Suara Masyarakat Hutan Didesakkan

Kongres Kehutanan Dunia XIV, 7-11 September 2015, di Durban, Afrika Selatan, diharapkan memberi kesempatan bagi aspirasi komunitas masyarakat lokal dan adat yang tinggal di sekitar hutan. Itu karena kelompok masyarakat tersebut berperan penting menjaga dan mengelola hutan sebagai paru-paru dunia.

Hal itu mengemuka pada pertemuan regional masyarakat dan hutan “Investasi di Komunitas Lokal untuk Hutan Berkelanjutan”, Rabu (8/7), seperti dilaporkan wartawan Kompas, Ichwan Susanto, di Bangkok, Thailand.

Pertemuan yang diinisiasi RECOFTC-The Center for People and Forests dan ASEAN Social Forestry Network itu dihadiri perwakilan 20 komunitas masyarakat lokal atau adat dari Indonesia, Kamboja, Myanmar, Vietnam, Laos, Nepal, dan Thailand, serta lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah.

“Investasi ini berupa peningkatan kapasitas warga dengan menghargai pengetahuan lokal,” kata Tint Lwin Thaung, Direktur Eksekutif RECOFTC. Itu butuh komitmen tinggi otoritas pemerintah daerah dan pusat, donor, dan masyarakat lokal/adat.

Peningkatan kapasitas warga diperlukan untuk mengelola hutan Asia yang tersisa. Hutan di Asia seluas 740 juta hektar (18 persen dari luas hutan dunia) dan di dalamnya ada 450 juta warga lokal. Di kawasan hutan Indonesia yang diklaim pemerintah seluas 120 juta hektar, ada 30.000 desa/komunitas.

Sekretaris Jenderal Kongres Kehutanan Dunia XIV Abrahams Trevor mengatakan, tema kegiatan enam tahunan yang akan digelar adalah “Hutan dan Masyarakat: Investasi untuk Masa Depan Berkelanjutan”. Investasi itu disepakati berupa peningkatan kapasitas warga lokal atau adat.

“Investasi kehutanan ialah investasi kepada warga dan lingkungan demi mencapai pembangunan berkelanjutan setelah 2015 agenda PBB,” ujarnya. Kongres akan mengelaborasi isu partisipasi warga lokal/adat sebagai bahan pembahasan Kerangka Kerja Konvensi untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), Desember 2015, di Paris. “Ini bukan forum pemerintah yang menghasilkan perjanjian internasional. Kami ingin kongres di Durban menuju ke sana,” ujarnya.

Namun, belum semua komunitas masyarakat lokal/adat paham maksud kata “investasi” dan menilai itu berupa pemodal besar yang masuk ke tanah mereka. “Ini malah akan jadi masalah,” kata Krengkai Shechong, Ketua Jaringan Komunitas Masyarakat Hutan di Thailand.

Sumber : klik di sini

Share Button

Rapim Lingkup Badan Litbang dan Inovasi

Dalam rangka konsolidasi  pelaksanaan kegiatan 2015 dan rencana kegiatan 2016, Badan Litbang dan Inovasi mengadakan rapat pimpinan (rapim) seluruh satuan kerja (satker) untuk mempresentasikan profil dan program satker di Yogyakarta, senin (06/07).

Dalam arahannya Kabadan Litbang dan Inovasi, Dr. Henry Bastaman, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan pembahasan Renstra Badan Litbang dan Inovasi dan tindak lanjut dari pertemuan bulan Juni pada saat penandatanganan  MoU antara Kementerian LHK dengan Pemerintah DIY

“Gubernur sangat familiar dengan Badan Litbang sehingga banyak hal yang disampaikan dan sangat  antusias dengan kerjasama ini,”kata Kabadan. Sehingga diadakan dialog dengan Gubernur DIY dengan jajaran Badan Litbang dan Inovasi

Terkait dengan perubahan nomenklatur Badan Litbang Kehutanan menjadi Badan Litbang dan Inovasi, Gubernur mempunyai banyak pemikiran dan gagasan untuk menterjemahkan gagasan inovasi, karena dahulu hanya Badan Litbang sekarang ada tambahan inovasi.

Kabadan berharap tahun anggaran 2016 betul-betul bisa menterjemahkan Badan Litbang dan Inovasi sesuai dengan Perpres 16/2015 dan Permen LHK 18/2015 dan memastikan tahun 2015 bisa menyelesaikan berbegai kegiatan, terutama Puslitbang yang tertunda kegiatannya karena adanya perubahan struktur.

Setelah presentasi dari seluruh Kepala Balai, Kabadan memberikan tanggapan dan arahan lebih lanjut mengenai profil dan program kegiatan 2015 dan rencana 2016.

Kabadan mengatakan bahwa peta yang disampaikan 2015 dan rencana 2016, mau tidak mau kita harus menyesuaikan apa yang diarahkan oleh Menteri LHK dan target-target RPJM 2015-2019. Kalau 2015 ini sekarang ini memang prosesnya masih ada 2 K/L yaitu masih KHL dan Kemenhut. Di tahun 2016 sesuai arahan Menteri LHK  maka harus sudah betul-betul terintegrasi dan penggabungannya lebih sempurna.

Terkait dengan nomenklatur Badan Litbang dan Inovasi, lebih lanjut Kabadan mengatakan bahwa ada 2 hal untuk menterjemahkan inovasi, apakah sudah termaktup juga di pengembangan, apakah perlu juga artikulasi tersendiri untuk inovasi sebagai penekanan . Yang kedua mencakup lingkungan hidup dan kehutanan mungkin ini perlu kita liat juga.

“Sementara itu, dari 15 presentasi Balai, lingkungan hidup menjadi bidang yang baru di balai-balai tersebut, besok diusulkan setelah Bappenas dan Birocan maka Pak Wahyu memberikan informasi apa-apa saja yang dipikirkan, secara subtansi sudah ada tetapi penekakan-penekan LH harus masuk,”kata Kabadan

Arahan terkait dengan serapan anggaran, Kabadan mengatakan bahwa kita punya PR besar yaitu serapan sampai saat ini total 24, 27%, mungkin ada beberapa update dari balai-balai tetapi angkanya sekitar itu sehingga kita harus bisa betul-betul bisa memenuhi target serapan. Dengan waktu tersisa kita pendek maka kita harus mampu menyerap 70-75% dalam waktu pendek

“Pada saat bersamaan kita harus bisa juga menyiapkan tahun 2016, sampai sekarang masih bertahan anggaranya 431 M,”ungkap Kabadan

Dari arahan Menteri LHK, Kabadan mengatakan ada 3 (tiga) hal yang perlu kita kaji dan dalami lagi dari materi-materi yang disampaikan.

Yang pertama,  tinggi sekali permintaan dari Badan Litbang dan Inovasi untuk dukungan kajian yang dapat digunakan untuk menjawab berbagai kebijakan yang akan dikeluarkan atau menyempurnakan kebijakan, ini bisa isunya actual bisa juga beberapa hal yang menjadi diskusi tingkat rapim eselon 1, sumbernya bisa dari Manteri atau dari masyarakat, misalnya untuk mengkaji tentang smelter dan revisi PP 06/2008 mengenai restorasi ekosistem dan beberapa hal terkait SVLK dan kajian-kajian mengenai KPH.

Kedua, yaitu dari kita sendiri. Jadi mana hal-hal dan wilayah-wilayah yang harus kita angkat dan kita punya aktifitas dan kegiatan yang sudah dilakukan. Jadi ada hal-hal  yang akan diangkat menjadi kebijakan.

“Paling tidak ada 5 hal yang terkait dengan Badan Litbang dan Inovasi :1 ) bagaimana kita memberikan peran di dalam HHBK, 2) energy, kita diminta memberikan angka presentasi kontribusi untuk energy baru dan  terbarukan dalam rencana aksi energy nasional  dan lahan untuk kita alokasikan berapa besar?, 3) pangan, diminta seberapa besar hutan sebagai sumber pangan untuk kontribusi kesejahteraan masyarakat, 4) perubahanm iklim, masih terus dikembangkan misalnya INCAS dan kita bisa menurunkan emisi dari kebakaran hutan serta kita bisa berkontribusi untuk mempertahankan hutan kita, dan 5) pemulihan/restorasi lahan bekas tambang,” kata Kabadan

“Hal tersebut merupakan 5 wilayah yang menurut saya menjadi focus area yg penting karena dalam berbagai pertemuan ini selalu muncul,”ungkap Kabadan

Lebih lanjut Kabadan mengatakan bahwa dari presentasi 15 balai tersebut, saya melihat betul perlunya scaling up dari berbagai produk-produk  hasil penelitian itu dan muaranya ada 2 yaitu ; 1) kesiapan kita melauncing  dan 2) kerjasama.

Selain itu Kabadan mengatakan bahwa kita masih punya PR untuk memperkuat dan mengembangkan tusi Balai, apakah nanti kita cukup perkuat di pengembangkan dan memasukkan content lingkungan supaya kita bisa betul-betul terlihat KHL–nya.

Terkait dengan sarana-prasarana, perlu ditingkatkan dan terkait dengan anggaran hampir seluruhnya 50% untuk belanja pegawai. Terakhir SDM masih ada gap tingkat pendidikan. Hal ini perlu didiskusikan lebih lanjut untuk menyempurnakannya.

Rapim diikuti oleh seluruh satuan kerja lingkup Badan Litbang dan Inovasi yauti 4 Puslitbang, 2 Balai Besar dan 13 Balai yang ada di seluruh Indonesia.***

Sumber : forda-mof.org

Share Button

Pembahasan Renstra Badan Litbang dan Inovasi 2015-2019

Hari ini kita akan melakukan pencermatan terhadap draft renstra yang harus segera ditetapkan. Renstra kementerian sudah dibahas beberapa waktu yang lalu sehingga kita diminta untuk menindaklanjuti di masing-masing unit eselon 1. Demikian disampaikan Sekbadan Litbang dan Inovasi, Ir.Tri Joko Mulyono, MM dalam pembahasan Renstra Badan Litbang dan Inovasi (BLI) di Yogyakarta, selasa (07/08).

Lebih lanjut Sekbadan mengatakan bahwa renstra adalah rencana yang bersifat strategis 5 (lima) tahun sesuai Tusi/Tupoksi dan mempertimbangkan harapan-harapan stakeholders dengan sumber daya yang tersedia.

Sementara itu Tri Dewi Virgiyanti, nara sumber dari Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas mengatakan bahwa RPJMN 2015-2019 yang menjadi referensi atau acuan kita bersama untuk penyusun rencana kerja 5 (lima) tahun kedepan.

“RPJMN 2015-2019 memuat sasaran-sasaran pembangunan nasional yang pendanaannya dapat bersumber dari APBN, BUMN, APBD dan masyarakat dan dilakukan penyesuaian terhadap RKP dan APBN 2015 untuk memberi penekanan pada program dan kegiatan yang terkait dengan pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019,”kata Dewi

Lebih lanjut Dewi mengatakan bahwa menurut RPJP, visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah: “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”  sehingga semua K/L di tingkat pusat dan daerah harus mendukung visi ini. Selain itu juga harus diacu nawacita (sembilan agenda pembangunan) yang telah ditetapkan.

Dewi mengingatkan bahwa target sasaran pokok pembangunan bidang SDA LH Tahun 2015-2019 khususnya untuk pertumbuhan PDB pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan) tahun 2015-2019 adalah sebesar 3,5-4,0%. Sedangkan eskpor hasil kehutanan  (US$) berkisar 6,5 US$ dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan skor sebesar 64,0-64,5 s/d 66,5-68,5.

Sementara itu, terkait dengan sasaran pokok bidang lingkungan, Dewi mengatakan bahwa baseline tahun 2014 Emisi GRK sebesar 15,5 % dan sasaran tahun 2019 sebesar 26%.

Lebih lanjut Dewi mengatakan untuk agenda ketahanan air, Kementerian LHK mempunyai tugas untuk pengelolaan DAS dan catchment areakhususnya mengurangi lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan seluas 2,5 juta ha dan penyelesaian pengelolaan 180 DAS terpadu dan revitalisasi 4 DAS nasional. Sedangkan terkait dengan peningkatan pendapatan petani, penguatan sektor primer untuk peningkatan industri berbasis SDA, maka target produksi kayu bulat hutan tanaman 35 juta m3 dan produksi hutan rakyat sebesar 22 juta m3.

Beberapa masukan Dewi terhadap penyempurnaan Renstra BLI 2015-2019, khusus aspek lingkungan antara lain;

1)  Perlu penguatan karena merupakan hal baru dalam organisasi Balitbangnov,

2)  Terkait dengan prioritas nasional dan kondisi lapangan, bersifat strategis tapi praktis untuk diterapkan atau diadopsi dalam kebijakan,

3)  Keterkaitan dengan unit kerja lain baik dalam KLHK dan K/L lainnya perlunya konsultasi interatif dengan pengguna/unit kerja terkait;

4)  Arah kebijakan dan strategi sebaiknya per Puslitbang atau terstruktur;

5)  Bukan hanya menghasilkan temuan baru namun juga dapat bersifat evaluasi terhadap kebijakan/kegiatan yang ada;

6)  Bekerjasama dengan litbang lain baik pemerintah, universitas dan swasta;

7)  Data yang terkumpul merupakan aset bersama untuk dikelola secara satu pintu di Pusdatin sebagai walidata KLHK;

8)  Perlunya promosi dan komunikasi hasil penelitian

Sementara itu, Pungky Widiaryanto, nara sumber dari Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air mengatakan bahwa Badan Litbang dan Inovasi harus dapat menjawab peranan kehutanan bagi pembangunan dan ketahanan bangsa. Hal tersebut bisa dijawab dalam perencanaan strategis yang merupakan suatu metoda untuk menggunakan secara bersama-sama kekuatan internal dan eksternal sehingga perubahan yang cukup berarti dapat dilakukan

Pungky mengatakan bahwa dalam perencanaan strategis harus menjawab: 1) Where are we now?; 2) Where do we want to be?; 3) How do we measure our progress? ; 4) How do we get there?; 5) cHow do we track our progress?

Pungky memberikan beberapa masukan untuk penyempurnaan renstra BLI antara lain;

1)    Sebagai lembaga penelitan belum mencantumkan values dan aspirations;

2)    Kurang adanya strategi mengenai untuk mengatasi kekurangan pendanaan;

3)    Komitmen untuk outreach masih kurang;

4)    Tidak adanya sinergitas antar pusat penelitian dan tema penelitian;

5)    Tidak ada priority area dan priority setting; dan

6)    Dalam indikator seharusnya sudah mencantumkan tema/topik penelitian.

Pada akhir pembahasan Sekbadan memberikan arahan untuk menindaklanjuti beberapa masukan dari nara sumber dan eselon satu lainnnya serta dari UPT lingkup BLI dengan membentuk tim penyempurnaan Renstra BLI 2015-2019 yang terdiri dari Kepala Bagian Program dan Evaluasi dari seluruh Puslitbang dan Tim Kabag Program dan Kerjasama Sekretariat BLI.***

Materi terkait, silahkan download pada link berikut:

  1. Paparan Dirjen Program Planologi dan Tata Lingkungan
  2. Renstra Jogya Ditjen PDASHL
  3. RPJMN SDALH_Renstra Balitbang KLHK_Bappenas
  4. Tanggapan Renstra Litbang 2015-2019_Rev_Bappenas
  5. Integrasi LHK Dalam Tataran Implementasi Kegiatan di Puslitbang KLL

Sumber : forda-mof.org

Share Button

KPH Siap Beroperasi Tahun 2015

Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono membuka Lokakarya dan Peluncuran Buku “Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia”, Rabu (8/7) di Ruang Rimbawan I Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Jakarta. Pada kesempatan tersebut Bambang Hendroyono yang mewakili Menteri LHK mengatakan bahwa pembangunan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) menjadi salah satu prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Untuk mengkondisikan pembangunan KPH maka telah dibentuk lembaga adhoc Sekretariat Nasional Pembangunan KPH melalui Surat Keputusan Menteri LHK No.13/MenLHK-II/2015. Lembaga ini terdiri dari Komisi Pengarah diketuai Sekjen kementerian LHK dengan anggota seluruh Pejabat eselon I. Komisi Pelaksana diketuai Direktur Teknis Penanggung Jawab Pembentukan KPH Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan beranggotakan pejabat teknis di Kementerian LHK, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Dekan beberapa Fakultas Kehutanan, serta Sekretaris Eksekutif Pelaksana Harian yang dibantu oleh beberapa tenaga ahli bidang tertentu beserta staf administarsi dan keuangan. Percepatan operasionalisasi KPH juga merupakan tuntutan dari pelaksanaan UU no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kementerian LHK dalam RPJMN 2010-2014 telah menetapkan 530 unit KPH Lindung dan KPH Produksi dan 70 unit KPH Konservasi. Sampai saat ini telah ditetapkan 120 unit KPHL/KPHP model dari 600 unit. Untuk mempercepat beroperasinya KPH telah dilakukan fasilitasi penyiapan kelembagaan, sosialisasi, tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan jangka panjang, penyiapan SDM, pelatihan serta sarana dan prasaran fisik dasar KPH.

Pada kesempatan itu juga diresmikan pemakaian logo KPH yang merupakan pemenang pertama pada lomba yang diselenggarakan pada bulan April 2015 lalu atas nama Vincent Caesar Jansius Luhur.

Sumber : ppid.dephut.go.id

Share Button

Asap Makin Menyebar Hujan Buatan Tak Efektif, Bom Air Perlu Digencarkan

Asap yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan di Jambi kian menyebar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jambi memperkirakan, hal itu akan berdampak ke negara-negara tetangga seiring dengan pergerakan angin yang cenderung ke utara.

“Arah angin umumnya bergerak dari tenggara dan selatan. Asap dari Sumatera bisa menuju ke negara tetangga,” kata Koordinator Bidang Pengkajian dan Informasi BMKG Jambi Kurnianingsih.

Direktur Eksekutif Walhi Jambi Musri Nauli, Minggu (5/7), di Jambi, menilai, upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Jambi cenderung dilimpahkan kepada negara. Sementara tanggung jawab para pemegang konsesi dalam mengantisipasi kebakaran lahan dalam wilayahnya minim dengan dalih keterbatasan alat, tenaga, dan faktor keamanan.

“Padahal, pengamanan hutan dan lahan dari kebakaran merupakan tanggung jawab yang melekat sejak perusahaan mendapat izin konsesinya,” ujarnya.

Untuk itu, para pemegang konsesi didorong agar sigap mengantisipasi kebakaran lahan di wilayahnya. Kelalaian pemegang konsesi dalam mengatasi masalah tersebut menimbulkan bencana asap yang merugikan masyarakat luas. “Masyarakat tak mau jadi korban akibat perusahaan tidak bertanggung jawab menjaga lahannya,” katanya.

Berdasarkan citra Satelit NOAA yang diolah Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, dari 35 titik panas di Jambi, 17 di antaranya berada di areal konsesi tanaman industri dan perkebunan sawit. Sebaran titik panas terbanyak di konsesi tanaman karet sejumlah perusahaan, termasuk PT Lestari Asri Jaya 5 titik.

Dalam pengendalian kebakaran lahan di konsesinya, Manajer Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Lingkungan PT Lestari Asri Jaya Brian Bermana mengaku meminta bantuan tim manggala agni. Pelibatan pasukan pemadam Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi itu karena faktor keamanan.

“Bukan karena peralatan kami tak memadai, tetapi lokasi yang terbakar adalah wilayah perambahan rawan konflik,” ujarnya. Perusahaannya punya empat mesin pompa dan sekitar 150 petugas pemadam.

Hujan buatan

Kebakaran lahan di Riau sulit teratasi dengan hujan buatan. Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Heru Widodo, kemarin, di Jakarta, musim kemarau yang menuju puncak kekeringan di Riau membuat operasi teknologi modifikasi cuaca sulit memicu hujan akibat awan tak memadai.

Oleh karena itu, kegiatan bom air dinilai lebih mampu membantu untuk mencegah serta mengatasi kebakaran hutan dan lahan. “Secara historis, Riau sedang kemarau. Di sisi lain, tahun ini terjadi El Nino sehingga kekeringan meningkat dan awan bagus sulit didapat,” ucapnya.

El Nino adalah fenomena peningkatan suhu muka laut di Samudra Pasifik sekitar ekuator, yakni bagian timur dan tengah, sebagai hasil interaksi laut dan atmosfer. Itu meningkatkan kekeringan di Indonesia jika bersamaan dengan kemarau.

Apalagi tiga pusat tekanan rendah di area Samudra Pasifik menyedot banyak massa uap air, termasuk yang berpotensi jadi awan di Riau. Itu membuat tim operasi TMC tak setiap hari mendapat awan bagus selama dua pekan kegiatan itu berjalan.

Sejak dimulai Senin (22/6), penaburan garam (NaCl) di udara demi mempercepat proses awan jadi hujan dilakukan 11 kali penerbangan. Garam yang ditaburkan 23,28 ton.

Sumber : klik di sini

Share Button

12,7 Juta Hektar Hutan Akan Dikelola Masyarakat

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan memberikan izin 12,7 juta hektar lahan perhutanan sosial untuk dikelola masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Hal itu disampaikan Direktur Penanganan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Rosa Vivien Ratnawati, Senin (6/7), di Jakarta.

Vivien mengatakan, program tersebut bertujuan agar hutan bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat di sekitar hutan. “Program ini juga untuk mengurangi konflik lahan yang terjadi di sekitar hutan,” katanya.

Ia menekankan, sasaran program itu adalah 32 juta rakyat Indonesia yang hidup di sekitar hutan. Masyarakat itu tinggal di 33.000 desa.

Program tersebut, lanjutnya, akan diatur melalui instruksi presiden yang menetapkan peta indikatif arahan perhutanan sosial.

Izin perhutanan sosial tersebut akan dibagi menjadi pengelolaan hutan desa, izin hutan kemasyarakatan, izin hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan.

Dalam mengurus izin perhutanan sosial, Kementerian LHK akan membuat regulasi agar akses masyarakat, kelompok masyarakat, ataupun koperasi terhadap perhutanan sosial tersebut semakin mudah.

Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono menyatakan, dari target perhutanan sosial seluas 12,7 hektar tersebut, 5,5 juta hektar akan diambil dari izin konsesi yang diberikan kepada perusahaan. Sebanyak 20 persen lahan konsesi yang diberikan kepada perusahaan wajib dimanfaatkan melalui kemitraan dengan masyarakat.

Penegakan hukum atas kasus lingkungan hidup dan kehutanan sulit dilaksanakan karena melibatkan banyak lembaga peradilan, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Kementerian LHK menyiasati sulitnya penegakan hukum dengan memberi sanksi administrasi berupa pencabutan izin yang bisa diberikan langsung tanpa lembaga peradilan.

“Akan tetapi, pemberian sanksi administrasi tidak berarti menghentikan proses pidana,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani.

Pada 2015, Kementerian LHK telah menindak 10 perusahaan dengan pencabutan izin. Kementerian LHK menargetkan 20 persen kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan berkurang setiap tahun.

Sumber : klik di sini

Share Button