Greenpeace Sebut Kebun Sawit Andil Besar Deforestasi, Apa Langkah Perbaikan?

Greenpeace menyatakan, setidaknya ratusan perusahaan perkebunan sawit memberikan andil deforestasi cukup tinggi. Penelitian Greenpeace memperlihatkan keadaan ini. Untuk itu, ini perlu langkah langkah penanganan serius hingga Indonesia mampu menerapkan nol deforestasi.

“Beberapa tahun terakhir, Greenpeace kampanye khusus menekan dan mendesak perusahaan sawit menjalankan komitmen menekan deforestasi akibat pembukaan lahan besar-besaran,” kata Grant Rosoman, Global Forest Solutions Project Coordinator, Greenpeace Forest Network, usai The Forests Dialogue, di Pekanbaru, Riau.

Kampanye zero deforestasi ini, katanya, terus disuarakan karena perusahaan-perusahaan masih eksploitasi bahkan di hutan lindung/konservasi, sampai hutan adat. Mereka juga mendorong perusahaan komitmen nol deforestasi. “Kami memantau agar ada fokus hak-hak masyarakat, dan upaya-upaya konservasi nyata.”

Dia berharap, perusahaan  baik sawit, HTI, HPH, tambang dan perusaahan lain memberikan apresiasi kepada masyarakat adat/lokal yang tinggal di kawasan hutan. “Bisa saling menjaga kawasan agar tidak rusak.”

Menurut dia, peran pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam menghentikan deforestasi di Indonesia. “Bagaimana mereka mengintegrasikan perencanaan konsep high carbon stock dan high conservation value. Perlu juga memperluas moratorium  untuk menyelesaikan masalah hutan di Indonesia.”

Greenpeace, mendesak, pemerintah membuat dasar hukum kuat dan penegakan hukum dalam menekan kerusakan hutan dan menjalin kerjasama dengan masyarakat adat.  “Agar hutan hancur tidak terus meningkat karena perubahan kawasan menjadi perkebunan sawit,” katanya.

Dia mengatakan, penting, melibatkan masyarakat adat dalam menjaga hutan karena mereka memahami betul tempat hidupnya, menghargai, meski memanfaatkan alam. “Tidak seperti perusahaan, masuk dan menghancurkan tanpa mampu mengembalikan seperti semula, karena itu mustahil dilakukan.”

Dia mencontohkan, masyarakat adat mampu mempertahankan hutan, di Desa Dosan, Riau. Disana,  ada masyarakat menanam sawit dan konservasi serta menjaga hutan. Mereka memiliki konsep memanfaatkan lahan tanpa merusak hutan.

“Contoh masyarakat Desa Dosan, membuktikan bagaimana mereka mampu menjaga kawasan, dan mampu menekan deforestasi. Kisah itu juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, sebelum akhirnya pemerintah memberikan izin kepada ratusan perusahaan masuk ke dalam kawasan dan menghancurkan hutan yang selama berabad-abad dijaga masyarakat adat.”

Data Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  memperlihatkan, hasil citra satelit 2000,  berdasarkan data 1985-1997, terjadi pengurangan luas hutan 22,46 juta hektar  atau 1,87 juta hektar pertahun. Angka ini makin meningkat tajam 1997-2000 sebesar 2,84 juta hektar pertahun. Sedangkan data citra SPOT Vegetation, pengurangan tutupan berhutan 1,08 juta hektar pertahun, pada 2000-2005.  Data penghitungan deforestasi Indonesia periode 2006-2009 menghasilkan angka 0,83 juta hektar pertahun.

Luas deforestasi daratan Indonesia selama 2009-2011, adalah 0,90 juta hektar, angka rerata tahunan 0,45 juta hektar, meliputi kawasan hutan 0,33 juta hektar (73,3%), dan 0,12 juta hektar (26,7%) di luar kawasan (areal penggunaan lain).

Deforestasi dalam kawasan hutan pertahun, terdiri dari hutan primer 3,1% atau 14.000 hektar, hutan sekunder 58,7 %, atau 264.400 hektar, hutan tanaman 11,5 % atau 51.8.000 hektar. Pada APL, deforestasi pertahun, pada hutan primer 3.200 hektar (0,7%), hutan sekunder 111.900 hektar (24,8%), dan hutan tanaman 5.300 hektar (1,2%).

Berdasarkan laporan November 2014 oleh Ruandha Agung Sugardiman, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan, KLHK beberapa kegiatan ditengarai sebagai penyebab pengurangan luas hutan. Antara lain, konversi hutan untuk pembangunan sektor lain misal perkebunan dan transmigrasi, pembalakan tidak lestari, pencurian kayu atau penebangan liar, pertambangan, perambahan dan okupasi lahan, serta kebakaran hutan.

Satu sisi, katanya, penghijauan dan reboisasi belum optimal, hingga lahan kritis makin luas. Kerusakan lingkungan pun meningkat seiring peningkatan deforestasi.

Sumber : klik disini

Share Button

Selamatkan Air, Kemendagri Gandeng 7 Kementerian

Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA) gagal dilaksanakan di daerah. Ini diakui Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Muhammad Marwan.

“Program ini sebelumnya di pusat sudah jalan, tetapi di daerah mengalami hambatan. Diamanatkan oleh pemerintah pusat, sebagai pembina umumnya Kemendagri, tetapi teknisnya oleh masing-masing menteri,” ujar Marwan di Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis 7 Mei 2015.

Untuk mengoptimalkan program yang diluncurkan tahun ini, Kementerian Dalam Negeri lantas menggandeng tujuh kementerian lain. Tujuh kementerian itu antara lain; Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (BPN), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian BUMN, serta Kementerian Pertanian.

Rencananya gerakan tersebut akan dirilis Sabtu 9 Mei 2015 di Waduk Pluit, Jakarta Utara. Pelibatan tujuh kementerian itu diharapkan bisa mengoptimalkan program revitalisasi yang bertujuan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya penyelamatan air di Indonesia.

Sasaran revitalisasi GN-KPA meliputi 108 DAS prioritas, 15 danau prioritas, 29 bendungan prioritas dan 17 Provinsi sentra padi. Fokus program kegiatan antara lain; penataan ruang, penataan pembangunan fisik, penatagunaan tanah dan penataan kependudukan; konservasi tanah dan air, serta konservasi sumber daya air; pengendalian daya rusak air; pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Efisiensi dalam pengelolaan pemanfaatan air dan terakhir, pendayagunaan sumber daya air.

Program yang sebelumnya digagas oleh tiga kementerian (Kementerian PU, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian) itu sesuai Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menitikberatkan pada pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

“Gerakan ini mendorong bagaimana penataan ruang di daerah, yang nantinya berkaitan dengan keseimbangan pasokan dan pemanfaatan air,” ujar Marwan.

Revitalisasi GN-KPA bertujuan mengembalikan keseimbangan siklus hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) guna menghasilkan sumber air yang baik.

Senada dengan Dirjen Bina Pangda, Kasubdit Prasarana Konservasi dan Sedimen pada Direktorat Sungai dan Pantai, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Muhammad Rizal, mengatakan kementeriannya telah menjalankan program GN-KPA yang sebelumnya dengan berfokus pada konservasi tanah dan air, serta konservasi sumber daya air. (asp)

Sumber : klik disini

Share Button