Indonesia menjadi negara pertama yang akan mendapatkan kemudahan ekspor kayu dan turunannya ke Eropa mulai akhir tahun ini, karena Indonesia berhasil merampungkan proses negosiasi dengan Uni Eropa (UE) dalam perjanjian Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT).
Kepastian itu didapat setelah Indonesia yang diwakili KLHK mengadakan pertemuanThe Third Joint Implementation Committe (JIC) FLEGT dengan UE yang dilaksanakan pada Rabu (08/07/2015). Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari KLHK Ida Bagus Putera Prathama, seusai pertemuan mengatakan, kemudahan ekspor ke Eropa akan diberikan untuk produk kayu dan turunannya yang sudah memiliki sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
“Kita akan berikan akses itu kepada siapa saja yang bisa menghasilkan kayu dengan sertifikat SVLK. Bisa pengusaha dan bisa juga IKM (industri kecil menengah),” ungkap Ida Bagus kepada Mongabay.
Menurutnya saat ini proses negosiasi dengan UE sudah berjalan jauh dan sudah memasuki tahap akhir. Diharapkan, pada Oktober mendatang sudah bisa dilakukan penandatanganan untuk kerjasamanya, sehingga pada akhir tahun pengiriman kayu-kayu dan turunannya sudah bisa dilakukan dengan lancar.
“Kayu-kayu yang akan masuk ke Eropa adalah kayu hijau yang sudah dipastikan melalaui sertifikat SVLK. Jadi tidak akan melalui due dilligence lagi. Ini jelas menguntungkan karena membuat Indonesia lebih kompetitif di pasar ini,” jelas Ida.
Deklarasi Ekspor
Dalam proses negosiasi tahap akhir yang sekarang sedang dilakukan, Ida Bagus mengatakan bahwa saat ini pihaknya fokus pada tiga list saja, yaitu Deklarasi Ekspor (DE), tindak lanjut pemerintah terhadap unit manajemen yang tidak lulus (compliance), dan evaluasi bertahap (periodic evaluation).
Dengan list tersebut, Ida Bagus mengaku optimis itu akan bisa dicapai kesepakatan pada September mendatang. Khusus untuk DE, dia mengungkapkan bahwa itu menjadi pembahasan lanjutan karena sebelumnya ada produk kayu dan turunannya dari Indonesia yang hanya menggunakan DE saja untuk pengantar masuk.
“Namun berikutnya, walau DE sudah ada, kita tetap wajibkan kayu yang akan dikirim ke Eropa harus sudah memiliki sertifikat SVLK. Ini memang menegaskan bahwa posisi DE tidak serta merta menggantikan SVLK,” tutur dia.
Bagi Ida Bagus, persyaratan SVLK memang harus dipenuhi oleh setiap eksportir, karena pihaknya ingin reputasi kayu dan turunannya dari Indonesia bisa sangat baik di tingkat dunia, khususnya di Eropa yang dikenal memilki regulasi ketat terhadap keabsahan produk.
“Memang, hingga saat ini ekspor kayu ke Eropa masih kecil jika dibandingkan dengan ekspor ke Tiongkok atau Jepang. Namun, Eropa adalah pasar yang penting karena reputasinya yang sangat baik di tingkat dunia,” jelas Ida Bagus.
Tingginya reputasi Eropa, menurut dia, ikut memengaruhi kebijakan yang dikeluarkan negara tetangga, Australia. Dia yakin, Australia hanya tinggal menunggu waktu saja untuk menjalin kerja sama dalam pengiriman kayu dan turunannya. Karena, Australia selama ini sangat tergantung pada Eropa dalam menilai setiap kebijakan produk.
Tanpa SVLK, IKM Akan Ditutup
Kewajiban setiap IKM di Indonesia untuk memiliki seritifikat SVLK sudah menjadi harga mati. Namun, KLHK mengaku akan membantu setiap IKM untuk mendapatkan sertifikat dengan diberikan kemudahan dana. Saat ini, kata Ida Bagus, KLHK sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp30 miliar untuk membantu sertifikasi IKM.
“Saat ini, ada 805 IKM yang terdata resmi di Kemendag. Dari 805, hanya 300 sekian saja yang mengekspor beneran, yang lain tidak aktif. Dari 300 sekian itu, 80 persennya kita sedang bantu untuk dapat (sertifikat) SVLK. Akhir tahun ini sudah bisa selesai,” paparnya.
Untuk bisa mendapatkan sertifikat SVLK, Ida Bagus menerangkan, setiap IKM harus melalui proses seleksi yang dilakukan oleh sekitar 20 lembaga sertfikasi. Itu prosesnya panjang dan memerlukan biaya tidak sedikit. Namun, kata dia, semua biaya tersebut akan ditanggung oleh KLHK.
Akan tetapi, Ida Bagus mengungkapkan, jika IKM tersebut sudah melewati tahap sertifikasi dan dinyatakan tidak lulus, maka statusnya IKM tersebut harus menutup aktivitasnya. Karena, tanpa SVLK keberadaan IKM tersebut adalah ilegal.
“Sebelum mereka dinyatakan ditutup, kita akan berikan kelonggaran dulu. Misalnya, IKM tidak harus mendapatkan 100 persen untuk syarat kelulusan. Namun, untuksurveillance yang pertama, setiap IKM wajib bisa melewatinya,” tandas dia.
Uni Eropa Istimewakan Indonesia
Kepala Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam, dan ASEAN Colin Crooks, dalam kesempatan yang sama menjelaskan, dengan dicapainya kesepakatan FLEGTY license untuk produk kayu dan turunannya, maka posisi Indonesia sudah unggul dari negara lain eksportir kayu ke Eropa.
“Hingga sekarang baru Indonesia yang sudah bisa memiliki sertifikat tersebut. Itu satu keuntungan juga bagi Indonesia. Sementara bagi kami di Eropa, itu juga satu keuntungan karena kami bisa mendapatkan kayu dengan status jelas,” ungkap Colin kepada Mongabay.
Colin berharap, proses negosiasi tahap akhir yang sedang dilakukan sekarang bisa segera diselesaikan secepatnya. Dengan demikian, produk kayu-kayu dan turunannya yang bersertifikat SVLK di Indonesia sudah bisa masuk ke Eropa maksimal pada awal tahun 2016.
“Ini adalah langkah yang indah. Kami berharap langkah seperti ini bisa membantu Indonesia untuk meningkatkan ekspornya ke wilayah Eropa. Kami juga akan mensosialisasikan kabar ini ke negara-negara Eropa,” pungkas dia.
Berdasarkan data KLHK, hingga 7 Juli 2015 ini total ekspor kayu yang memiliki dokumen V-legal dari Indonesia jumlahnya mencapai 9,568 miliar kg dengan nilai USD5,354 miliar.
Sumber : klik di sini,