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia.

Aksi mereka, yang dapat disaksikan di jejaring media sosial, ialah menurunkan sampah dari gunung-gunung dan taman nasional di Indonesia.

Namun, Ragil Budi Wibowo, ketua umum Trashbag Community, mengatakan aksi menurunkan sampah tersebut sejatinya adalah bagian dari demonstrasi.

“Layaknya demonstrasi di Bundaran HI, Jakarta, aksi kami sebenarnya juga demonstrasi. Kami ingin membawa pesan kepada semua orang untuk tidak membuang sampah sembarangan. Hanya saja, cara kami berbeda,” kata Ragil.

Pria yang hobi mendaki itu mengaku pernah mengangkut sampah botol plastik buatan 1987 dalam kondisi utuh. Padahal, aksi pengangkutan sampah dari gunung telah dimulai para relawan bertahun-tahun lalu.

Karenanya, kata dia, aksi penurunan sampah tidak akan efektif bila tidak dibarengi dengan pemberian pemahaman dan pengawasan.

“Yang efektif adalah mencegah sampah-sampah itu berada di atas gunung. Apabila kami hanya fokus mengangkut sampah dari atas gunung, siklusnya akan berputar tanpa henti,” ujarnya.

Sri Bebassari, ahli penanganan sampah sekaligus pendiri lembaga Indonesian Solid Waste Association (InSwa), senada dengan Ragil.

Sri, yang mendalami teknik penguraian sampah plastik, mengatakan masalah sampah di Indonesia tidak pernah selesai jika diserahkan kepada para insinyur.

“Teknologi mah gampang. Kini sudah ada plastik yang bisa terurai, lalu ada daur ulang yang canggih. Tapi itu tidak menyelesaikan masalah selama masyarakat Indonesia masih tidak terdidik membuang sampah dengan benar. Ahli agama, pendidikan, psikologi, komunikasi, harus kerja keras memberi pendidikan tentang membuang sampah,” tutupnya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Penemuan Cacing Pipih Invasif yang Berbahaya

Sebuah tim peneliti internasional mengumumkan bahwa Platydemus Manokwari, cacing pipih Papua Nugini, yang dinilai sebagai salah satu spesies invasif ‘terburuk’ ditemukan di Florida, Amerika Serikat.

Menurut sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah PeerJ, cacing ini dianggap berpotensi menimbulkan ancaman besar bagi keanekaragaman hayati siput. “Hewan ini dianggap sebagai bahaya bagi siput endemik di mana pun dia berada,” kata laporan itu.

Cacing pipih ini diduga berasal di Papua Nuguni, namun para peneliti mengatakan cacing tersebut telah menyebar ke Florida, Kaledonia Baru, Puerto Rico, Singapura, Kepulauan Solomon, serta Kepulauan Wallis dan Futuna. Jean-Lou Justine, yang memimpin tim peneliti, mengatakan bahwa para ilmuwan sebelumnya menemukan hewan ini di kepulauan Pasifik dan di Perancis.

“Setelah cacing pipih Papua Nugini tiba di wilayah baru, dan menyediakan kondisi yang tepat, mereka bereproduksi dengan cepat,” kata Justine dalam email-nya kepada The Huffington Post. “mereka dengan cepat menyesuaikan diri dengan memakan siput lokal dan invertebrata lainnya.”

International Union for Conservation of Nature memasukkan cacing ini pada daftar terbaru dari dari 100 spesies asing invasif terburuk. USDA mengklasifikasikan spesies invasif sebagai tanaman, hewan atau patogen yang non-pribumi dari suatu ekosistem, “yang menyebabkan pengenalan atau mungkin menyebabkan kerusakan.”

Aktivitas manusia merupakan alasan utama untuk penyebaran spesies invasif. Justine mengatakan cacing pipih Papua Nugini biasanya bergerak tidak lebih dari beberapa ratus yard dalam satu tahun. Mereka dapat menyebar dengan cepat berkat perdagangan internasional pada tanaman hidup.

Justine mengatakan, spesies ini ditemukan di beberapa kebun di Miami, dan kemungkinan untuk menyebarkan seluruh Florida dan bagian dari Selatan melalui tanah, pot tanaman dan limbah taman.

Sumber : klik di sini

Share Button

Panen Kayu Manis di Sumatera Direkam Oleh Duo Dokumenter

Bermaksud mendokumentasikan kopi dan teh di Sumatera, mereka mengambil kesempatan mendokumentasikan kayu manis juga.

Michael dan David Hanson yang bekerja sebagai pembuat film dokumenter, melancong ke Sumatera untuk mendokumentasikan budidaya kopi dan teh. Sementara di sana, mereka mendengar tentang panen kayu manis di desa Kerinci yang subur, sehingga mengambil kesempatan tersebut untuk mengambil film tersebut, menunjukkan pengolahan rempah-rempah kayu manis. Bumbu sehari-hari yang tersimpan di lemari dapur di seluruh Amerika Utara ini dikenal sebagai cassia, jenis yang paling umum dijual di supermarket AS dan Kanada.

Dari latar belakangnya, cassia tumbuh di China, Vietnam, dan Indonesia, sedangkan kayu manis jenis Ceylon, yang lebih langka dan relatif mahal, berasal dari Sri Lanka. Banyak orang tidak bisa merasakan perbedaan rasa antara keduanya, tapi cassia digambarkan lebih panas dan lebih intens dari Ceylon. Ceylon sendiri terasa lebih ringan, lebih kompleks.

Karena pekerjaan Hanson bersaudara menceritakan tentang orang-orang dan pemandangan mengenai produksi barang secara global seperti coklat, emas, dan kayu, membuat film mengenai petani cassia menjadi terasa alami. Hanson bersaudara berhubungan baik dengan direktur Cassia Co-op, pengolah kayu manis dan perusahaan ekspor yang bekerjasama dengan lebih dari 1.000 petani di Indonesia untuk meningkatkan kualitas dan harga dari tanaman tersebut. Dengan menghubungkan petani dengan pelanggan, co-op membantu menciptakan rantai pasokan yang lebih transparan, efektif memotong makelar.

“Kami terkejut mengetahui rempah-rempah umum ini berasal dari pohon cemara,” kata David. Panen cassia berskala kecil dilakukan secara tradisional, dengan cara yang ramah lingkungan. Menurut petani setempat, pohon-pohon ini dapat dipanen sekitar sepuluh tahun setelah mereka ditanam, dan banyak yang disisakan agar bisa lebih dewasa lebih lama. Pohon-pohon ini adalah pendapatan sekunder bagi petani lokal dan dipanen ketika keluarganya membutuhkan uang.

Selama panen, semua cabang dipotong dan seluruh pohon ditebang. Kulit luarnya dikelupas memperlihatkan kulit bagian dalam, kayu manis itu sendiri, yang ikal menjadi pena seraya mengering. Menumbuhkan cassia adalah investasi yang mengakar, karena pohon-pohon baru dapat regenerasi dari tunggul akar selama beberapa generasi. Dan, para petani dapat memanennya kapan saja tahun ini, karena mereka menanam kulit, bukan buah. Umumnya, pohon dipanen dua kali setahun setelah hujan lebat.

Kayu manis yang baru dipanen diletakkan di terpal di halaman rumah atau di seberang jalan untuk dikeringkan. Karena itu mudah tercemar karena mobil dan hewan liar. Tapi co-op mengajarkan penduduk bagaimana menjaganya agar tetap bersih. “Dengan sertifikasi kebersihan, co-op membantu mengambil harga yang lebih tinggi untuk kayu manis,” David menjelaskan.

Sumber : nationalgeographic.co.id

Share Button

Kekuasaan Negara Adalah Kekuatan Memaksa Secara Sah

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menerima para aktivis lingkungan yang dimotori oleh Chalid Muhammad , Kamis sore (25/6) di Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Jakarta. Setelah menjamu buka puasa bersama, Menteri LHK mendengar presentasi kerja-kerja LSM dari Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Barat.

Pada kesempatan tersebut para aktivis dari Aceh mengeluhkan bahaya dari gajah-gajah dan harimau yang mulai berkeliaran di perkampungan penduduk di sekitar hutan di Kabupaten Benar Meriah Aceh Utara. Hal ini terjadi karena tekanan terhadap satwa liar di hutan akibat ekspansi kegiatan perkebunan sawit yang mulai merambah hutan-hutan di sekitarnya. Kalau tidak segera ditangani, maka akan semakin banyak korban manusia dan harta benda akibat serangan binatang liar. Oleh karena itu mereka berharap Pemerintah segera menegur, memberikan sanksi serta mereview izin-izin perkebunan yang merambah hutan. Disamping itu, perwakilan LSM Aceh juga melaporkan kepada Menteri LHK tentang berbagai kemajuan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Mereka mengusulkan agar dapat diberikan izin pengelolaan hutan masyarakat yang sudah lama dikenal masyarakat Aceh yaitu Hutan Mukim.

Selanjutnya para aktivis dari Sumatera Utara yang diwakili oleh Riza Damanik dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia menyampaikan kerja-kerja mereka memberdayakan masyarakat nelayan dengan memaksimalkan potensi mangrove seluas 500 hektar. Namun saat ini kegiatan mereka terancam karena adanya izin eksplorasi migas dan kelautan. Mereka berharap Kementerian LHK dapat mensinkronkan izin tersebut agar aktivitas nelayan dapat terus berjalan dengan baik dan tidak terganggu kegiatan eksplorasi.

Pada dialog tersebut para aktivis dari Sulawesi Tengah mempertanyakan banyaknya izin sawit dan tambang yang saling tumpang tindih hingga melebihi luas daratan Sulawesi Tengah. Hal ini sungguh tidak masuk akal. Oleh karena itu mereka meminta Pemerintah untuk mereview izin-izin tersebut dan memperkuat penegakan hukum. Untuk itu para aktivis lingkungan siap mendukung kebijakan tersebut dengan berbagai kegiatan inisiatif lokal baik dalam penegakan hukum maupun pemberdayaan masyarakat.

Para aktivis Kalimantan Barat menyoroti lahan kritis dan pencemaran DAS Kapuas, tumpang tindih izin sawit dan tambang, hutan lindung yang dirambah pemegang izin sawit dan konflik masyarakat dengan perkebunan sawit. Kasus-kasus tersebut terjadi di Kubu Raya, Ketapang dan daerah lainnya di Kalimantan Barat.

Menanggapi presentasi dan keluhan tersebut, Menteri LHK Siti Nurbaya mengapresiasi berbagai inisiatif LSM dalam memberdayakan masyarakat dan memantau berbagai pelanggaran yang terjadi di daerah. Menteri LHK akan menindaklanjuti berbagai laporan pelanggaran di daerah tersebut dengan berprinsip pada “Kekuasaan Negara adalah Kekuatan Memaksa secara Sah”.

Sumber : ppid.dephut.go.id

Share Button

Pemerintah Sebagai Simpul Negosiasi Para Pihak

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bertemu dengan para pengusaha di bidang kehutanan yang diinisiasi oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) , Kamis (25/6) di Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Jakarta. Pada kesempatan tersebut APHI menyampaikan berbagai persoalan dan progres usaha di bidang kehutanan khususnya masalah industri hulu sebagai bahan baku industri kehutanan.

Saat ini produktivitas hutan alam sudah pada tingkat kritis dan kompleks karena beberapa persoalan diantaranya produksi kayu yang semakin menurun dan harga yang relatif tetap, konflik sosial serta kepastian kawasan. APHI berharap Pemerintah dapat segera membantu mengembalikan kejayaan pengusahaan hutan dengan melakukan intervensi dan kebijakan yang menguntungkan.
Menanggapi permasalahan tersebut Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan bahwa pemerintah mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan sumberdaya alam berupa hutan sebagai salah satu kekuatan ekonomi Indonesia.

Selanjutnya dikatakan bahwa kepentingan usaha kehutanan di tengah berbagai kepentingan diantaranya konservasi, pemberdayaan masyarakat, pembangunan infrastruktur, perkebunan, pertambangan, dll akan tetap mendapat prioritas. Hal tersebut dikarenakan industri kehutanan merupakan salah satu penggerak ekonomi nasional sebagaimana telah terbukti selama dua dekade lalu. Untuk membuktikan komitmennya tersebut, Menteri LHK menyatakan bahwa “Pemerintah sebagai Simpul Negosiasi Para Pihak” akan berupaya sungguh-sungguh mendorong terwujudnya pengelolaan hutan yang lebih baik.

Sumber : ppid.dephut.go.id

Share Button

Peran Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam Sustainable Consumption and Production (SCP)

Sustainable Comsumption and Production (SCP) atau pola konsumsi dan produksi berkelanjutan merupakan salah satu aksi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. SCP menjadi salah satu topik seminar dalam rangkaian kegiatan Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015 yang diselenggarakan pada tanggal 18-21 Juni 2015 di Jakarta Convention Center, Jakarta.

Seminar yang bertajuk “Peran Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mewujudkan Keberlanjutan Kehidupan di Bumi” menghadirkan Kepala Badan Litbang dan Inovasi, Dr. Henry Bastaman, MES sebagai salah satu nara sumber.

Mengutip pernyataan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla dalam sambutan Pembukaan Pekan Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (18/06), Dr. Henry Bastaman menyatakan bahwa kita harus meninggalkan pola konsumsi dan produksi yang tidak mendukung keberhasilan prinsip keberlanjutan. “Pola-pola jaman dahulu yang lebih mengeksploitasi harus ditinggalkan, kita harus membangun dengan prinsip green atau eco” lanjut Henry.

Lebih lanjut Henry menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan BAPPENAS pada tahun 2013 telah meluncurkan  kerangka kerja 10 tahun Konsumsi dan Produksi berkelanjutan di Indonesia  yang berorientasi   untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. SCP sendiri mulai diperkenalkan sejak Deklarasi Rio tahun 1992 di Brazil.

Sasaran pokok SCP yaitu 1)Integrasi SCP dan RPJMN 2015-2019, 2) manajemen aset dan layanan stakeholder “SCP Resoures Pool Indonesia”  yaitu bagaimana para pihak dalam satu sumberdaya kerja bersama dan 3) quick wins dengan melalui aksi tematik, contoh kerjasama dengan beberapa kementerian.

Henry juga menjelaskan model pengembangan SCP Indonesia yaitu dengan kolaborasi berbagai pihak antara lain Kadin, Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan networking dengan beberapa kalangan seperti LSM, Finance, Information service dll. KLHK merupakan national focal point SCP Indonesia.  Penguatan di KLHK untuk SCP sebagaimana dipaparkan Henry antara lain Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, KSDA dan Ekosistem, Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan lingkungan, Pengendalian  Sampah, Limbah B3, Penyuluhan dan Pengembangan SDM, Kemitraan Lingkungan, Litbang dan Inovasi serta standardisasi. Wilayah kerjanya salah satunyta pola konsumsi dan produksi berbasis hutan jasa eksosistem.

Henry juga mengusulkan pembentukan tim kerja lintas pihak untuk pencapaian sasaran SCP dalam RPJMN dan penyiapan SDG 12 dengan  lead  KLHK dan BAPPENAS.

Sementara Direktur Lingkungan Hidup, BAPPENAS, Ir. Wahyuningsih Darajati, M.Sc menjelaskan tentang upaya yang harus dilakukan untuk mengkongkritkan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan. RPJMN 2015-2019 menjadi dokumen resmi pertama yang mengadopsi istilah SCP di Indonesia.

“Dalam pembangunan tujuannya adalah untuk masyarakat, namun aktivitas pembangunan tidak boleh merusak dan menurunkan kualitas lingkungan dan ekosistem, sehingga dalam RPJMN hal tersebut dituangkan” kata Wahyuning.  Lebih lanjut Wahyuning mengatakan bahwa dalam RPJMN khusus bidang SDA LH, pertumbuhan pertanian kehutanan perikanan dan lain-lain sudah mengakomodasi aspek-aspek keberlanjutan.

Dicontohkan oleh Wahyuning kegiatan SCP dalam RPJMN 2015-2019 antara lain kesiapan pasar dalam penerapan  SCP, rekayasa teknologi hijau, Infrastruktur industri hijau dan kaji ulang SNI untuk green product.

Wahyuning juga menjelaskan keberhasilan SCP juga harus didukung oleh paradigma baru dalam internalisasi prinsip keberlanjutan dalam kehidupa meliputi perilaku ramah lingkungan, minimum waste, pemanfaatan alam sesuai dengan daya dukung fisik, dan memperhatikan keseimbangan ekologis. Perubahan perilaku ini juga harus dilakukan oleh masing-masing sektor, baik pemerintah, swasta maupun pelaku industri.  Semua harus didukung oleh Green Job, semua SDM punya knowledge untuk melakukan pola konsumsi  dan produksi berkelanjutan.

Sejalan dengan hal tersebut, Shinta Kamdani wakil dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN) menyatakan bahwa KADIN mencoba mewujudkan  praktek pelaksanaan usaha berkelanjatan melalui SCP Recognition Scheme (SRS) yang ditargetkan tercapai dalam 10 tahun ke depan. “Anggota KADIN didorong agar mencapai SCP dengam memberikan reward, SRS merupakan sebuah inkubator dan penghargaan dalam penerapan produksi berkelanjutan” tegas Shinta.

Lebih lanjut sinta mengatakan bahwa hubungan kerja pelaku usaha, Kadin dan KLHK secara bersama dilakukan dengan merangkai project kemitraan CSR dan menentukan UKM dan SCP hijau. Sesuai dengan SK Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2004 telah dibentuk Pusat Produksi Bersih Nasional (PPBN).  “PPBN adalah suatu target yang akan kita capai bersama” kata Shinta. PPBN sudah dilaunching tahun 2014 menjadi mitra strategis dunia usaha dan pemerintah dalam menegakkan SCP di Indonesia.

Namun Shinta juga menjelaskan kendala yang dihadapi yaitu tambahan biaya, kurangnya informasi tentang teknologi terkini, dan kurangnya  komitment manajemen puncak.

Untuk mencapai SCP diperlukan sinergi dalam pelaksanaan, sumber pendanaan, penguatan penerapan dan kerjasama yang lebih baik.  ***(TS)

Sumber : www.forda-mof.org

Share Button