Semarak Ruwat Bumi Warga Miliran Yogyakarta Sambut Hari Lingkungan Hidup

Puluhan warga Kampung Miliran Yogyakarta menggelar acara Ruwat Bumi untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup. Ruwat Bumi atau Merti kampung kali ini menjadi yang pertama kalinya sejak terakhir dilakukan pada tahun 1972 lalu.

Para warga mulai dari anak-anak hingga lansia mengenakan pakaian traditional Yogyakarta berkumpul di Balai RT 13 RW 4 Miliran, Kelurahan Muja Muju, Umbulharjo, Yogyakarta, ‎Minggu (14/6/2015). Mereka menghidupkan kembali tradisi yang sempat puluhan tahun menghilang ditelan zaman.

“Memetri lingkungan hidup, kewajiban kito sami. Monggo sami nunggal tekad,” demikian sepenggal syair tembang Panembromo Lingkungan Hidup yang dinyanyikan para warga.

Acara diawali dengan pembacaan doa bersama, pelepasan 7 burung dara, dan kirab Tumpeng mengelilingi kampung. Merti kampung mengandung beragam makna. Tumpeng yang menjulang ke atas bermakna warga memohon berkah kepada Tuhan. Sedangkan pelepasan 7 burung dara mengandung makna “pitu”, yaitu “pitulungan” (pertolongan).

Acara yang digelar di belakang bangunan hotel ini juga menjadi bentuk sikap warga terhadap pembangunan yang seharusnya tetap berpihak pada kehidupan ‘bumi’.

Belasan pemuda menarikan Tarian Topeng Ireng selama kirab berkeliling kampung. Suasana meriah dan penuh keakraban. Masing-masing warga membawa bahan makanan dan minuman untuk disantap bersama seusai kirab.

“Di sini ada satu hotel yang akhir tahun lalu (2014) sempat membuat air tanah warga macet. Setelah diprotes, kemudian mereka menggunakan air PAM. Alhamdulillah sekarang sudah lancar kembali,” ujar seorang warga Jumadi (66).

Pengalaman krisis air tahun lalu begitu membekas di ingatannya karena menjadi pertama kalinya dialami Jumadi selama hidupnya tinggal di sana. Pria yang lahir di Kampung Miliran ini sangat berharap pembangunan hotel di Yogyakarta yang saat ini cukup pesat,‎ tetap memperhitungkan kelestarian lingkungan hidup.

“Tahun lalu, kami juga sampai demo ke hotel. Seumur-umur baru sekali itu air sumur kampung kering,” kenangnya.

Dalam kesempatan yang‎ sama, koordinator acara, Dodok Putra Bangsa menceritakan ada satu hotel lagi yang sedang dibangun di kawasan tersebut.
Warga berharap ada komunikasi yang baik sehingga tidak ada lagi kejadian serupa‎ di kampungnya.

Mengingat peristiwa krisis air akibat pembangunan hotel itu, warga kini terus meningkatkan kesadaran atas lingkungan hidup. Berawal dari makna filosofi yang terkandung dalam acara Ruwat bumi, diharapkan kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup akan terus tertanam.

“Dalam doa, warga Kampung Miliran memanjatkan puji syukur dan terima kasih untuk bumi dan memohon pertolongan Tuhan untuk mengusir semua hal buruk yang merusak kampung,” tutur Dodok.

Sumber : klik di sini

Share Button