Pembahasan Renstra Badan Litbang dan Inovasi 2015-2019

Hari ini kita akan melakukan pencermatan terhadap draft renstra yang harus segera ditetapkan. Renstra kementerian sudah dibahas beberapa waktu yang lalu sehingga kita diminta untuk menindaklanjuti di masing-masing unit eselon 1. Demikian disampaikan Sekbadan Litbang dan Inovasi, Ir.Tri Joko Mulyono, MM dalam pembahasan Renstra Badan Litbang dan Inovasi (BLI) di Yogyakarta, selasa (07/08).

Lebih lanjut Sekbadan mengatakan bahwa renstra adalah rencana yang bersifat strategis 5 (lima) tahun sesuai Tusi/Tupoksi dan mempertimbangkan harapan-harapan stakeholders dengan sumber daya yang tersedia.

Sementara itu Tri Dewi Virgiyanti, nara sumber dari Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas mengatakan bahwa RPJMN 2015-2019 yang menjadi referensi atau acuan kita bersama untuk penyusun rencana kerja 5 (lima) tahun kedepan.

“RPJMN 2015-2019 memuat sasaran-sasaran pembangunan nasional yang pendanaannya dapat bersumber dari APBN, BUMN, APBD dan masyarakat dan dilakukan penyesuaian terhadap RKP dan APBN 2015 untuk memberi penekanan pada program dan kegiatan yang terkait dengan pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019,”kata Dewi

Lebih lanjut Dewi mengatakan bahwa menurut RPJP, visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”  sehingga semua K/L di tingkat pusat dan daerah harus mendukung visi ini. Selain itu juga harus diacu nawacita (sembilan agenda pembangunan) yang telah ditetapkan.

Dewi mengingatkan bahwa target sasaran pokok pembangunan bidang SDA LH Tahun 2015-2019 khususnya untuk pertumbuhan PDB pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan) tahun 2015-2019 adalah sebesar 3,5-4,0%. Sedangkan eskpor hasil kehutanan  (US$) berkisar 6,5 US$ dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan skor sebesar 64,0-64,5 s/d 66,5-68,5.

Sementara itu, terkait dengan sasaran pokok bidang lingkungan, Dewi mengatakan bahwa baseline tahun 2014 Emisi GRK sebesar 15,5 % dan sasaran tahun 2019 sebesar 26%.

Lebih lanjut Dewi mengatakan untuk agenda ketahanan air, Kementerian LHK mempunyai tugas untuk pengelolaan DAS dan catchment areakhususnya mengurangi lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan seluas 2,5 juta ha dan penyelesaian pengelolaan 180 DAS terpadu dan revitalisasi 4 DAS nasional. Sedangkan terkait dengan peningkatan pendapatan petani, penguatan sektor primer untuk peningkatan industri berbasis SDA, maka target produksi kayu bulat hutan tanaman 35 juta m3 dan produksi hutan rakyat sebesar 22 juta m3.

Beberapa masukan Dewi terhadap penyempurnaan Renstra BLI 2015-2019, khusus aspek lingkungan antara lain;

1)  Perlu penguatan karena merupakan hal baru dalam organisasi Balitbangnov,

2)  Terkait dengan prioritas nasional dan kondisi lapangan, bersifat strategis tapi praktis untuk diterapkan atau diadopsi dalam kebijakan,

3)  Keterkaitan dengan unit kerja lain baik dalam KLHK dan K/L lainnya perlunya konsultasi interatif dengan pengguna/unit kerja terkait;

4)  Arah kebijakan dan strategi sebaiknya per Puslitbang atau terstruktur;

5)  Bukan hanya menghasilkan temuan baru namun juga dapat bersifat evaluasi terhadap kebijakan/kegiatan yang ada;

6)  Bekerjasama dengan litbang lain baik pemerintah, universitas dan swasta;

7)  Data yang terkumpul merupakan aset bersama untuk dikelola secara satu pintu di Pusdatin sebagai walidata KLHK;

8)  Perlunya promosi dan komunikasi hasil penelitian

Sementara itu, Pungky Widiaryanto, nara sumber dari Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air mengatakan bahwa Badan Litbang dan Inovasi harus dapat menjawab peranan kehutanan bagi pembangunan dan ketahanan bangsa. Hal tersebut bisa dijawab dalam perencanaan strategis yang merupakan suatu metoda untuk menggunakan secara bersama-sama kekuatan internal dan eksternal sehingga perubahan yang cukup berarti dapat dilakukan

Pungky mengatakan bahwa dalam perencanaan strategis harus menjawab: 1) Where are we now?; 2) Where do we want to be?; 3) How do we measure our progress? ; 4) How do we get there?; 5) cHow do we track our progress?

Pungky memberikan beberapa masukan untuk penyempurnaan renstra BLI antara lain;

1)    Sebagai lembaga penelitan belum mencantumkan values dan aspirations;

2)    Kurang adanya strategi mengenai untuk mengatasi kekurangan pendanaan;

3)    Komitmen untuk outreach masih kurang;

4)    Tidak adanya sinergitas antar pusat penelitian dan tema penelitian;

5)    Tidak ada priority area dan priority setting; dan

6)    Dalam indikator seharusnya sudah mencantumkan tema/topik penelitian.

Pada akhir pembahasan Sekbadan memberikan arahan untuk menindaklanjuti beberapa masukan dari nara sumber dan eselon satu lainnnya serta dari UPT lingkup BLI dengan membentuk tim penyempurnaan Renstra BLI 2015-2019 yang terdiri dari Kepala Bagian Program dan Evaluasi dari seluruh Puslitbang dan Tim Kabag Program dan Kerjasama Sekretariat BLI.***

Materi terkait, silahkan download pada link berikut:

  1. Paparan Dirjen Program Planologi dan Tata Lingkungan
  2. Renstra Jogya Ditjen PDASHL
  3. RPJMN SDALH_Renstra Balitbang KLHK_Bappenas
  4. Tanggapan Renstra Litbang 2015-2019_Rev_Bappenas
  5. Integrasi LHK Dalam Tataran Implementasi Kegiatan di Puslitbang KLL

Sumber : forda-mof.org

Share Button

KPH Siap Beroperasi Tahun 2015

Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono membuka Lokakarya dan Peluncuran Buku “Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia”, Rabu (8/7) di Ruang Rimbawan I Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Jakarta. Pada kesempatan tersebut Bambang Hendroyono yang mewakili Menteri LHK mengatakan bahwa pembangunan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) menjadi salah satu prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Untuk mengkondisikan pembangunan KPH maka telah dibentuk lembaga adhoc Sekretariat Nasional Pembangunan KPH melalui Surat Keputusan Menteri LHK No.13/MenLHK-II/2015. Lembaga ini terdiri dari Komisi Pengarah diketuai Sekjen kementerian LHK dengan anggota seluruh Pejabat eselon I. Komisi Pelaksana diketuai Direktur Teknis Penanggung Jawab Pembentukan KPH Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan beranggotakan pejabat teknis di Kementerian LHK, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Dekan beberapa Fakultas Kehutanan, serta Sekretaris Eksekutif Pelaksana Harian yang dibantu oleh beberapa tenaga ahli bidang tertentu beserta staf administarsi dan keuangan. Percepatan operasionalisasi KPH juga merupakan tuntutan dari pelaksanaan UU no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kementerian LHK dalam RPJMN 2010-2014 telah menetapkan 530 unit KPH Lindung dan KPH Produksi dan 70 unit KPH Konservasi. Sampai saat ini telah ditetapkan 120 unit KPHL/KPHP model dari 600 unit. Untuk mempercepat beroperasinya KPH telah dilakukan fasilitasi penyiapan kelembagaan, sosialisasi, tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang, penyiapan SDM, pelatihan serta sarana dan prasaran fisik dasar KPH.

Pada kesempatan itu juga diresmikan pemakaian logo KPH yang merupakan pemenang pertama pada lomba yang diselenggarakan pada bulan April 2015 lalu atas nama Vincent Caesar Jansius Luhur.

Sumber : ppid.dephut.go.id

Share Button

Asap Makin Menyebar Hujan Buatan Tak Efektif, Bom Air Perlu Digencarkan

Asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan di Jambi kian menyebar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jambi memperkirakan, hal itu akan berdampak ke negara-negara tetangga seiring dengan pergerakan angin yang cenderung ke utara.

“Arah angin umumnya bergerak dari tenggara dan selatan. Asap dari Sumatera bisa menuju ke negara tetangga,” kata Koordinator Bidang Pengkajian dan Informasi BMKG Jambi Kurnianingsih.

Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli, Minggu (5/7), di Jambi, menilai, upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Jambi cenderung dilimpahkan kepada negara. Sementara tanggung jawab para pemegang konsesi dalam mengantisipasi kebakaran lahan dalam wilayahnya minim dengan dalih keterbatasan alat, tenaga, dan faktor keamanan.

“Padahal, pengamanan hutan dan lahan dari kebakaran merupakan tanggung jawab yang melekat sejak perusahaan mendapat izin konsesinya,” ujarnya.

Untuk itu, para pemegang konsesi didorong agar sigap mengantisipasi kebakaran lahan di wilayahnya. Kelalaian pemegang konsesi dalam mengatasi masalah tersebut menimbulkan bencana asap yang merugikan masyarakat luas. “Masyarakat tak mau jadi korban akibat perusahaan tidak bertanggung jawab menjaga lahannya,” katanya.

Berdasarkan citra Satelit NOAA yang diolah Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, dari 35 titik panas di Jambi, 17 di antaranya berada di areal konsesi tanaman industri dan perkebunan sawit. Sebaran titik panas terbanyak di konsesi tanaman karet sejumlah perusahaan, termasuk PT Lestari Asri Jaya 5 titik.

Dalam pengendalian kebakaran lahan di konsesinya, Manajer Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Lingkungan PT Lestari Asri Jaya Brian Bermana mengaku meminta bantuan tim manggala agni. Pelibatan pasukan pemadam Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi itu karena faktor keamanan.

“Bukan karena peralatan kami tak memadai, tetapi lokasi yang terbakar adalah wilayah perambahan rawan konflik,” ujarnya. Perusahaannya punya empat mesin pompa dan sekitar 150 petugas pemadam.

Hujan buatan

Kebakaran lahan di Riau sulit teratasi dengan hujan buatan. Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Heru Widodo, kemarin, di Jakarta, musim kemarau yang menuju puncak kekeringan di Riau membuat operasi teknologi modifikasi cuaca sulit memicu hujan akibat awan tak memadai.

Oleh karena itu, kegiatan bom air dinilai lebih mampu membantu untuk mencegah serta mengatasi kebakaran hutan dan lahan. “Secara historis, Riau sedang kemarau. Di sisi lain, tahun ini terjadi El Nino sehingga kekeringan meningkat dan awan bagus sulit didapat,” ucapnya.

El Nino adalah fenomena peningkatan suhu muka laut di Samudra Pasifik sekitar ekuator, yakni bagian timur dan tengah, sebagai hasil interaksi laut dan atmosfer. Itu meningkatkan kekeringan di Indonesia jika bersamaan dengan kemarau.

Apalagi tiga pusat tekanan rendah di area Samudra Pasifik menyedot banyak massa uap air, termasuk yang berpotensi jadi awan di Riau. Itu membuat tim operasi TMC tak setiap hari mendapat awan bagus selama dua pekan kegiatan itu berjalan.

Sejak dimulai Senin (22/6), penaburan garam (NaCl) di udara demi mempercepat proses awan jadi hujan dilakukan 11 kali penerbangan. Garam yang ditaburkan 23,28 ton.

Sumber : klik di sini

Share Button

12,7 Juta Hektar Hutan Akan Dikelola Masyarakat

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan memberikan izin 12,7 juta hektar lahan perhutanan sosial untuk dikelola masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Hal itu disampaikan Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Rosa Vivien Ratnawati, Senin (6/7), di Jakarta.

Vivien mengatakan, program tersebut bertujuan agar hutan bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat di sekitar hutan. “Program ini juga untuk mengurangi konflik lahan yang terjadi di sekitar hutan,” katanya.

Ia menekankan, sasaran program itu adalah 32 juta rakyat Indonesia yang hidup di sekitar hutan. Masyarakat itu tinggal di 33.000 desa.

Program tersebut, lanjutnya, akan diatur melalui instruksi presiden yang menetapkan peta indikatif arahan perhutanan sosial.

Izin perhutanan sosial tersebut akan dibagi menjadi pengelolaan hutan desa, izin hutan kemasyarakatan, izin hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.

Dalam mengurus izin perhutanan sosial, Kementerian LHK akan membuat regulasi agar akses masyarakat, kelompok masyarakat, ataupun koperasi terhadap perhutanan sosial tersebut semakin mudah.

Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono menyatakan, dari target perhutanan sosial seluas 12,7 hektar tersebut, 5,5 juta hektar akan diambil dari izin konsesi yang diberikan kepada perusahaan. Sebanyak 20 persen lahan konsesi yang diberikan kepada perusahaan wajib dimanfaatkan melalui kemitraan dengan masyarakat.

Penegakan hukum atas kasus lingkungan hidup dan kehutanan sulit dilaksanakan karena melibatkan banyak lembaga peradilan, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Kementerian LHK menyiasati sulitnya penegakan hukum dengan memberi sanksi administrasi berupa pencabutan izin yang bisa diberikan langsung tanpa lembaga peradilan.

“Akan tetapi, pemberian sanksi administrasi tidak berarti menghentikan proses pidana,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani.

Pada 2015, Kementerian LHK telah menindak 10 perusahaan dengan pencabutan izin. Kementerian LHK menargetkan 20 persen kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan berkurang setiap tahun.

Sumber : klik di sini

Share Button

Instrumen di Daerah Mulai Dirombak

Penggabungan dua kementerian menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membawa konsekuensi perombakan struktur dan instrumen penegakan hukum di daerah. Perombakan untuk memaksimalkan sumber daya manusia dan keberadaan unit pelaksana teknis di daerah dalam fungsi pengamanan dan penegakan hukum.

“Perombakan akan memengaruhi cara kerja di daerah. Tahun ini selesai,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK, Kamis (2/7), di Jakarta. Ia didampingi direktur dan tujuh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BSKDA) dan Taman Nasional memaparkan tantangan penegakan hukum lingkungan dan kehutanan.

Saat ini, KLHK menangani 169 kasus lingkungan dan kehutanan: 134 proses hukum pidana, 25 proses sengketa/perdata, dan 10 proses administrasi.

Rasio mengatakan, pihaknya punya beberapa pandangan dan opsi menyesuaikan cara kerja UPT dengan semangat penegakan hukum tegas. Opsi itu antara lain membangun UPT yang koordinatif di daerah.

Di daerah, KLHK punya Pusat Pengelolaan Ekoregion dari Kementerian Lingkungan Hidup dan BKSDA/Balai Taman Nasional maupun Brigade Polisi Reaksi Cepat (SPORC) di beberapa daerah. “Kami sedang mempelajari apakah SPORC dan unit kerja akan diformulasikan bersama PPE atau BKSDA dengan fungsi penegakan hukum melekat,” katanya.

Selain itu, keberadaan 416 penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) lingkungan dan 1.043 PPNS Kehutanan yang sama-sama menjalankan amanat UU No 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 41/1999 tentang Kehutanan diupayakan dilebur. Artinya, PPNSLH bisa menyidik kasus kehutanan dan sebaliknya.

Secara terpisah, pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor Basuki Wasis optimistis peleburan penegak hukum lingkungan dan kehutanan akan membawa kemajuan penanganan isu-isu kejahatan sumber daya alam. “Semua masalah izin hingga dokumen lingkungan sekarang dipegang KLHK. KLHK juga punya perundangan kuat dan instrumen hukum lengkap,” katanya.

Namun, ia mengingatkan agar KLHK peka membaca posisi pelaku korporasi. “Dari pengalaman, untuk kasus korporasi nasional sulit mengandalkan penegak hukum di daerah. Lebih baik langsung dipegang Jakarta,” katanya.

Sumber : klik di sini

Share Button

Sebanyak 2000 Kampung Iklim Ditargetkan Berfungsi di 2019

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan sekitar 2.000 lokasi yang tersebar di Indonesia akan dijadikan sebagai Kampung Iklim pada tahun 2019.

“Pada tahun 2019 mendatang target kami ada sekitar 2.000 kampung iklim yang menyebar di seluruh Indonesia,” kata Dirjen Pengendalian Iklim Nur Masripatin di Jakarta, Senin.

Kampung iklim tersebut, merupakan target yang ingin dicapai Kementerian LHK dalam Program Kampung Iklim (Proklim) sejak peluncurannya pada Oktober 2011 lalu.

Proklim tersebut adalah langkah dalam memperkuat aksi nyata di tingkat lokal yang dapat berkontribusi terhadap upaya mitigasi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca. Ini juga sebagai upaya adaptasi untuk meningkatkan kapasitas seluruh pihak dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

“Aksi nyata adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan strategi pembangunan rendah karbon dan tahan perubahan iklim, yang perlu terus dikembangkan dan diperkuat pelaksanaannya,” ujar Masripatin.

Dengan adanya Proklim ini yang menggandeng berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesai sebagai mitra strategis dalam melakukan riset, Masripatin mengharapkan dapat menjadi contoh pihak lainnya untuk ikut serta dalam aksi nyata mengurangi gas emisi rumah kaca.

“Lokasi Proklim ini merupakan pembelajaran bagi daerah lain, swasta, instansi pemerintah dan perorangan agar bisa juga berperan serta dalam aksi nyata dalam pengurangan emisi gas dan mitigasi perubahan iklim,” ucapnya.

Dari data yang dimilikinya, Masripatin mengatakan sepanjang tahun 2012 sampai 2014, telah diterima sebanyak 412 pengusulan lokasi Proklim yang tersebar di 23 provinsi di Indonesia.

“Verifikasi lapangan telah dilaksanakan di 322 lokasi untuk melihat keberadaan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bekerjasama dengan pemerintah daerah,” ujarnya.

Sedangkan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat dikembangkan dan dilaksanakan di tingkat lokal mencakup hal dalam pengendalian bencana alam (banjir, longsor atau kekeringan), peningkatan ketahanan pangan, penanganan kenaikan muka air laut, pengendalian penyakit terkait iklim serta pengelolaan dan pemanfaatan limbah.

“Lalu penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi; Budidaya pertanian rendah emisi gas rumah kaca; Peningkatan tutupan vegetasi serta pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan,” jelasnya.

Dari keterangannya, para penerima penghargaan Proklim, juga akan menjadi nara sumber untuk kegiatan CSR industri, memperoleh penghargaan dari institusi lain dan mendapatkan bimbingan teknis mengenai akses pendanaan untuk program yang mereka kerjakan.

Sementara itu, keberadaan kelompok masyarakat dan tokoh lokal yang mampu berperan sebagai penggerak pelaksanaan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta ketersediaan instrumen pendukung lainnya merupakan faktor penting yang dievaluasi dalam proses penilaian usulan Proklim.

Pengusulan lokasi Proklim kepada KLH dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik secara individu maupun kelompok yang mempunyai informasi bahwa masyarakat di lokasi tertentu telah melakukan aksi lokal yang dapat mendukung upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Sumber : klik di sini

Share Button