“Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, semua produk yang kita gunakan mengandung kelapa sawit.” ujar Davina Veronica, salah satu champion kampanye #BeliYangBaik. Tak dipungkiri kehadiran minyak sawit dalam kehidupan kita begitu lekat. Sabun, shampoo, dan alat kosmetik lainnya, serta minyak goreng, biskuit, dan minuman yang biasa terpajang rapih di rak supermarket, siapa yang tak pernah membeli dan menggunakannya?
Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Hingga tahun 2015, produksi kelapa sawit di tanah air mencapai 9,7 juta ton dari 12,65 juta ton yang ada di dunia. Persentase 51% telah membuktikan bahwa Indonesia telah memberikan sumbangsih terbesar bagi kebutuhan dunia. Namun, bagaimana proses berjuta-juta ton minyak tersebut dihasilkan adalah yang menjadi tanda tanya besar bagi kita selama ini.
Menurut data Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) hanya 60 dari 400 perusahaan yang mau memproduksi minyak sawit secara bertanggung jawab. “Hanya anggota dari RSPO yang menanam dan memanen sawit dengan memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Selain itu, mereka (perusahaan) masih lakukan pembakaran dan penggundulan.” ujar Desi Kusumadewi, Direktur RSPO Indonesia.
Keprihatinan ini membawa RSPO pada sebuah komitmen untuk menjaga Indonesia sebagai ladang pencaharian hingga generasi mendatang dengan gencarkan program sustainable palm oil atau minyak sawit yang berkelanjutan. Seluruh anggota RSPO sepakat untuk memperhatikan kaidah lingkungan, sosial, dan ekonomi secara seimbang. Dari segi lingkungan, kelapa sawit ditanam di tanah yang legal dengan regenerasi standar, kemudian para petani lokal diberdayakan untuk mengawal pertumbuhan sawit hingga menjadi hasil.
Proses panjang ini juga menjadi rangkaian seleksi dari perusahaan untuk dapatkan sertifikasi RSPO. “Ada badan terpisah yang akan mengaudit dan memberikan sertifikasi pada produk mereka, dan sertifikasi itu tidak dipungut biaya.” tegas Dewi.
Sayangnya, di Indonesia produk-produk yang memiliki sertifikasi dan label RSPO dapat dihitung dengan jari. “Selain jarang, produknya mahal!” tukas Davina sambil terbahak saat ditemui di Kembang Goela, Jakarta (10/6).
Menurut Edi Suhardi selaku Koordinator Anggota Perusahaan RSPO, tingginya harga produk dengan minyak sawit berlabel RSPO disebabkan oleh biaya eksternal dan renten selama masa produksi. “Kita bersyukur di Indonesia biaya produksi minyak sawit itu paling rendah loh, hanya 300 juta US dollar. Sedangkan di India bisa mencapai dua kali lipatnya.” Jelasnya.
Sampai detik ini RSPO masih berusaha meningkatkan target perusahaan untuk bergabung dalam RSPO dan menciptakan komoditas produksi minyak sawit yang berkelanjutan. “Kita butuh demand yaitu dukungan dari Anda semua untuk membeli yang baik. Tinggalkan produk yang tidak bertanggungjawab untuk bumi kita yang lebih sehat.”
Sumber : klik di sini