Pelantikan Pengurus HIMPENINDO cabang Kalimantan Timur

Bertempat di Aula Balitbanda Provinsi Kalimantan Timur, yang dihadiri oleh beberapa instansi Litbang Daerah  dan Kementerian yang ada di Kalimantan Timur. Kamis, (07/05) dengan agenda utama yang dilaksanakan mulai pukul 09.00 – 13.00 adalah Pelantikan Pengurus HIMPENINDO cabang Kalimantan Timur, Disampaikan juga paparan “Peran Strategis Organisasi Peneliti dalam mendukung Pembangunan Daerah”  oleh Kepala Balitbangda Provinsi Kalimantan Timur (Prof. Dr. H. Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd), kemudian dilanjutkan dengan paparan oleh Kepala Bagian Bantuan Sosial mengenai dana hibah untuk organisasi masyarakat termasuk didalamnya untuk kegiatan riset.

Pengurus HIMPENINDO cabang Kalimantan Timur dilantik langsung oleh Ketua HIMPENINDO Pusat, Prof. Bambang Supriyanto. Pengurus HIMPENINDO cabang Kalimantan Timur berjumlah 21 orang dengan struktur organisasi meliputi : Ketua, Wakil ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Koordinator pada setiap UPT Litbang yang berada di provinsi Kalimantan Timur. Pengurus yang dilantik berdasarkan hasil pemilihan pada rapat pembentukan kepengurusan HIMPENINDO cabang Kalimantan Timur di Ketua oleh Dr. H. Syachrumsyah Asri, SH, M.Si dengan wakilnya Suroto HS, MP. Untuk Koordinator dari Balai Penelitian Teknologi Sumber Daya Alam adalah Tri Atmoko, S.Hut., M.Si.

Setelah agenda pelantikan pengurus, dilanjutkan dengan pemaparan oleh ketua HIMPENINDO pusat mengenai pembangunan Taman Sains dan Teknologi Nasional (National Science Techno Park) dengan tujuan hilirisasi hasil riset untuk pelayanan teknologi dan pengembangan bagi wirausaha baru di bidang teknologi maju. Sayangnya dalam rencana Pembangunan Science Park dan Techno Park LIPI tahun 2015  – 2019 belum memasukkan wilayah Kalimantan.

Dalam acara ini juga kepala Balitbangda provinsi Kalimantan Timur berharap banyak ide dan gagasan baru dari para peneliti dan membuat “Grand Skenario” penelitian agar kinerja peneliti lebih baik, lebih maksimal dan di ridhoi Allah SWT. **TM_

Share Button

Penataan Kelembagaan Kementerian Sudah Tuntas

Penataan kelembagaan kementerian di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla secara substansial sudah tuntas. Walaupun penataan kelembagaan tersebut berdasarkan pada UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tidak semudah membalikan telapak tangan. Harus memperhatikan berbagai kaidah pemerintahan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU tersebut, pembentukan kementerian dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; serta perkembangan lingkungan global. Demikian penjelasan Deputi Kelembagaaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini kepada Wartawan, Minggu (10/05).

Terkait tugas, fungsi dan susunan organisasi kementerian, menurut Rini, didasarkan pada Perpres Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, yakni memuat materi kedudukan kementerian, tugas kementerian, fungsi kementerian, susunan organisasi kementerian, dan tata kerja Kementerian. “Dalam Perpres tersebut juga diatur agar penyusunan organisasi didasarkan pada karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja.  Selain itu, dalam penetapan organisasi harus mempertimbangkan mandat konstitusi, visi dan misi presiden, tantangan utama bangsa, pemerintahan desentralistik, dan peran pemerintah” kata Rini. Menurut Perpres tersebut, dalam penataan kelembagaan  hendaknya dilakukan juga pembatasan mengingat masih terdapat kecenderungan kementerian/lembaga menyusun organisasi yang besar untuk memaksimalkan jumlah unit organisasi.

Rini menjelaskan bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014, telah dibentuk 34 (tiga puluh empat) Kementerian Negara, dengan komposisi 13 (tiga belas) Kementerian mengalami perubahan, dan 21 (dua puluh satu) kementerian tidak mengalami perubahan. Yang mengalami perubahan adalah 2 (dua) Kementerian Baru yakni Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, 1 (satu) Kementerian dengan perubahan nomenklatur yakni Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta 10 (sepuluh) Kementerian dengan pergeseran fungsi yakni Kemenko Perekonomian, Kemenko Polhukam, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Kementerian PUPR, Kementerian Pariwisata, Kementerian LHHUT, Kementerian Dikbud, Kementerian Ristek Dikti, dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Sedangkan 21 (dua puluh satu) Kementerian yang tidak mengalami perubahan, yaituKementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian BUMN, Kementerian PANRB, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Kementerian PP dan Perlindungan Anak, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Sekretariat Negara.

Terkait pelaksanaan teknis dan limitasi penataan Kementerian Negara, acuan utamanya adalah Perpres Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Dalam Perpres tersebut Presiden memberikan batasan waktu bagi penataan organisasi Kementerian yang mengalami perubahan agar diselesaikan paling lambat 4 (empat) bulan sejak Perpres diterbitkan pada tanggal 27 Oktober 2014.

Kementerian PANRB bekerja totalitas untuk merampungkan penataan kelembagaan kementerian agar sesuai dengan limit waktu yang digariskan. “Kami bekerja siang malam untuk menuntaskan penataan kelembagaan kementerian. Pak Menteri PANRB beserta jajaran di Kementerian PANRB bekerja sungguh-sungguh dan totalitas. Dari aspek legalitas,  telah diterbitkan Perpres untuk 12 Kementerian yang mengalami perubahan pada tanggal 21 Januari 2015, sedangkan untuk teknis penataan strukturnya secara menyeluruh sudah diselesaikan pada akhir bulan Maret 2015 dengan dikeluarkannya persetujuan Menteri PANRB” tegas Rini. Sedangkan untuk Perpres tentang Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Rini menuturkan, sesuai dengan arahan Presiden perlu dilakukan penyesuaian, sehingga penetapan Perpresnya baru dilakukan pada tanggal 22 April 2015 dengan Perpres Nomor 43 Tahun 2015.

Rini juga mengatakan bahwa keberadaan Perpres yang telah ditetapkan tersebut secara prinsipil sudah dapat dijadikan dasar hukum bagi organisasi kementerian melakukan tindak lanjut, karena didalamnya telah memuat penetapan unit organisasi eselon I beserta tugas dan fungsi masing-masing. “Kunci utama dari efektivitas tindak lanjut, pasca penataan kelembagaan kementerian, terletak pada komitmen semua pihak untuk melakukan akselerasi. Kementerian PANRB sendiri sebagai salah satu entitas yang bertugas dalam perumusan kebijakan sudah on the track, menunaikan tugas sebagaimana mestinya” ungkap Rini.

Selanjutnya terhadap 21 (dua puluh satu) Kementerian yang tetap, menurut Rini, jika diperlukan dapat dilakukan penataan organisasi untuk disesuaikan dengan visi dan misi Presiden (Nawa Cita). Tetapi batas waktu penataannya lebih leluasa disesuaikan dengan kebutuhan objektif dan kesiapan masing-masing kementerian, tidak seperti penataan terhadap 13  (tiga belas) Kementerian yang mengalami perubahan. Keleluasaan batas waktu tersebut dimungkinkan karena pada 21 (dua puluh satu)  Kementerian ini tidak mengalami perubahan tugas dan fungsi, sehingga dapat langsung menjalankan urusan pemerintahan yang dimandatkan sesuai dengan bidang tugasnya. Namun demikian, Kementerian PANRB tetap mendorong adanya percepatan dan penataannya disesuaikan dengan Nawa Cita.

Dalam upaya tersebut, telah disampaikan Rancangan Perpres tentang organisasi 21 (dua puluh satu)  Kementerian yang tidak mengalami perubahan pada Presiden. 10 (sepuluh) diantaranya telah ditetapkan Perpresnya, yakni Kementerian Setneg, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Sedangkan untuk 11 (sebelas) Kementerian lainnya yaitu Kementerian PANRB, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Kementerian Agama, Kementerian PP dan Perlindungan Anak, Kementerian Pertahanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian ESDM, sudah disampaikan kepada Presiden dan tinggal menunggu penetapan Peraturan Presiden.

Di sisi yang lain, dengan telah diterbitkannya Perpres yang terkait dengan 13 Kementerian yang mengalami perubahan, Kementerian PANRB terus mendorong agar tiap-tiap Kementerian segera melakukan pengisian pejabat di lingkungannya masing-masing supaya organisasi dapat berjalan secara efektif. “Jadi secara substansial penataan kelembagaan sudah tuntas, tinggal mendorong penyelesaian pengisian pejabat di lingkungan organisasi kementerian masing-masing. Itu pun telah dilakukan melalui penerbitan Inpres Nomor 3 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi pada Kementerian/Lembaga” pungkas Rini.

Sumber : klik disini    

Daftar Perpres yang menjadi payung hukum penataan kementerian yang mengalami perubahan

NO
KEMENTERIAN
PERATURAN PRESIDEN
1
Kemenko Perekonomian
No. 8 Tahun 2015
2
Kemenko PMK
No. 9 Tahun 2015
3
Kemenko Kemaritiman
No. 10 Tahun 2015
4
Dalam Negeri
No. 11 Tahun 2015
5
Desa, PDT, & Trans
No. 12 Tahun 2015
6
Ristek dan Dikti
No. 13. Tahun 2015
7
Dikbud
No. 14 Tahun 2015
8
PUPR
No. 15 Tahun 2015
9
LHHut
No. 16 Tahun 2015
10
ATR/BPN
No. 17 Tahun 2015
11
Ketenagakerjaan
No. 18 Tahun 2015
12
Kemenko Polhukam
No. 43 Tahun 2015
13

Daftar persetujuan Menteri PANRB dalam rangka menindaklanjuti Perpres tersebut, sebagai berikut :

No
Kementerian
Persetujuan Menteri PANRB
1
Kemenko Kemaritiman
Persetujuan Menteri PANRB No. B/780/M.PAN-RB/03/2015, 2 Maret 2015
2
Kementerian Pariwisata
Persetujuan Menteri PANRB No. B/849/M.PAN-RB/03/2015, 12 Maret 2015
3
Kemen. Desa, PDT dan Trans
Persetujuan Menteri PANRB No. B/897/M.PANRB/03/2015, 17 Maret 2015
4
Kementerian Dalam Negeri
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1063/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
5
Kementerian PU PR
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1065/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
6
Kemen. Dikbud
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1067/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
7
Kemen. LH Hut
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1068/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
8
Kemen. Ketenagakerjaan
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1069/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
9
Kemenko PMK
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1109/M.PANRB/03/2015, 31 Maret 2015
10
Kemen. ATR/BPN
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1215/M.PANRB/04/2015, 2 April 2015
11
Kemen. Ristek dan Dikti
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1216/M.PANRB/04/2015, 2 April 2015
12
Kemenko. Perekonomian
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1217/M.PANRB/04/2015, 2 April 2015

Daftar Perpres yang menjadi payung hukum penataan Kementerian yang tidak mengalami perubahan, sebagai berikut :

No
Kementerian
Peraturan Presiden
1
Kementerian Setneg
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2015
2
Kementerian Keuangan
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015
3
Kementerian Perindustrian
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015
4
Kementerian Kesehatan
Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015
5
Kementerian Perhubungan
Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015
6
Kementerian BUMN
Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2015
7
Kementerian Hukum dan HAM
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015
8
Kementerian Pertanian
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015
9
Kementerian Sosial
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015
10
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015
Share Button

Aparat Hong Kong Ungkap Penyelundupan Paruh Enggang dan Sisik Trenggiling, Diduga Asal Indonesia

Seperti dilaporkan dalam siaran persnya (06/05), tim satgas operasi gabungan polisi laut dan bea cukai Hong Kong (Hong Kong Customs and Marine Police) berhasil membongkar upaya penyelundupan 150 kotak dan 30 tas barang elektronik yang bercampur dengan bagian tubuh satwa dilindungi.

Bercampur dengan barang-barang elektronik seperti 229 kamera, 10 ribu ponsel ditemukan kura-kura hidup, kadal, laba-laba, 129 kilogram sisik trenggiling dan 10 kilogram paruh rangkong. Total estimasi nilai barang selundupan tersebut adalah lebih dari HK$ 10 juta (sekitar 17 milyar rupiah).

Satu orang berusia 27 tahun berhasil diamankan, meski beberapa tersangka lainnya berhasil kabur dari speedboat saat terjadi penggeledahan barang selundupan tersebut.

Peneliti dan koordinator Indonesian Hornbill Conservation Society, Yokyok Hadiprakarsa, dalam pernyataan terpisah kepada Mongabay Indonesia,menjelaskan bahwa bagian tubuh paruh enggang gading yang dibongkar di Hong Kong dapat dipastikan berasal dari Indonesia. Menurutnya penyelundupan paruh enggang, trenggiling dan bagian tubuh satwa lainnya amat rawan diselundupkan keluar dari wilayah Sumatera dan Kalimantan.

“Indonesia merupakan habitat dan populasi terbesar untuk enggang gading di dunia. Perpaduan antara masih banyaknya populasi di alam dengan lemahnya penegakan hukum. Saya meyakini ini bersumber dari Indonesia meski informasi ini sedang ditelusuri oleh pihak berwenang di Hongkong,” jelas Yokyok.

“Modusnya dicampur dengan barang elektronik meski ada juga yang spesifik hanya berisi object wildlife crime,” tambah Yokyok  yang menghabiskan banyak waktu untuk melakukan riset dan studi modus penyelundupan satwa liar, terutama paruh enggang gading, dari Kalimantan Barat.

Aksi penyelundupan ini semakin menambah jumlah penyelundupan yang terjadi di Indonesia, termasuk temuan penyelundupan trenggiling, paruh enggang gading hingga kakatua jambul kuning baru-baru ini.

Kepulauan Indonesia yang luas menjadikan jalur penyelundupan antar pulau dan negara mudah untuk dilakukan. Jika sebelumnya penyelundupan menggunakan jalur udara marak dilakukan, sekarang modus jalur laut mulai menjadi favorit para penyelundup; karena jauh lebih longgar dari pemeriksaan aparat dan minimnya pengecekan kargo barang terkirim.

Dari 57 spesies enggang gading di dunia, maka enggang gading (Helmeted Hornbill, Rhinoplax vigil) spesies maskot Indonesia, mulai menjadi favorit para penyelundup untuk digunakan sebagai bahan kerajinaan (craft) saat gading gajah dan cula badak semakin sulit diperoleh. Bahkan para penyelundup mulai menggunakan kode “gading merah” untuk komoditas paruh enggang yang berharga mahal di pasar gelap.

Jaringan bawah tanah kejahatan satwa liar, umumnya bekerja sangat sistematis, memiliki jaringan hingga tingkat pemburu dan semakin tertutup dari kalangan luar. Para pelaku memiliki kaki tangan hingga di wilayah-wilayah pedalaman Indonesia.

Wilayah Tiongkok daratan dan Hong Kong merupakan pasar terbesar dunia dari obyek penyelundupan dan kejahatan satwa liar (wildlife crime object). Di Tiongkok saja hingga akhir tahun 2014, terdapat 14 kasus penangkapan dalam kasus serupa.

Dalam undang-undang Hong Kong, penyelundupan merupakan pelanggaran hukum serius, dengan hukuman denda hingga HK$ 2 juta dan penjara selama tujuh tahun. Sedangkan berdasarkan aturan Ordonansi Perlindungan Satwa dan Spesies Langka, setiap orang yang terbukti melanggar dan mengekspor/ mengimpor spesimen langka diancam denda maksimum HK$ 50 ribu dan kurungan penjara selama enam bulan.

Sumber : klik disini

 

Share Button

Selamatkan Burung Kakaktua Sebelum Tinggal Lagunya

Burung kakaktua, hinggap di jendela. Nenek sudah tua giginya tinggal dua.
Tekdung, Tekdung, tekdung, tekdung tralala… Tekdung, tekdung tralala… Tekdung, tekdung, tekdung tralala… Burung kakaktua

Lama menjadi keseharian anak-anak lewat lagu “Burung Kakaktua”, golongan burung kakaktua kini terancam dan bukan tak mungkin akan punah di masa depan karena perburuan dan perdagangan liar yang terus berlangsung.

Senin (4/5/2015), polisi menyita 24 burung kakaktua jambul kuning (Cacatua sulphurea) yang dibawa oleh salah satu penumpang kapal KM Tidar jalur pelayaran Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta yang turun di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Mirisnya, kakaktua jambul kuning itu dibawa dengan dimasukkan botol air mineral setelah sebelumnya dibius. Mengarungi perjalanan selama lima hari di atas kapal dan di dalam botol, sebagian kakaktua jambul kuning itu mati.

Kasus penyelundupan kakaktua jambul kuning di Tanjung Perak itu hanya salah satu dari lima penyelundupan yang terungkap dalam lima bulan terakhir. Kakaktua jambul kuning pun cuma salah satu jenis kakaktua yang diburu dan diperdagangkan.

Hanom Bashari, Spesialis Konservasi Biodiversitas dari Burung Indonesia, mengatakan bahwa golongan kakaktua yang kini paling banyak diperdagangkan adalah spesies kakaktua putih (Cacatua alba).

“Selama satu tahun, kurang lebih ada 1.200 ekor yang diperdagangkan,” ungkap Hanom saat ditemui dalam konferensi pers tentang kasus penyelundupan kakaktua jambul kuning di Yayasan KEHATI pada Senin (11/5/2015).

Angka perburuan melebihi kapasitas reproduksi kakaktua putih itu sendiri. “Setiap tahun, satu kakaktua putih hanya menghasilkan dua telur. Dari dua telur itu, tidak semua akan bisa menetas.”

Perburuan secara terus-menerus dalam jumlah besar membuat spesies yang sudah masuk kategori “Terancam Punah” menurut Perhimpunan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) itu semakin tertekan.

Apabila tidak ada langkah penyelamatan, maka spesies itu pasti punah dalam waktu dekat. “Apalagi kakaktua putih ini endemik Halmahera, hanya terdapat di sana. Kalau sampai punah, ya sudah benar-benar hilang,” ungkap Hanom.

Perdagangan kakaktua jambul kuning sendiri, kata Hanom, sebenarnya relatif menurun. Namun, jenis itu sudah kadung masuk kategori “Sangat Terancam Punah” menurut Daftar Merah IUCN setelah puluhan tahun diperdagangkan.

IUCN menyebutkan bahwa 25 tahun terakhir pada abad 20, spesies endemik Indonesia dan Timor Leste itu berkurang drastis. Di Sumba yang diduga habitat terbaik, populasi burung itu tinggal 3.200 pada tahun 1992.

Populasinya terus menurun. Tahun 2012, jumlah kakaktua jambul kuning di Sumba diperkirakan hanya tinggal 563. Sementara di Sulawesi dan Buton, jumlahnya tinggal sekitar 500. Dengan populasi yang tersisa, maka 24 ekor yang baru saja diselundupkan tak bisa dibilang kecil.

Sofi Mardiah, Manager Program Kebijakan dan Pengawasan Perdagangan Satwa Liar dari Wildlife Conservation Society (WCS), menilai bahwa kasus perdagangan kakaktua dan satwa liar lainnya marak karena lemahnya penegakan hukum.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perburuan dan perdagangan satwa liar terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Namun demikian, selama ini tak banyak tindakan perdagangan yang mendapatkan hukuman sesuai UU tersebut. Sofi mencatat, “Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir setidaknya ada 30 kasus perdagangan kakaktua yang rata-rata hukumannya kurang dari satu tahun.”

Berkomentar tentang penyelundupan kakaktua jambul kuning, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pelaku penyelundupan patut dihukum. Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyerukan penyelamatan kakaktua jambul kuning.

Namun, ungkapan itu saja tak cukup. Sofi mengatakan perlunya revisi UU No 5 Tahun 1990 sehingga hukuman yang dikenakan terhadap pelaku penyelundupan satwa liar bisa diperberat dan memiliki efek jera.

“Perdagangan satwa liar itu nilainya miliaran, triliunan. Kalau hukumannya kurang dari satu tahun dan dendanya hanya 100 juta, setelah keluar pelaku akan kembali memperdagangakan,” kata Sofi.

Selain hukuman penjara yang lebih berat, pelaku perdagangan satwa liar semestinya bisa dimiskinkan seperti pelaku korupsi. Dengan demikian, setiap orang bisa berpikir berulang kali untuk melakukannya.

Revisi juga diperlukan untuk menjawab kebutuhan perlindungan spesies. Selama ini, spesies hanya dibagi menjadi dilindungi dan tidak dilindungi. Tidak ada aturan tentang pemanfaatan spesies tertentu.

Sofi mengungkapkan, ketidakjelasan itu berisiko. Spesies yang tidak dilindungi bisa berkurang drastis bila tak diatur penangkapannya. Ia mengatakan perlunya kategorisasi yang lebih detail serta aturan penangkapan suatu spesies.

Hanom mengatakan, penegakan hukum penting untuk memutus permintaan terhadap jenis-jenis kakaktua. Ia mengatakan, diperlukan pula pengawasan lebih ketat dengan melibatkan kepolisian dan tentara untuk membantu mengungkap kasus-kasus perburuan dan perdagangan satwa liar.

Petisi penyelamatan kakaktua jambul kuning kini terdapat di situs web Change.org. Hingga saat berita ini diturunkan, sudah ada 18.443 orang yang ikut mendukung petisi yang dibuat oleh Pokja Kebijakan Konservasi itu. Butuh 6.557 orang lagi untuk mencapai 25.000.

Siapa pun bisa membantu menyuarakan perlindungan kakaktua jambul kuning dan lainnya dengan mendukung petisi itu. Lebih penting untuk tidak ikut memelihara jenis itu dan melaporkan tindakan perdagangannya bila mengetahui. Keikutsertaan warga membantu agar kakaktua tak cuma tinggal lagu.

Sumber : klik disini

Share Button

Kakatua Jambul Kuning dalam Botol, Ini Kata Menteri Siti

Modus penyelundupan satwa liar makin brutal. Mereka berupaya berbagai cara melancarkan aksi tanpa memperhatikan keselamatan satwa. Salah stau kejadian menyedihkan ini terungkap di Surabaya pada Senin (4/5/15). Polres Pelabuhan Tanjungperak, Surabaya, berhasil menyita sebanyak 24 kakatua jambul kuning. Gilanya, satwa-satwa dilindungi ini diselundupkan di dalam botol plastik minuman mineral!  Mereka antara hidup dan mati terjejal di dalam botol-botol kecil itu.

Kasus terungkap, kala, Mul, baru turun dari Kapal KM Tidar jurusan Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta. Gerak gerik mencurigakan. Dia seakan menghindari petugas. Kala diperiksa, dia membawa dua burung, kakatua jambul kuning dan bayan hijau yang dimasukkan dalam jerigan dan dibungkus karung plastik. Kapalpun diperiksa. Benar saja, terdapat 21 kakatua jambul kuning dalam botol mineral bertutupkan dua karung plastik.

Diduga karena penyimpanan dalam botol, menyebabkan 11 dari 24 kakatua tewas. Kini, yang hidup dititipkan ke lembaga konservasi Maharani di Lamongan, sebelum siap dilepasliarkan kembali.

Apa kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menanggapi kasus ini?  “Saya minta ke SPORC untuk bekerja sama dengan Polda agar mengejar sampai ke Jakarta di mana jaringannya. Karena perdagangan satwa ilegal ini luar biasa,” kata Siti Nurbaya di Jakarta, Jumat (8/5/15).

Pada Jumat itu, Siti meminta kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC ) dan unit-unit konservasi (BKSDA)  untuk ‘menyisir’ warga yang memiliki satwa langka dilindungi seperti kakak tua jambul kuning ini. “Tetapi harus hati-hati sekali, harus persuasif mengajak kesadaran masyarakat untuk mengumpulkan kakatua agar dikembalikan ke alam liar. Jadi pelan-pelan,” ujar dia.

Dia melihat dukungan masyarakat terhadap perlindungan satwa ini cukup besar. Terbukti, dari kasus kakatua kuning ini, lalu ada gerakan Save Jambul Kuning. “Saya denger itu dari masyarakat, saya sangat berterima kasih.”

Dia menilai, secara keseluruhan penanganan menyangkut tanaman dan satwa dilindungi (TSL) harus ada langkah-langkah pembenahan. Satwa seperti jambul kuning ini, kata Siti,  dilindungi karena mereka penting dalam menopang sistem kehidupan.

Buka posko 

Guna menyelamatkan kakatua jambul kuning yang ada di masyarakat, KLHK membuka tiga posko. “Sekarang ada tiga posko kami bentuk. Ada di Kantor BKSDA DKI, Manggala Wanabakti dan Kantor Rehabilitasi Tegal alur,” katanya di Jakarta, Sabtu (9/5/15).

Dia mengatakan, tim ini sudah mulai bekerja efektif. Laporan warga dan menyerahkan burung dilindungi itu pun terus datang.

“Sejak tadi malam sudah ada tim, sekarang sudah mulai piket. Saya baru mendapat laporan beberapa warga ada yang sms akan menyerahkan jambul kuning. Dengan respon masyarakat seperti itu, saya kira memang pemerintah harus merespon baik niat itu. Maka kita aktifkan tiga posko itu untuk menerima kakatua jambul kuning.”

Nanti, katanya, kakak tua yang diserahkan warga akan direhabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat asal. Tak hanya itu, dokter hewan juga akan memeriksa dan perawatan intens pada satwa-satwa ini. “Nanti masuk pusat rehabilitasi Tegal alur. Nanti akan dikembalikan ke habitat asal, kebanyakan di Maluku,” ucap Siti.

Sanksi ringan

Siti mengatakan, penegakan hukum TSL seakan tak memberikan efek jera bagi pelaku. Dia menyadari, UU Nomor 5  Tahun 1990 sanski masih sangat ringan. “Dalam 10 tahun,  kita sudah menangani 39 kasus burung, lima vonis, satu sedang sidang. Rata-rata putusan hakim tidak lebih dari delapan bulan. Sangat ringan.” Untuk itu, KLHK sedang mengkaji kemungkinan merevisi UU ini.

Sumber : klik disini

Share Button

Sengketa Informasi Atas KLHK, FWI: Sepatutnya Keterbukaan Informasi Ditegakkan

Komisi Informasi Pusat (KIP) mengabulkan seluruh gugatan permohonan informasi yang disengketakan Forest Watch Indonesia (FWI) terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Keputusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Komisioner KIP, Yhanu Setiawan, di ruang sidang KIP Jakarta, Jumat (8/5/2015), ini mewajibkan KLHK segera memberikan informasi yang dipinta FWI paling lambat 14 hari setelah putusan dikeluarkan. Jika menolak, KLHK bisa menempuh langkah keberatan.

“Memutuskan untuk membatalkan penetapan data dan informasi yang dikecualikan dalam hasil uji konsekuensi oleh kepala pusat hubungan masyarakat selaku Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ucap Yhanu.

Majelis Komisioner KIP memutuskan bahwa dokumen RKUPHHK dan RKTUPHHK bersifat terbuka. Kecuali, bagian yang memuat informasi sistem silvikultur berupa penggunaan dan penjualan serta analisis finansial. Begitu juga dokumen rencana kerja tahunan pada hutan tanaman seluruh Indonesia tahun 2014, sifatnya terbuka.

Yanu menuturkan dokumen lengkap Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) diatas 6 ribu meter kubik di seluruh Indonesia yang masih berlaku hingga tahun 2014 bersifat terbuka. Dokumen izin pemanfaatan kayu di seluruh Indonesia tahun 2012, 2013, dan 2014 juga terbuka. “Saya ingin mengingatkan bahwa keputusan yang diambil oleh majelis ini merupakan bahan yang cukup baik bagi PPID KLHK dalam menyusun dan memperbaiki daftar informasi yang dikecualikan.”

Bintoro, staf pusat humas KLHK, seusai persidangan mengatakan pihaknya akan mengkaji hasil putusan majelis komisioner KIP. “Kami pikir-pikir dulu. Nanti, dibahas dengan pimpinan dan pimpinan yang putuskan,” ujarnya.

Keterbukaan informasi

Linda Rosalina, Pengkampanye FWI, menuturkan langkah yang diambil oleh Majelis Komisioner ini menandakan bahwa KIP serius dalam menjalankan amanah UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Meskipun masih ada hal yang harus diperbaiki di internal KIP, namun keputusan ini tergolong cermat karena mampu membedakan informasi yang sifatnya terbuka dan yang dikecualikan. “Ini keberhasilan yang menggembirakan. Tak masalah bagian silvikultur dan analisis keuangan ditutup. Karena kita memang tidak membutuhkannya. Itu domain perusahaan,” ujarnya.

Informasi yang dimohonkan FWI adalah mengenai dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK), Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKTUPHHK), Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) diatas 6.000 meter kubik, serta Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). “Informasi yang dimohonkan FWI kepada KLHK ini merupakan informasi dasar agar masyarakat dapat membedakan antara kegiatan legal dan illegal dalam pemantauan pemanfaatan hutan.”

Linda menjelaskan, proses yang ditempuh FWI bersama Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) untuk memperoleh akses informasi ini hampir setahun lamanya. Padahal, informasi yang dimintakan itu adalah dokumen publik yang bisa dibuka tanpa harus melalui sengketa informasi. “Ini menunjukkan, di lingkungan KLHK belum benar-benar sepenuhnya terbuka memberikan akses informasi. Artinya, tata kelola kehutanan memang belum transparan.”

Menurut Linda, sikap KLHK yang menutupi data dan informasi yang diminta tersebut, jelas bertolak belakang dengan pernyataannya yang menyatakan bahwa masyarakat merupakan unsur penting guna menyampaikan informasi berbagai pelanggaran yang terjadi di lingkup lingkungan hidup dan kehutanan. Semua itu tidak berguna bila informasi dasar mengenai sistem dan mekanisme pelayanan pengaduannya tidak dibuka. “Karena yang kita minta data dari seluruh Indonesia maka kita harus memaksa KLHK untuk menaati hasil putusan ini. Yang terpenting adalah data tersebut harus dieksekusi,” ujarnya.

Apa yang menyebabkan KLHK enggan memberikan informasi yang dimohonkan FWI? Pada Berita Acara Uji Konsekuensi Informasi Kementerian Kehutanan yang ditandatangani 2 Juli 2014, disebutkan ada pengecualian 14 jenis informasi publik yang dianggap rahasia. Pada beberapa sidang sengketa informasi, argumen inilah yang digunakan KLHK, sebagai badan publik yang menguasai informasi kehutanan, bahwa pengecualian tersebut dilakukan untuk melindungi perusahaan kehutanan dari persaingan usaha yang tidak sehat.

Padahal, menurut Dessy Eko Prayitno, peneliti dari Indonesian Center of Environment Law (ICEL), substansi Berita Acara Uji Konsekuensi Informasi itu justru bertentangan dengan berbagai regulasi yang diterbitkan untuk mengatur sektor kehutanan. “Selain bertabrakan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik, berita acara tersebut mengabaikan putusan Komisi Informasi Pusat Nomor 030/I/KIP-PS-A-M-A/2014 yang menyatakan bahwa Rencana Kerja Tahunan merupakan informasi yang terbuka. “UU Kehutanan secara gamblang menyatakan hak seluruh masyarakat untuk berperan serta dalam pengawasan pembangunan kehutanan dan untuk memperoleh informasi menyangkut perencanaan kehutanan,” papar Eko.

Zainuri Hasyim, Dinamisator JPIK, menuturkan bahwa bagi pemantau hutan independen, data dasar mengenai RKUPHHK, RKTUPHHK, RPPBI, dan IPK memang sangat dibutuhkan dalam monitoring Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Yaitu, persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak kehutanan.

Pemantau independen yang bertugas menjaga kredibilitas SVLK tentunya tidak akan bekerja maksimal tanpa adanya data pendukung atas temuan pelanggaran yang terjadi di lapangan. Pantauan dan kontrol ketat masyarakat mustahil dilakukan jika masyarakat tidak memiliki informasi yang kuat sebagai dalilnya. “Putusan sidang hari ini sudah tepat, karena itu KLHK harus menyerahkan data yang dimohonkan,” papar Zainuri.

Sebelumnya, KLHK juga telah disengketakan di Komisi Informasi Pusat oleh Citra Hartati dari ICEL. Citra menyengketakan KLHK mengenai peta tutupan hutan dalam bentuk shapefile yaitu format data digital yang mudah untuk dipergunakan dan diedit menggunakan piranti lunak sistem informasi geografis (SIG). Saat ini, kasusnya masih menunggu proses persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta.

Sumber : klik disini

Share Button