Penataan Kelembagaan Kementerian Sudah Tuntas

Penataan kelembagaan kementerian di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla secara substansial sudah tuntas. Walaupun penataan kelembagaan tersebut berdasarkan pada UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, tidak semudah membalikan telapak tangan. Harus memperhatikan berbagai kaidah pemerintahan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU tersebut, pembentukan kementerian dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; serta perkembangan lingkungan global. Demikian penjelasan Deputi Kelembagaaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini kepada Wartawan, Minggu (10/05).

Terkait tugas, fungsi dan susunan organisasi kementerian, menurut Rini, didasarkan pada Perpres Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, yakni memuat materi kedudukan kementerian, tugas kementerian, fungsi kementerian, susunan organisasi kementerian, dan tata kerja Kementerian. “Dalam Perpres tersebut juga diatur agar penyusunan organisasi didasarkan pada karakteristik tugas dan fungsi serta beban kerja.  Selain itu, dalam penetapan organisasi harus mempertimbangkan mandat konstitusi, visi dan misi presiden, tantangan utama bangsa, pemerintahan desentralistik, dan peran pemerintah” kata Rini. Menurut Perpres tersebut, dalam penataan kelembagaan  hendaknya dilakukan juga pembatasan mengingat masih terdapat kecenderungan kementerian/lembaga menyusun organisasi yang besar untuk memaksimalkan jumlah unit organisasi.

Rini menjelaskan bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014, telah dibentuk 34 (tiga puluh empat) Kementerian Negara, dengan komposisi 13 (tiga belas) Kementerian mengalami perubahan, dan 21 (dua puluh satu) kementerian tidak mengalami perubahan. Yang mengalami perubahan adalah 2 (dua) Kementerian Baru yakni Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, 1 (satu) Kementerian dengan perubahan nomenklatur yakni Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta 10 (sepuluh) Kementerian dengan pergeseran fungsi yakni Kemenko Perekonomian, Kemenko Polhukam, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Kementerian PUPR, Kementerian Pariwisata, Kementerian LHHUT, Kementerian Dikbud, Kementerian Ristek Dikti, dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Sedangkan 21 (dua puluh satu) Kementerian yang tidak mengalami perubahan, yaituKementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian BUMN, Kementerian PANRB, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Kementerian PP dan Perlindungan Anak, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Sekretariat Negara.

Terkait pelaksanaan teknis dan limitasi penataan Kementerian Negara, acuan utamanya adalah Perpres Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja. Dalam Perpres tersebut Presiden memberikan batasan waktu bagi penataan organisasi Kementerian yang mengalami perubahan agar diselesaikan paling lambat 4 (empat) bulan sejak Perpres diterbitkan pada tanggal 27 Oktober 2014.

Kementerian PANRB bekerja totalitas untuk merampungkan penataan kelembagaan kementerian agar sesuai dengan limit waktu yang digariskan. “Kami bekerja siang malam untuk menuntaskan penataan kelembagaan kementerian. Pak Menteri PANRB beserta jajaran di Kementerian PANRB bekerja sungguh-sungguh dan totalitas. Dari aspek legalitas,  telah diterbitkan Perpres untuk 12 Kementerian yang mengalami perubahan pada tanggal 21 Januari 2015, sedangkan untuk teknis penataan strukturnya secara menyeluruh sudah diselesaikan pada akhir bulan Maret 2015 dengan dikeluarkannya persetujuan Menteri PANRB” tegas Rini. Sedangkan untuk Perpres tentang Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Rini menuturkan, sesuai dengan arahan Presiden perlu dilakukan penyesuaian, sehingga penetapan Perpresnya baru dilakukan pada tanggal 22 April 2015 dengan Perpres Nomor 43 Tahun 2015.

Rini juga mengatakan bahwa keberadaan Perpres yang telah ditetapkan tersebut secara prinsipil sudah dapat dijadikan dasar hukum bagi organisasi kementerian melakukan tindak lanjut, karena didalamnya telah memuat penetapan unit organisasi eselon I beserta tugas dan fungsi masing-masing. “Kunci utama dari efektivitas tindak lanjut, pasca penataan kelembagaan kementerian, terletak pada komitmen semua pihak untuk melakukan akselerasi. Kementerian PANRB sendiri sebagai salah satu entitas yang bertugas dalam perumusan kebijakan sudah on the track, menunaikan tugas sebagaimana mestinya” ungkap Rini.

Selanjutnya terhadap 21 (dua puluh satu) Kementerian yang tetap, menurut Rini, jika diperlukan dapat dilakukan penataan organisasi untuk disesuaikan dengan visi dan misi Presiden (Nawa Cita). Tetapi batas waktu penataannya lebih leluasa disesuaikan dengan kebutuhan objektif dan kesiapan masing-masing kementerian, tidak seperti penataan terhadap 13  (tiga belas) Kementerian yang mengalami perubahan. Keleluasaan batas waktu tersebut dimungkinkan karena pada 21 (dua puluh satu)  Kementerian ini tidak mengalami perubahan tugas dan fungsi, sehingga dapat langsung menjalankan urusan pemerintahan yang dimandatkan sesuai dengan bidang tugasnya. Namun demikian, Kementerian PANRB tetap mendorong adanya percepatan dan penataannya disesuaikan dengan Nawa Cita.

Dalam upaya tersebut, telah disampaikan Rancangan Perpres tentang organisasi 21 (dua puluh satu)  Kementerian yang tidak mengalami perubahan pada Presiden. 10 (sepuluh) diantaranya telah ditetapkan Perpresnya, yakni Kementerian Setneg, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial, dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.

Sedangkan untuk 11 (sebelas) Kementerian lainnya yaitu Kementerian PANRB, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Kementerian Agama, Kementerian PP dan Perlindungan Anak, Kementerian Pertahanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian ESDM, sudah disampaikan kepada Presiden dan tinggal menunggu penetapan Peraturan Presiden.

Di sisi yang lain, dengan telah diterbitkannya Perpres yang terkait dengan 13 Kementerian yang mengalami perubahan, Kementerian PANRB terus mendorong agar tiap-tiap Kementerian segera melakukan pengisian pejabat di lingkungannya masing-masing supaya organisasi dapat berjalan secara efektif. “Jadi secara substansial penataan kelembagaan sudah tuntas, tinggal mendorong penyelesaian pengisian pejabat di lingkungan organisasi kementerian masing-masing. Itu pun telah dilakukan melalui penerbitan Inpres Nomor 3 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi pada Kementerian/Lembaga” pungkas Rini.

Sumber : klik disini    

Daftar Perpres yang menjadi payung hukum penataan kementerian yang mengalami perubahan

NO
KEMENTERIAN
PERATURAN PRESIDEN
1
Kemenko Perekonomian
No. 8 Tahun 2015
2
Kemenko PMK
No. 9 Tahun 2015
3
Kemenko Kemaritiman
No. 10 Tahun 2015
4
Dalam Negeri
No. 11 Tahun 2015
5
Desa, PDT, & Trans
No. 12 Tahun 2015
6
Ristek dan Dikti
No. 13. Tahun 2015
7
Dikbud
No. 14 Tahun 2015
8
PUPR
No. 15 Tahun 2015
9
LHHut
No. 16 Tahun 2015
10
ATR/BPN
No. 17 Tahun 2015
11
Ketenagakerjaan
No. 18 Tahun 2015
12
Kemenko Polhukam
No. 43 Tahun 2015
13

Daftar persetujuan Menteri PANRB dalam rangka menindaklanjuti Perpres tersebut, sebagai berikut :

No
Kementerian
Persetujuan Menteri PANRB
1
Kemenko Kemaritiman
Persetujuan Menteri PANRB No. B/780/M.PAN-RB/03/2015, 2 Maret 2015
2
Kementerian Pariwisata
Persetujuan Menteri PANRB No. B/849/M.PAN-RB/03/2015, 12 Maret 2015
3
Kemen. Desa, PDT dan Trans
Persetujuan Menteri PANRB No. B/897/M.PANRB/03/2015, 17 Maret 2015
4
Kementerian Dalam Negeri
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1063/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
5
Kementerian PU PR
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1065/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
6
Kemen. Dikbud
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1067/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
7
Kemen. LH Hut
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1068/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
8
Kemen. Ketenagakerjaan
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1069/M.PANRB/03/2015, 27 Maret 2015
9
Kemenko PMK
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1109/M.PANRB/03/2015, 31 Maret 2015
10
Kemen. ATR/BPN
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1215/M.PANRB/04/2015, 2 April 2015
11
Kemen. Ristek dan Dikti
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1216/M.PANRB/04/2015, 2 April 2015
12
Kemenko. Perekonomian
Persetujuan Menteri PANRB No. B/1217/M.PANRB/04/2015, 2 April 2015

Daftar Perpres yang menjadi payung hukum penataan Kementerian yang tidak mengalami perubahan, sebagai berikut :

No
Kementerian
Peraturan Presiden
1
Kementerian Setneg
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2015
2
Kementerian Keuangan
Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015
3
Kementerian Perindustrian
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015
4
Kementerian Kesehatan
Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015
5
Kementerian Perhubungan
Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015
6
Kementerian BUMN
Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2015
7
Kementerian Hukum dan HAM
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015
8
Kementerian Pertanian
Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015
9
Kementerian Sosial
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015
10
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2015
Share Button

Aparat Hong Kong Ungkap Penyelundupan Paruh Enggang dan Sisik Trenggiling, Diduga Asal Indonesia

Seperti dilaporkan dalam siaran persnya (06/05), tim satgas operasi gabungan polisi laut dan bea cukai Hong Kong (Hong Kong Customs and Marine Police) berhasil membongkar upaya penyelundupan 150 kotak dan 30 tas barang elektronik yang bercampur dengan bagian tubuh satwa dilindungi.

Bercampur dengan barang-barang elektronik seperti 229 kamera, 10 ribu ponsel ditemukan kura-kura hidup, kadal, laba-laba, 129 kilogram sisik trenggiling dan 10 kilogram paruh rangkong. Total estimasi nilai barang selundupan tersebut adalah lebih dari HK$ 10 juta (sekitar 17 milyar rupiah).

Satu orang berusia 27 tahun berhasil diamankan, meski beberapa tersangka lainnya berhasil kabur dari speedboat saat terjadi penggeledahan barang selundupan tersebut.

Peneliti dan koordinator Indonesian Hornbill Conservation Society, Yokyok Hadiprakarsa, dalam pernyataan terpisah kepada Mongabay Indonesia,menjelaskan bahwa bagian tubuh paruh enggang gading yang dibongkar di Hong Kong dapat dipastikan berasal dari Indonesia. Menurutnya penyelundupan paruh enggang, trenggiling dan bagian tubuh satwa lainnya amat rawan diselundupkan keluar dari wilayah Sumatera dan Kalimantan.

“Indonesia merupakan habitat dan populasi terbesar untuk enggang gading di dunia. Perpaduan antara masih banyaknya populasi di alam dengan lemahnya penegakan hukum. Saya meyakini ini bersumber dari Indonesia meski informasi ini sedang ditelusuri oleh pihak berwenang di Hongkong,” jelas Yokyok.

“Modusnya dicampur dengan barang elektronik meski ada juga yang spesifik hanya berisi object wildlife crime,” tambah Yokyok  yang menghabiskan banyak waktu untuk melakukan riset dan studi modus penyelundupan satwa liar, terutama paruh enggang gading, dari Kalimantan Barat.

Aksi penyelundupan ini semakin menambah jumlah penyelundupan yang terjadi di Indonesia, termasuk temuan penyelundupan trenggiling, paruh enggang gading hingga kakatua jambul kuning baru-baru ini.

Kepulauan Indonesia yang luas menjadikan jalur penyelundupan antar pulau dan negara mudah untuk dilakukan. Jika sebelumnya penyelundupan menggunakan jalur udara marak dilakukan, sekarang modus jalur laut mulai menjadi favorit para penyelundup; karena jauh lebih longgar dari pemeriksaan aparat dan minimnya pengecekan kargo barang terkirim.

Dari 57 spesies enggang gading di dunia, maka enggang gading (Helmeted Hornbill, Rhinoplax vigil) spesies maskot Indonesia, mulai menjadi favorit para penyelundup untuk digunakan sebagai bahan kerajinaan (craft) saat gading gajah dan cula badak semakin sulit diperoleh. Bahkan para penyelundup mulai menggunakan kode “gading merah” untuk komoditas paruh enggang yang berharga mahal di pasar gelap.

Jaringan bawah tanah kejahatan satwa liar, umumnya bekerja sangat sistematis, memiliki jaringan hingga tingkat pemburu dan semakin tertutup dari kalangan luar. Para pelaku memiliki kaki tangan hingga di wilayah-wilayah pedalaman Indonesia.

Wilayah Tiongkok daratan dan Hong Kong merupakan pasar terbesar dunia dari obyek penyelundupan dan kejahatan satwa liar (wildlife crime object). Di Tiongkok saja hingga akhir tahun 2014, terdapat 14 kasus penangkapan dalam kasus serupa.

Dalam undang-undang Hong Kong, penyelundupan merupakan pelanggaran hukum serius, dengan hukuman denda hingga HK$ 2 juta dan penjara selama tujuh tahun. Sedangkan berdasarkan aturan Ordonansi Perlindungan Satwa dan Spesies Langka, setiap orang yang terbukti melanggar dan mengekspor/ mengimpor spesimen langka diancam denda maksimum HK$ 50 ribu dan kurungan penjara selama enam bulan.

Sumber : klik disini

 

Share Button

Selamatkan Burung Kakaktua Sebelum Tinggal Lagunya

Burung kakaktua, hinggap di jendela. Nenek sudah tua giginya tinggal dua.
Tekdung, Tekdung, tekdung, tekdung tralala… Tekdung, tekdung tralala… Tekdung, tekdung, tekdung tralala… Burung kakaktua

Lama menjadi keseharian anak-anak lewat lagu “Burung Kakaktua”, golongan burung kakaktua kini terancam dan bukan tak mungkin akan punah di masa depan karena perburuan dan perdagangan liar yang terus berlangsung.

Senin (4/5/2015), polisi menyita 24 burung kakaktua jambul kuning (Cacatua sulphurea) yang dibawa oleh salah satu penumpang kapal KM Tidar jalur pelayaran Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta yang turun di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Mirisnya, kakaktua jambul kuning itu dibawa dengan dimasukkan botol air mineral setelah sebelumnya dibius. Mengarungi perjalanan selama lima hari di atas kapal dan di dalam botol, sebagian kakaktua jambul kuning itu mati.

Kasus penyelundupan kakaktua jambul kuning di Tanjung Perak itu hanya salah satu dari lima penyelundupan yang terungkap dalam lima bulan terakhir. Kakaktua jambul kuning pun cuma salah satu jenis kakaktua yang diburu dan diperdagangkan.

Hanom Bashari, Spesialis Konservasi Biodiversitas dari Burung Indonesia, mengatakan bahwa golongan kakaktua yang kini paling banyak diperdagangkan adalah spesies kakaktua putih (Cacatua alba).

“Selama satu tahun, kurang lebih ada 1.200 ekor yang diperdagangkan,” ungkap Hanom saat ditemui dalam konferensi pers tentang kasus penyelundupan kakaktua jambul kuning di Yayasan KEHATI pada Senin (11/5/2015).

Angka perburuan melebihi kapasitas reproduksi kakaktua putih itu sendiri. “Setiap tahun, satu kakaktua putih hanya menghasilkan dua telur. Dari dua telur itu, tidak semua akan bisa menetas.”

Perburuan secara terus-menerus dalam jumlah besar membuat spesies yang sudah masuk kategori “Terancam Punah” menurut Perhimpunan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) itu semakin tertekan.

Apabila tidak ada langkah penyelamatan, maka spesies itu pasti punah dalam waktu dekat. “Apalagi kakaktua putih ini endemik Halmahera, hanya terdapat di sana. Kalau sampai punah, ya sudah benar-benar hilang,” ungkap Hanom.

Perdagangan kakaktua jambul kuning sendiri, kata Hanom, sebenarnya relatif menurun. Namun, jenis itu sudah kadung masuk kategori “Sangat Terancam Punah” menurut Daftar Merah IUCN setelah puluhan tahun diperdagangkan.

IUCN menyebutkan bahwa 25 tahun terakhir pada abad 20, spesies endemik Indonesia dan Timor Leste itu berkurang drastis. Di Sumba yang diduga habitat terbaik, populasi burung itu tinggal 3.200 pada tahun 1992.

Populasinya terus menurun. Tahun 2012, jumlah kakaktua jambul kuning di Sumba diperkirakan hanya tinggal 563. Sementara di Sulawesi dan Buton, jumlahnya tinggal sekitar 500. Dengan populasi yang tersisa, maka 24 ekor yang baru saja diselundupkan tak bisa dibilang kecil.

Sofi Mardiah, Manager Program Kebijakan dan Pengawasan Perdagangan Satwa Liar dari Wildlife Conservation Society (WCS), menilai bahwa kasus perdagangan kakaktua dan satwa liar lainnya marak karena lemahnya penegakan hukum.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perburuan dan perdagangan satwa liar terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Namun demikian, selama ini tak banyak tindakan perdagangan yang mendapatkan hukuman sesuai UU tersebut. Sofi mencatat, “Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir setidaknya ada 30 kasus perdagangan kakaktua yang rata-rata hukumannya kurang dari satu tahun.”

Berkomentar tentang penyelundupan kakaktua jambul kuning, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa pelaku penyelundupan patut dihukum. Sementara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyerukan penyelamatan kakaktua jambul kuning.

Namun, ungkapan itu saja tak cukup. Sofi mengatakan perlunya revisi UU No 5 Tahun 1990 sehingga hukuman yang dikenakan terhadap pelaku penyelundupan satwa liar bisa diperberat dan memiliki efek jera.

“Perdagangan satwa liar itu nilainya miliaran, triliunan. Kalau hukumannya kurang dari satu tahun dan dendanya hanya 100 juta, setelah keluar pelaku akan kembali memperdagangakan,” kata Sofi.

Selain hukuman penjara yang lebih berat, pelaku perdagangan satwa liar semestinya bisa dimiskinkan seperti pelaku korupsi. Dengan demikian, setiap orang bisa berpikir berulang kali untuk melakukannya.

Revisi juga diperlukan untuk menjawab kebutuhan perlindungan spesies. Selama ini, spesies hanya dibagi menjadi dilindungi dan tidak dilindungi. Tidak ada aturan tentang pemanfaatan spesies tertentu.

Sofi mengungkapkan, ketidakjelasan itu berisiko. Spesies yang tidak dilindungi bisa berkurang drastis bila tak diatur penangkapannya. Ia mengatakan perlunya kategorisasi yang lebih detail serta aturan penangkapan suatu spesies.

Hanom mengatakan, penegakan hukum penting untuk memutus permintaan terhadap jenis-jenis kakaktua. Ia mengatakan, diperlukan pula pengawasan lebih ketat dengan melibatkan kepolisian dan tentara untuk membantu mengungkap kasus-kasus perburuan dan perdagangan satwa liar.

Petisi penyelamatan kakaktua jambul kuning kini terdapat di situs web Change.org. Hingga saat berita ini diturunkan, sudah ada 18.443 orang yang ikut mendukung petisi yang dibuat oleh Pokja Kebijakan Konservasi itu. Butuh 6.557 orang lagi untuk mencapai 25.000.

Siapa pun bisa membantu menyuarakan perlindungan kakaktua jambul kuning dan lainnya dengan mendukung petisi itu. Lebih penting untuk tidak ikut memelihara jenis itu dan melaporkan tindakan perdagangannya bila mengetahui. Keikutsertaan warga membantu agar kakaktua tak cuma tinggal lagu.

Sumber : klik disini

Share Button